Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan aktivitas dan
perhatian (gangguan hiperkinetik) adalah suatu gangguan psikiatrik yang cukup
banyak ditemukan dengan gejala utama inatensi (gangguan pemusatan dan susah
untuk fokus dalam 1 hal), membuat rencana realistik, hiperaktivitas, tidak bisa
berpikir sebelum bertindak, impulsivitas yang tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan anak, remaja, atau orang dewasa1. Biasanya pada waktu anak
ADHD mencapai remaja atau dewasa, gejala hiperaktivitas dan impulsivitas
cenderung menurun meskipun gejala inatensinya kadang- kadang masih tetap
ada(2,3,4).
Anak-anak dengan ADHD bisa dikenali di klinik, di sekolah, maupun di
rumah mereka. Kurangnya perhatian mereka nampak pada saat mereka sering
melamun, bingung, dan kesulitan dalam mengerjakan satu tugas selama periode
waktu tertentu yang diperpanjang. Seiring dengan perhatian mereka yang mudah
beralih dari satu stimulus ke stimulus lainnya, mereka seringkali meninggalkan
orang tua atau guru dengan kesan bahwa mereka tidak mendengarkan.

Hiperaktivitas mereka, seringkali muncul dalam bentuk kegelisahan, bicara


berlebihan, ditoleransi dengan buruk di sekolah, serta membuat frustasi orang tua
yang seringkali kehilangan mereka di tengah banyak orang dan tidak dapat
membuat mereka tidur sesuai dengan jam tidurnya. Sedangkan impulsivitas
mereka membuat mereka mudah mendapat kecelakaan, menciptakan masalah
dengan teman sebaya, dan mengganggu suasana kelas yaitu ketika mereka
menjawab tanpa berfikir, mengganggu orang lain, atau beralih dari pekerjaan
sekolah menuju aktivitas lain yang kurang pantas2,4.
2

Pada kehidupan selanjutnya apabila tidak ditangani dengan baik maka ketiga
gejala tersebut dapat menyebabkan menurunnya harga diri, menurunnya prestasi
akademik, dan timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal pada saat
remaja maupun dewasa. Sedangkan dampak anak ADHD pada keluarga dapat
menyebabkan keluarga merasa bersalah, depresi, mengalami stres yang berat,
isolasi sosial, dan bahkan bisa mengalami masalah perkawinan maupun pekerjaan.
(5,6)

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kelainan


hiperaktivitas kurang perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan
dikarakarakteriskan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive
dan hiperaktif7.ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity
Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder
(Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di
otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu
banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak
usia sekolah menderita ADHD.

Danchaerts dan Taylor (1995) menyatakan bahwa pada setengah abad terakhir
tampak prevalensi anak ADHD cenderung semakin meningkat. Hal ini
dimungkinkan karena pengaruh aspek pendidikan, meningkatnya harapan
masyarakat, adanya peningkatan alokasi dana sarana dan prasarana kesehatan,
serta akibat meluasnya perubahan kriteria diagnosa pada DSM IV. Juga para ahli
klinik akhir-akhir ini mulai melengkapi penekanannya pada faktor neurobiologis
sebagai penyebab timbulnya gejala ADHD, disamping faktor sosial dan
psikologis8.
Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti
dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut
berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi,
neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk
mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor
3

neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya
ADHD tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang
merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik
yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim
yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi
atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan
perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD
diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin
sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak
ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat9,10,11.
4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Epidemiologi
Sampai saat ini Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) masih
merupakan masalah yang serius pada anak-anak dikarenakan ADHD masih
mempunyai angka prevalensi yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia 12. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Jyothsna pada tahun 2013 di India yang
melibatkan 770 anak dengan umur antara 6 tahun dan 11 tahun tercatat prevalensi
ADHD adalah sebesar 11.32 % (Gambar 1). Presentase yang ditemukan pada anak
laki-laki sebesar 66.7%, sedangkan pada anak perempuan adalah sebesar 33.3 % 13.
Hasil penelitian ini ditemukan tertinggi pada anak dengan umur 9 dan 10 tahun
dan ditemukan mayoritas pada anak-anak dengan keadaan sosio ekonomi yang
rendah13.

Gambar 1. Prevalensi ADHD pada anak-anak 6-11 tahun


Sumber : Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity
Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry. Institute of Medical
Science and
Research : India
5

Gambar 2. Perbandingan prevalensi ADHD pada anak laki-laki dan perempuan serta perbandingan
prevalensi ADHD pada tingkat sosioekonomi menengah dan bawah
Sumber : Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in
Primary School in Children.Department of Psychiatry. Institute of Medical Science and
Research : India

Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Barkley


tahun 1998 yang menyebutkan bahwa prevalensi ADHD ditemukan pada semua
sosio-ekonomi masyarakat. Tetapi prevalensi ADHD tidak berubah yaitu masih
terbanyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan (perbandingan 3-6
kali lebih banyak) dan onset timbulnya gejala ADHD sebelum usia 7 tahun.
Sekitar 35-50 % kasus ADHD dapat berlanjut ke masa remaja atau dewasa.

Dari 34 juta kasus ADHD di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31%
menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan 69% kasus ADHD pada usia
3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan bahwa sebanyak 2/3 dari
anak-anak ADHD memiliki gejala ADHD yang mengganggu ketika mereka
menjadi dewasa.

Penelitian lain yang dilakukan Akinbami di Amerika pada tahun 1998-2009


(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) pada anak-anak dengan usia 5-17 tahun
menunjukkan beberapa poin penting diantaranya adalah14 :
6

Dari tahun 1998-2009 persentasi anak-anak yang didiagnosis dengan


ADHD meningkat dari 7-9 %
Prevalensi ADHD dipengaruhi oleh ras dan etnis, ras keturunan meksiko
memiliki prevalensi yang rendah dibandingkan dengan yang lain.
Persentase anak-anak dari keluarga dengan ekonomi sosial ekonomi
rendah yang didiagnosis ADHD dari tahun 1999-2009 meningkat sampai
dengan 10% dan anak-anak dari keluarga sangat miskin meningkat sampai
11 %.
Presentase anak-anak dengan ADHD pada bagian selatan dan barat Negara
US meningkat sampai 10 % dari tahun 1999-2009.

Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh CDC (Center for Disease
Control and Prevention) pada tahun 2011 yang menyebutkan bahwa lebih dari 1
dari 10 (11%) anak-anak dengan rentang usia 4-17 tahun telah didiagnosis dengan
ADHD, 1 dari 5 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan15.

Di Indonesia prevalensi anak ADHD di Indonesia semakin meningkat menjadi


sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan
yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi
terhadap suatu makanan.

2.2 Definisi ADHD


Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan
perilaku yang ditandai inattentiveness atau gangguan pemusatan perhatian dan
gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu berbuat dan berbicara tanpa memikirkan
akibatnya, disertai hiperaktif (overactivity) yang tidak sesuai dengan umur
perkembangannya (Davinson, 1994; Sadock, 2003).

Pola perilaku ini menimbulkan


7

gangguan dalam fungsi sosial dan


akademisnya, serta mengakibatkan
penderitaan yang nyata bagi yang
bersangkutan maupun lingkungannya.
Menurut DSM IV (The American
Psychiatric Associations Diagnostic
and Statistical Manual IV), berdasarkan
tiga gejala utamanya tersebut, definisi
Gambar 3. Ilustrasi ADHD ADHD dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
Sumber : www.google.com
tipe yaitu(1) :

tipe Inattentiveness
tipe hyperactivity-impulsivity
tipe combined (campuran).

Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal
ada 6 (enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat
kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun.
Gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif
dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak16.
Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV)
juga ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala hiperaktivitas dan impulsivitas,
bersifat dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak serta didapat kurang dari
6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan dan
dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah
dan di rumah16.
Diagnosis ADHD tipe campuran (combined type) (menurut DSM IV)
ditegakkan bila didapatkan 6 (enam) atau lebih gejala inatensi dan 6 (enam) atau
lebih gejala hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit selama
6 (enam) bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat
di sekolah dan di rumah
2.3 Etiologi
8

Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti
dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut
berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi,
neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk
mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan
kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor
neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya
ADHD tersebut.

Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang merupakan
aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik yang masuk
untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim yang ada dalam
otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi atensi, maka
hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan perhatiannya. Itulah
sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD diperlukan agar dapat
dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin sehingga bisa mengurangi
berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak ADHD, orang tua, sekolah,
maupun masyarakat(9,10,11).

Faktor Genetik
ADHD lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga
keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita
ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung dari
anak ADHD lebih banyak menderita ADHD daripada orangtua angkat17. Saudara
kandung dari anak ADHD didapatkan 2-3 kali lebih banyak menderita ADHD
daripada saudara anak normal.

Angka kejadian saudara kembar satu telur (monozygot) anak ADHD (79%) lebih
tinggi daripada saudara kembar dua telur (dizygot) (32%). Kembar identik atau
monozigot memiliki kemiripan gen 100%. Sebaliknya, kembar fraternal atau
dizigotik tidak lebih mirip secara genetik dengan saudara kandung, dan karenanya
hanya berbagi 50% dari gen mereka. Jika sebuah penyakit dipengaruhi oleh faktor
9

genetik, maka resiko penyakit kembar akan menjadi paling besar ketika saudara
kembar adalah monozigot. Resiko kembar dizigotik seharusnya melebihi resiko
terhadap kontrol tetapi seharusnya tidak lebih besar daripada resiko pada saudara
kandung17. Studi-studi pada keluarga secara konsisten mendukung pernyataan
bahwa ADHD diwariskan dalam keluarga. Studi-studi ini menemukan bahwa
orang tua dengan anak-anak ADHD memiliki peningkatan dua hingga delapan
kali lipat untuk resiko ADHD. Sehingga, mereka menegaskan adanya faktor
genetik pada ADHD dan sekaligus menyediakan bukti-bukti untuk validitas
diagnosisnya pada orang dewasa18.

Barr et al, 2000 dan Smalley et al, 1998 menyatakan bahwa gejala ADHD
berhubungan juga dengan Dopamine Transporter Gene (DATI) dan Dopamine D4
receptor Gene (DR D4 gene). Diperkirakan ada 29% anak, remaja, dan orang
dewasa didapatkan DR D4 gene dengan 7 repeat allele. (13,22,24) Faraone et al,
2001 menunjukkan bahwa pada 5 dari 8 case control studies yang diteliti
didapatkan hubungan yang bermakna antara ADHD dan DR D4, 7 repeat allele.
Transmisi saraf tak berjalan dengan baik (blunted), mengganggu fungsi kognitif
dan emosi anak ADHD bila dopamine terikat dengan DR D4 7 repeat allele. DR
D4 gene melakukan aktifasi dopamin di celah paska sinaptik18.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ADHD masih sepenuhnya belum jelas, dan banyak
teori yang bermunculan. Salah satunya adalah bahwa pengaruh glukosa dengan
terjadinya ADHD19. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya pengaruh
gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala
ADHD. Penelitian dengan CT Scan dan MRI telah membuktikan bahwa ada
beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu dengan ADHD
yakni meliputi regio cortex prefrontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus
callosum dan dua daerah ganglia basalis yakni globus pallidus dan nucleus
caudatus. Demikian juga dari hasil pemeriksaan PET Scan (Positron
10

EmissionTomography) pada anak-anak ADHD didapatkan penurunan metabolisme


glukose di korteks prefrontal danfrontal terutama sebelah kanan20.
Tetapi masih belum adanya penelitian yang jelas tentang teori tersebut. Pada
pasien ADHD, korteks otak mereka lebih tipis terutama pada hemisfere kanan
yang di dalam termasuk lobulus parietal inferior, prefrontal dorsolateral, dan
cingulate cortices anterior [Makris N, Biederman J, Valera EM, Bush G, Kaiser J, Kennedy
DN, Caviness]. Sehingga kedua hemisfer serebral pada pasien dengan ADHD
asimetris.
Beberapa penelitian lain menyebutkan bukan hanya korteks prefrontal yang
mengalami penipisan, tetapi pada hampir sebagian permukaan bagian-bagian otak
pada hemisfer kanan12. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Li Sun pada tahun
2013 menemukan gen yang terlibat dalam terjadinya asimetris serebral, gen
tersebut adalah BAIAP2 yang lokasinya terletak pada sekuens 17q25 dan
mengkode brain-spesific angiogenesis inhibitor 1. Saat ini, sebuah studi genetik
pada pasien ADHD di Eropa mengatakan pada terdapat hubungan antara gen
BAIAP2 dengan ADHD. Gen ini sangat berperan akan terjadinya asimetri dari
hemisfer serebral kanan, sebaliknya obat-obatan lini pertama ADHD seperti
methamphetamine, salah satu obat psikostimulan terbukti dapat meningkatkan
ekspresi dari gen BAIAP2 pada korteks serebral tikus.

Penelitian dari National Institute of Mental Health di USA telah menunjukkan


bahwa area globus pallidus dan nucleus caudatus secara bermakna lebih kecil
pada anak ADHD daripada anak normal. Nucleus caudatus dan globus pallidus
berfungsi melakukan koordinasi lalu lintas transmisi rangsang saraf pada berbagai
area di korteks. Ternyata didapatkan juga volume area korteks prefrontal lebih
kecil pada anak ADHD daripada anak normal.
Beberapa anak menunjukkan kelambatan perkembangan otak (maturational
delay) pada anak ADHD yang biasanya tampak gejalanya pada usia 5 tahun.
Perkembangan otak yang normal, biasanya menunjukkan pertumbuhan secara
cepat terjadi pada usia 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun, 10- 12 tahun dan 14-16
tahun10. Cerebellum mempunyai fungsi eksekutif yakni mengatasi masalah,
perhatian, reasioning, perencanaan, dan pengaturan tugas individu. Hasil
11

pemeriksaan dengan menggunakan MRI didapatkan bahwa ada penurunan


aktivitas metabolik di daerah daerah di atas pada individu dengan ADHD. Para
peneliti menyatakan bahwa ada permasalahan dalam pengaturan transmisi saraf
(regulatory circuits) antara korteks prefrontal, ganglia basal, dan cerebellum yang
diduga merupakan penyebab terjadinya gejala ADHD. Komunikasi dalam otak
dalam area di atas menggunakan neurotransmiter dopamin dan noradrenalin. Pada
anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan noradrenalin. Neurotransmiter
catecholamine yakni dopamine dan norepinephrine berperan besar dalam hal
atensi, konsentrasi yang dihubungkan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi,
perhatian dan keberhasilan belajar seseorang.
Dalam hal norepinephrine, ditekankan peran prefrontal noradenergic
pathways dalam mempertahankan dan memusatkan perhatian seperti
memberikan enersi pada kelelahan, motivasi dan perhatian. Sedangkan sistem
dopaminergik, peran proyeksi mesokortikal dopamin mempengaruhi juga fungsi
kognitif seperti kelancaran bicara, proses belajar yang berurutan (serial learning),
waspada pada tugas eksekutif, mempertahankan dan memusatkan perhatian,
mengutamakan perilaku yang berhubungan dengan aspek sosial. Inervasi
noradrenalin di otak berasal dari locus ceruleus (dorsolateral pontine tegmentum)
dan berakhir pada korteks. Peran noradrenalin di korteks melakukan diskriminasi
stimulasi lingkungan secara relevan dan terutama pada stimulasi baru daripada
stimuli yang spesifik.
Noradrenalin diperkirakan mempunyai efek pada fungsi kognitif individu
melalui postsinaptic alpha 2A adrenergic receptor pada neuron kortikal.
Noradrenalin berperan penting pada fungsi kognitif yakni pada tuntutan proses
yang tinggi (temporal discrimination dan timed choice reaction). Penekanan pada
fungsi noradrenalin menyebabkan kesukaran melakukan tugas-tugas yang
berbeda-beda (timed choice reaction) dimana tugas-tugas tampak terganggu bila
dibutuhkan ketekunan khusus untuk menyelesaikan tugas tersebut. Fungsi
hemisphere kanan terutama untuk mempertahankan attensi pada stimulasi baru
dan fungsi hemisphere kiri terutama untuk memusatkan perhatian pada stimulasi
selektif21. Sistem dopaminergik terdiri dari dua cabang utama21:
12

Cabang mesokortiko limbik yang berasal dari area tegmentalis ventral dan
diproyeksi ke korteks prefrontal, nucleus accumbens, dan tuberculus olfactorius.
Hipofungsi pada sistem ini berhubungan dengan memendeknya delay gradient
yang berhubungan dengan terjadinya impulsivitas, hiperaktivitas dan gangguan
mempertahankan perhatian. Anak ADHD cenderung lebih memilih rewards yang
kecil tetapi yang dapat diperolehnya dengan segera daripada rewards yang lebih
besar tetapi ditunda waktu perolehannya (delay gradient memendek). Anak
normal lebih cenderung memaksimalkan perolehan rewards walaupun harus
menunda waktunya.
Cabang nigrostriatal yang berasal dari substansia nigra dan diproyeksikan
terutama ke neostriatum (kompleks nucleus caudatus, putamen). Hipofungsi pada
sistem ini menyebabkan timbulnya beberapa gejala sistem extrapyramidal (EPS)
yang berhubungan dengan ADHD yakni adanya gangguan motorik halus dan
kasar (clumsiness), memanjangnya reaction time, response timing yang
buruk, gangguan pengendalian gerak cepat pada mata, tulisan tangan yang jelek
dan sebagainya. Gejala impulsivitas dan hiperaktivitas pada anak ADHD terutama
disebabkan oleh hipofungsi dopamin, sedangkan gejala inattensi terutama
disebabkan oleh hipofungsi noradrenalin. Anak ADHD bila diberikan pekerjaan
yang lebih sukar dan perlu ketekunan serta ketelitian maka akan mudah bosan,
mudah marah serta mudah teralih perhatiannya22.

2.5 Manifestasi Klinik

Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat
ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain :

Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat- geliat.
Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau
keadaan di dalam suatu kelompok
Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan
13

Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain


Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau
aktivitas-aktivitas bermain
Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan
lainnya
Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang
Sering berbicara secara berlebihan.
Sering menyela atau mengganggu orang lain
Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan
kepadanya
Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau
kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya
tanpa melihat-lihat).

Gambar 4. Gejala inti dari ADHD


Sumber : DSM IV (The American Psychiatric Associations Diagnostic and Statistical Manual IV)

Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal ada 6
(enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat kurang
dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun. Gejala-
14

gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif dan tak
sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV) juga
ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala hiperaktivitas dan impulsivitas,
bersifat maladaptif dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak serta didapat
kurang dari 6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan
dan dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di
sekolah dan di rumah.

Diagnosis ADHD tipe campuran (combined type) (menurut DSM IV) ditegakkan
bila didapatkan 6 (enam) atau lebih gejala inatensi dan 6 (enam) atau lebih gejala
hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit selama 6 (enam)
bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di
sekolah dan di rumah.

Adapun gejala-gejala tersebut adalah sebagai


berikut :
Inatensi berupa
sering gagal memberikan perhatian penuh sampai terperinci atau selalu
berbuat kesalahan saat melakukan aktivitas pekerjaan di sekolah, tempat
pekerjaan atau aktivitas lain
sering mengalami kesukaran dalam mempertahankan perhatian dalam tugas
tertentu atau aktivitas bermain (mudah bosan)
sering tidak mendengarkan bila diajak bicara secara langsung kepadanya
sering tidak mengikuti perintah secara sungguh-sungguh dan gagal
menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah tangga atau kewajiban di
tempat pekerjaan (hal ini bukan disebabkan karena sikap menentang atau
kurang memahami isi perintah)
sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas-tugasnya dan aktivitasnya
sering menghindar, tidak menyenangi atau segan melakukan tugas-tugas yang
membutuhkan perhatian mental yang cukup lama (misalnya pekerjaan sekolah
atau pekerjaan rumah)
15

Hiperaktivitas
sering gelisah dengan tangan atau kaki atau sering bergerak-gerak saat duduk
sering meninggalkan tempat duduk saat di dalam kelas atau situasi lain dimana
duduk diam diperlukan atau diharapkan
sering lari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
sesuai
tak bisa diam
sering mengalami kesukaran mengikuti permainan atau aktivitas yang
membutuhkan ketenangan (main catur, halma dsb.)
selalu dalam keadaan bergerak atau sering melakukan aktivitas seolah-olah
mengendarai motor
sering berbicara berlebihan (DSM IV).

Impulsivitas
sering cepat menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan
sering sukar menunggu giliran bermain
sering interupsi saat diskusi atau mengganggu permainan saat pertandingan
(menyela pembicaraan, mengacau permainan anak lain)
sering bicara berlebihan yang tak tak sesuai dengan respon tatanan sosial (ICD
X).
2.6 Diagnosa banding

a. Ratardasi mental
b. Kecemasan terhadap anak
c. Depresi sekunder
d. Gangguan Bipolar
e. Autisme
f. Gangguan perkembangan belajar

2.7 Komplikasi
a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas
b. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika ( sering kali akibat abnormalitas konsentrasi )
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk ( sering kali perilaku agresif dan
kata- kata yang diungkapkan )
d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar )
e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas )
16

f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya ( perilakunya


membuat anak-anak lainnya marah )

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan Skrining Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada anak pra
sekolah dengan ADHD :

Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke
atas. Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi
atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan
tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan
guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di
bawah ini :

a. Anak tidak bisa duduk tenang


b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive

Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan


Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale)
yaitu Formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada
orangtua / pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan
pemeriksa.

Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :

a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu


perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan
kepada orangtua / pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut
menjawab.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan
pada formulir deteksi dini GPPH
17

c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak


berada,missal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll. Setiap saat
dan ketika anak dengan siapa saja.
d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan
telah dijawab.

Interpretasi :

1. Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak


2. Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan
pada anak
3. Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
4. Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak. Beri
nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.

Intervensi :

1. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah


Sakit yang memiliki : fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang
anak untuk konsultasi lebih lanjut.
2. Beri nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan
pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan
kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua,
pengasuh, nenek, guru,dsb).

Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan


pada anak dengan ADHD antara lain :

1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid


atau hipotiroid yang memperberat masalah
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya
gangguan otak organic
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya
gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi
18

borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji


responsivitas social dan perkembangan bahasa
4. Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya
gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas,
atau gejala alergi lain, infeksi SSP)

FORMULIR DETEKSI DINI GANGGUAN PEMUSATAN


PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH)

(Abbreviated Conners Ratting Scale)

Kegiatan yang diamati 0 1 2 3

1.Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang


berlebihan

2.Mudah menjadi gembira, impulsive

3.Menganggu anak-anak lain

4.Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah


dimulai, rentang perhatian pendek

5.Menggerak-gerakkan anggota badan atau


kepala secara terus-menerus

6.Kurang perhatian, mudah teralihkan

7.Permintaannya harus segera dipenuhi,


mudah menjadi frustasi

8.Sering dan mudah menangis

9.Suasana hatinya mudah berubah dengan


cepat dan drastis

10.Ledakkan kekesalan, tingkah laku


eksplosif dan tak terduga.

Jumlah :

Nilai total :
19

2.9 Pencegahan
a. Skrining DDTK pada ADHD
b. Perawatan saat hamil ( hindari obat obatan dan alkoholic )
untuk orang tua
c. Asupan nutrisi yang seimbang
d. Berikan rutiitas yang tersturktur ( membantu anak untuk
mematuhi jadwal yang teratur )
e. Manajemen perilaku (dapat mendorong anak untuk fokus pada
apa yang mereka lakukan )

2.10 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan

A. Perawatan

Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat


dilakukan pada anak dengan Attention Deficyt Hyperactivity
Disorder (ADHD) antara lain :

1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain


dengan :
a. Hentikan perilaku yang tidak aman
b. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima
c. Berikan pengawasan yang ketat
2. Meningkatkan performa peran dengan cara :
a. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan
b. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang
dan bebas dari distraksi untuk menyelesaikan tugas)
3. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :
a. Dapatkan perhatian penuh anak
b. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil
c. Izinkan beristirahat

4. Mengatur rutinitas sehari-hari


a. Tetapkan jadwal sehari-hari
b. Minimalkan perubahan
5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan
mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua
6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami
ADHD
20

B. Pengobatan

Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan


berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku,
pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang
kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta
vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006).

Pengobatan yang dianjurkan utama adalah pemakaian psikostimulan pada


anak ADHD (first line treatment). Psikostimulan yang dianjurkan digunakan
adalah Methylphenidate (gold standard) Amphetamine (d amphetamine, d,l
amphetamine) Pemoline D amphetamine (Dexedrin) meningkatkan pengeluaran
dopamine dan norepinephrine dan sedikit serotonin. D amphetamine juga
memblokir reuptake DA & NE ke presynaps dan memblokir katabolisme DA &
NE oleh Monoamine oxidase (MAO). Hal ini menyebabkan penambahan
kosentrasi DA & NE di synapse (Shenkez, 1992).

Methylphenidate utama memblokir reuptake DA & NE, juga meningkatkan


pelepasan DA & NE dari vesikel presynapse. Methylphenidate dibandingkan d
amphetamine lebih kurang efeknya pada NE dan efek juga minimal pada
serotonin. Methylphenidate tampak lebih banyak melepaskan vesikel (pool) DA
yang berbeda-beda daripada d amphetamine. D amphetamine melepaskan DA
yang baru disintese dan methylphenidate melepaskan DA dari banyak vesikel
(pool) DA (Solanto, 1984). Efek methylphenidate kurang cepat dibandingkan d
amphetamine, namun efek methylphenidate berlangsung lebih lama daripada d
Amphetamine. L amphetamine banyak melepaskan norepinephrine, juga
dopamine dengan mekanisme yang sama. Campuran d, l amphetamine berefek
lebih baik daripada d amphetamine karena keuntungannya efek lebih banyak pada
norepinephrine. Methamphetamine tidak dipakai sebagai obat ADHD karena
potensial ketergantungan zat lebih besar. Obat pemoline (cylert) jarang digunakan
karena ada efek toksisitas pada liver. Efek pemoline pada anak ADHD kurang
jelas. Efek dopaminergik pemoline lebih lemah meskipun lebih selektif daripada
21

stimulan lain. Tetapi bila terapi psikostimulan tidak efektif atau tidak toleran
dengan psikostimulan maka dianjurkan pemakaian antidepresan. Antidepresan
yang dianjurkan adalah tricyclic antidepressant, monoamine oxidase inhibitors
dan bupropion (second line treatment).

Pemakaian adrenergic agonists misalnya clonidine (antihypertensive=


Catapres) dan guanfacine (Tinex) utama berefek pada alpha 2 NE receptor. Efek
kedua obat ini pada gejala anak ADHD adalah melakukan stimulasi pada
autoreceptor yakni mengurangi transmisi NE pada korteks dan mengurangi respon
yang berlebihan pada stimuli lingkungan sehingga dapat memperbaiki performans
anak ADHD dalam menyelesaikan tugasnya dalam waktu lebih lama (lebih tekun
dan teliti). Clonidine lebih banyak mempunyai efek sedatif dan hipotensi daripada
guanfacine (Arnsten et al,1996) Obat tricyclic antidepresant (TCA) yang berguna
untuk anak ADHD misalnya imipramine (Tofranil), desipramine (Norpramin),
nortryptyline (Pamelor)

Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati
ADHD antara lain :
1. Metilfenidat (Ritalin)

Dosis 10-60 dalam 2 4 dosis yang terbagi. Intervensi


keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat
lengkap dalam 2 hari.

2. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)

Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi


keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan
untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari
22

3. Pemolin (Cylert)

Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan


pantau peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat
berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap

Gambar 5. Psikostimulan ADHD (Stimulansia)

2.10 Peran Orang Tua Pada Anak ADHD


1. Sedini mungkin membiasakan anaknya untuk hidup dalam
suatu aturan. Dengan menerapkan peraturan secara konsisten,
anak dapat belajar untuk mengendalikan emosinya.
2. Sedini mungkin memberikan kepercayaan dan tanggung jawab
terhadap apa yang seharusnya dapat dilakukan anak.
3. Kenali kondisi diri dan psikis anak. Dengan mengenali, orang
tua tak akan memberikan tekanan yang berlebihan, yang dapat
menyebabkan penolakan anak untuk melakukan apa yang
seharusnya ia lakukan.
4. Upayakan untuk menyediakan ruang belajar yang jauh dari
gangguan televisi, mainan atau kebisingan.
23

5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara


berkelanjutan, dan konsisten terhadap terapi yang sedang
dijalankan oleh anak anda.
6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk
tulisan atau gambar.
7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman
dengan kadar gula dan karbohidrat yang tinggi.
8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini
akan membantu anak untuk berpikiran positif.
9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya
dengan menarik nafas dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut.
Latihan ini bisa dilakukan berulang- ulang.

BAB IIII

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Bagian dari otak yang mengendalikan perilaku hiperaktif dan


impulse antara lain lobus frontalis, mekanisme inhibitor dari
korteks, system limbic , akitvasi reticular
2. ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan
aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-
24

anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan


berbagai keluhan
3. Etiologi ADHD Belum diketahui dengan pasti. Macam- macam
teori yang menyebabkan ADHD, di antaranya : psikodinamika,
biologis , dinamika keluarga, psikisosial, neurobiologis
4. ciri-ciri ADHD :
a. Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas
b. Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk
duduk atau diam
c. Secara impulasif berkata tanpa berpikir dalam menjawab
pertanyaan
5. Manifestasi Klinik
a. Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya
mengeliat-geliat.
b. Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
c. Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
d. Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu
permainan atau keadaan di dalam suatu kelompok
e. Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai
disampaikan
6. Komplikasi dari ADHD yaitu Depresi, gagal disekolah, IQ rendah /
kesulitan belajar, Resiko kecelakaan
7. Pemeriksaan Penunjang yaitu Pemeriksaan Tiroid, Tes neurologist
(misalnya EEG, CT scan), Tes psikologis sesuai indikasi
8. Penaatalaksanan ADHD didasarkan pada perwatan yang dapat
dilakukan orang tua terhadap anak yang menderita ADHD dan di
berikan terapi obat obatan.
9. macam macam gangguan ADHD antara lain : Inatensi
(Gangguan Pemusatan Perhatian ), Hiperaktivitas, Impulsivitas
10. cara mendeteksi ADHD dengan cara melihat tanda tanda awal
ADHD :
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan susana hati yang mendadak / impulsif
11. Peran Orang Tua Pada Anak ADHD yaitu Sedini mungkin
membiasakan anaknya untuk hidup dalam suatu aturan. Dengan
25

menerapkan peraturan secara konsisten, anak dapat belajar untuk


mengendalikan emosinya.

3.2 Saran

Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada ADHD maka disarankan :

1. Perawatan

Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan


ADHD dapat melibatkan anak dalam brain Gym untuk memfokuskan
perhatian anak. Anak ADHD mengalami kesulitan untuk fokus dan berlaku
berlebihan (hiperaktif) yang dapat mengganggu teman-temannya. Melihat
dari permasalahan tersebut, maka pada proyek tugas akhir ini, penulis
ingin memberikan solusi dalam penyembuhan anak ADHD melalui
metode Brain Gym yang dipercaya dapat memberikan efek baik kepada
anak ADHD. Metode yang digunakan dari Brain Gym adalah metode
untuk latihan koordinasi otak. Latihan koordinasi otak ini ditujukan untuk
melatih fokus anak ADHD.

2. Sekolah

Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk
membantu anak ADHD di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua
dan staf sekolah dapat merupakan kunci keberhasilan anak. Para guru
seringkali merupakan pihak yang pertama dalam mengenali perilaku
seperti ADHD serta dapat memberikan informasi yang berguna kepada
orangtua, penanggung-jawab, dan dokter yang dapat membantu diagnosa
dan pengobatan. Para guru dan orangtua juga dapat bekerja-sama untuk
pemecahan masalah dan merencanakan cara-cara untuk membantu
pelajaran anak baik di rumah maupun di sekolah.

3. Keluarga/Orang tua
26

Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang menderita ADHD
harus memberikan perawatan anak dengan metode yang berbeda dengan
anak yang normal. Oleh karena itu hendaknya orang tua atau keluarga
menyusun kegiatan sehingga anak mempunyai rutinitas yang sama tiap
hari, mengatur kegiatan harian, menggunakan jadwal untuk pekerjaan
rumah, dan memperpertahankan aturan secara konsisten dan berimbang.

DAFTAR PUSTAKA

[1]AmericanPsychologican.Association.ADHD.2013.https://apa.org/topics/adhd/
index.aspx

[2]American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder (DSM IV) 4th Ed Washington DC, 1994, pp. 78-85.

[3] Aviva Yochman et al : CO-occurrence of Developmental Delays Among


Preschool Children with Attention Deficit Hyperactivity : Developmental
Medicine and Child Neurology; Jun 2006;48,6; pg. 483-488.

[4] Barkley A R: Attention Deficit Hyperactivity Disorder, 2nd Ed, New York, The
Guilford Press, 1998.
27

[5] Brenda J Wagner : Attention Deficit Hyperactivity Disorder : Current


Concepts and Underlying Mechanisms; Journal of Child and Adolescent
Psychiatric Nursing : Jul- Sep 2000; 13, 3; ProQuest Medical Library.

[6]. Carmen et al : Right Hemisphere Dysfunction in Subjects With Attention


Deficit Disorder With and Without Hyperactivity; Journal of Child
Neurology; Feb 1997; 12, 2; pg. 107-115
[7] Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. 2007. Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

[8] Schachar R & Tannock R: Syndromes of Hyperactivity and Attention Deficit


Disorder in Child and Adolescent Psychiatry by Rutter M and Taylor E, 4th
Ed, Blackwell Science Ltd, USA, 2002, pp: 399-411

[9] Dharmaperwira Prins RII : Gangguan Komunikasi pada Disfungsi Hemisfer


Kanan da Pemeriksaan Komunikasi Hemisfer Kanan. Terjemahan Dhama
Hillyard Y. Jakarta : Djambatan; 2004; 9-171

[10] Sadock BJ and Sadock VA: Attention Deficit Disorders, Synopsis of


Psychiatry 9th Ed, Lippincott Williams & Wilkins USA, 2003: pp 1223-
1230

[11] Vassileva et al : Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Neuropsychiatry,


by Sciffer RB et al, Second Edition, Lippincott Williams & Wilkins In,
Philadelphia, 2003;pg:605-630.
[12]1.Faraone SV, Seargeant J, Gillberg C, Biederman J. The world wide
prevalence of ADHD: Is it an American condition? World Psychiatry.

[13] Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity


Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry.
Institute of Medical Science and Research : India
28

[14] Akinbami LJ, Liu X, Pastor PN, Reuben CA. Attention deficit hyperactivity
disorder among children aged 5-17 years in the United 2003;2:10413.
[PMCID: PMC1525089] [PubMed: 16946911])

[15] http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/features/key-findings-adhd72013.html

[16] American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder (DSM IV) 4th Ed Washington DC, 1994, pp. 78-85.
[17] Stevenson J: Genetics of ADHD Paper, presented at the professional group
for ADD and related disorders, London, 1994
[18]Faraone G W and Biederman J: Neurobiology of attention deficit
hyperactivity disorder in Neurobiology of Mental Illness by Charney DS
and Nestler EJ 2nd Ed, Oxford University Press, New York 2004, pp
979-993.
[19] http://emedicine.medscape.com/article/289350-workup#a0721
[20] Castellanos F X, et al: Quantitative Brain Magnetic Resonance Imaging in
Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Arch Gen Psychiatry, 1996; 53:
607-616

[21] Mercugliano M: The Neurochemistry of ADHD in Attention Deficits and


Hyperactivity in Children and Adults by Accardo P J et al, Marcel
Dekker Inc, New York, 2000, pp 59-68.
[22] Stahl SM: Essential Psychopharmacology 2nd Ed, Cambridge University
Press, United Kingdom, 2000, pp: 459-474

Anda mungkin juga menyukai