Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. Stroke
adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia. Stroke adalah peringkat
ketiga penyebab kematian dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk
stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2
juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai kecacatan, 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer, 2002).
Pada pasien stroke sering mengalami disfagia (kesulitan menelan) dan
status gizi buruk, yang diperkirakan antara 16% - 60% dari penderita stroke.
Disfagia sangat sering dijumpai pada penderita stroke dimana hampir 65%
penderita stroke mengalami gangguan pada proses menelannya. Disfagia juga
mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti peningkatan mortalitas, dan
peningkatan biaya perawatan pasien di rumah sakit. Sejumlah besar penderita
stroke akan menunjukkan ciri-ciri disfagia dan merupakan salah satu kondisi
yang permanen (Crary, 2004).
Sulit menelan merupakan suatu gejala atau keluhan yang diakibatkan
adanya kelainan di dalam saluran pencernaan yang paling atas, yakni
orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan bermanifestasi bila terdapat
gangguan gerakan-gerakan pada otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari mulut ke lambung. Beberapa keluhan lain yang dapat menyertai
keluhan sulit menelan adalah nyeri waktu menelan (odinofagia), rasa terbakar
di leher hingga dada, rasa mual dan muntah, muntah darah (hematemesis),
berak berdarah (melena) batuk dan berat badan berkurang (Kartika, 2009).
Status nutrisi pada pasien stroke dapat memburuk ketika dirawat di
rumah sakit, prevalensi status dapat mencapai 22% sampai 26%. Status gizi
buruk pada pasien stroke yang masuk ke rumah sakit dilaporkan mencapai
50%. Hal ini biasanya disebabkan oleh status gizi masyarakat miskin yang
biasanya sudah ada sebelum pasien menderita stroke. Status gizi ini akan
membaik jika di atasi dengan baik. Penilaian status gizi pada pasien stroke
dapat dinilai dari lemak, otot, serta ukuran seperti biokimia serum (Crary,
2004).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Michael terhadap hubungan
disfagia terhadap status gizi buruk menunjukkan relative tinggi, dikarenakan
disfagia dan status gizi sangat erat kaitannya. Pada penelitian yang dilakukan
ditemukan bahwa parameter gizi (lingkar lengan, lipatan kulit trisep, dan
kadar albumin yang rendah) berbeda antara pasien yang mengalami kesulitan
menelan dan yang bisa menelan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari
76 pasien dengan iskemik akut didapati hasil 52,6% dari pasien menunjukkan
disfagia dan 26,3% diidentifikasi dengan status gizi buruk (Crary, 2004).
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 23 Maret
2010 di ruang R-A4 Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan, peneliti
mendapatkan data bahwa pada tanggal 23 Januari sampai dengan 23 Maret
jumlah pasien yang mengalami kesulitan saat menelan adalah sebanyak 45
orang, hal ini ditandai oleh adanya gangguan pada saraf ke IX (vagus) dan
pasien terpasang NGT (naso grastitic tube).
Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi merupakan kebutuhan utama pasien
kritis dan nutrisi enteral lebih baik dari parenteral karena lebih mudah, murah,
aman, fisiologis dan penggunaan nutrien oleh tubuh lebih efisien. Nutrisi
adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL,
2004).
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi
diberikan melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastric tube
(NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa
mesin (Setiati, 2000).
Status nutrisi merupakan fenomena multidimensional yang melakukan
beberapa metode penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan
dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index
(BMI), serum albumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor. Pengukuran
antropometrik termasuk pemeriksaan berat badan dan panjang badan.
Ketebalan lapisan kulit (skin fold), permukaan daerah trisep (trisepa skin fold)
dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm muscle circumference,
MAMC) tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis karena ukuran berat
badan cenderung berubah. Jenis protein yang paling sering diukur, adalah
albumin serum. Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi
penderita yang dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses
pemulihan (Wiryana, 2007).
Tunjangan nutrisi sangat penting pada pengelolaan pasien yang sakit
kritis dan dapat diberikan secara enteral, parenteral atau bersama-sama enteral
dan parenteral. Apabila usus berfungsi baik, gunakanlah untuk nutrisi enteral
dengan memakai konsep nutrisi enteral dini. Pada keadaan dimana usus tidak
berfungsi, segera diberikan nutrisi parenteral atau nutrisi enteral dan
parenteral bersama-sama sehingga kebutuhan akan kalori, cairan, mineral,
trase elemen dapat dipenuhi (Setiati, 2000).
Pasien gawat atau kritis merupakan pasien yang secara fisiologis tidak
stabil artinya sedikit saja terjadi perubahan salah satu organnya akan
membawa dampak perubahan yang menyeluruh (sistemik) dan
memungkinkan terjadi gagal organ multipel. Pada hampir semua pasien
sedikit kritis juga mengalami anoreksia atau tidak mampu makan karena
penurunan kesadaran, pemberian sedasi atau terintubasi melalui saluran nafas
bagian atas. Jika diberikan secara tepat, bantuan nutrisi memberikan energi,
protein dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan untuk mengoptimalkan sistem
imun, meningkatkan penyembuhan luka, mencegah pemecahan masa lemak
tubuh (Soenarjo, 2000).
Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis
mengharuskan para tenaga kesehatan khususnya ahli gizi mengetahui tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi managemen pemberian nutrisi dan
pengaruh pemberian nutrisi enteral yang adekuat terhadap penderita kritis.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan
gizi pasien (Depkes, 2003). Pemberian makanan yang memenuhi gizi
seimbang serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk mempercepat
penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap (Depkes, 2006).
Berdasarkan latar belakang di atas sangat perlu diperhatikan dalam
memberikan formula nutrisi enteral kepada pasien maka peneliti tertarik untuk
melakukan modifikasi formula enteral pada pasien stroke dengan gangguan
menelan yang di pasang NGT (naso grastitic tube) agar nutrisi yang diberikan
adekuat dan sesuai dengan keadaan pasien.

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan modifikasi resep terhadap formula enteral untuk
pasien stroke.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mempraktikan modifikasi resep terhadap formula enteral untuk
pasien stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka Tentang Stroke


2.1 Pengertian Stroke
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak.
Biasanya terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal
ini disebabkan gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak, mungkin
karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena aliran yang terlalu kencang
sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang diurus oleh pembuluh
darah tersebut mati ( Yatim F, 2005 ).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai
oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P, 2009).
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
a) Stroke Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah.
b) Stroke Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya ( Fatimah Detty N, 2009 ).
2.3 Gejala
Pusing
Kejang
Gangguan penglihatan
Gangguan bicara yang bersifat sementara
Lumpuh/paresis pada satu sisi tubuh
Parestesis (gangguan rasa pada kulit berupa kesemutan)
2.4 Patofisiologi
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang
otak terjadi karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat
jatah darah lagi. Jatah darah tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang
terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik
jika arteri pecah. Maka dari itu Stroke dapat dibagi dalam :
a. Stroke iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia,
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan
otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh
emboli.
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
tingkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke
substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak. ( Wulandari Vina, 2007 ).
2.5 Faktor-Faktor Penyebab
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada
awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai
arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern yang
penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya
sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan. Selain itu,
ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
1) Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua us ia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh
tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang
berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya
terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua
kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada
wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda
sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan
perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya
wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan
meninggal lebih besar.
c. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk
pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat
mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil)
mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh
dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.
d. Ras dan etnik
2) Faktor Risiko Terkendali
a. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam
kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40
hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum
terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090 tergolong
dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada
keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur,
pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan
lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita
hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai
risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan obat -obatan anti hipertensi dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian
karena stroke sebesar 40 persen.
b. Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit
jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni
penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri
atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat
dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran
darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan
gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat
mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di
atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian
pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada
pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat bentuk
jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari
dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah
ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke
dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu,
risiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang
dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita
diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
d. Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan
kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko
aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah
200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah
berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit
jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu
makan yang sehat dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko
aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat
memberikan obat untuk menurunkan kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya
paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan
risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat
juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih
tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah
berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi
fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga
merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan
yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam
(endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular)
biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih
besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan
tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik
maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan
dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti
halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru
dianggap dapat melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada
edisi 18 November, 2000 dari The New England Journal of Medicine,
dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau 22.000 pria
yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali sehari.
Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke
secara menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brigham and Womens
Hospital di Boston beserta rekan-rekan juga menemukan bahwa
manfaat ini masih terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman.
Walaupun demikian, disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam
konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru
lebih berbahaya. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa
konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah
platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah,
yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke
iskemik.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor
risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung
(arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing
menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Marijuana mengurangi
tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti
hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun
dengan cepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh
darah.
h. Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan
yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila
terkait dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid
akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya
tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup
berperan, terutama pada orang dewasa usia muda.
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor
risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami,
sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap
infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan
infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga
meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu risiko
stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2008 ).
2.6 Penatalaksanaan
a. Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
b. Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian
perdarahan dan pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan
tindakan bedah.
c. Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan
eksternal/untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat
dilakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema
intraktanium.
2.7 Terapi Diet
Penyakit stroke berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Walaupun sebagian orang merasa khawatir akan kadar kolesterol
penderita, namun permasalahan utama yang dihadapi seseorang dengan cacat
jasmaniah adalah peningkatan berat badan akibat kurang gerak. Disini terjadi
suatu lingkaran setan, dimana kenaikan berat badan membuat penderita akan
semakin tidak dapat bergerak dan menaikkan berat badan lagi akan membuat
penderita semakin tidak dapat bergerak lagi dan seterusnya ( Utami P, 2009 ).
Untuk mencegah hal-hal diatas maka terapi diit yang tepat perlu
diberikan. Adapun terapi diit yang diberikan adalah sebagai berikut :
Tujuan :
a) Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk mencegah
timbulnya stroke ulang.
b) Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk membantu
mempercepat pemulihan kondisi.
c) Memberikan makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko
penyebab stroke.
d) Membantu menurunkan tekanan darah.
e) Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia.
f) Membatasi kolesterol dan lemak, untuk menurunkan kandungan
kolesterol/lemak dalam darah.
g) Mencegah atau memperlambat komplikasi lebih lanjut.
Syarat diit :
a) Energi : diberikan cukup sesuai umur, tinggi badan, berat badan,
jenis kelamin, dan aktivitas.
b) Protein : diberikan cukup 0,8 1 gr/kg BB/hr.
c) Lemak : diberikan 20-25% dari total energi.
d) Karbohidrat : diberikan 60-65% dari total energi.
e) Vitamin : diberikan cukup terutama vit C, vit B6, vit E, dan vit
B12.
f) Mineral : diberikan cukup terutama kalium, Zn, Ca, dan
magnesium.
g) Natrium : diberikan disesuaikan dengan tekanan darah pasien.
h) Serat : diberikan cukup untuk menurunkan kolesterol, darah, dan
mencegah konstipasi.
i) Cairan : diberikan cukup. Untuk pasien dengan disfagia, cairan
diberikan secara hati-hati. Cairan dapat dikentalkan dengan gel
atau guarcol.
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk diet stroke
dan Rendah Garam adalah sebagai berikut :
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan

Sumber Karbohidrat Beras, kentang, ubi, Produk olahan yang


singkong, terigu, dibuat dengan garam
hunkue, tapioka, sagu, dapur, soda/backing
gula, madu, serta powder; kue-kue yang
produk olahan yang terlalu manis dan gurih.
dibuat tanpa garam
dapur, soda/backing
powder, seperti
makaroni, mi, bihun,
roti, biskuit, dan kue
kering.
Sumber protein hewani Dianjurkan daging sapi Daging sapi dan ayam
dan ayam yang tak berlemak, jerohan, otak,
berlemak, ikan, telur hati, ikan banyak duri,
ayam, susu skim, dan susu penuh, keju, es
susu penuh dalam krim, dan produk
jumlah terbatas. olahan protein hewani
yang diawet seperti
daging asap, ham,
bacon, dendeng, kornet.

Sumber protein nabati Semua kacang- Pindakas dan semua


kacangan dan produk produk olahan kacang-
olahan yang dibuat kacangan yang diawet
dengan garam dapur, dengan garam natrium
dalam jumlah terbatas. atau digoreng

Sayuran Sayuran berserat Sayuran yang


sedang dimasak, seperti menimbulkan gas,
bayam, kangkung, seperti sawi, kol,
kacang panjang, labu kembang kol, dan
siam, tomat, taoge, dan lobak; sayuran berserat
wortel tinggi seperti daun
singkong, daun katuk,
daun melinjo, dan pare;
sayuran mentah

Buah-buahan Buah segar, atau Buah yang


disetup, seperti pisang, menimbulkan gas,
pepaya, jeruk, mangga, seperti nangka dan
nanas dan jambu biji durian; buah yang
(tanpa bahan pengawet) diawet dengan natrium,
seperti buah kaleng dan
asinan

Lemak Minyak jagung dan Minyak kelapa dan


minyak kedelai; kelapa sawit; margarin
margarin dan mentega dan mentega biasa;
tanpa garam yang santan kental, krim, dan
digunakan untuk produk gorengan
menumis atau setup;
santan encer
Minuman Teh, kopi, coklat dalam Teh, kopi, coklat dalam
jumlah terbatas, dan jumlah terbatas, dan
encer susu skim dan kental minuman
sirup bersoda dan alkohol

Bumbu-bumbu Bumbu yang tidak Bumbu yang tajam,


tajam, seperti garam, seperti cabe, merica,
(terbatas), gula, bawang dan cuka; yang
merah, bawang putih, mengandung bahan
jahe, laos, asam, kayu pengawet garam
manis dan pala natrium seperti kecap,
maggi, terasi, petis,
vetsin, soda dan baking
powder

2.8 Terapi Nutrisi pada Disfagia


Pada stadium akut stroke 30-50% pasien mengalami disfagia. Pasien
dengan disfagia tidak hanya dapat mengalami dehidrasi dan malnutrisi
namun juga dapat mengalami pneumonia aspirasi. Oleh karena
disfagia memiliki potensi besar dalam meningkatkan morbiditas dan
mortalitas diperlukan deteksi dini serta tatalaksana nutrisional untuk pasien
stroke. Saat datang ke rumah sakit, pasien dengan stroke akut harus diskrining
terhadap fungsi menelan oleh tenaga kesehatan terlatih sebelum memberikan
makanan secara oral, cairan, ataupun pengobatan. Penilaian fungsi menelan
ini paling tidak telah dilakukan dalam24 jam pertama dan tidak lebih dari 72
jam (Wirth R et al, 2013).
Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan menelan akibat
gangguan pada proses menelan. Berdasarkan letak anatomis, disfagia
dapat dibagi menjadi orofaringeal dan esophageal. Berdasarkan
penyebabnya, disfagia dibagi menjadi disfagia mekanik dan disfagia motorik.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus.
Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang berperan
dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan (batang otak), kelainan saraf
otak N.V, VII, IX, X, XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia (Remig VM, 2008).
Gangguan fungsi otot dan saraf pada refleks menelan yang disebabkan
oleh kerusakan otak pasca stroke dapat menimbulkan disfagia (40%-60%).
Penurunan kesadaran, kelemahan fisik, atau gangguan koordinasi pada refleks
menelan juga berperan pada terjadinya disfagia. Sebagian besar pasien dengan
disfagia mengalami perbaikan fungsi menelan 1 bulan setelah serangan stroke,
akan tetapi sebanyak 40% pasien tetap mengalami disfagia selama 1 tahun
setelah serangan (Corrigan M et al, 2011).
Penatalaksanaan disfagia mencakup pengaturan diet, pengenalan
teknik menelan yang baik, dan pemberian nutrisi secara enteral. Terapi nutrisi
pada disfagia telah distandardisasi oleh American Dietetic Association
melalui National Dysphagia Diet (NDD), dimana sebelum terapi
diberikan pasien dianjurkan untuk menjalani evaluasi untuk menentukan
derajat disfagia (Corrigan M et al, 2011).
2.9 Tahapan Pemberian Makan Diet Stroke
Diet bagi penderita stroke ada beberapa tahapan :
1) Diet Stroke I
Diet Stroke I diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila ada
ganggguan fungsi menelan makanan, diberikan dalam bentuk cair kental
atau kombinasi cair jernih dan cair kental yang diberikan peroral atau
NGT sesuai dengan keadaan penyakit. Makanan diberikan dalam porsi
kecil tiap 2 -3 jam. Lama pemberian makanan disesuaikan dengan keadaan
pasien.
Pada diet stroke I, ada tahapan pemberian makan yang dibagi menjadi
2 fase yaitu :
a. Fase akut (24 48 jam)
Fase akut adalah keadaan tidak sadarkan diri atau kesadaran
menurun. Pada fase ini diberikan makanan parenteral (nothing
peroral/ NPO) dan dilanjutkan dengan makanan enteral (NASO
GASTRIC TUBER/NGT). Pemberian makanan parenteral total
perlu dimonitor dengan baik.
b. Fase Pemulihan
Fase pemulihan adalah fase dimana pasien sudah sadar dan
tidak mengalami gangguan fungsi menelan (disfagia). Makanan
diberikan per oral secara bertahap dalam bentuk makanan cair,
makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.
2) Diet Stroke II
Diit Stroke II diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Stroke
I atau kepada pasien pada fase pemulihan. Bentuk makanan merupakan
kombinasi cair jernih, cair kental, dan saring.
3) Diet Stroke III dan IV
Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet Stroke II, dengan
bentuk makanan disesuaikan dengan kondisi pasien dan penyakit
penyertanya. Yaitu bubur atau nasi.
B. Tinjauan Pustaka Tentang Nutrisi Enteral
1. Definisi
Nutrisi enteral adalah semua makanan cair yang dimasukkan kedalam
tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut ataupun oral, selang
nasogastrik, maupun selang melalui lubang stomagaster atau lubang stoma
jejunum.
Enteral Nutrition (EN) adalah nutrien yang diberikan melalui saluran
gastrointestinal.Hal ini termasuk makanan keseluruhan, campuran semua
makanan, suplemen oral, dan formula selang pemberian makan. Nutrisi
enteral adalah metode yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan nutrisi jika
saluran gastrointestinal klien berfungsi dengan menyediakan dukungan
psikologi, keamanan, dan nutrisi yang ekonomis.Pada klien yang mengalami
kesulitan makan, maka dapat diberikan nutrisi enteral dengan selang
nasogastrik, jejunum, atau lambung. Nutrisi enteral dan infuse dengan mudah
diberikan dalam lingkungan perawatan rumah oleh perawat atau keluarga.
Penelitian telah menunjukkan efek yang menguntungkan dari
pemberian makan enteral bila dibandingkan dengan nutrisi parenteral, yang
mengandung zat gizi pada mukosa gastrointestinal. Pemberian makan dengan
rute enteral dapat mengurangi sepsis, menumpulkan respons hipermetabolik
pada trauma, dan memelihara struktur dari fungsi intestinal(Mainous, Block,
dan Dietch, 1994)
Tujuan atau indikasi pemberian nutrisi enteral adalah untuk
suplementasi, untuk pasien yang masih dapat makan dan minum tetapi tidak
dapat mencukupi kebutuhan energy dan protein, untuk pengobatan, dan
digunakan untuk mencukupi seluruh kebutuhan zat gizi bila pasien tidak dapat
makan sama sekali.
2. Kategori Makanan Enteral
a) Standar (general purpose) / intact (Polymeric)
Merupakan sumber nitrogen atau protein utuh, digunakan untuk pasien
dengan fungsi saluran cerna yang normal atau hampir normal
- Formula dg Protein isolate (Protein yg telah dipisahkan dari
makanan (dari susu : casein, dari telur : albumin )
- Formula blender
Mengandung daging, sayur,buah yang dihaluskan , susu ,
dan tambahan tepung dan umummya dibuat sendiri.
b) Hidrolisat (Monomeric)
Diberikan pada pasien yg mengalami gangguan kapasitas/kemampuan
digesti dan absorpsi. Lebih mahal dari formula standar dan cenderung
bersifat hipermosmolar karena ukuran partikel lebih kecil.
Bebas laktosa
Densitas kalori 1-1.2 kcl/ ml
Elemental/peptide based
Predigested nutrients (mudah cerna)
c) Semi Elemental
Digunakan pasien dg kapasitas saluran cerna yang terbatas yang
mengandung asam amino bebas dan memiliki kandungan lemak
minimal/sedikit, rendah sisa, viskositas rendah, hyperosmolar dan dengan
densitas kalori 1 kcal/ml.
3. Pemilihan Formula
Pemilihan formula sebaiknya mempertimbangkan hal-hal berikut :
Status fungsi saluran cerna (GI tract)
Karakterik fisik dari formula ( osmolalitas, kandungan serat, densitas
kalori, viskositas)
Ratio zat gizi makro
Kapasitas digesti dan absorpsi pasien
Kebutuhan metabolik khusus
Kontribusi makanan enteral terhadap kebutuhan dan restriksi cairan dan
elektrolit

4. Cara Pemberian
Bila pemberian melalui enteral dimulai dengan 10 20 ml/jam, setiap 4 jam
dapat dinaikan 10 20 ml/jam sesuai keadaan pasien. Mulailah dengan
kekuatan atau dosis 50% pada hari pertama, ditingkatkan bertahap menjadi
100% selama 72jam.
4. Jenis Makanan / Nutrisi Enteral
1) Makanan / nutrisi enteral formula rumah sakit (blenderized) : Makanan ini
dibuat dari beberapa bahan makanan yang diracik dan dibuat sendiri
dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan, kandungan zat gizi,
dan osmolaritas dapat berubah pada setiap kali pembuatan dan dapat
terkontaminasi. Formula ini dapat diberikan melalui pipa sonde yang agak
besar, harganya relatif murah.
Contoh :
a. Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein (susu full cream, susu
rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, sari buah).
b. Makanan cair rendah laktosa (susu rendah laktosa, telur, gula pasir,
maizena)
c. Makanan cair tanpa susu (telur, kacang hijau, wortel, jeruk)
d. Makanan khusus (rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin
untuk penyakit gout, diet diabetes)
2) Makanan / nutrisi enteral formula komersial : Formula komersial ini
berupa bubuk yang siap di cairkan atau berupa cairan yang dapat segera
diberikan. Nilai gizinya sesuai kebutuhan, konsistensi dan osmolaritasnya
tetap, dan tidak mudah terkontaminasi.
Contoh :
a. Polimerik : mengandung protein utuh untuk pasien dengan fungsi
saluran gastrointestinal normal atau hampir normal (panenteral,
fresubin)
b. Pradigesti : diet dibuat dengan formula khusus dalam bentuk susu
elementar yang mengandung asam amino dan lemak yang langsung
diserap usus untuk pasien dengan gangguan fungsi saluran
gastrointestinal (pepti 2000)
c. Diet enteral khusus untuk sirosis (aminolebane EN, falkamin),
diabetes (diabetasol), gagal ginjal (nefrisol), tinggi protein (peptisol)
d. Diet enteral tinggi serat (indovita)
5. Syarat Nutrisi Enteral
a) Kepadatan kalori tinggi 1 kcal / ml cairan.
b) Kandungan nutrisi seimbang.
c) Osmolaritas = cairan tubuh
d) Mudah diabsorbsi
e) Tanpa / kurang serat & laktosa
f) Bebas dari purin & kolesterol
g) Mengandung Glutamin Sel usus Fibroblast Limbosit
6. Sistem Pemberian Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral dapat diberikan langsung melalui mulut (oral) atau
melalui selang makanan bila pasien tak dapat makan atau tidak boleh per oral.
Selang makanan yang ada yaitu :
a. Selang nasogastrik
1) Selang nasogsatrik biasa yang terbuat dari plastic, karet, dan polietilen.
Ukuran selang ini bermacam-macam tergantung kebutuhan. Selang ini
hanya tahan dipakai maksimal 7 hari.
2) Selang nasogastrik yang terbuat dari polivinil. Selang ini berukuran 7
french, kecil sekali dapat mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
makanan dan tidak terlalu mengganggu pernapasan atau kenyamanan
pasien. Selang ini tahan dipakai maksimal 14 hari.
3) Selang nasogastrik yang terbuat dari silicon. Ukuran selang ini
bermacam-macam tergantung kebutuhan. Selang ini maksimal 6
minggu.
4) Selang nasogastrik yang terbuat dari poliuretan. Selang ini berukuran 7
french dan dapat dipakai selama 6 bulan.
b. Selang Nasoduodenal / nasojejunal.
Ukuran selang ini bermacam-macam namun lebih panjang dari pada
selang nasogastrik.
c. Selang dan set untuk gastrotomi atau jejunostomi. Alat yang rutin dipakai
untuk pasien yang tidak dapat makan per oral atau terdapat obstruksi
esophagus / gaster.
7. Nutrisi Enteral Pada Beberapa Penyakit
a. Nutrisi Enteral pada penyakit saluran cerna.
Bila usus berfungsi baik, lebih baik diberikan nutrisi enteral
dibandingkan parenteral. Nutrisi enteral per oral diberikan bila makanan
masih dapat melalui mulut dan esophagus. Nutrisi enteral per selang
makanan diberikan bila makanan tak dapat diberikan melalui mulut dan
esofagus atau melalui gastrostomi esofagus atau melalui jejunostomi.
Nutrisi enteral sangat penting untuk saluran cerna karena dapat mencegah
atrofivili usus serta tetap menjaga kelangsungan fungsi usus enterosit, dan
kolonosit.
Pada penyakit saluran cerna direkomendasikan masukan enteral
dengan sumber energy asam amino atau peptida, sumber karbohidrat
glukosa polimer, sumber lemak trigliseril.
b. Nutrisi Enteral pada Pasien Kanker
Penggunaan saluran gastroinstestinal yang utuh bagi pemberian nutrisi
merupakan pilihan pertama pada pemberian nutrisi pasien kanker. Pasien
kanker yang akan mendapat suplementasi enteral dapat diberikan melalui
salah satu dari 3 jalur pemberian yang umum, yaitu oral nasoenterik atau
enterik.
c. Nutrisi Enteral pada Pasien Geriatri
Pasien geriatric (berusia 60 tahun atau lebih) lebih sering mengalami
malnutrisi, karena itu nutrisi merupakan hal yang penting diperhatikan
dalam pengobatan pasien tersebut. Kebutuhan kalori energy disesuaikan
dengan berat badan ideal dengan rumus yang ada.
d. Nutrisi Enteral pada Penyakit Ginjal
Pada pasien penyakit ginjal akut, harus diberikan diet bebas protein
atau rendah protein, mengandung energy kalori atau gula.
Pada pasien penyakit ginjal kronik tidak terkomplikasi, untuk
mencegah uremia, protein yang diberikan dalam bentuk protein nilai
biologi tinggi (asam amino esensial) 20g per hari.
Pada pasien gagal ginjal kronik tidak terkomplikasi (termasuk yang
menjalani dialisis) kebutuhan energi tidak berbeda dengan orang dewasa
normal. Keseimbangan nitrogen netral dicapai dengan pemasukan nutrisi
yang mengandung asam amino esensisal 0,55-0,60 gram / kg BB/hari dan
kalori energi 35 kkal/Kg BB/ hari.
Pada pasien gagal ginjal kronik dan katabolic berat kebutuhan kalori
energi dan nitrogen lebih tinggi, tidak berbeda dengan pasien yang tidak
menderita gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal dengan hiperkalemia atau
hipofosfatemia dilakukan pembatasan kalium atau diberikan fosfor. Pada
pasien gagal ginjal dengan hipomagnesemia perlu diberikan magnesium
dan pada kalsemia diberikan kalsium.
8. Kontraindikasi
Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan
kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya
sewaktu memasang NGT, seperti:
Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior
fossa skull fracture.Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka
potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan
penetrasi intracranial.
Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali
ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
Klien dg Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu
memasukan NGT, pd tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti
airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT.
Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini
mempunyai kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan
makanan konstruksi bypass adalah dari kantong lambung yang kecil
ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang menyebabkan
malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori dan
nutrisi.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Pengembangan resep dilakukan pada hari Senin tanggal 12 Juni 2017 di
Laboratorium Teknologi Pangan Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan
Gizi. Pengembangan resep ini dimulai dari persiapan bahan makanaan,
pengolahan bahan makanan hingga penyajian makanan dan penilaian subjektif
panelis terhadap makanan.

B. Kasus
Seorang Laki laki bernama Y berumur 70 tahun dengan tinggi badan 159 cm, berat
badan 70 kg. Dengan Umur 70 tahun. Masuk Rumah sakit : 10 April 2017 dengan
Diagnosis dokter Stroke, Pasien Mengalami Kesulitan Mengunyah/menelan.
Pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Melitus, Pasien tidak suka dipantang
makan, namun dia rajin minum obat dari dokter. Sebelum masuk rumah sakit
pasien pergi kepesta dan memakan kambing guling sepuasnya. Saat ini pasien
sebelah badan tak bias digerakkan serta mulut mencong.

Hasil Pemeriksaan :

Biokimia

Pemeriksaan Normal Hasil Keterangan


Kolesterol total < 200 mg/dl 400 mg/dl Tinggi
Trigliserida 40-155 mg/dl 250 mg/dl Tinggi
HDL 35-55 mg.dl 40 mg.dl Normal
GDP < 110 mg/dl 100 mg/dl Normal
HB 13-16 g/dl 15 g/dl Normal
Kesimpulan :

Dari hasil pemeriksaan lab. Diatas pasien terkena stroke.


Klinis-Fisk

Pemeriksaan Normal Hasil Keterangan


TD 120/80 mmHg 160/100 mmHg Tinggi

Maka sebagai ahli gizi, Bikin nutrisi Enteral sesuai dengan kasus diatas dan
buat membuat modifikasi formula makanan enteral yang sesuai kondisi pasien
tersebut dan mampu memenuhi kebutuhan pasien.

C. Identifikasi dan Analisa Kasus


Nama : Y
Umur : 70 tahun
BB : 70 Kg
TB : 159 cm
*Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi
BBI = 90%(159-100)
= 53,1 Kg

IMT = ()2

= 70 Kg/(1,59)2
= 27,7 kg/m2 (obesitas)
*sumber (Penuntun Diet hal. 22)

Rumus Harris Benedict =

BEE = 66 + (13,7 X BB tengah) + (5,0 X TB) (6,8 X usia)

=66 + (13,7 X 61,55 kg) + (5,0 X 159) (6,8 X 70)

=66 + 843,235 + 795 476

=1228,235 kal

TEE = BEE x FA x SF

= 1228,235 x 1,1 x 1,3


= 1756,376 kkal

Toleransi TEE = 5% TEE = 1668,5572 1844,1949 kkal


15% 1756,376
Protein = = 65,8641 gram (5% = 62,5709 69,1573)
4

20% 1756,376
Lemak = = 39,0306 gram (5% = 37,0790 40,9821)
9

65% 1756,376
KH = = 285,4111 gram (5% = 271,1405 299,6817)
4

4). Prinsip Diet :

Energi diberikan cukup

Protein diberikan cukup

Lemak diberikan cukup

KH diberikan cukup

Vitamin dan mineral cukup

5). Syarat Diet

a) Energi diberikan cukup sebesar 1756,376 kkal untuk memenuhi


kebutuhan metabolisme tubuh serta mencapai berat badan normal ideal.
b) Protein diberikan cukup sebesar 65,8641 gram untuk perbaikan sel/jaringan
yang rusak.
c) Lemak diberikan cukup sebesar 39,0306 gram untuk menurunkan kadar
trigliserid dan kolesterol serum serta untuk menurunkan berat badan pasien
karena pasien obesitas.
d) KH diberikan cukup sebesar 285,4111 gram untuk sumber tenaga, dianjurkan
untuk lebih banyak mengkonsumsi KH kompleks karena pasien memiliki
riwayat penyakit diabetes melitus.
e) Vitamin cukup, terurama vitamin A, riboflavin, B6, Asam folat, B12, C, dan
E.
f) Mineral yang cukup terutama kalsium, magnesium, dan kalium. Penggunaan
natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 1/2 sendok the/
hari (setara dengan 5 gram garam dapur atau 2 gr natrium).
g) Serat cukup untuk membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan
mencegah konstipasi
h) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas/ hari.
i) Makanan diberikan dalam porsi sering dan kecil

6). Bentuk makanan

Diet Stroke II A Makanan Cair

7). Frekuensi
Digunakan pasien dg kapasitas saluran cerna yang terbatas yang mengandung
asam amino bebas dan memiliki kandungan lemak minimal/sedikit, rendah sisa,
Pemberian melalui enteral ini dimulai dengan 10 20 ml/jam, setiap 4 jam dapat
dinaikan 10 20 ml/jam sesuai keadaan pasien. Mulailah dengan kekuatan atau dosis
50% pada hari pertama, ditingkatkan bertahap menjadi 100% selama 72jam.

8). Rute

NGT
D. Rencana Nutrisi Enteral yang akan diberikan
Cair 1 C ( Nutrisi Seimbang )
FERS
Bahan :
- Susu Bubuk 150gr
- Skim 200gr
- Bubuk Soya 100gr
- Minyak Kelapa 50gr
- Gula Halus 50gr
Nilai Gizi :
Energi ( kkal ) : 1754.5gr
Protein (g) : 74.1gr
Lemak (g): 28.5gr
Karbohidrat (g) : 285.6gr

FEK
Bahan :
- Maltodextrin
- Sunflowr oil
- Canola oil
- Sukrosa
- Kalium Kaseinat
- Protein whey
- Vitamin, mineral

Nilai Gizi :
- Energi ( kkal ) :1552
- Protein (g) :37
- Lemak (g):70
- Karbohidrat (g) :200

E. Identifikasi Resep Enteral Awal


Cair 1 C ( Nutrisi Seimbang )
FERS
Bahan :
- Susu Bubuk
- Skim
- Bubuk Soya
- Minyak Kelapa
- Gula Halus
Nilai Gizi :
- Energi ( kkal ) : 1519
- Protein (g) :62 ( 16,2%)
- Lemak (g):48 (28,4%)
- Karbohidrat (g) :210 (55,4%)
FEK
Bahan :
- Maltodextrin
- Sunflowr oil
- Canola oil
- Sukrosa
- Kalium Kaseinat
- Protein whey
- Vitamin, mineral

Nilai Gizi :
- Energi ( kkal ) : 1552
- Protein (g) :37
- Lemak (g):70
- Karbohidrat (g) :200

*Cara Membuat
1) Susu Bubuk + Skim + Bubuk Soya dicampurdengan minyak kelapa + gula pasir
2) Semua bahan yang sudah tercampur dimasak diatas api kecil kurang lebih
60Menit sambil terus diaduk sampai masak
3.2.Permasalahan Ditinjau dari Kasus
Berdasarkan dari data kasus yang ada pada lampiran, dapat dilihat pasien
menderita Stroke Non Hemoragik (SNH), hipertensi dan pasien juga
mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Dilihat dari data biokimia
kolestrol total, trigeserida tinggi dan kesadaran pasien kurang. Pasien
dipasang slang sonde (NGT) untuk makan dan minumnya.
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap
pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume
darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah
akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al., 2010).
Stroke dengan defisit neurologi yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau pendarahan otak. Stroke iskemia disebabkan oleh oklusi
fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya supai oksigen dan glukosa
kebagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke dapat timbul
akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas
dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah kedaerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arteri
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma (Corwin, 2005).
Cegukan memang bisa terjadi karena stroke. Hal ini disebabkan karena,
pada orang yang mengalami stroke terjadi kelemahan pada saraf menelan,
sehingga penderita stroke akan mengalami kesulitan menelan. Hal itulah yang
membuat seseorang yang menderita stroke mudah mengalami cegukan.
Dokter spesialis saraf menjelaskan bahwa para penderita stroke akan lebih
sulit menelan air daripada makanan padat atau setengah padat
Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73%
pasien dengan stroke mengalami disfagia. Penyebab kesulitan
menelan (dikenal dengan istilah disfagia) pada pasien stroke dapat disebabkan
beberapa hal, diantaranya:
- Kelemahan pada tahap oral. Pada pasien dengan kelemahan atau
ganguan koordinasi wajah atau lidahakan menalami kesulitan dalam
mengolah makanan dalam mulut, maupun merubah bentuk makanan.
- Kegagalan penutupan laring yang akan menyebabkan aspirasi.
Berkurangnya "peristaltik" faring
3.3.Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi masalah pada kasus pasien yang telah dijelaskan di atas
maka dapat diberikan nutrisi enteral yang rendah natrium atau natrium
dibatasi karena pasien mengalami hipertensi.

3.4.Alat dan Bahan:


A.Alat:
Blender
Panci
Baskom
Piring
Sendok
Pisau
Centong
Saringan
Talenan
Timbangan
Gelas
Kompor gas
Wajan
Spatula
Gelas ukur
Bahan Formula Modifikasi :
Bahan Makanan Gram

- Susu Bubuk - 150gr


- Skim - 200gr
- Bubuk Soya - 100gr
- Minyak - 50gr
Kelapa
- Gula Halus - 50gr

3.2.Analisi Biaya
Bah
Jumlah Perkiraan Harga (Rp)
an

Susu - 150gr
Bub Rp 7000
uk

Skim - 200gr Rp 8000

Bub - 100gr
uk Rp 5000
soya

Gula - 50gr
Rp 2000
Pasir

Jumlah - Rp.22.000

Anda mungkin juga menyukai