Anda di halaman 1dari 61

SKENARIO 3

MANAJEMEN KESEHATAN
drg. Dara bekerja di Puskesmas Sumber Waras telah melakukan kegiatan UKGS
secara rutin. Hasil kegiatan UKGS didapatkan prevalensi karies sebesar 85%. drg
Dara sebagai penanggungjawab program kesehatan gigi dan mulut ingin membuat
program yang dapat menurunkan prevalensi karies tersebut. Apa saja yang
menjadi tugas drg Dara di Puskesmas? Langkah-langkah manajemen apa yang
dilakukan drg Dara?

STEP 1
1. Manajemen kesehatan :
- Cara pengorganisasian/mengolah kesehatan dengan sumber daya manusia
yang sudah ada dengan efisien dan efektif
- Manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengatur, manajemen
adalah proses mengatur dan mengelola program-program kesehatan untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Prevalensi :
- Angka kejadian penyakit yang terjadi sejak dulu hingga kini.
- Jumlah keseluruhan dari penyakit dalam populasi pada waktu tertentu
3. Program kesehatan :
- Rencana tindakan oleh institusi kesehatan untuk menangani masalah
kesehatan
4. Puskesmas :
- Organisasi kesehatan yang ada dalam masyarakat, terletak di tingkat
kecamatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
5. UKGS :
- Unit Kesehatan Gigi Sekolah yang bertujuan untuk mengupayakan kesehatan
gigi dan mulut Sekolah Dasar
- Merupakan bagian dari UKS yang disesuaikan dengan tumbuh kembang gigi.

STEP 2
1. Apa saja Peran dokter Gigi dalam manajemen kesehatan ?
2. Bagaimana Cara manajemen kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya ?
3. Apa saja fungsi manajemen kesehatan dan tujuannya ?
4. Mengapa prevalensi karies masih tinggi, sedangkan sudah ada UKGS rutin ?
5. Apa saja langkah-langkah manajemen kesehatan ?
6. Apa saja Faktor Pendukung dan penghambat manajemen kesehatan ?
7. Peraturan pemerintah untuk mengatur sistem kesehatan nasional ?
8. Kelemahan dan kelebihan yang terdapat pada peraturan dan program
manajemen kesehatan dan solusinya ?
9. Struktur organisasi kemenkes dan fungsinya ?
10. Apa saja program-program kesehatan nasional dan apa saja kelebihan dan
kekurangannya ?

1
STEP 4

STEP 5
1. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang Sistem
Kesehatan Nasional dan Peraturan Perundangan yang mengatur
2. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang struktur
organisasi dan tata laksana kerja Kemenkes
3. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang program
kesehatan nasional dalam Sistem Kesehatan Nasional, Provinsi, Kabupaten
dan Kecamatan beserta anggarannya
4. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang
penanggung jawab dalam pelaksanaan masing-masing program kesehatan
5. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang
kekurangan dan kelebihan program kesehatan pada tiap tingkatan
6. Mahasiswa Mampu Memahami, Menjelaskan dan Mengkaji tentang
kebijakan-kebijakan baru terhadap kesehatan Nasional.

STEP 7
LO 1. SISTEM KESEHATAN NASIONAL DAN PERATURANNYA

SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua


komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan
kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi
kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan
berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan
sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga
swasta. Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan
dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan
pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan
kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan
upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan
untuk keberhasilan pembangunan nasional. SKN ini merupakan dokumen
kebijakan pengelolaan kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan.

LANDASAN SKN
Landasan SKN meliputi:
a. landasan idiil; Pancasila
b. landasan konstitusional; yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 28B ayat (2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi., Pasal 28C ayat (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, Pasal 28H ayat (1) Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan, Pasal 28H ayat (3) Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat, Pasal 34 ayat (2) Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan Pasal 34
ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
c. landasan operasional. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan
dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan. Firyal
(151610101120)

Secara khusus, dalam UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada Bab VI


bagian kedua belas, seluruh bagian tersebut yang terdiri atas 2 pasal yaitu pasal 93
dan pasal 94, khusus berisi tentang kesehatan gigi dan mulut.

3
Pasal 93:
(1) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan
gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan
kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.

(2) Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi
masyarakat, usaha kesehatan sekolah.

Penjelasan Pasal 93 Ayat (1):


Lingkup masalah dari kesehatan gigi dan mulut ditinjau dari fase
tumbuh kembang:
a. Fase janin;
b. Ibu Hamil;
c. Anak-anak;
d. Remaja;
e. Dewasa; dan
f. Lanjut Usia.

Pasal 94:
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka memberikan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh
masyarakat.

SKN 2009 sebagai pengganti SKN 2004 dan SKN 2004 sebagai pengganti
SKN 1982 pada hakekatnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, penting untuk dimutakhirkan menjadi SKN 2012 yang
pada hakekatnya merupakan pengelolaan kesehatan agar dapat mengantisipasi
berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan dewasa ini dan di masa
depan, sehingga perlu mengacu pada visi, misi, strategi, dan upaya pokok
pembangunan kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam:
a. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 20052025 (RPJP-N); dan
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
(RPJP-K). Kevin Nathaniel L (151610101110)

LO 2. STRUKTUR ORGANISASI

4
Struktur Kementerian Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015

Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masayarakat


Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Inspektorat Jenderal
Struktur Organisasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Struktur Organisasi Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia
Struktur Organisasi Pusat di Bawah Menteri
Struktur Organisasi Staf Ahli

Tugas dan Fungsi


Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 7 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud diatas, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
koordinasi kegiatan Kementerian Kesehatan;

5
koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran Kementerian
Kesehatan;
pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama,
hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi Kementerian Kesehatan;
pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana;
koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan serta
pelaksanaan advokasi hukum;
penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara dan layanan pengadaan
barang/jasa;
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat


Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 136 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat menyelenggarakan fungsi :
perumusan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kesehatan keluarga ,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi masyarakat, serta
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan
kesehatan keluarga, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga,
gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan
kesehatan keluarga , kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga,
gizi masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan kesehatan
keluarga , kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga, gizi
masyarakat, serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

6
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 263 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262, Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit menyelenggarakan fungsi:
o perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa
dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
o pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa
dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
o penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans
epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit
menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit tidak
menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
adiktif lainnya (NAPZA);
o pelaksanaan administrasi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit; dan
o pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Menteri.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan


Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan di bidang pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 394 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393, Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
perumusan kebijakan di bidang peningkatan pelayanan, fasilitas, dan mutu
pelayanan kesehatan primer, rujukan, tradisional, dan komplementer;
pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pelayanan, fasilitas, dan
mutu pelayanan kesehatan primer rujukan, tradisional, dan komplementer;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan
pelayanan, fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer rujukan,
tradisional, dan komplementer;

7
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan
pelayanan, fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer rujukan,
tradisional, dan komplementer;
pelaksanaan evaluasi, dan pelaporan di bidang peningkatan pelayanan,
fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer rujukan, tradisional, dan
komplementer;
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan


Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya manusia di bidang kesehatan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 751 dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 750, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
penyusunan kebijakan teknis pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan di bidang perencanaan, pendayagunaan,
peningkatan kompetensi, dan pembinaan mutu sumber daya manusia
kesehatan;
pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan di bidang perencanaan, pendayagunaan, peningkatan
kompetensi, dan pembinaan mutu sumber daya manusia kesehatan;
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya manusia kesehatan di bidang perencanaan, pendayagunaan,
peningkatan kompetensi, dan pembinaan mutu sumber daya manusia
kesehatan;
pelaksanaan administrasi Badan; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Staf Ahli
Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri,dan
secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 838 Staf Ahli terdiri atas :

8
Staf Ahli Bidang Ekonomi KesehatanStaf Ahli Bidang Ekonomi
Kesehatan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu
strategis kepada Menteri, terkait bidang ekonomi kesehatan.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi mempunyai tugas
memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis terhadap Menteri,
terkait bidang teknologi kesehatan dan globalisasi.
Staf Ahli Bidang Desentralisasi KesehatanStaf Ahli Bidang Desentralisasi
Kesehatan mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu
strategis terhadap Menteri, terkait bidang desentalisasi kesehatan.
Staf Ahli Bidang Hukum KesehatanStaf Ahli Bidang Hukum Kesehatan
mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis
terhadap Menteri, terkait bidang hukum kesehatan. Sakti Wibawa
(151610101109)

Struktur Organisasi Departemen Kesehatan Tingkat 1 Provinsi

Ketua Dinas dipimpin oleh Ketua Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi dan
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi.
Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas. Secretariat membawahi:
1. Sub Bagian Tata Usaha;
2. Sub Bagian Penyusunan Program dan Anggaran;
3. Sub Bagian Keuangan.
Bidang Kesehatan Masyarakat, membawahi :

9
1. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat;
2. Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat;
3. Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, membawahi :
1. Seksi Surveilans dan Imunisasi;
2. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular;
3. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan
Jiwa.
Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi :
1. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer;
2. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan;
3. Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional
Bidang Sumber Daya Kesehatan, membawahi:
1. Seksi Kefarmasian;
2. Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Rumah Tangga;
3. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
UPT Fungsional Rumah Sakit, UPT, dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Masing-masing Bidang dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada dibawah
dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Masing-masing Sub Bagian
dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Sekretaris. Masing-masing Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang berada
di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang.
Tugas dan Fungsi
Dinas merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Dinas dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi.
Susunan organisasi Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri atas:
1. Dinas
Dinas dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang kesehatan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan;
d. pelaksanaan administrasi Dinas di bidang kesehatan;
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan
tugas dan fungsinya.
2. Sekretaris
Sekretariat mempunyai fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan analisis determinan kesehatan;
b. pengelolaan pelayanan administrasi umum dan perizinan;
c. pengelolaan administrasi kepegawaian;
d. koordinasi pengelolaan kepegawaian, keuangan, aset dan dokumen di
UPT;
e. pengelolaan administrasi keuangan;
f. pengelolaan administrasi perlengkapan
g. pengelolaan aset dan barang milik negara;
h. pengelolaan urusan rumah tangga, hubungan masyarakatdan protokol;

10
i. pelaksanaan koordinasi penyusunan program, anggaran dan perundang-
undangan;
j. pelaksanaan koordinasi penyelesaian masalah hukum (non yustisial) di
bidang kepegawaian;
k. pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas bidang dan UPT;
l. pengelolaan kearsipan dan perpustakaan;
m. pelaksanaan monitoring serta evaluasi organisasi dan tatalaksana; dan
n. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
3. Bidang Kesehatan Masyarakat
Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan operasional serta koordinasi di bidang kesehatan keluarga dan
gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olah raga. Bidang Kesehatan
Masyarakat mempunyai fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olah
raga;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olah
raga;
c. pelaksanaan koordinasi di bidang kesehatan keluarga dan gizi
masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olahraga;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesehatan
keluarga dan gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olah
raga;
e. pemantauan evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan keluarga dan
gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan kesehatan olah raga;
f. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Dinas.

4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan operasional, koordinasi serta evaluasi di bidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa. Pada seksi
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan
Jiwa menyusun perencanaan program pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular salah satunya penyakit gigi dan mulut, disini
termasuk UKGS. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
mempunyai fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular

11
vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular, upaya kesehatan
jiwa dan NAPZA;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular, upaya kesehatan jiwa dan
NAPZA;
c. pelaksanaan koordinasi di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik dan penyakit tidak menular, upaya kesehatan jiwa dan
NAPZA;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans
epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit
menular, penyakit tular vektor, penyakit zoonotik dan penyakit tidak
menular, upaya kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika dan NAPZA;
e. pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular
vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, upaya kesehatan
jiwa dan NAPZA;
f. pelaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

5. Bidang Pelayanan Kesehatan


Bidang pelayanan kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, koordinasi serta
evaluasi di bidang pelayanan kesehatan primer,pelayanan kesehatan
rujukan, pelayanan kesehatan tradisional, fasilitas pelayanan kesehatan,
mutu dan akreditasi, kecelakaan lalu-lintas, jaminan kesehatan serta
penanggulangan bencana bidang kesehatan. Bidang Pelayanan Kesehatan
mempunyai fungsi :
a. penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan
tradisional dan jaminan kesehatan;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan
tradisional fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan akreditasi, kecelakaan
lalu-lintas,penanggulangan bencana bidang kesehatan,dan jaminan
kesehatan;
c. pelaksanaan koordinasi di bidang pelayanan kesehatan primer, pelayanan
kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan tradisional fasilitas pelayanan
kesehatan, mutu dan akreditasi, kecelakaan lalu-lintas ,
penanggulanganbencana bidangkesehatan dan jaminan kesehatan;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi, di bidang pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan
tradisional fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan akreditasi, kecelakaan
lalu-lintas, penanggulanganbencana bidang kesehatan serta jaminan
kesehatan;
e. pemantauan evaluasi, dan pelaporan di bidang pelayanan kesehatan
primer, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan tradisional

12
fasilitas pelayanan kesehatan, mutu dan akreditasi, kecelakaan lalu-lintas,
penanggulanganbencana bidang kesehatan dan jaminan kesehatan; dan
f. pelaksanaan tugas tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

6. Bidang Sumber Daya Kesehatan


Mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan operasional di bidang Kefarmasian, Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga serta Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi :
a. penyiapan perumusan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat
kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan;
b. penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kefarmasian, alat
kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan;
c. pelaksanaan koordinasi di bidang kefarmasian, alat kesehatan dan sumber
daya manusia kesehatan;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang kefarmasian, alat
kesehatan dan sumber daya manusia kesehatan;
e. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kefarmasian, alat kesehatan
dan sumber daya manusia kesehatan;dan
f. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Struktur Organisasi Departemen Kesehatan Tingkat 2 Kabupaten/Kota

13
Kepala Dinas yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
Pusat Kesehatan Masyarakat, yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan.
Yankes yaitu Pelayanan Kesehatan bertugas dalam pengkoordinasian
kesehatan dasar dan penunjang, kesehatan rujukan dan khusus, serta kesehatan
keluarga. Termasuk dokter gigi.
P2KL yaitu Pelaksanaan perencanaan program Bidang Pengendalian Penyakit
dan Kesehatan Lingkungan, meliputi : Pelaksanaan perencanaan program Bidang
Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan.
PPM yaitu Pelaksanaan perencanaan pengembangan dan pemberdayaan
Kesehatan masyarakat yang meliputi promosi Kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan, serta Pelaksanaan koordinasi pelaksanaan
pemberdayaan kesehatan masyarakat, promosi kesehatan, pembangunan keluarga
sadar gizi, informasi kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan.
Termasuk UKGS.
P2SDK yaitu Melaksanakan perencanaan program pembinaan pengawasan dan
pengendalian dalam kegiatan perencanaan pendayagunaan dan
pengembambangan sumberdaya manusia kesehatan, kefarmasian dan perbekalan
Kesehatan serta pembiayaan Kesehatan.

Struktur Organisasi Departemen Kesehatan Kecamatan Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas


adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung
jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau
bagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam

14
melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan
pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat dilakukan oleh UKM
Essensial dan Keperawatan masyarakat, serta UKM pembangunan. Disini
termasuk UKGS yang masuk dalam UKS.
Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan dilakukan oleh kelompok jabatan fungsional, termasuk
dokter umum dan dokter gigi. Siti Nosya R (151610101122)

LO 3. Mahasiswa Mampu Mengkaji dan Memahami Program Kesehatan


Nasional dalam Sistem Kesehatan Nasional dari Tingkat Provinsi sampai
Kecamatan.

I. Program Kesehatan Nasional Tingkat Nasional


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar
semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional


Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) berikut:

Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko
tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena
kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.
Prinsip nirlaba
Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
Prinsip kepesertaan bersifat wajib

15
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi.

Kepersetaan
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar Iuran.

PEMBIAYAAN
a. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
b. Pembayar Iuran
bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan
Pekerja.
bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,
ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak. Shinta Dinyanti
(151610101008)

16
II. Program Kesehatan Nasional Tingkat Provinsi
1. Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
Kegiatan yang akan dilakukan dalam program bina gizi dan kesehatan ibu dan
anak meliputi :
a. Pembinaan gizi.
b. Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi.
c. Pembinaan pelayanan kesehatan anak.
d. Pembinaan, pengawasan, dan pengembangan program pelayanan kesehatan
tradisional, alternatif dan komplementer.
e. Pembinaan upaya kesehatan kerja dan olah raga.
f. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
g. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2. Program Pembinaan Upaya Kesehatan;
Kegiatan yang akan dilakukan dalam program pembinaan upaya kesehatan
meliputi :
a. Pembinaan upaya kesehatan dasar.
b. Pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin
c. Pembinaan upaya kesehatan rujukan.
d. Pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat Miskin
e. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan tinggi.
f. Pembinaan upaya keperawatan dan keteknisian medik.
g. Pembinaan upaya penunjang medik dan sarana kesehatan.
h. Pembinaan upaya kesehatan jiwa.
i. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program
Pembinaan Upaya Kesehatan.
3. Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
Kegiatan yang akan dilakukan dalam program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan, meliputi :
a. Pembinaan surveilans, imunisasi, karantina, dan kesehatan matra.
b. Pengendalian penyakit menular langsung.
c. Pengendalian penyakit bersumber binatang.
d. Penyehatan lingkungan.
e. Pengendalian penyakit tidak menular.
f. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
Kegiatan yang akan dilakukan dalam program kefarmasian dan alat kesehatan,
meliputi :
a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan.
c. Peningkatan pelayanan kefarmasian.
d. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
5. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Kegiatan yang akan dilakukan dalam program pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan, meliputi :

17
a. Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan
b. Pendidikan dan Pelatihan Aparatur
c. Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
d. Standarisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan
e. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
6. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya;
Kegiatan yang akan dilakukandalam program dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya meliputi:
a. Pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan.
b. Penanggulangan krisis kesehatan.
c. Pembinaan, pengembangan, pembiayaan dan jaminan kesehatan.
d. Perumusan peraturan perundang-undangan dan pembinaan organisasi
tatalaksana.
e. Pengelolaan data dan informasi kesehatan.
f. Pengelolaan komunikasi publik.
g. Perencanaan dan penganggaran program pembangunan kesehatan.
h. Pembinaan administrasi kepegawaian.
i. Pembinaan pengelolaan administrasi keuangan dan barang milik daerah.
j. Pengelolaan urusan tata usaha, keprotokolan, rumah tangga, keuangan, dan
gaji.
k. Pengelolaan inteligensia kesehatan.

III. Program Kesehatan Nasional Tingkat Kabupaten/Kota


1. Program Upaya Kesehatan, dengan Sasaran :
a.Meningkatnya komitmen dan kemampuan kabupaten/kota untuk
mengembangkan Desa Siaga dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
b. Meningkatnya Keluarga Sadar Gizi
c. Meningkatnya perlindungan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu Nifas, bayi,
anak dan masyarakat berisiko tinggi.
d. Menjamin setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan
atau rujukan/spesialistik yang bermutu.
e. Meningkatnya penggunaan obat rasional dan pemakaian obat generic di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan swata disetiap jenjang
f. Meningkatnya pengawasan dan pengendalian peredaran sediaan makanan
dan sediaan perbekalan farmasi terutama napza, narkoba dan batra.
g. Tertanggulanginya masalah kesehatan pada saat dan pasca bencana dan
antisipasi global warming.
h. Meningkatnya derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat melalui
aktifitas fisik dan olah raga yang baik, benar, teratur dan terukur.
2. Program Manajemen Pelayanan Kesehatan, dengan sasaran :
a. Meningkatnya kualifikasi Rumah Sakit Provinsi menjadi Center Of
Excellent/Rujukan Spesifik berbasis masalah kesehatan (Stroke, penyakit
jantung, gerontology dll) yang mempunyai kulitas tingkat Nasional/Dunia
b. Terwujudnya system rujukan pelayanan kesehatan dan penunjangnya
(laboratorium diagnostic kesehatan) regional (HIV, Flu Burung dll).
c. Tersedianya anggaran/pembiayaan kesehatan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota dengan jumlah mencukupi, teralokasi sesuai dengan besaran

18
masalah dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna dan
diutamakan untuk upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan (preventif dan
promotif)
d. Terciptanya system pembiayaan kesehatan skala provinsi.
e. Tersedianya berbagai kebijakan , standar pelayanan kesehatan skala provinsi,
pedoman dan regulasi kesehatan
f. Terwujudnya system informasi dan surveillance epidemiologi kesehatan
yang evidence base, akurat diseluruh kabupaten/kota, Provinsi dan on line
dengan Nasional.
g. Terwujudnya mekanisme dan jejaring untuk terselenggaranya komunikasi
dan terbentuknya pemahaman public tentang PHBS, pembangunan kesehatan
dan masalah kesehatan global, nasional dan local
h. Pelayanan Kesehatan di setiap Rumah Sakit, Puskesmas dan jaringannya
memenuhi standar mutu.
i. Terwujudnya akuntabilitas dan pencapaian kinerja program pembangunan
kesehatan yang baik.
3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan, dengan
sasaran :
a. Peningkatan kualitas sarana prasarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit
b. Peningkatan kuantitas, kualitas dan fungsi sarana prasarana pelayanan
kesehatan di Puskesmas dan jaringannya.
c. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana Dinas Kesehatan dan UPT Dinas
Kesehatan.
4. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular, dengan sasaran
sebagai berikut :
a. Meningkatnya jumlah/persentase Desa mencapai Universal Child
Immunization (UCI).
b. Meningkatkan system kewaspadaan dini terhadap peningkatan dan
penyebaran penyakit akibat pemanasan global (global warming)
c. Meningkatnya upaya pengendalian, penemuan dan tatalaksana kasus
HIV/AIDS, TBC, DBD, Malaria, penyakit cardio vascular (stroke, MI),
penyakit metabolism (DM) dan penyakit jiwa, penyakit gigi dan mulut,
penyakit mata dan telinga, penyakit akibat kerja.
d. Setiap KLB dilaporkan secara cepat < 24 Jam kepada kepala instansi
kesehatan terdekat.
e. Setiap KLB/Wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat.
f. Eliminasi penyakit tertentu yang berorientasi pada penguatan system,
kepatuhan terhadap standard dan peningkatan komitmen para pihak.
g. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan
terutama di daerah lintas batas kab/kota dan provinsi.
5. Program Sumber Daya Kesehatan, dengan sasaran :
a. Meningkatnya jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk
SDM kesehatan yang sesuai dengan standar.
b. Meningkatnya pendayagunaan aparatur kesehatan
c. Meningkatnya kualitas tenaga kesehatan
d. Meningkatnya kecukupan obat dan perbekalan kesehatan (standar nasional
Rp 9000,-/orang/tahun)

19
e. Meningkatnya citra pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas dan
Jaringannya
f. Meningkatnya jumlah, jenis dan penyebaran tenaga kesehatan termasuk
SDM kesehatan sesuai standar.

Sumber Daya Anggaran


Sumber daya anggaran dalam rangka pencapaian kinerja berupa program
program kesehatan tingkat provinsi tersebut berasal dari APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah), DAK (Dana Alokasi Khuhus) bidang kesehatan
yang dialokasikan dalam APBN, dan lainnya yang masuk dalam DIPA
kementerian kesehatan Republik Indonesia.
Sesuai dengan Kebijakan Operasional Umum, yaitu:
a. Pemerintah Daerah tetap berkewajiban mengalokasikan dana untuk kesehatan
sebesar 10% dari APBD sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan; khususnya kegiatan yang langsung menyentuh
kepentingan masyarakat. DAK Bidang Kesehatan bukan dana utama dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah, sehingga daerah dituntut
lebih kreatif serta inovatif dalam memadukan semua potensi yang ada untuk
pembangunan kesehatan dan mengupayakan dengan sungguh-sungguh
pemenuhan anggaran pembangunan kesehatan melalui operasional puskesmas.
b. Dinas Kesehatan Provinsi sebagai koordinator dalam perencanaan, pelaksanaan
dan monitoring evaluasi DAK Bidang Kesehatan. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan RS di Provinsi/Kabupaten/Kota yang mendapatkan DAK
Bidang Kesehatan wajib berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi.
c. Dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh DAK Bidang Kesehatan tidak
boleh duplikasi dengan sumber pembiayaan APBN, APBD maupun pembiayaan
lainnya.
d. Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) DAK harus mengacu kepada Petunjuk
Teknis Penggunaan DAK Bidang Kesehatan, serta Sarana dan Prasarana
Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan. Pemilihan kegiatan sesuai dengan
prioritas dan permasalahan di masing-masing di daerah yang diselaraskan dengan
prioritas kegiatan dalam rangka mencapai prioritas nasional bidang kesehatan.
e. Daerah tidak diperkenankan melakukan pengalihan atau pergeseran anggaran
dan kegiatan antara DAK Fisik dan DAK Nonfisik serta DAK Sarana dan
Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan.
f. Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan DAK Bidang Kesehatan
mengikuti ketentuan yang telah diatur Kementerian Keuangan dan Kementerian
Dalam Negeri. Anesty Mustika (151610101010)

III. Program Kesehatan Nasional Tingkat Kecamatan


Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28 H Ayat 1

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.

20
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
Pasal 36
(1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan.
(2) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016


Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas
Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan
kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan
mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Puskesmas akan menyusun rencana 5 (lima) tahunan dan rincian rencana
tahunannya berdasarkan pada hasil evaluasi tahun sebelumnya dan mengacu pada
kebijakan kesehatan dari tingkat administrasi diatasnya, baik kabupaten/kota,
provinsi, dan pusat. Untuk kepentingan penyusunan perencanaan Puskesmas,
perlu diselaraskan dengan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
dan program kesehatan nasional lainnya
Langkah perencanaan program puskesmas :
1. Persiapan
Tahap ini mempersiapkan staf Puskesmas yang terlibat dalamproses
penyusunan Rencana Lima Tahunan Puskesmas agarmemperoleh kesamaan
pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap perencanaan dengan
membentuk Tim Manajemen Puskesmas dan memberi penjelasan tentang
Pedoman Manajemen Puskesmas kepada tim agar dapat memahamipedoman
tersebut demi keberhasilan penyusunan RencanaLima Tahunan Puskesmas.
2. Analisis Situasi

21
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenaikeadaan dan
mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapiPuskesmas, agar dapat
merumuskan kebutuhan pelayanan danpemenuhan harapan masyarakat yang
rasional sesuai dengan keadaan wilayah kerja dengan mengumpulkan data data
kinerja puskesmas.
3. Analisis Data
Dalam rangka mendapatkan informasi sebagai landasan penyusunan Rencana
Lima Tahunan Puskesmas,dilaksanakan analisis data Puskesmas.
4. Perumusan Masalah
Dari hasil analisis data, dilaksanakan perumusan masalah.Masalah adalah
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.Tahapan ini dilaksanakan melalui:
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftarmasalah yang
dikelompokkan menurut jenis upaya, target,pencapaian, dan masalah yang
ditemukan.
b. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah
Mengingat adanya keterbatasan kemampuan dalammengatasi masalah,
ketidaktersediaan teknologi yangmemadai atau adanya keterkaitan satu masalah
denganmasalah lainnya, maka perlu dipilih masalah prioritas denganjalan
kesepakatan tim dengan menentukan tingkat urgensi, seberapa serius isu tersebut
perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dan seberapa kemungkinannya
isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebabisu
akan makin memburuk kalau dibiarkan.
5. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
6. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Program Puskesmas :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga Berencana
3. Pemberantasan Penyakit Menular
4. Peningkatan gizi
5. Kesehatan lingkungan
6. Pengobatan
7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
8. Laboratorium
9. Kesehatan Sekolah
10. Perawatan kesehatan masyarakat

22
11. Kesehatan gigi

Untuk melaksanakan upaya pelayanan kesehatan, biaya operasional sektor


kesehatan diperoleh dari 3 sumber yaitu :

23
1. Pemerintah
a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan ke daerah
dalam bentuk dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dengan
diberlakukannya otonomi daerah, porsi dana sektor kesehatan yang bersumber
dari APBN jadi menurun. Pemerintah pusat juga masih tetap membantu
pelaksanaan program kesehatan di daerah melalui bantuan dana dekonsentrasi
khususnya untuk pemberantasan penyakit menular.
b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) APBD yang bersumber dari pendapatan
asli daerah baik yang bersumber dari pajak atau penghasilan badan usaha milik
pemda.
2. Swasta / masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan, investasi pembangunan
sarana pelayanan kesehatan oleh pihak swasta dan biaya langsung yang
dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan kesehatan. Untuk pengembangan
asuransi kesehatan tersedia tiga perangkat UU yaitu UU no. 3/92 untuk
pengembangan Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), UU no. 29/92 untuk
asuransi kesehatan yang bersifat sosial maupun komersial, dan UU no. 23/92
untuk pengembangan program JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat).
3. Bantuan luar negeri berupa hibah atau pinjaman investasi atau pengembangan
pelayanan kesehatan.

Pembiayaan Kesehatan
UU no. 36 tahun 2009
Pasal 170
(1) Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan
yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil,
dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya.
(2) Unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan.
(3) Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, swasta dan sumber lain.

Pasal 171
(1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji.
(2) Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah di luar gaji.

24
(3) Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-
kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Alodia Geralda
Khansa Subagiono (151610101002)

LO 4. Mahasiswa Mampu Mengkaji dan Memahami Penanggung Jawab dan


Pelaksanaan Program Kesehatan
A. Ada 3 asas kerjasama antara Depkes dan Depdagri yang telah dilakukan
di Indonesia
1. Asas Desentralisasi
Sebagian tanggungjawab program kesehatan diserahkan kepada Departemen
Dalam Negeri. Pelaksanaan program di tingkat Propinsi Kabupaten dan
kecamatan (pengelolaan, pembinaan, dan pembiyaan) diserahkan oleh mendagri
kepada Gubernur, Bupati dan Camat.
2. Asas Dekonsentrasi
Sebagian tanggungjawab program kesehatan dilaksanakan di daerah masih
tetap menjadi tanggungjawab Depkes. Pembinaannya di tingkat propinsi
dikoordinir oleh Kanwil Depkes.
3. Asas Pembantuan,
Progam kesehatan di daerah dilaksanakan oleh daerah (Dinas Kesehatan Tk I
dan II) tetapi biaya dan personalianya masih tetap menjadi tangungjawab Depkes
Pusat.

25
Fiolina Fajar F (151610101121)

B. Langkah-langkah pelaksanaan program kesehatan:


1. Planning
Planning atau perencanaan merupakan tahap untuk menetapkan tujuan, serta
menentukan strategi, kebijakan, program, prosedur, metode, sistem, anggaran, dan
standar. Dalam melakukan tahap perencanaan, terdapat beberapa langkah yakni:
1. Analisis situasi
2. Identifikasi masalah dan penentuan prioritas masalah
3. Tujuan program
4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program
5. Menyusun rencana kerja operasional

2. Organizing
Organizing atau pengorganisasian merupakan tahap untuk menentukan sumber
daya, perancangan, pengembangan, penugasan tanggung jawab, dan
pendelegasian wewenang. Sebelum membagi tugas kepada para karyawan di
bawahnya, seorang manajer harus memastikan bahwa karyawan memahami tujuan
organisasi dengan baik. Dalam melakukan tahap pengorganisasian, terdapat
beberapa langkah yakni:
1.Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan.
2.Menggolongkan kegiatan pokok dalam satuan bagian yang praktis.
3.Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing
karyawan.
4.Penugasan personel yang cakap dan berkompeten.
5.Mendelegasikan wewenang.

3. Actuating
Actuating atau pelaksanaan merupakan tahap yang berfungsi sebagai alat
penggerak dari rencana dan pengorganisasian yang telah disusun sebelumnya.
Tujuan dari tahap ini antara lain:
1.Meningkatkan kerja sama yang lebih efisien.
2.Mengembangkan kemampuan dan keterampilan karyawan.
3.Menumbuhkan rasa saling memiliki dan menyukai pekerjaan.

26
4.Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan
prestasi kerja karyawan.
5.Membuat organisasi berkembang secara dinamis.

4. Controlling
Controlling atau pengontrolan merupakan tahap untuk mengawasi dan
mengendalikan keadaan untuk menjamin rencana dan pengorganisasian yang telah
disusun dapat berjalan dengan baik pada pengerjaannya. Ratih Iswari Ningtias
(151610101004)

LO 5. Kelebihan dan kekurangan program pemerintah


A. Perjanjian Kinerja Tahun 2016
Perjanjian Kinerja merupakan amanat dari Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) dan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dokumen Perjanjian
Kinerja merupakan dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi
yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan
program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.
Penjabaran Renstra Kementerian Kesehatan ke dalam Perjanjian Kinerja
Tahun 2016 beserta rincian indikator dan targetnya adalah sebagai berikut:

27
28
Jumlah anggaran yang dialokasikan pada Tahun 2016 untuk mencapai seluruh
sasaran tersebut adalah Rp47.758.757.903.000,00 (empat puluh tujuh triliun
tujuh ratus lima puluh delapan miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta Sembilan
ratus tiga ribu rupiah).
a. Capaian Kinerja Organisasi
Capaian kinerja organisasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2016 akan
diuraikan menurut Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan. Sebagaimana
disebutkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019, terdapat 12 Sasaran
Strategis yang akan dicapai oleh Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu
lima tahun, namun disini yang dibahas adalah 6 Sasaran Strategis yang
berhubungan dengan kesehatan . Uraian capaian keenam Sasaran Strategis
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Kesehatan Masyarakat
Sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, maka Kementerian Kesehatan bertugas untuk
terus mengupayakan peningkatan status kesehatan masyarakat. Kondisi atau
status kesehatan masyarakat dapat digambarkan melalui indikator-indikator yang
bersifat dampak (impact atau outcome), yakni Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Bayi (AKB), serta tingkat atau persentase Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). Namun dalam Laporan Kinerja ini, karena hasil
pengukuran indikator-indikator tersebut hanya dapat diperoleh melalui suatu
survey pada populasi atau masyarakat Indonesia yang pada umumnya tidak
setiap tahun diselenggarakan, maka indikator yang digunakan adalah
indikator antara (proxy) yang relevan dengan sasaran strategis dimaksud.
Dalam kaitan dengan Sasaran Strategis ini, Kementerian Kesehatan
mengidentifikasi empat Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan hasil
capaiannya sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:

Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Data ibu hamil di Indonesia sebagai sasaran program masih perlu divalidasi.
2) Pengetahuan serta kesadaran ibu hamil dan remaja putri tentang gizi
seimbang masih belum memadai.
3) Terbatasnya alokasi anggaran untuk penyediaan PMT dan TTD bagi ibu
hamil dan remaja putri.
Persentase kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang biasa disingkat PHBS adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil

29
pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, atau masyarakat mampu
menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan. Meskipun PHBS mencakup hal yang sangat
luas, misalnya istirahat cukup, buang sampah pada tempatnya, hingga
mengendalikan emosi, namun lingkup PHBS dalam indikator ini dibatasi dalam
sepuluh indikator PHBS yang diterapkan di rumah tangga, yaitu:
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan;
2. Pemberian ASI ekslusif pada bayi;
3. Penimbangan bayi dan Balita setiap bulan;
4. Menggunakan air bersih;
5. Mencuci tangan memakai sabun;
6. Menggunakan jamban sehat;
7. Memberantas jentik nyamuk;
8. Makan buah dan sayur setiap hari;
9. Melakukan aktivitas fisik setiap ahri; dan
10. Tidak merokok di dalam rumah.

Meski hasilnya cukup baik, terdapat tantangan yang harus diatasi guna
mencapai target 80% kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS pada
akhirtahun 2019. Tantangan tersebut adalah:
1) Adanya pemekaran daerah yang belum akan berhenti pada waktu dekat.
2) Komitmen kepala daerah terhadap masalah kesehatan selain masalah
kuratif atau pengobatan orang sakit.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan meningkatkan
koordinasi dengan lintas sektor terkait, untuk memperkuat advokasi terkait
kebijakan PHBS di pusat dan daerah.
Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
Lingkungan memiliki kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat selain faktor-faktor perilaku masyarakat,
pelayanan kesehatan, serta faktor genetika atau keturunan. Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan upaya kesehatan
lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik
fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Suatu kabupaten atau kota dinilai memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
bila mampu memenuhi paling sedikit empat dari enam kriteria berikut:
1) Memiliki desa/kelurahan yang melaksanakan STBM minimal 20%.
2) Menyelenggarakan kabupaten/kota sehat.
3) Melakukan pengawasan kualitas air minum minimal 30%.
4) Tempat penyedia makanan (TPM) memenuhi syarat kesehatan minimal 8%.
5) Tempat-tempat umum (TTU) memenuhi syarat kesehatan minimal 30%.
6) RS melaksanakan pengelolaan limbah medis minimal 10%.

IKU ini bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan yang diakibatkan


oleh faktor lingkungan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. IKU akan dianggap semakin baik bila realisasinya lebih
besar atau lebih tinggi dari yang ditargetkan.

30
Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Jumlah dan mutu tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas masih
kurang. Hal ini dipersulit dengan seringnya terjadi mutasi tenaga kesehatan di
kabupaten/kota.
2) Sarana dan prasarana untuk mendukung pembinaan dan pengawasan
kesehatan lingkungan masih kurang.
3) Kualitas jaringan internet di kabupaten/kota yang masih belum stabil
dan merata menyebabkan implementasi sistem pelaporan berbasis internet
kurang optimal.
4) Pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan masih
kurang.
2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Pengendalian Penyakit
Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) sangat berpengaruh
pada status kesehatan masyarakat. Indonesia saat ini menghadapi tantangan
berupa beban ganda penyakit atau burden of disease. Beban tersebut
ditimbulkan dari masih tingginya kejadian penyakit menular dan pada saat
yang sama kejadian penyakit tidak menular menunjukkan kecenderungan
semakin meningkat. Guna menjawab tantangan permasalahan tersebut, maka
Kementerian Kesehatan telah menetapkan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian penyakit. Langkah-langkah pencegahan tersebut selanjutnya
dirumuskan menjadi sejumlah indikator-indikator untuk mengukur capaian
kinerjanya.
Dalam kaitan dengan Sasaran Strategis ini, Kementerian Kesehatan
mengidentifikasi tiga Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan hasil
capaiannya sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:

a. Presentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan


Imunisasi (PD3I)
Beberapa penyakit yang saat ini menjadi perhatian dunia dan merupakan
komitmen global wajib diikuti oleh semua negara salah satunya adalah
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Imunisasi
merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang terbukti sangat
cost efektif. PD3I yang saat ini menjadi program prioritas pemerintah adalah
Tuberculosis, Hepatitis B, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hemophilus influenza

31
type B serta campak, yang beberapa diantaranya sering menyebabkan kejadian
luar biasa (KLB) dibeberapa daerah.
Surveilans yang berkualitas ditujukan untuk mengukur beban penyakit,
mendeteksi wabah dan mengevaluasi dampak imunisasi untuk penyakit dapat
dicegah dengan imunisasi, termasuk polio, campak, rubella, Congenital Rubella
Syndrome (CRS), Difteri, Tetanus Neonatorum, Hepatitis B dan Pertusis.
PD3I merupakan komitmen global dimana semua negara mengikutinya
termasuk Indonesia yaitu eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak,
Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) serta kontrol Rubella/CRS.
Eradikasi polio merupakan kesepakatan internasional yang ditetapkan sebagai
salah satu resolusi dalam sidang World Health Assembly (WHA) Mei 1988
untuk dicapai secara global pada tahun 2020. Sejalan dengan target global
tersebut Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya untuk membebaskan
setiap wilayahnya dari keberadaan virus polio, melalui pemberian imunisasi
polio secara rutin, pemberian imunisasi tambahan (PIN, Sub PIN, Mopping-up)
pada anak balita, surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis), dan
pengamanan virus polio di laboratorium (Laboratory Containtment). Pada
tanggal 27 Maret 2014 Regio Asia Tenggara telah mendeklarasikan
pernyataan bebas polio dimana Indonesia termasuk salah satu negara yang
menerima sertifikat tersebut.
Selain pencapaian dalam hal eradikasi polio, Indonesia kini juga sedang
bersiap menuju eliminasi campak pada tahun 2020 dan kontrol rubella/CRS
tahun 2020. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk eliminasi
campak dan control rubella/CRS tahun 2020 sesuai dengan target global
yaitu mencapai cakupan imunisasi campak dosis pertama lebih dari 95% di
tingkat nasional dan Kota/Kota, menurunkan angka insiden campak menjadi
kurang dari 5 per 1.000.000 penduduk setiap tahun dan mempertahankannya,
menurunkan angka kematian campak minimal 95% dan melakukan
konfirmasi laboratorium campak 100% terhadap kasus-kasus klinis dari seluruh
Kota/Kota.
Pada tahun 2016 Indonesia divalidasi oleh Tim WHO dan Unicef dalam
rangka pencapaian Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Hasil dari validasi
Indonesia dinyatakan sudah Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal yang
dibuktikan telah terimanya sertifikat Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal
oleh Menteri Kesehatan di Srilanka.
Meski capaian indikator berhasil tetapi beberapa tantangan perlu menjadi
perhatian antara lain:
1) Cakupan imunisasi yang belum merata di semua wilayah.
2) Penggantian petugas yang tinggi sehingga belum terlatih.
3) Kurangnya komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah baik provinsi dan
kab/kota untuk program surveilans PD3I melalui penganggaran yang tidak
berkelanjutan
4) Penanggulangan KLB tidak tuntas dan efektif baik di tingkat provinsi
maupun kab/kota sehingga kasus PD3I tetap ada.
5) Fasilitas pelayanan kesehatan swasta belum terlibat dalam sistem
pelaporan

32
b. Persentase kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
Kemudahan mobilisasi manusia sebagai hasil kemajuan teknologi transportasi
selain memberi dampak positif, memberikan pula pengaruh negatif berupa
ancaman mudahnya importasi dan eksportasi penyakit menular dari satu
negara ke negara lainnya, misalnya Polio, Severe Acute Respiratory
Sindrome (SARS), Flu Burung, Middle East Respiratory Syndrome (MERS),
Ebola, dan sebagainya.
Pada tahun 2007, 194 negara anggota Badan Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) telah menyetujui upaya pencegahan penyebaran
penyakit lintas negara melalui pemberlakuan International Health Regulations
(IHR) tahun 2005. IHR 205 bertujuan untuk mencegah, melindungi, dan
mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara dengan melakukan tindakan
sesuai dengan risiko kesehatan yang dihadapi tanpa menimbulkan gangguan
yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional. Regulasi
internasional ini mewajibkan setiap negara untuk meningkatkan kapasitas inti
guna mencapai tujuan IHR.
Pendekatan surveilance, preparedness, dan response harus dibangun di setiap
wilayah untuk menjamin suatu negara mempunyai kemampuan tersebut. Hal itu
berarti penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di setiap pintu gerbang negara
harus berjalan dengan optimal. Indonesia dinilai oleh WHO telah
mengimplementasikan IHR 2005 secara penuh. Sejalan dengan hal tersebut,
kekarantinaan kesehatan di wilayah (provinsi, kabupaten, dan kota) harus
dapat mengikuti pemberlakukan IHR tersebut. Karantina di wilayah mencakup
karantina rumah, karantina rumah sakit (isolasi), karantina wilayah
administratif dan pembatasan aktivitas sosial hingga skala besar harus dapat
dijalankan dengan kerjasama lintas sektor. Oleh karenanya dipandang penting
sekali bagi suatu daerah memiliki rencana darurat (contigency plan) dalam
rangka menghadapi kedaruratan kesehatan yang potensial terjadi di wilayah
masing-masing. IKU ini bertujuan untuk mengukur kesiapan wilayah
(kabupaten dan kota) dalam mengatasi kedaruratan kesehatan yang pada
akhirnya dapat mengurangi kejadian kesakitan dan kematian akibat penyakit
menular. IKU ini akan dianggap semakin baik bila realisasinya lebih besar atau
lebih tinggi dari yang ditargetkan.
Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Adanya persepsi dari lintas sektor yang beranggapan bahwa dokumen
kebijakan yang telah disusun bersama hanya menjadi tanggung jawab dinas
kesehatan saja;
2) Kualitas dokumen kebijakan yang disusun pada tahun 2016 sangat
dipengaruhi oleh komitmen dan dukungan pendanaan. Komponen anggaran
penyusunan kebijakan bervariasi antar daerah. Sebagian daerah memiliki
anggaran yang cukup untuk membiayai seluruh proses penyusunan kebijakan
sejak dari penyusunan draft hingga sosialisasinya, namun daerah lainnya
memiliki anggaran terbatas yang hanya cukup untuk membiayai penyusunan
kebijakan dan sosialisasi saja. Terjadinya efisiensi anggaran menyebabkan
jadwal penyusunan RenKon menjadi bergeser.

33
c. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia 18 Tahun
Merokok merupakan salah satu faktor risiko bersama (common risk
factor) yang dapat menyebabkan Penyakit Tidak Menular (PTM). Namun
merokok merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Bila prevalensi
merokok dapat diturunkan, diharapkan angka prevalensi PTM dapat
diturunkan pula. IKU ini bertujuan untuk menggambarkan upaya pengendalian
PTM dan faktor risikonya dengan melihat tingkat keparahan kondisi konsumsi
rokok di masyarakat. Usia anak-anak dan remaja dipilih sebagai ukuran
karena usia tersebut rentan terpengaruh oleh kebiasaan merokok orang
dewasa, dan merokok pada usia tersebut mempercepat dampak buruk
merokok bagi kesehatan. IKU akan dianggap baik bila realisasinya lebih
rendah atau lebih kecil dari yang ditargetkan.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan terdapat 90 juta jiwa atau
36,3% penduduk di Indonesia adalah perokok. Dari jumlah tersebut, 12%
diantaranya adalah perokok usia remaja (13-15 tahun). Sedangkan perokok usia
10-14 tahun meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Dari data yang ada diketahui 239.000 perokok adalah anak-anak berusia
kurang dari 10 tahun. Survei yang dilaksanakan pada tahun 2013
menunjukkan bahwa prevalensi merokok pada usia 18 tahun mencapai 7,2%.
Data tersebut telah dijadikan baseline oleh Kementerian Kesehatan dalam
menetapkan target capaiannya pada tahun 2015 sebesar 6,9% dan pada akhir
tahun 2019 sebesar 5,4%.
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2016,
prevalensi merokok pada usia 18 tahun sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan
hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi merokok mencapai 7.2%, yang berarti
terjadi peningkatan prevalensi merokok pada usia 18 tahun. Jika dibandingkan
dengan target tahun 2016 sebesar 6,4%, maka indikator prevalensi merokok
pada usia 18 tahun tidak mencapai target.

Capaian yang tidak mencapai target ini disebabkan oleh belum


maksimalnya pemberian edukasi, diseminasi informasi, serta dukungan
kebijakan dari jajaran pemerintahan. Kendala-kendala yang ditemui adalah:
1) Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan bahayanya konsumsi rokok;

34
2) Belum maksimalnya advokasi dan sosialisasi tentang pengendalian
konsumsi tembakau;
3) Belum optimalnya koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk
mengendalikan konsumsi tembakau;
4) Masih terbatasnya daerah yang memiliki dan mengimplementasikan
kebijakan KTR;
5) Belum optimalnya pencatatan dan pelaporan melalui survailans berbasis
web.

3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas


Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh
pada status kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan sebagai
penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kesehatan bertugas untuk terus
meningkatkan status kesehatan masyarakat, diantaranya dengan meningkatkan
akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam kaitan dengan Sasaran Strategis ini, Kementerian Kesehata
mengidentifikasi dua Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan hasil
capaiannya sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
menyatakan Puskesmas harus didirikan di setiap kecamatan. Namun demikian,
pada satu kecamatan dapat didirikan lebih dari satu Puskesmas dengan
memperhatikan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas.
Peraturan tersebut menyatakan pula bahwa dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara berkala paling sedikit tiga
tahun sekali oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dengan demikian semakin banyak
Puskesmas terakreditasi maka akan lebih menjamin terjadinya peningkatan
mutu pelayanan di Puskesmas. IKU ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas. Semakin banyak kecamatan yang
memiliki minimal satu Puskesmas terakreditasi maka semakin meningkat akses
dan mutu pelayanan kesehatan tingkat pertama. IKU ini akan dianggap
semakin baik bila realisasinya lebih besar atau lebih tinggi dari yang
ditargetkan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
Pusesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi,

35
Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi
standar akreditasi.
Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi
dihitung dengan menghitung jumlah seluruh kecamatan yang memiliki
minimal satu Puskesmas yang terakreditasi pada tahun berjalan (periode satu
tahun tertentu). Kebenaran data akreditasi dibuktikan dengan adanya sertifikat
akreditasi untuk Puskesmas yang diterbitkan oleh Komisi Akreditasi Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan target jumlah kecamatan yang
memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi tahun 2015 sebesar 350 dan
diharapkan terus bertambah hingga 5.600 kecamatan pada akhir tahun 2019.
Pada tahun 2016, target yang ditetapkan adalah sebesar 700 kecamatan.
Berdasarkan hasil laporan Komisi Akreditasi hingga tanggal 31 Desember
2016, jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi pada
akhir tahun 2016 mencapai 1.308 kecamatan. Dengan merujuk kepada data
tersebut, capaian indikator jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1
Puskesmas terakreditasi dinilai cukup baik karena telah melebih target yang
ditetapkan sebesar 700 kecamatan. Hasil cakupan di setiap provinsi terlihat
pada grafik berikut.

Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Adanya hambatan dalam aspek administrasi keuangan, khususnya dalam
pencairan anggaran yang telah dialokasikan ke daerah, antara lain terkait
pergantian pejabat berwenang, pejabat berwenang tersangkut masalah hukum,
adanya perubahan kebijakan di daerah, keterkaitan dengan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) atau lintas sektor lainnya, dan sebagainya.
2) Waktu penyampaian usulan akreditasi dari daerah sering terlambat, bahkan
menumpuk di triwulan keempat. Ini tidak sejalan dengan roadmap yang telah
ditetapkan.
3) Kendala sumber daya manusia yang meliputi keterbatasan jumlah dan
kompetensi tenaga surveyor, mutasi tenaga pendamping akreditasi, belum

36
optimalnya waktu kerja semua anggota Komisi Akreditasi FKTP, dan
keterbatasan tenaga pendukung atau administrasi di Komisi Akreditasi FKTP.
4) Mekanisme pengajuan berkas kelengkapan survei, pencatatan, dan
pelaporan pelaksanaan akreditasi masih manual. Ini memperlambat update
kemajuan yang dicapai.
5) Adanya kesulitan dalam memperoleh informasi untuk mengkonfirmasi
kesesuaian antara usulan dari daerah sesuai hasil reviu DAK Bidang
Kesehatan dengan menu yang disetujui.

b. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD terakreditasi


Rumah Sakit Umum Daerah yang biasa disingkat dengan RSUD adalah
tipe Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemda
(provinsi, kabupaten atau kota). Pasal 40 Undang-Undag Nomor 40 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal
tiga tahun sekali. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun
2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, yang dimaksud dengan Akreditasi Rumah
Sakit adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga
independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah
dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan. IKU ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu
pelayanan di RSUD. Semakin banyak kabupaten yang memiliki minimal satu
RSUD terakreditasi maka semakin meningkat akses dan mutu pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan. IKU ini akan dianggap semakin baik bila realisasinya
lebih besar atau lebih tinggi dari yang ditargetkan.
Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD terakreditasi dihitung
dengan menghitung jumlah seluruh kab/kota yang memiliki minimal satu
RSUD tersertifikasi akreditasi nasional pada tahun berjalan (periode satu
tahun tertentu). Kebenaran data akreditasi dibuktikan dengan adanya sertifikat
akreditasi untuk Rumah Sakit yang diterbitkan oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit.
Berdasarkan laporan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) per tanggal
31 Desember 2016, jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD
terakreditasi pada akhir tahun 2016 mencapai 201 kabupaten/kota. Dengan
merujuk kepada data tersebut, capaian indikator jumlah kab/kota yang
memiliki minimal 1 RSUD terakreditasi dinilai cukup baik karena telah
melebih target yang ditetapkan sebesar 190 kabupaten/kota. Hasil cakupan di
setiap provinsi terlihat pada grafik berikut

37
Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Anggaran akreditasi di Pemda masih terbatas, dan diperberat dengana
adanya pemotongan anggaran sarana dan prasarana, dan alat kesehatan.
Sedangkan dana DAK yang diberikan menemui hambatan karena terdapat
ketidaksesuaian Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan Juknis DAK serta
kendala administrasi dalam proses pencairannya. Di sisi lain, alokasi
anggaran Dekonstrasi (APBN) terhambat dengan adanya kebijakan self
blocking dan penghentian kegiatan untuk sementara waktu.
2) Proses yang panjang, dan banyaknya Rumah Sakit yang mengusulkan
akreditasi menyebabkan timbulnya antrian Rumah Sakit yang akan
diakreditasi (waiting list RS) di KARS.
3) Proses Akreditasi Rumah Sakit yang lama (dapat melampaui satu tahun)
menyebabkan anggaran yang telah dialokasikan tidak selalu dapat digunakan
dengan optimal karena pemanfaatannya dibatasi dalam satu tahun anggaran.
4) Masih adanya masalah-masalah Sumber Daya Manusia, misalnya
penunjukkan pejabat/tenaga di Rumah Sakit tidak berdasarkan pada peraturan
yang berlaku (Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015), kurangnya
komitmen dari jajaran pejabat dan staf di Rumah Sakit untuk melaksanakan
Akreditasi, SDM Rumah Sakit belum sesuai dengan Kelas Rumah Sakit,
belum adanya budaya kerja yang mendukung Akreditasi, dan masih minimnya
pelatihan bagi SDM Rumah Sakit untuk mendukung Akreditasi. Di sisi lain,
Pemda masih belum mampu mengatasi masalah mutasi tenaga yang kerap
terjadi. Selain itu kemampuan SDM pada dinas kesehatan provinsi masih
kurang dalam menjalankan perannya sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012).
5) Belum memadainya sarana dan prasarana di Rumah Sakit. Fitria Nurhabiba
Agustin (151610101013)

4. Sasaran Strategis 4: Meningkatnya Akses, Kemandirian, dan Mutu


Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

38
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, sediaan farmasi dan alat kesehatan
merupakan salah satu subsistem dalam kelompok komponen
pengelolaan kesehatan di samping komponen upaya kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan,
sumber daya manusia kesehatan, manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian sediaan
farmasi dan alat kesehatan memiliki peran strategis untuk berjalannya
pengelolaan kesehatan nasional.

a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas

Pelayanan kesehatan di Puskesmas dapat terlaksana dengan optimal bila obat


dan vaksin cukup tersedia. Kementerian Kesehatan telah menetapkan obat
dan vaksin yang harus tersedia di Puskesmas, yaitu:

BENTUK
NO NAMA OBAT SEDIAAN

1 Albendazol Tablet

2 Amoxicillin 500 mg Tablet

3 Amoxicillin Sirup

4 Deksametason Tablet

5 Diazepam 5 mg/mL Injeksi

Epinefrin (Adrenalin) 0,1%


6 (sebagai HCL) Injeksi

7 Fitomenadion (Vitamin K) Injeksi

8 Furosemid 40 mg Tablet

9 Garam Oralit Serbuk

10 Glibenklamid Tablet

11 Kaptopril Tablet

12 Magnesium Sulfat 20 % Injeksi

13 Metilergometrin Maleat 0,200 Injeksi

39
mg-1 ml

14 Obat Anti Tuberculosis dewasa Tablet

15 Oksitosin Injeksi

16 Parasetamol 500 mg Tablet

17 Tablet Tambah Darah Tablet

18 Vaksin BCG Injeksi

19 Vaksin TT Injeksi

Vaksin DPT/ DPT-HB/ DPT-HB-


20 Hib Injeksi

Obat dan vaksin terpilih karena dinilai paling dibutuhkan dalam mendukung
terselenggaranya pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Terdapat sejumlah kegiatan atau upaya yang telah dilakukan sebagai pendukung
keberhasilan tersebut, yaitu:

1) Penyediaan dukungan anggaran melalui mekanisme DAK maupun


Dekonsentrasi.
2) Pemantapan sistem e-Logistik.
3) Pembinaan dan bimbingan teknis.

Walaupun hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi


perhatian Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah

1) Masih belum optimalnya koordinasi antara Pemda kabupaten/kota dan


Pemda Provinsi.
2) Penyampaian laporan bulanan ke dinas kesehatan provinsi masih belum
mengikuti Petunjuk Teknis Pemantauan yang telah disusun dan disosialisasikan
oleh Kementerian Kesehatan.
3) Jumlah dan kompetensi tenaga kefarmasian di Puskesmas masih terbatas.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan telah


melakukan hal-hal sebagai berikut:

40
1) Membangun koordinasi yang lebih baik antara Pemda provinsi dan Pemda
kabupaten/kota, dan Puskesmas, khususnya terkait pelaporan data ketersediaan
obat dan vaksin.
2) Memberikan feed back dari Kementerian Kesehatan atas laporan yang
telah disampaikan.
3) Melakukan pembinaan dan pemberian reward kepada petugas atau
pengelola data di daerah.

b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi
di dalam negeri

Pemerintah terus berusaha meningkatkan status kesehatan masyarakat. Salah


satu upaya yang penting untuk ditempuh adalah dengan menekan biaya untuk
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Obat dan alat kesehatan memiliki
kontribusi cukup besar dalam pembiayaan kesehatan. Karena itu, Kementerian
Kesehatan mengambil kebijakan untuk mendorong agar bahan baku obat, obat
tradisional, dan alat kesehatan dapat diproduksi di dalam negeri. Diharapkan
dengan melakukan produksi di dalam negeri, harga obat dan alat kesehatan
dapat ditekan sekaligus mengurangi ketergantungan pada luar negeri.

Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi
di dalam negeri dihitung dengan cara menjumlahkan jenis bahan baku obat
yang siap diproduksi, dan/atau dibuat di Indonesia serta jenis alat kesehatan
yang diproduksi di dalam negeri setiap tahunnya secara kumulatif.

Berdasarkan hasil pemantauan Kementerian Kesehatan, target jumlah bahan


baku obat, obat tradisional, serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri
tahun 2016 mencapai 23 item. Dengan merujuk kepada data tersebut, capaian
indikator kinerja ini dinilai cukup baik karena telah melebih target yang
ditetapkan pada tahun 2016 sebesar 14 item. Rincian bahan baku obat, obat
tradisional, serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri hingga tahun
2016 adalah sebagai berikut:

No. Uraian/Item

Bahan Baku Obat/Obat Tradisional


Tahun 2015

41
1 a Ekstrak Terstandar Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (BI)
Hook.F.& Th)
2 b Ekstrak Umbi Bengkoang (Pachyrrizhus erosus L.)
3 c Ekstrak Aktif Terstandar Daun Mimika (Azadirachta indica)
4 d Ekstrak Biji Klabet (Trigonella foenum-graecum L.)
5 e Pemanis Alami Glikosida Steviol
6 f Ekstrak Terstandar Strobilanthesis crispus L.
7 g Ekstrak Terstandar Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa)
8 h Karagenan Pharmaceutical Grade
Tahun 2016
9 a Kristal PGV-6
10 b Kristal HGV-6
11 c Kristal GVT-6

12 d Fraksi Gel dan Fraksi Antrakinon Terstandar Daun Lidah Buaya (Aloe
vera)
13 e Ekstrak Terstandar Daun Sendok (Plantago major)
14 f Fraksi Polisakarida Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
15 g Phlobaphene
16 h Fraksi Bioaktif Biji Pala (Myristica fragrans Houtt)

Alat Kesehatan

17 a Karixa Renograf
18 b Triton Synthetic-Biological Sutures
19 c Triton T-Skin Marker
20 d Domas Flexi-Cord Progressive
21 e Orthindo Pedide Screw Titanium
22 f ID Biosens Dengue NS1
23 g Ina-Shunt Semilunar Flushing Valve System

Walaupun pencapaian indikator ini pada tahun 2016 yang menunjukkan hasil
cukup baik, terdapat sejumlah kegiatan atau upaya yang telah dilakukan sebagai
pendukung keberhasilan tersebut, yaitu:

1) Membentuk Kelompok Kerja Kemandirian bahan baku obat yang


beranggotakan kementerian/lembaga serta stakeholder terkait.

42
2) Melakukan kerjasama dan memfasilitasi penelitian dengan lembaga
penelitian (BPPT dan LIPI) dan perguruan tinggi, antara lain mengadakan
kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada,
dan Universitas Padjajaran.
3) Mendorong hilirisasi penelitian di bidang alat kesehatan.
4) Membentuk jejaring dengan stakeholder terkait, misal institusi penelitian,
kalangan industri, dan asosiasi pengusaha.
5) Melakukan bimbingan teknis pada pelaku usaha yang akan membangun
industri alat kesehatan.
6) Melakukan sosialisasi dan promosi peningkatan penggunaan alat kesehatan
dalam negeri termasuk kepada fasilitas pelayanan kesehatan serta
menyelenggarakan pameran alat kesehatan dalam negeri.

Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:

1) Data-data hasil penelitian belum terkoordinasi dengan optimal antar


lembaga penelitian maupun dengan industri alat kesehatan.
2) Rendahnya pemanfaatan alat kesehatan dalam negeri di fasilitas kesehatan.
3) Masih terbatasnya produk alat kesehatan dalam negeri yang tercantum
dalam e-catalogue.

c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi


syarat

Kementerian Kesehatan memiliki tanggung jawab untuk melakukan


pengendalian pasca pemasaran (post-market) untuk memastikan bahwa alat
kesehatan dan PKRT yang telah memiliki ijin edar dapat terus menerus
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, manfaat, dan penandaan yang telah
disetujui. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan sampling
produk alat kesehatan dan PKRT. Kegiatan sampling dilakukan dalam
rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap keamanan,
mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang beredar di Indonesia.
Terdapat sejumlah kegiatan atau upaya yang telah dilakukan sebagai pendukung
keberhasilan tersebut. Indikator yang terkait dengan kegiatan atau upaya tersebut,
yaitu:

1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai


standar.
2) Persentase penggunaan obat rasional di Puskesmas.

43
3) Persentase Instalasi Farmasi kabupaten/kota yang melakukan manajamen
pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar.
4) Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi cara
pembuatan yang baik (Good Manufacturing Product/GMP atau Cara Pembuatan
Alat Kesehatan yang Baik/CPAKB).
5) Persentase penilaian pre-market tepat waktu sesuai Good Review Practices.
6) Jumlah industri yang memanfaatkan bahan baku dan obat tradisional produksi
dalam negeri.
7) Persentase kepuasan klien terhadap dukungan manajemen.

Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah

1) Belum tersedianya pedoman teknis untuk meningkatkan kapasitas petugas


dalam pelaksanaan sampling.
2) Belum terdapat standar kompetensi petugas terkait sampling, baik di Pusat,
provinsi, maupun kabupaten/kota.
3) Masih terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) alat kesehatan yang belum
sepenuhnya dapat diterapkan oleh Laboratorium Pengujian, dan telah berusia
lebih dari 10 tahun.
4) Laboratorium yang terakreditasi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)
masih terbatas. Pengujian alat kesehatan sphygmomanometer hanya tersedia di
BPFK dan LIPI.
5) Jumlah dan kemampuan laboratorium uji produk komprehensif (uji yang
meliputi seluruh parameter pengujian suatu produk alat kesehatan) masih terbatas
di Indonesia.
6) Belum optimalnya sosialisasi e-watch alat kesehatan untuk melaporkan
Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) alat kesehatan dan atau PKRT.

5. Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas,


dan Pemerataan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam rangka


terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat. Pemerintah terus
mengupayakan pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan guna
memenuhi harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
bermutu.

a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan

44
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas
menyebutkan bahwa sumber daya di Puskesmas terdiri dari tenaga kesehatan
dan non kesehatan. Tenaga kesehatan di Puskesmas terdiri dari:

1) dokter atau dokter layanan primer;


2) dokter gigi;
3) perawat;
4) bidan;
5) tenaga kesehatan masyarakat;
6) tenaga kesehatan lingkungan;
7) ahli teknologi laboratorium medik;
8) tenaga gizi; dan
9) tenaga kefarmasian.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan lima jenis tenaga kesehatan yang


dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga
gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan tenaga analisis kesehatan.
b. Persentase RS kabupaten/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar
dan 3 dokter spesialis penunjang

Dalam rangka menjalankan fungsinya, Rumah Sakit memerlukan sumber daya


yang memadai. Salah satu sumber daya yang dibutuhkan adalah tenaga
kesehatan. Pada Rumah Sakit Kelas C, kebutuhan akan dokter spesialis sangat
penting. Kementerian Kesehatan telah menetapkan IKU ini bertujuan untuk
menjamin mutu pelayanan Rumah Sakit. Ada pun dokter spesialis dasar yang
dimaksud adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis
anak, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter spesialis bedah. Sedangkan
tiga dokter spesialis penunjang adalah dokter spesialis radiologi, dokter
spesialis anestesi, dan dokter spesialis patologi klinik. IKU akan dianggap
semakin baik bila realisasinya lebih besar atau lebih tinggi dari yang
ditargetkan.

Terdapat sejumlah kegiatan atau upaya yang telah dilakukan sebagai


pendukung keberhasilan tersebut, yaitu:

1) Mengadakan program penugasan khusus residen. Berdasarkan Permenkes


nomor 9 tahun 2013 tentang Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan, residen
adalah dokter atau dokter gigi yang sedang menempuh pendidikan dokter
spesialis atau dokter gigi spesialis. Residen terdiri dari Residen Senior dan

Residen Pasca Jenjang I. Residen Senior adalah dokter/dokter gigi yang


sedang menempuh pendidikan spesialis yang khusus dan sudah memasuki

45
tahap akhir pendidikan di rumah sakit pendidikan atau di rumah sakit
lainnya yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Sementara yang
dimaksud dengan Residen Pasca Jenjang I adalah dokter/dokter gigi yang
mendapatkan bantuan pendidikan dokter spesialis/dokter gigi spesialis dari
Kementerian Kesehatan yang telah menyelesaikan pendidikan jenjang I.

Penugasan khusus residen ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan


mutu pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan di DTPK
(Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan), DBK (Daerah Bermasalah
Kesehatan) dan RS kelas C dan kelas D di Kabupaten/Kota yang
memerlukan pelayanan medik spesialistik. Untuk tahun 2016 ini, jumlah
residen yang ditempatkan melalui penugasan khusus sebanyak 678 orang.

2) Memberikan bantuan biaya pendidikan dokter spesialis/dokter gigi


spesialis bagi para dokter dan dokter gigi. Berdasarkan Permenkes nomor
44 tahun 2015 tentang Program Bantuan Pendidikan Dokter
Spesialis/Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, perencanaan kebutuhan
Program Bantuan PDS/PDGS mengutamakan pemenuhan 4 (empat)
pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis
penunjang medik. Empat pelayanan medik spesialis dasar yang dimaksud
meliputi Obstetri dan Ginekologi, Bedah, Anak dan Penyakit Dalam.
Sementara empat spesialis penunjang yang dimaksud adalah Anestesi,
Radiologi, Patologi Klinik, dan Rehabilitasi Medik. Sementara untuk
program pendidikan dokter gigi spesialis, berdasarkan Surat Edaran
Kepala Badan PPSDMK, diprioritaskan untuk

Bedah Mulut, Konservasi Gigi dan Penyakit Mulut. Setelah selesai masa
pendidikan, mereka wajib mengikuti masa pengabdian yang lamanya telah
diatur dalam Permenkes tersebut. Untuk tahun 2016, jumlah peserta baru
penerima bantuan biaya pendidikan dokter spesialis/dokter gigi spesialis
adalah sebanyak 396 orang, yang terdiri dari angkatan XVI sebanyak 150
orang dan angkatan XVII sebanyak 246 orang. Rendahnya jumlah peserta
baru penerima bantuan pendidikan ini salah satunya dikarenakan
rendahnya tingkat kelulusan di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi.

c. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan


Nasional disebutkan pula bahwa sumber daya manusia kesehatan baik tenaga
kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan wajib memiliki
kompetensi untuk mengabdikan dirinya di bidang kesehatan.

46
Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya dihitung dengan cara
menjumlahkan SDM Kesehatan yang mendapat sertifikat pada pelatihan teknis
dan fungsional terakreditasi, ditambah dengan jumlah jumlah pendidik dan tenaga
kependidikan yang ditingkatkan kapasitasnya dan jumlah peserta baru penerima
bantuan pendidikan.

6. Sasaran Strategis 6: Meningkatnya Sinergitas antar


Kementerian/Lembaga

Kementerian Kesehatan menyadari bahwa upaya mencapai tujuan


pembangunan kesehatan akan sulit terlaksana tanpa adanya dukungan
dari kementerian atau lembaga lainnya di pemerintahan. Untuk itu
Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran strategis: meningkatnya
sinergitas antar kementerian/lembaga.
a. Jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan

Suatu kementerian dikategorikan mendukung pembangunan


kesehatan bila kementerian tersebut telah menjalin suatu kerjasama
yang dituangkan ke dalam dokumen tertulis. Dokumen tersebut
dapat berupa Peraturan Presiden,Instruksi Presiden, Surat Keputusan
Bersama (SKB), Surat Edaran Bersama(SEB), Nota Kesepahaman
atau Memorandum of Understanding (MoU),Peraturan Menteri,
dan sebagainya.

No Nama Kementerian Dukungan Program Pembangunan


Kesehatan

1 Kementerian Perencanana 1. Mendukung koordinasi implementasi


Pembangunan Nasional/ Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Badan Perencanaan (Germas) di tingkat nasional.
Pembangunan Nasional
(Kemen PPN/BAPPENAS)

2 Kementerian Dalam Negeri 1. Mendukung Gerakan Masyarakat Sehat


(Germas).
2. Penyusunan dan Implementasi Standar

47
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
3. Dukungan penyelenggaraan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu).
4. Dukungan pelaksanaan kegiatan
bersumber dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK)

3 Kementerian Keuangan 1. Mendukung Germas


2. Koordinasi dalam pengalokasian Dana
Alokasi Khusus Bidang Kesehatan.
3. Koordinasi dalam pengalokasian
Bantuan Operasional Kesehatan.

4 Kementerian Pemuda dan Mendukung Germas


Olah Raga

5 Kementerian Pendidikan dan Mendukung Germas


Kebudayaan

6 Kementerian Agama 1. Mendukung Germas


2. Koordinasi pelayanan kesehatan haji
3. Koordinasi penyelenggaraan Pos
Kesehatan Pesantren
4. Koordinasi dalam Vaksinasi TT Calon
Pengantin

7 Kementerian Pertanian 1. Mendukung Germas.


2. Mendukung pelaksanaan Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi).

8 Kementerian Kelautan dan 1. Germas


Perikanan

48
9 Kementerian Pekerjaan 1. Mendukung Germas.
Umum dan Perumahan 2. Koordinasi pelaksanaan program Rumah
Rakyat Sehat

10 Kementerian Perhubungan 1. Germas


2. Mendukung program Keselamatan

Berkendara

11 Kementerian Lingkungan 1. Mendukung Germas


Hidup dan Kehutanan

12 Kementerian Perdagangan 1. Mendukung Germas


2. Mendukung produksi dan distribusi alat
kesehatan

13 Kementerian 1. Mendukung Germas


Ketenagakerjaan

14 Kementerian Pendayagunaan 1. Germas


Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi

15 Kementerian Komunikasi dan 1. Mendukung Germas


Informasi

16 Kementerian Pemberdayaan 1. Mendukung Germas


Perempuan dan Perlindungan
Anak

17 Kementerian Desa, 1. Mendukung program Desa Siaga.


Pembangunan Daerah 2. Mendukung Desa Sehat
Tertinggal, dan Transmigrasi

18 Kementerian Perindustrian 1. Mendukung Riset Tanaman Obat dan

49
Jamu
2. Mendukung Produksi dan Distribusi
Farmasi

19 Kementerian Sosial 1. Mendukung pelaksanaan Program


Jaminan Kesehatan Nasional

20 Kementerian Perhubungan 1. Mendukung program Keselamatan


Berkendara

21 Kementerian Pertahanan 1. Mendukung program Nusantara

Pencapaian ini pada tahun 2016 yang menunjukkan hasil baik, terdapat
sejumlah kegiatan atau upaya yang telah dilakukan sebagai pendukung
keberhasilan tersebut, yaitu:
1) Dukungan kebijakan pimpinan nasional.
Tiga fokus utama pembangunan nasional yang dijalankan oleh Presiden
Joko Widodo adalah: 1) Infrastuktur; 2) Pembangunan Manusia; dan 3)
Kebijakan Deregulasi Ekonomi. Pada fokus pembangunan manusia, tiga
hal yang terkait dengan Kementerian Kesehatan adalah: 1) Mewujudkan
Keluarga Indonesia Sehat; Program Nusantara Sehat; dan 3) Mewujudkan
Jaminan Kesehatan Nasional.

2) Kebijakan Pimpinan Kementerian Kesehatan

Pada tahun 2016 telah dimulai pendekatan baru atau paradigma baru
dalam kebijakan pembangunan kesehatan. Secara paralel, Kementerian
Kesehatan menjalankan pendekatan pembangunan kesehatan yang
bersifat lebih komprehensif. Ketika di internal Kementerian Kesehatan
diluncurkan Program Indonesia Sehat melalui pendekatan Keluarga
yang dikenal dengan Program Keluarga Sehat, maka di lingkup nasional
diintroduksi pula program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau
Germas. Kedua program dimaksud merupakan penjabaran dari seluruh
komponen pengelolaan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan
Nasional, yaitu 1) upaya kesehatan; 2) penelitian dan pengembangan
kesehatan; 3) pembiayaan kesehatan; 4) sumber daya manusia
kesehatan; 5) sediaan farmasi alat kesehatan, dan makanan; serta 6)
pemberdayaan masyarakat.

50
3) Menyelenggarakan koordinasi antar Kementerian Kesehatan dengan
kementerian lain

Secara proaktif Kementerian Kesehatan terus melakukan koordinasi,


sosialisasi, dan advokasi kepada kementerian lain dalam jajaran pemerintahan
guna memperoleh dukungan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Forum yang rutin dilaksanakan antara lain dalam kesempatan Rapat Kabinet,
Rapat Koordinasi lintas kementerian, maupun dalam penyelenggaraan Rapat
Kerja Kesehatan Nasional setiap tahunnya.

Meski hasilnya cukup baik, masih terdapat tantangan yang perlu menjadi
perhatian Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:

1) Pemahaman atau persepsi tentang program kesehatan di berbagai kementerian


masih berbeda-beda.

2) Masih terdapatnya ego sektoral atau ego kementerian yang dapat


menyebabkan terhambatnya program pembangunan kesehatan.

b. Persentase kabupaten/kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan


SPM
Standar Pelayanan Minimal atau SPM, merujuk kepada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
BidangKesehatan di Kabupaten/Kota, adalah tolok ukur kinerja pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/kota. SPM dimaksud
meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target tahun 2010-tahun
2015.
Pencapaian pada tahun 2016 yang melampaui target tersebut didukung oleh
sejumlah upaya, yaitu:
1) Menyelenggarakan pertemuan koordinasi periodik tingkat pusat dan daerah,
antara lain dalam forum Rapat Kerja Kesehatan Nasional.

2) Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan disseminasi kepada Pemerintah


Daerah.
3) Melakukan pembinaan wilayah kepada daerah binaan.
4) Meningkatkan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi penerapan SPM
di daerah, serta
5) Melaksanakan koordinasi lintas sektor dan program.

51
Meski hasilnya cukup baik, sejumlah tantangan masih perlu menjadi perhatian
Kementerian Kesehatan. Tantangan tersebut adalah:
1) Adanya keterbatasan sumber daya di daerah kabupaten/kota dalam
mengimplementasikan SPM.
2) Proses pengumpulan data capaian SPM secara berjenjang sejak dari
Puskesmas hingga ke Pusat masih memerlukan perhatian mengingat kondisi
di lapangan yang bervariasi antar daerah.

Sumber pelaksanaan program-progam kesehatan pratama terdapat pada


peratuperaturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014
tentang pusat kesehatan masyarakat pada pasal 36 dan 37, yang isinya sebagai
berikut :

(1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 35 meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan
upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

(2) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) meliputi:

a. pelayanan promosi kesehatan;

b. pelayanan kesehatan lingkungan;

c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;

d. pelayanan gizi; dan

e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

(3) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk
mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota
bidang kesehatan.

(4) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) merupakan upaya kesehatan masyarakat yang
kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau
bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan
prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

(5) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan


oleh Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

52
Peraturan Menteri ini.

Pasal 37

(1) Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 35 dilaksanakan dalam bentuk:

a. rawat jalan;

b. pelayanan gawat darurat;

c. pelayanan satu hari (one day care);

d. home care; dan/atau

e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan


kesehatan.

(2) Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar
pelayanan.

Ini merupakan penjabaran program yang ada di puskesmas yang bersumber dari
peraturan menteri kesehatan tentang pusat kesehatan masyarakat :

1) KIA/ KB
2) Usaha Kesehatan Gizi
3) Kesehatan Lingkungan
4) Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
5) Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan
6) Penyuluhan kesehatan masyarakat
7) Kesehatan sekolah
8) Kesehatan olah raga
9) Perawatan Kesehatan Masyarakat
10) Kesehatan kerja
11) Kesehatan Gigi dan Mulut
12) Kesehatan jiwa
13)Kesehatan mata
14) Laboratorium sederhana
15) Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK> (SIMPUS)
16) Pembinaan pemgobatan tradisional
17) Kesehatan remaja
18) Dana sehat > BPJPS

M Hilmy Wildan ( 151610101115 )

53
LO 6. MMMM KEBIJAKAN-KEBIJAKAN BARU TERHADAP
KESEHATAN NASIONAL
Program Indonesia Sehat
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5
Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini
didukung oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program
Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat
selanjutnya menjadi program utama Pembangunan Kesehatan yang kemudian
direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu:
(1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak,
(2) meningkatnya pengendalian penyakit,
(3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan,
(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Kesehatan,
(5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin,
(6) meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama,


yaitu:
(1) penerapan paradigma sehat, dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat.
(2) penguatan pelayanan kesehatan, dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan.
(3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya.
Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.

Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan


Kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 difokuskan pada
penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama
melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan
dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu
sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai

54
pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan
preventif.
Adapun strategi pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 meliputi 12
(duabelas) pokok strategi berikut:
1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan
Lanjut Usia yang Berkualitas.
2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas.
5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas.
6. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas
Farmasi dan Alat Kesehatan.
7. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.
8. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
10. Menguatkan Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, serta Sistem
Informasi Kesehatan.
11. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang
Kesehatan atau JKN
12. Mengembangkan dan Meningkatkan Efektivitas Pembiayaan Kesehatan.
Dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan kesehatan
sesuai Renstra Tahun 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan
kebijakan operasional, antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 akan difokuskan pada
empat area prioritas, yakni:
a. Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
b. Perbaikan Gizi Masyarakat, khususnya untuk Pengendalian Prevalensi Balita
Pendek (Stunting).
c. Pengendalian Penyakit Menular, khususnya Human Immunodeficiency
Virus-Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), Tuberkulosis
(TB), dan Malaria.
d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, khususnya Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Obesitas, dan Kanker (khususnya Leher Rahim dan Payudara) dan
Gangguan jiwa.
2. Peningkatan jangkauan sasaran terutama pada keluarga, tanpa mengabaikan
pendekatan-pendekatan lain yang selama ini sudah berhasil dilaksanakan yaitu
menjangkau sasaran berbasis Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat(UKBM),
menjangkau sasaran berbasis UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), menjangkau
sasaran berbasis Upaya Kesehatan Usia Kerja(UKUK), dan untuk sasaran
kelompok usia lanjut dengan pendekatan Posbindu Usila.
3. Prioritas perencanaan dan penganggarandiarahkan pada pemenuhan kebutuhan
kegiatan-kegiatan promotif dan preventif. Pemenuhan kebutuhan kegiatan-
kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan setelah kebutuhan kegiatan-kegiatan
promotif dan preventif dipenuhi.
4. Sumber daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam pembangunan
nasional. Oleh karena itu, kualitas SDM perlu terus ditingkatkan sehingga
memiliki daya saing tinggi, yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks

55
Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks
Kesetaraan Gender (IKG). Peningkatan tersebut dilaksanakan melalui
pengendalian jumlah penduduk, peningkatan taraf pendidikan, serta peningkatan
derajat kesehatan. Untuk itu harus diantisipasi berbagai tantangan yang ada.
Tantangan dalam pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat berupa
peningkatan upaya promotif dan preventif, peningkatan pelayanan kesehatan ibu
dan anak, perbaikan gizi, pengendalian penyakit menular dan tidak menular,
peningkatan pengawasan obat dan makanan, serta peningkatan akses dan mutu
pelayanan kesehatan. Di samping itu juga penurunan disparitas akses dan mutu
pelayanan kesehatan, pemenuhan sarana dan prasarana, serta pemenuhan tenaga
kesehatan. Secara khusus tantangan utama dalam lima tahun ke depan adalah
berupa peningkatan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyiapan
penyedia pelayanan kesehatan, dan pengelolaan jaminan kesehatan yang efektif
dan efisien.
Kebijakan operasional tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan Keluarga
Sehat sebagaimana cita-cita untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, maka Program Indonesia Sehat akan
dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga.

Pendekatan Keluarga Dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan Kesehatan


Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi
yang ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun
masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat,
yaitu keluarga.
Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam
lingkungan yang sehat.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan
keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk
mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai
penjabaran dari amanat undang-undang tersebut, Kementerian Kesehatan
menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan melalui Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

Konsep Pendekatan Keluarga


Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar
gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.
Keluarga sebagai fokus dalam pelaksanaan program Indonesia Sehat dengan
pendekatan keluarga. Keluarga memiliki lima fungsi, yaitu:
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

56
berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk
membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai
dengan tingkat perkembangan anak dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat dalam
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan agar memenuhi
kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)
adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan.Tugas-tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
adalah:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya.
b. Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas
kesehatan.

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan


pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut:
1. Kunjungan keluarga untuk pendataan/pengumpulan data profil kesehatan
keluarga dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif
dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menindaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.

Pelaksanaan Pendekatan Keluarga


Satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak)
sebagaimana dinyatakan dalam kartu keluarga. Keluarga yang terdapat kakek
dan atau nenek atau individu laindalam satu rumah tangga, maka rumah tangga
tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga.Suatu keluarga dinyatakan sehat
atau tidak digunakan beberapa penanda atau indikator. Dalam rangka
pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya dua belas
indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas
indikator utama tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif

57
5. Balita mendapatkan pematauan pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga
Sehat (IKS) dari setiap keluarga, sedangkan keadaan masing-masing indikator
mencerminkan kondisi PHBS dari keluarga yang bersangkutan.
Pelaksanaan pendekatan keluarga ini memiliki tiga hal yang harus diadakan atau
dikembangkan, yaitu:
1. Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.
2. Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas. Mala Hayati
(151610101012)

Upaya pendukung program yang saat ini dirasakan kurang maka perlu
dilakukan penetapan area prioritas yang dapat memberikan dampak yang
signifikan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat tanpa meninggalkan
program diluar area prioritas. Uraian secara garis besar kegiatan yang dilakukan
dalam masing-masing area prioritas adalah sebagai berikut:
1. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB)
Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB), kegiatan intervensi dilakukan mengikuti siklus hidup manusia
sebagai berikut:
a) Ibu Hamil dan Bersalin:
Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care (ANC) terpadu.
Meningkatkan jumlah Rumah Tunggu Kelahiran (RTK).
Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.
Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini dan KB pasca
persalinan.
Meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan buku KIA.
b) Bayi dan Ibu Menyusui:
Mengupayakan jaminan mutu kunjungan neonatal lengkap.
Menyelenggarakan konseling Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
Menyelenggarakan pelayanan KB pasca persalinan.
Menyelenggarakan kegiatan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP
ASI).
2. Upaya Penurunan Prevalensi Balita Pendek (Stunting)
Dalam rangka menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), dilakukan
kegiatan sebagai berikut.
a) Ibu Hamil dan Bersalin:
Intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan anak.
Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu.

58
Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.
Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM).
Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).
Pemberantasan kecacingan.
Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA.
Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI
eksklusif.
Penyuluhan dan pelayanan KB.
b) Balita:
Pemantauan pertumbuhan balita.
Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita.
Menyelenggarakan simulasi dini perkembangan anak.
Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Upaya Pengendalian Penyakit Menular (PM)
Dalam rangka mengendalikan penyakit menular, khususnya HIV-AIDS,
Tuberkulosis, dan Malaria, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
a) HIV-AIDS:
Peningkatan konseling dan tes pada ibu hamil.
Diagnosis dini pada bayi dan balita.
Konseling dan tes pada populasi kunci, pasien infeksi menular seksual
(IMS), dan pasien Tuberkulosis (Tb) anak usia sekolah, usia kerja, dan usia
lanjut.
Terapi anti-retro viral (ARV) pada anak dan orang dengan HIV-AIDS
(ODHA) dewasa.
Intervensi pada kelompok berisiko.
Pemberian profilaksis kotrimoksasol pada anak dan ODHA dewasa.
b) Tuberkulosis:
Identifikasi terduga TB di antara anggota keluarga, termasuk anak dan ibu
hamil.
Memfasilitasi terduga TB atau pasien TB untuk mengakses pelayanan TB
yang sesuai standar.
Pemberian informasi terkait pengendalian infeksi TB kepada anggota
keluarga, untuk mencegah penularan TB di dalam keluarga dan masyarakat
Pengawasan kepatuhan pengobatan TB melalui Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c) Malaria:
Skrining ibu hamil pada daerah berisiko.
Pembagian kelambu untuk ibu hamil dan balita.
Pemeriksaan balita sakit di wilayah timur Indonesia.
4. Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
Dalam rangka mengendalikan penyakit tidak menular, khususnya Hipertensi,
Diabetes Mellitus, Obesitas, dan Kanker, dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut.
Peningkatan deteksi dini faktor risiko PTM melalui Posbindu.

59
Peningkatan akses pelayanan terpadu PTM di fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP).
Penyuluhan tentang dampak buruk merokok.
Menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok. Sofira Nadia
(151610101006)

60
DAFTAR PUSTAKA

Bupati Jember. 2015. Peraturan Bupati Jember Nomor 18 Tahun 2015 Tentang
Persebaran Sarana Pelayanan Kesehatan Di Kabupaten Jember.
www.kabjember.jdih.jatimprov.go.id. Diakses pada tanggal 30 mei 2017.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. 2017.Struktur Organisasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember 2017. www.dinkes.jemberkab.go.id Diakses pada tanggal
30 mei 2017
Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta. 2014. Program Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Purwawkarta. Purwakarta: Dinas Kesehatan Kabupaten
Purwakarta.
Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Kementerian Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan serta Sarana dan Prasarana
Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 2016. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Muninjaya, AA Gde. 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC

61

Anda mungkin juga menyukai