Penyakit dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,
virus Mycoplasma, Jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedngkan ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganan.Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphyloccus, Hemofillus, Bordetela, dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Mikoplasma, dan lain-lain. Selain itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan: Cara penularan ISPA kontak langsung melalui mulut dan droplet (pengecilan tetesan seperti partikel cairan yang dimuntahkan dari mulut pada waktu kita batuk, bersin, atau berbicara yang mungkin membawa infeksi yang lain melalui udara atau penularan terjadi karena kontak langsung melalui udara).Atau penularan terjadi karena kontak langsung melalui tangan, sapu tangan, peralatan makanan atau benda- benda lain yang baru saja terkontaminasi oleh saluran pernafasan dari orang-orang yang terinfeksi. Virus yang dikeluarkan melalui tinja fekal- oral. Penyakit ini disebabkan oleh virus pada saluran pernafasan ditandai dengan demam dan disertai satu atau lebih reaksi sistemik, seperti menggigil/ kedinginan sakit kepala, malaise, dan anoreksia; kadang pada anak- anak ada gangguan gastrointestinal. Tanda-tanda lokal juga terjadi diberbagai lokasi saluran pernafasan; bila hanya satu gejala atau kombinasi, seperti rhinitis, faringitis, atau tonsillitis, laryngitis, laringotrakelitis, bronchitis, pneumonitis atau pneumonia(DepKes RI, 2005) Tersebar di dunia, penyakit ini muncul di daerah beriklim sedang dengan insiden tertinggi pada musim gugur dan musim salju, terkadang juga pada musim semi. Di daerah tropis, infeksi saluran pernafasan lebih sering terjadi pada musim dingin dan basah. Pada masyarakat dengan jumlah masyarakat besar, beberapa jenis virus muncul menyebabkan penyakit secara konstan, biasanya dengan sedikit pola musiman (DepKes RI, 2005). Pada tahun 1988 WHO mempublikasikan pola baru tatalaksana penderita ISPA, yakni memisahkan tatalaksana penyakit Pneumonia dengan penderita penyakit infeksi akut telinga dan tenggorokan. Kemudian pada Lokakarya Nasional III tahun 1990 di Cimacan telah dibahas tatalaksana penderita ISPA pola WHO pada tahun 1988 tersebut. Kemudian setelah diadaptasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat,maka pola tersebut diterapkan di Indonesia. Maka dengan adanya penetapan tersebut sejak tahun 1990 pemberantasan penyakit ISPA menitikberatkan atau memfokuskan kegiatannya pada penanggulangan bukan Pneumonia Balita (DepKes RI, 2007) World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita (http://dinkes.go.id/situasi_derajat_kesehatan/angka_kesakitan.html diakses 5 Januari 2010.