Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan kejuruan menghadapi sebuah tantangan yang nyata dari waktu
ke waktu. Tantangan tersebut berakar dari kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat yang semakin lama diabaikan secara prosedural. Selain itu juga konsep
tentang pekerjaan yang berguna secara sosial diartikan sebagai sarana untuk
perbaikan diri secara moral, seperti yang telah diketahui pada pendidikan kejuruan
di negara maju berkembang dari kebutuhan masyarakat dengan rasa sosialisme
yang tinggi (Finch & Calhoun, 1982).
Sebagai fungsi dan tanggung jawab atas pendidikan kita, pendidikan
kejuruan memiliki sifat individual dan mudah beradaptasi terhadap perubahan
masyarakat. Meskipun dimensi keseluruhan yang mencakup masyarakat,
pendidikan dan pertimbangan tenaga kerja pada dasarnya masyarakatlah yang
selalu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh negara . Pada akhirnya
masyarakat sendiri yang harus menyediakan pengaturan kerja yang produktif dan
memuaskan melalui lembaga sosial maupun individu yang dapat mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Antara individu, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Hal
ini sebagaimana diketahui bahwa setiap individu hidup bermasyarakat dan
berbudaya, adapun masyarakat itu sendiri terbentuk dari individu-individu.
Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan
kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu-individu yang membangunnya.
Di dalam masyarakat terdapat struktur sosial, Komblum mendefinisikannya
sebagai the recurring patterns of behavior that create relationships among
individuals and groups within a society yaitu pola perilaku berulang-ulang yang
menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Dalam struktur sosial tersebut setiap individu mempunyai kedudukan (status) dan
peranan (role) tertentu. Selain itu, pendidikan merupakan transmisi budaya dari
generasi satu ke generasi berikutnya (Sonhadji, 2012).
Apabila dalam berinteraksi sosial tindakan-tindakan sosial yang dilakukan
individu tidak sesuai dengan nilai dan norma atau kebudayaan masyarakatnya,
maka individu yang bersangkutan akan dipandang melakukan penyimpangan
tingkah laku atau penyimpangan sosial (deviant behavior atau social deviant).
Terhadap pelaku penyimpangan tingkah laku atau penyimpangan sosial tersebut
masyarakat akan mengucilkannya, bahkan melakukan pengendalian sosial (social
control), yaitu apa yang didefinisikan Peter L. Berger sebagai berbagai cara yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang
(Kamanto Sunarto, 1993).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Landasan Sosiologis Pendidikan Kejuruan


Kajian sosiologi pendidikan menekankan implikasi dan akibat sosial dari
pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas
lingkup sosial kebudayaan, politik dan ekonomisnya bagi masyarakat. Apabila
psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari konteks perilaku dan
perkembangan pribadi, maka sosiologi pendidikan memandang gejala pendidikan
sebagai dari struktur sosial masyarakat.
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi
umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural
secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi
umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam.
Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama,
sosiologi pendidikan dan sebagainya. Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah
satu sosiologi khusus.
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:

1. Menurut F.G. Robbins (dalam Ahmadi, 1991)


Sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki
struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian
teori dan filsafat pendidikan, kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan
kesemuanya dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses
sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan
kesemuanya dengan proses pendidikan.
2. Menurut H.P. Fairchild (1957)
Dalam bukunya Dictionary of Sociology dikatakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-
masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
Dilihat dari obyek penyelidikannya sosiologi pendidikan adalah bagian dari
ilmu sosial terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara umum juga
merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial. Sedangkan yang termasuk dalam
lingkup ilmu sosial antara lain: ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, psikologi,
antropologi dan sosiologi. Dari sini terlihat jelas kedudukan sosiologi dan ilmu
pendidikan.

Beberapa pemikiran pakar mengenai sosiologi pendidikan yang


dikemukakan oleh Ahmadi (1991). Menurut George Payne (1928), yang kerap
disebut sebagai bapak sosiologi pendidikan, mengemukakan secara konsepsional
yang dimaksud dengan sosiolgi pendidikan adalah by educational sosiologi we the
science whith individual andexlains the institution, social group, and social
processes, that is the spcial relationships in which or through which the individual
gains and organizes experiences. Payne (1928) menegaskan bahwa, di dalam
lembaga-lembaga, kelompok-kelompok social, proses social, terdapatlah apa yang
yang dinamakan sosial itu individu memproleh dan mengorganisir pengalamannya-
pengalamannya. Inilah yang merupaka asepek-aspek atau prinsip-prinsip
sosiologisnya.
Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial
pendidikan, yaiut :
1. mengajar keterampilan,
2. mentramisikan budaya,
3. mendorong adaptasi lingkungan,
4. membentuk kedisiplinan,
5. mendorong bekerja kelompok,
6. meningkatkan perilaku etik,
7. memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.

Berdasar pada uraian diatas maka Landasan Sosiologis Pendidikan dapat


diartikan sebagai norma dasar/seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam
rangka pendidikan yang berdasar pada tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia
dalam suatu kelompok yang menjelma menjadi realitas sosial.
B. Norma-Norma Dasar yang Dianut pada Masyarakat Terkait dengan
Landasan Sosiologis Pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat

Norma-norma Dasar yang dianut pada masyarakat terkait dengan landasan


sosiologis pendidikan dalam kehidupan bermasyarakatdibedakan tiga macam
norma yang sering digunakan: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme,
(3) paham integralistik. Paham ias idualism dilandasi teori bahwa manusia itu lahir
merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut
keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti
ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu
dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat
selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis.
Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan
kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat
secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. Dalam masyarakat
yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling
berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan
budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi
pengalamannya. Sedang S. Nasution (2004) mengatakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendali-kan
proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang
lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan
dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu
sebagai berikut:
1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik
dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan
masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik
dengan baik dalam keluarga yang individual, setelah dewasa/tua akan cendrung
menjadi manusia yang individual pula. Anak yang terdidik dalam keluarga
intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan
sebagainya.

2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan


sosial.
Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan
kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki
ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih
tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah
kesejahteraan sosial).

C. Hubungan Sosial Budaya Dengan Pendidikan

Antara pendidikan dan sosial kebudayaan terdapat hubungan yang sangat


erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai.
Pendidikan membuat orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan
memajukan. Makin banyak orang menerima pendidikan makin berbudaya orang itu
dan makin tinggi kebudayaan makin tinggipula pendidikan atau cara mendidiknya.
Karena ruang lingkup kebudayaan sangat luas, mencakup segala aspek
kehidupan manusia, maka pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan dalam
kebudayaan. Pendidikan yang terlepas dari kebudayaan akan menyebabkan alienasi
dari subjek yang dididik dan seterusnya kemungkinan matinya kebudayaan itu
sendiri. Oleh karena itu kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah.
Sedangkan kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan, dan
kebudayaan ias id juga diajarkan dengan proporsi yang kecil.
Landasan sosial budaya pendidikan mencakup kekuatan sosial masyarakat
yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh
dalam perkembangan pendidikan dan sosial budaya seiring dengan dinamika
masyarakat. Sehingga kondisi sosial budaya diasumsikan mempengaruhi terhadap
program pendidikan yang tercermin dalam kurikulum.
Hunt (1975) mengemukakan: Study hits base social and culture from
education aims to supply teacher with erudition that deepen about society and where
they alive and to help student teacher to detect that explanation hits society and
culture of vital importance mean to realize about education problem.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian
dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga berubah dan bila
pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu
proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti
budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi
suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya.

D. Hubungan antara Kejuruan dan Kebutuhan Masyarakat

Pendidikan kejuruan telah menjadi acuan utama terhadap kebutuhan


masyarakat. Secara historis pelatihan kerja cukup baik dalam memenuhi tuntutan
industri yang semakin berkembang . Sekolah-sekolah kejuruan pun mampu
mengatasi masalah mobilitas geografis yang semakin tinggi. Selain itu, sekolah
kejuruan menyediakan pekerja-pekerja terlatih yang kemudian mampu bersaing
menghadapi setiap teknologi yang terus maju.

1. Pengaruh Teknologi

Kemajuan teknologi menyebabkan kemampuan tenaga kerja dalam bekerja


semakin terbatas. Seringkali para pekerja mengerjakan pekerjaannya mengguna-
kan cara konvensional, sehingga saat teknologi mulai masuk mereka tidak mengerti
akan cara pengoprasian alat tersebut.
Dari segi hasil kerja, tuntutan pekerjaan yang dibutuhkan oleh teknologi
yang tinggi memiliki beberapa karak-teristik yang berbeda (Finch & Calhoun,
1982), diantaranya: (1) pekerjaannya biasanya melibatkan sedikit keterampilan
manual (2) pekerjaan tersebut sering meminta keterampilan yang lebih tinggi dan
pengetahuan teknis yang lebih dari penggunaan (3) Dinerjanya biasanya lebih
lengkap (4) Dalam beberapa kasus pekerja membutuhkan lebih banyak kematangan
dalam sebuah pekerjaan.
Pendidikan kejuruan perlu mendapat informasi tentang kemajuan dan
perkembangan terkini dalam perubahan teknologi, sehingga mereka dapat
menanggapi dengan bijak setiap program yang direncanakan dan dioperasikan
dapat tetap dilanjutkan secara relevan. Masyarakat tidak perlu heran jika perubahan
yang terjadi jauh lebih cepat dari yang diharapkan. Apabila program pendidikan
kejuruan secara umum tidak dapat menunjukkan fleksibilitas ini, maka lembaga-
lembaga publik dan swasta lainnya harus menjamin dan mendukung setiap
kepentingan masyarakat.

2. Implikasi Teknologi

Praktek-praktek dan kebijakan pendidikan kejuruan selalu ditentukan oleh


negara dalam mewujudkan teknologi dan realitas sosial ekonomi . Perubahan sosial
yang disebabkan oleh teknologi , malah justru menghambat kemajuan sebuah
negara apabila tidak didukung oleh kebijakan-kebijakan yang relevan. Pendidikan
kejuruan harus belajar untuk menghormati tradisi dengan kebutuhan masyarakat.
Pendidikan kejuruan telah menekankan persiapan untuk menghasilkan
tenaga kerja yang sangat terampil dan teknis di berbagai jenis bidang. Penekanan
ini berarti bahwa layanannya sebagian besar telah diarahkan terhadap mereka yang
bisa memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut. Tetapi perubahan teknologi saat ini
mengharuskan pendidikan kejuruan memperluas layanan kepada semua pihak yang
mencakup perubahan-perubahan individual pendidikan umum (Finch & Calhoun,
1976).
Lingkupnya pun diperpanjang mencakup pendidikan di berbagai tingkat
sosial dan ekonomi tanpa memperhatikan berapapun usia atau jenis kelaminnya.
Dengan demikian, pendidikan kejuruan perlu menawarkan persiapan untuk segala
bentuk pekerjaan yang diperlukan oleh individu.
3. Keterkaitan Teknologi

Dalam merencanakan program-program baru pada pendidikan kejuruan


ataupun untuk perbaikan program yang ada, manajemen dan tenaga kerja harus
memahami pengaruh perubahan teknologi yang sangat pesat. Jenis-jenis pekerjaan
yang harus dipersiapkan akan terus mengalami perubahan. Bagi banyak pekerja ,
kontinuitas dalam kehidupan kerja akan terganggu apabila tidak menyiapkan
dengan baik setiap pencegahan masuknya teknlogi baru.
Pengetahuan teknis dan keterampilan konseptual akan menjadi bahan utama
dari banyak pekerjaan, sementara pengetahuan teknis yang dikombinasi-kan
dengan keterampilan sosial akan dibutuhkan oleh banyak orang. Pilihan pekerjaan
yang sesuai akan menjadi lebih kompleks dan akan meminta bantuan lebih banyak
dari orang-orang profesional terlatih utnuk mengupdate setiap perubahan peluang
kerja dan tuntutan yang dibutuhkan. Pengambilan keputusan akan cenderung
menjadi masalah.

4. Pengaruh Mobilitas

Mobilitas merupakan karakteristik dari setiap masyarakat. Seseorang


bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain untuk mendapatkan posisi yang lebih
baik. Pendidikan membantu para pekerja dan buruh untuk mendaki tangga sosial
dan ekonomi. Seluruh populasi menunjukkan mobilitas yang cukup besar. Dari
sudut pandang analisa pasar tenaga kerja, hal ini berguna untuk menjelaskan
beberapa jenis mobilitas. Mobilitas dapat dijabarkan sebagai gerakan dari satu
tempat ke tempat lain, dari satu fungsi ke yang lain, atau dari satu spesialisasi yang
lain. Semua jenis mobilitas saling terkait, dan itu semua yang berhubungan dengan
pendidikan kejuruan (Finch & Calhoun, 1982).
Dengan wujud yang praktis, orang dapat memanfaatkan peluang pekerjaan
baru maupun yang lebih baik. Ini adalah keuntungan pertama dari mobilitas.
Kesempatan yang lebih besar juga mampu menyediakan individu untuk memilih
pekerjaan yang mereka anggap paling sesuai. Apabila orang tidak bisa berpindah
dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, mereka akan terjebak untuk hidup di jenis
pekerjaan atau perusahaan yang mereka tidak inginkan.
Mobilitas geografis yang paling menonjol terjadi di lingkup masyarakat atas
dengan asumsi sebagai berikut (Finch & Calhoun, 1982). Pertama, pekerjaan yang
kurang menguntungkan, baik pada wilayah pedesaan maupun wilayah perkotaan.
Kedua, profesional dan teknis pekerja yang bergerak untuk alasan sebagai sarana
pergerakan sosial. Ketiga, ribuan keluarga militer bergerak secara berkala.
Keempat, pekerja terampil seperti pekerja konstruksi, bergerak musiman untuk
mengikuti tuntutan pekerjaan mereka. Kelima, ribuan mahasiswa bersekolah baik
di dalam atau luar negara untuk meningkatkan mobilitas yang merupakan
karakteristik sebuah pendidikan dalam negaranya. Dari uraian di atas maka sangat
cukup kelas bahwa mobilitas geografis berperan penting dalam perubahan setiap
pola pendidikan yang berkaitan dengan nasyarakat.

5. Statusisasi Perempuan dalam Pekerjaan

Bagian dari perubahan peran perempuan berasal dari pola arus ukuran
keluarga dan jumlah anak. Sebagian besar perempuan melahirkan anaknya di tahun-
tahun awal pernikahan. Fakta ini, ketika diselaraskan dengan kecenderungan untuk
menikah pada usia lebih dini, menghasilkan perubahan dramatis dalam pola karir
wanita. Peluang karir di luar rumah juga terkait dengan peningkatan partisipasi
perempuan. Meskipun produktifitas dengan laki-laki hampir dicapai di beberapa
bidang baru seperti ilmu komputer, kebanyakan wanita masih berada di ujung
bawah skala gaji.
Sejumlah perkembangan telah menuntut untuk membawa perempuan
sebagai pekerja dengan pemikiran (Finch & Calhoun, 1982): (a) relaksasi
pembatasan terhadap pekerjaan tradisional dipandang sebagai benteng maskulin,
(b) perubahan besar dalam struktur kerja yang telah melihat kerja fisik semata-mata
menuntut pendidikan umum dan keterampilan khusus, (c) penyebaran kerja paruh
waktu dan pemerataan kesempatan kerja bagi perempuan lajang dan menikah, (d)
sikap berubah terhadap peran keluarga, dan pendirian pusat penitipan.
6. Pendidikan Kejuruan dan Kesejahteraan Sosial

Nilai-nilai sosial dan ekonomi pendidikan kejuruan telah diuraikan oleh


Shoemaker (dalam Finch & Calhoun, 1982) , yang menunjukkan peran memperluas
pendidikan untuk bekerja. Kebanyakan pekerjaan hari ini dan di masa depan akan
memerlukan pelatihan formal , dan persiapan untuk masuk pekerjaan awal adalah
tanggung jawab dasar pendidikan umum.
Kita harus memilih antara peningkatan kesejahteraan atau program
diperluas untuk mempersiapkan pekerjaan. Pada saat yang sama, kita melihat
bahwa persiapan kerja dan program perbaikan pendidikan untuk orang dewasa
terlalu mahal untuk sajikan sebagai solusi berkelanjutan untuk masalah sosial dan
ekonomi saat ini. Sebaliknya, evaluasi ulang yang lengkap dan reformasi sistem
pendidikan publik kita merupakan satu-satunya harapan untuk memecahkan
masalah ekonomi dan sosial kita. Sebuah sistem pendidikan dan bimbingan
kejuruan yang diperluas dan ditingkatkan harus menjadi bagian utama dari
perubahan dalam sistem pendidikan kita.
Tujuan pendidikan adalah untuk mengabadikan dan meningkatkan
masyarakat tempat tingglanya. Masyarakat teknologi mewajibkan semua orang
mendapat kesempatan untuk kehidupan yang layak. Hal itu juga mensyaratkan
bahwa orang-orang muda siap untuk memiliki tanggung jawab ganda atas
manajemen dan upah produktif.Untuk bertahan hidup, pendidikan publik harus
menerima tanggung jawab yang lebih besar. Layanan harus diperluas dan
ditingkatkan. Pendidikan harus siap untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
dan kegagalan.

7. Landasan Pendidikan Kejuruan

Calhoun, Light, dan Keller (1997) dalam buku Sonhadji menyatakan bahwa
pendidikan memiliki dua fungsi pokok yaitu fungsi manifes dan fungsi laten.
Fungsi manifes pendidikan adalah mengajar mata pelajaran spesifik bagi siswa,
seperti membaca, menulis, aritmatik, dan keterampilan akademik lainnya.
Sedangkan fungsi laten adalah mengajar keterampilan dan sikap sosial, serta
disiplin diri, kerjasama dengan orang lain, nabtaati hukum, dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan tertentu.
Fungsi manifes berkaitan dengan hard skill, sedangkan fungsi laten
dikaitkan dengan soft skill. Menurut Calhoun dkk dalam buku Sonhadji, fungsi
manifes dan fungsi laten memainkan peran yang vital dalam mewujudkan integrasi
fungsional masyarakat, serta mempertahankan struktur sosial yang ada. Lebih rinci
lagi, Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan,
yaitu : (1) mengajar keterampilan, (2) mentransmisikan budaya, (3) mendorong
adaptasi lingkungan, (4) membentuk kedisiplinan, (5) mendorong bekerja
berkelompok, (6) meningkatkan perilaku etik, dan (7) memilih bakat dan
penghargaan prestasi.
Konsep pendidikan ditinjau dari pandangan sosiologis juga dikemukakan
oleh Rogers, Burge, Korsching, dan Donnermeyer (1988). Rogers, dkk dalam buku
Sonhadji (2012) mendefinisikan pendidikan sebagai proses dimana suatu budaya
(culture) secara formal ditransmisikan kepada si pebelajar. Budaya disini diartikan
sebagai aspek-aspek material dan non material dari cara hidup yang dimiliki
bersama dan ditransmisikan diantara anggota masyarakat. Dalam pandangan ini,
pendidikan mengacu pada setiap bentuk pembelajaran budaya (cultural learning)
yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, pengemongan manusia muda,
mobilitas sosial, pembentukan jati diri, dan kreasi pengetahuan.
Dari pandangan-pandangan diatas, dapat disebutkan bahwa pendidikan
adalah transmisi budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya, yang memiliki
fungsi manifes dan fungsi laten, untuk mewujudkan integrasi fungsional dan
mempertahankan struktur sosial dalam suatu masyarakat.

E. Tenaga Sosial Yang Mempengaruhi Pendidikan Kejuruan (Amerika)

Selama dua dekade terakhir, pendidikan kejuruan mendapat perhatian luas


dan kritis. Sejumlah kekuatan telah mempengaruhi arah dan pertumbuhannya.
1. Program Nasional Pendidikan Kejuruan Telah Dipelajari oleh Komisi Warga

Pada tahun 1961 Presiden John F. Kennedy memegang panel konsultan


pendidikan kejuruan dengan tanggung jawab untuk mempertimbangkan undang-
undang pendidikan kejuruan yang dalam kaitannya terjadi perubahan kondisi sosial.
Pendidikan untuk mengubah dunia kerja, selain itu juga untuk melayani
modernisasi dan meningkatkan pelatihan kerja, dan menetapkan area untuk bagian
dari Undang-Undang Pendidikan Kejuruan tahun 1963.
Dewan Penasehat Nasional Pendidikan Kejuruan, diangkat pada tahun 1967
oleh Presiden Lyndon B. Johnson sesuai dengan persyaratan dari keputusan tahun
1963, yang kemudian menghasilkan jembatan antara manusia dan pekerjaannya,
dan mengakibatkan perubahan substansial dalam hukum pada saat membentuk
Amandemen Pendidikan Kejuruan tahun 1968. Dalam undang-undang ini, Dewan
Penasehat Nasional melanjutkan Pendidikan Kejuruan yang telah dibentuk. Dewan
Penasehat Nasional Pendidikan Kejuruan, serta masing-masing dewan penasehat
negara, dibebankan dengan tujuan pendidikan kejuruan sebagai dasar untuk
memperbarui sistematis.

2. Pelatihan Kerja Dipandang oleh Banyak Orang sebagai Solusi Parsial untuk
Masalah Sosial Saat Ini

Banyak orang melihat pendidikan kejuruan merupakan solusi parsial untuk


masalah-masalah sosial yang terkait dengan pengangguran di Amerika. Hasil kajian
tahun 1969, Dewan Penasehat Nasional Pendidikan Kejuruan menempat-kan
pemimpin yang besar dalam kapasitas pendidikan kejuruan untuk memecahkan
masalah sosial utama di jaman kita.

3. Perencanaan kooperatif melalui penasehat komite mencerminkan kepentingan


dan prioritas pengusaha, sekolah, dan masyarakat

Perencanaan kooporatif yang terlibat dalam mengembangkan program


kejuruan mulai dari identifikasi kebutuhan melalui pembahasan sistem alternatif
untuk pencapaian konsensus yang dibutuhkan untuk menempatkan program ke
dalam operasi pada dasarnya adalah sebuah proses sosial yang mencerminkan
prinsip kebebasan memilih.
Komite penasihat, sebuah inovasi dalam pendidikan kejuruan, membantu
dewan sekolah dalam program perencanaan pendidikan kejuruan di tingkat lokal,
negara bagian, dan tingkat nasional. Komite ini, yang mencerminkan kepentingan
besar dan prioritas atas pengusaha, sekolah, dan masyarakat, membuat keputusan
mereka berdasarkan perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik karena mereka
menganggap mereka. Amandemen pendidikan 1976 memastikan perencanaan
negara yang lebih efektif melalui perwakilan yang lebih luas (dari sepuluh
kelompok spesifik) pada papan negara dan dewan penasehat. Lokal dewan
penasehat ditambahkan dalam undang-undang ini untuk memperluas basis basis
perencanaan setempat.

4. Otomatisasi Telah Memperluas Ruang Lingkup Pendidikan Kejuruan

Rekomendasi Majelis Konsultan Pendidikan Kejuruan, yang


mengakibatkan Undang-Undang Pendidikan Kejuruan tahun 1963, dibuat selama
periode ketika efek dari otomatisasi yang menyebabkan pengangguran besar-
besaran. Akibatnya panel merekomendasikan perluasan lingkup pendidikan
kejuruan. Untuk membuat pelatihan yang tersedia bagi lebih banyak orang,
pekerjaan baru dan muncul diakui.

Amandemen Pendidikan Kejuruan tahun 1968 bahkan melangkah lebih jauh


dalam bahwa mereka menetapkan bahwa semua pekerjaan itu harus dimasukkan
dalam ranah pendidikan kejuruan kecuali yang tergolong ias idualis dan
memerlukan gelar sarjana muda atau lebih tinggi. Telah diperkirakan bahwa
definisi pendidikan kejuruan mencakup 90 persen dari pekerjaan bangsa.
Amandemen Pendidikan meliputi penyiapan individu untuk pekerjaan tidak dibayar
serta dibayar.
BAB III
PENUTUP

Hasil dari penjelasan di atas makan dapat disimpulkan beberapa hal seperti berikut.
a. Landasan Sosiologis Pendidikan dapat diartikan sebagai norma dasar /
seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan yang
berdasar pada tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia dalam suatu
kelompok yang menjelma menjadi realitas sosial.
b. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang sering
digunakan: (1) paham ias idualism, (2) paham kolektivisme, (3) paham
integralistik.
c. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah
maka pendidikan juga ias berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang
kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang
memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu
budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya.
d. Pendidikan kejuruan telah menjadi acuan utama terhadap kebutuhan
masyarakat. Secara historis pelatihan kerja cukup baik dalam memenuhi
tuntutan industri yang semakin berkembang . Sekolah-sekolah kejuruan pun
mampu mengatasi masalah mobilitas geografis yang semakin tinggi. Selain itu,
sekolah kejuruan menyediakan pekerja-pekerja terlatih yang kemudian mampu
bersaing menghadapi setiap teknologi yang terus maju.
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Calhoun, C.C., & Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concepts and
Operations (2nded.). Belmont, California: Wadworth Publishing Company

Calhoun, C., Light, D., & Keller, S. 1997. Sociology (7th ed.). New York: The
McGwa-Hill Companies, Inc.

E. George Payne. 1928. Principle of Educational Sociology An Outline. New


York: New York University Book Store.

H.P. Fairchild (ed). 1962. Dictionary of Sociology. New Jersey: Littlefield,


Adams & Co.

Kamanto, S,. 1993. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI

Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara.

Rogers, E.M., Burdge, R.J., Korscing, P.F., & Donnermeyer, J.F. 1988. Social
Change in Rural Societies (3rd ed.). Engelwool Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. Inc

Sonhadji, A,. 2012. Manusia, Teknologi, dan Budaya Menuju Peradaban


Baru.Malang: UM Pressi

Anda mungkin juga menyukai