PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan kejuruan menghadapi sebuah tantangan yang nyata dari waktu
ke waktu. Tantangan tersebut berakar dari kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat yang semakin lama diabaikan secara prosedural. Selain itu juga konsep
tentang pekerjaan yang berguna secara sosial diartikan sebagai sarana untuk
perbaikan diri secara moral, seperti yang telah diketahui pada pendidikan kejuruan
di negara maju berkembang dari kebutuhan masyarakat dengan rasa sosialisme
yang tinggi (Finch & Calhoun, 1982).
Sebagai fungsi dan tanggung jawab atas pendidikan kita, pendidikan
kejuruan memiliki sifat individual dan mudah beradaptasi terhadap perubahan
masyarakat. Meskipun dimensi keseluruhan yang mencakup masyarakat,
pendidikan dan pertimbangan tenaga kerja pada dasarnya masyarakatlah yang
selalu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh negara . Pada akhirnya
masyarakat sendiri yang harus menyediakan pengaturan kerja yang produktif dan
memuaskan melalui lembaga sosial maupun individu yang dapat mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Antara individu, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Hal
ini sebagaimana diketahui bahwa setiap individu hidup bermasyarakat dan
berbudaya, adapun masyarakat itu sendiri terbentuk dari individu-individu.
Masyarakat dan kebudayaan mempengaruhi individu, sebaliknya masyarakat dan
kebudayaan dipengaruhi pula oleh individu-individu yang membangunnya.
Di dalam masyarakat terdapat struktur sosial, Komblum mendefinisikannya
sebagai the recurring patterns of behavior that create relationships among
individuals and groups within a society yaitu pola perilaku berulang-ulang yang
menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Dalam struktur sosial tersebut setiap individu mempunyai kedudukan (status) dan
peranan (role) tertentu. Selain itu, pendidikan merupakan transmisi budaya dari
generasi satu ke generasi berikutnya (Sonhadji, 2012).
Apabila dalam berinteraksi sosial tindakan-tindakan sosial yang dilakukan
individu tidak sesuai dengan nilai dan norma atau kebudayaan masyarakatnya,
maka individu yang bersangkutan akan dipandang melakukan penyimpangan
tingkah laku atau penyimpangan sosial (deviant behavior atau social deviant).
Terhadap pelaku penyimpangan tingkah laku atau penyimpangan sosial tersebut
masyarakat akan mengucilkannya, bahkan melakukan pengendalian sosial (social
control), yaitu apa yang didefinisikan Peter L. Berger sebagai berbagai cara yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang
(Kamanto Sunarto, 1993).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Teknologi
2. Implikasi Teknologi
4. Pengaruh Mobilitas
Bagian dari perubahan peran perempuan berasal dari pola arus ukuran
keluarga dan jumlah anak. Sebagian besar perempuan melahirkan anaknya di tahun-
tahun awal pernikahan. Fakta ini, ketika diselaraskan dengan kecenderungan untuk
menikah pada usia lebih dini, menghasilkan perubahan dramatis dalam pola karir
wanita. Peluang karir di luar rumah juga terkait dengan peningkatan partisipasi
perempuan. Meskipun produktifitas dengan laki-laki hampir dicapai di beberapa
bidang baru seperti ilmu komputer, kebanyakan wanita masih berada di ujung
bawah skala gaji.
Sejumlah perkembangan telah menuntut untuk membawa perempuan
sebagai pekerja dengan pemikiran (Finch & Calhoun, 1982): (a) relaksasi
pembatasan terhadap pekerjaan tradisional dipandang sebagai benteng maskulin,
(b) perubahan besar dalam struktur kerja yang telah melihat kerja fisik semata-mata
menuntut pendidikan umum dan keterampilan khusus, (c) penyebaran kerja paruh
waktu dan pemerataan kesempatan kerja bagi perempuan lajang dan menikah, (d)
sikap berubah terhadap peran keluarga, dan pendirian pusat penitipan.
6. Pendidikan Kejuruan dan Kesejahteraan Sosial
Calhoun, Light, dan Keller (1997) dalam buku Sonhadji menyatakan bahwa
pendidikan memiliki dua fungsi pokok yaitu fungsi manifes dan fungsi laten.
Fungsi manifes pendidikan adalah mengajar mata pelajaran spesifik bagi siswa,
seperti membaca, menulis, aritmatik, dan keterampilan akademik lainnya.
Sedangkan fungsi laten adalah mengajar keterampilan dan sikap sosial, serta
disiplin diri, kerjasama dengan orang lain, nabtaati hukum, dan bekerja keras untuk
mencapai tujuan tertentu.
Fungsi manifes berkaitan dengan hard skill, sedangkan fungsi laten
dikaitkan dengan soft skill. Menurut Calhoun dkk dalam buku Sonhadji, fungsi
manifes dan fungsi laten memainkan peran yang vital dalam mewujudkan integrasi
fungsional masyarakat, serta mempertahankan struktur sosial yang ada. Lebih rinci
lagi, Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan,
yaitu : (1) mengajar keterampilan, (2) mentransmisikan budaya, (3) mendorong
adaptasi lingkungan, (4) membentuk kedisiplinan, (5) mendorong bekerja
berkelompok, (6) meningkatkan perilaku etik, dan (7) memilih bakat dan
penghargaan prestasi.
Konsep pendidikan ditinjau dari pandangan sosiologis juga dikemukakan
oleh Rogers, Burge, Korsching, dan Donnermeyer (1988). Rogers, dkk dalam buku
Sonhadji (2012) mendefinisikan pendidikan sebagai proses dimana suatu budaya
(culture) secara formal ditransmisikan kepada si pebelajar. Budaya disini diartikan
sebagai aspek-aspek material dan non material dari cara hidup yang dimiliki
bersama dan ditransmisikan diantara anggota masyarakat. Dalam pandangan ini,
pendidikan mengacu pada setiap bentuk pembelajaran budaya (cultural learning)
yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, pengemongan manusia muda,
mobilitas sosial, pembentukan jati diri, dan kreasi pengetahuan.
Dari pandangan-pandangan diatas, dapat disebutkan bahwa pendidikan
adalah transmisi budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya, yang memiliki
fungsi manifes dan fungsi laten, untuk mewujudkan integrasi fungsional dan
mempertahankan struktur sosial dalam suatu masyarakat.
2. Pelatihan Kerja Dipandang oleh Banyak Orang sebagai Solusi Parsial untuk
Masalah Sosial Saat Ini
Hasil dari penjelasan di atas makan dapat disimpulkan beberapa hal seperti berikut.
a. Landasan Sosiologis Pendidikan dapat diartikan sebagai norma dasar /
seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan yang
berdasar pada tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia dalam suatu
kelompok yang menjelma menjadi realitas sosial.
b. Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang sering
digunakan: (1) paham ias idualism, (2) paham kolektivisme, (3) paham
integralistik.
c. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah
maka pendidikan juga ias berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat
mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang
kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang
memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu
budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya.
d. Pendidikan kejuruan telah menjadi acuan utama terhadap kebutuhan
masyarakat. Secara historis pelatihan kerja cukup baik dalam memenuhi
tuntutan industri yang semakin berkembang . Sekolah-sekolah kejuruan pun
mampu mengatasi masalah mobilitas geografis yang semakin tinggi. Selain itu,
sekolah kejuruan menyediakan pekerja-pekerja terlatih yang kemudian mampu
bersaing menghadapi setiap teknologi yang terus maju.
Daftar Pustaka
Calhoun, C.C., & Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concepts and
Operations (2nded.). Belmont, California: Wadworth Publishing Company
Calhoun, C., Light, D., & Keller, S. 1997. Sociology (7th ed.). New York: The
McGwa-Hill Companies, Inc.
Rogers, E.M., Burdge, R.J., Korscing, P.F., & Donnermeyer, J.F. 1988. Social
Change in Rural Societies (3rd ed.). Engelwool Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. Inc