Refer at
Refer at
PEMBIMBING
Penyusun:
1
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan............................................................................................... 4
2
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi susunan saraf pusat (SSP)
manusia, di antaranya HIV ( HIV-1 dan HIV-2), Herpes Simplex Virus (HSV-1 dan
HSV-2), Cytomegalovirus (CMV), Varicella Zoster Virus (VZV), dan Dengue Virus.
1,2 Makalah ini membahas ensefalitis herpes simpleks yang masih merupakan salah satu
penyebab utama infeksi viral SSP di dunia.1,3,4 HSV cenderung menempati bagian medial
lobus temporal, merusak neuron, sel glia, mielin, dan pembuluh darah, dapat
menimbulkan gejala dan gambaran EEG khas; penyakit ini cukup responsif terhadap
Herpes simpleks ensefalitis (HSE) adalah penyakit akut atau subakut, tanda-
tanda yang menyebabkan baik umum dan fokus disfungsi serebral. Meskipun adanya
demam, sakit kepala, perubahan perilaku, kebingungan, temuan neurologis fokal, dan
abnormal CSF temuan sugestif HSE, tidak ada temuan klinis patognomonik andal untuk
penyebab paling umum dari ensefalitis mematikan sporadis. Insiden adalah 2 kasus per
1 juta penduduk per tahun. HSE dapat terjadi sepanjang tahun. Insiden internasional
mirip dengan di Amerika Serikat. HSE memiliki distribusi bimodal dengan usia, dengan
puncak pertama terjadi pada mereka yang lebih muda dari 20 tahun dan yang kedua
3
terjadi pada mereka yang lebih tua dari 50 tahun. HSE pada pasien muda biasanya
mewakili infeksi primer, sedangkan HSE pada orang tua biasanya mencerminkan
reaktivasi infeksi laten. Sepertiga dari kasus HSE terjadi pada anak. Tidak ada perbedaan
antara kedua jenis kelamin, meskipun herpes kelamin mungkin lebih jelas dalam laki-
1.2 TUJUAN
Memberikan pemahaman lebih jauh dan detail mulai dari definisi ensefalitis
1.3 PERMASALAHAN
1.4 MANFAAT
Dalam rangka untuk menyajikan informasi dan pengetahuan yang lebih rinci bagi
pembaca lain , khususnya untuk petugas kesehatan
Menyediakan literatur yang memadai sebagai referensi yang dapat digunakan untuk
menulis tulisan ilmiah berikutnya.
4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Herpes simpleks ensefalitis (HSE) adalah penyakit akut atau subakut, tanda-
tanda yang menyebabkan baik umum dan fokus disfungsi serebral. Meskipun adanya
demam, sakit kepala, perubahan perilaku, kebingungan, temuan neurologis fokal, dan
abnormal CSF temuan sugestif HSE, tidak ada temuan klinis patognomonik andal untuk
2.3 EPIDEMIOLOGI
penyebab paling umum dari ensefalitis mematikan sporadis. Insidennya adalah 2 kasus
per 1 juta penduduk per tahun. HSE dapat terjadi sepanjang tahun. Insiden internasional
mirip dengan di Amerika Serikat. HSE memiliki distribusi bimodal dengan usia, dengan
puncak pertama terjadi pada mereka yang lebih muda dari 20 tahun dan yang kedua
terjadi pada mereka yang lebih tua dari 50 tahun. HSE pada pasien muda biasanya
mewakili infeksi primer, sedangkan HSE pada orang tua biasanya mencerminkan
reaktivasi infeksi laten. Sepertiga dari kasus HSE terjadi pada anak. Tidak ada perbedaan
antara kedua jenis kelamin, meskipun herpes kelamin mungkin lebih jelas dalam laki-
5
2.3 ETIOLOGI
HSE disebabkan oleh HSV, double-stranded DNA virus. HSV-1 dan HSV-2
keduanya anggota herpesvirus manusia yang lebih besar (HHV) famili, yang juga
termasuk virus varicella-zoster (VZV, atau HHV-3) dan sitomegalovirus (CMV, atau
HHV-5). HSV-1, atau HHV-1, adalah penyebab yang lebih umum dari ensefalitis
dewasa; ia bertanggung jawab untuk hampir semua kasus pada orang yang lebih tua dari
3 bulan. HSV-2, atau HHV-2, bertanggung jawab untuk sejumlah kecil kasus, terutama
pada pasien immunocompromis. HSV-1 menyebabkan lesi oral, penyakit ini adalah
umum dan berespon dengan obat antivirus meskipun dapat remisi secara spontan dalam
kebanyakan kasus,. HSV-2 menyebabkan lesi genital. HSV-2 dapat diobati dengan obat
antivirus.5
menentukan derajat invasi dan virulensi. Derajat invasi HSV-1 varian glikoprotein
dikendalikan oleh respon host. Status sosial ekonomi dan geografi dapat mempengaruhi
tingkat seropositif virus. Namun, korelasi klinis sulit, karena HSE dapat terjadi setiap
saat, terlepas dari status sosial ekonomi pasien, usia, ras, atau jenis kelamin.5
Pada anak-anak, ensefalitis sering merupakan infeksi primer dari HSV. Sekitar
80% anak dengan HSE tidak memiliki riwayat herpes labialis. Pada beberapa studi
melaporkan kasus HSE sebagai komplikasi dari kemoterapi untuk kanker payudara.5
Pada neonatal herpes Simpleks ensefalitis patogen yang dominan adalah HSV-
2 (75% kasus), yang biasanya diperoleh dari ibu selama persalinan. Seorang ibu yang
sudah terinfeksi sebelumnya, tetapi berulang hasil Herpes Simplex Encephalitis infeksi
genital herpes beresiko 8% teriinfeksi dengan gejala, biasanya ditularkan pada tahap
6
kedua persalinan melalui kontak langsung. Jika ibu mendapatkan herpes kelamin selama
kehamilan, risiko meningkat menjadi 40%. Tidak adanya riwayat ibu herpes kelamin
sebelumnya tidak menghilangkan risiko; pada 80% kasus HSE neonatal, ibu tidak
memiliki riwayat infeksi HSV sebelumnya. Pecahnya selaput ketuban yang lama (> 6
jam) dan pemantauan intrauterin (misalnya, pemasangan elektroda pada kulit kepala)
merupakan faktor risiko. Pada sekitar 10% dari kasus, HSV (sering tipe 1) diperoleh post
partum melalui kontak dengan individu yang menularkan HSV dari vesikel, infeksi jari,
2.4 PATOGENESIS
A. Patologi
oleh nekrosis sel yang terinfeksi disertai respons peradangan. Lesi yang di induksi di
kulit selaput lender oleh HSV-1 dan HSV-2 sama menyerupai lesi yang di sebabkan oleh
virus varisela-zoster. Perubahan yang diinduksi oleh HSV serupa dengan infeksi primer
pembentukan sel raksasa berinti banyak. Inklusi awal sebenarnya mengisi nucleus tetapi
kemudian memadat dan dipisahkan oleh halo dari kromatin pada tepi nucleus. Fusi sel
menyediakan metode yang efisien untuk penyebaran HSV dari sel ke sel bahkan saat ada
antibody penetral.
7
B. Infeksi Primer
HSV ditularkan melalui kontak terhadap orang yang rentan oleh individu yang
mengeluarkan virus. Virus harus menembus permukaan mukosa kulit yang luka untuk
memulai infeksi (kulit yang utuh bersifat resisten). Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada
orofaring dan virus menyebar melalui droplet pernpasan atau kontak lansgsung dengan
air liur yang terinfeksi. HSV-2 biasanya ditularkan melalui jalur genital. Replikasi virus
terjadi pertama kali di tempat infeksi. Virus kemudian menginvasi ujung saraf local dan
dibawa melalui aliran aksonal retrograde ke ganglion radiks dorsalis, tempat terjadinya
latensi setelah replikasi lanjutan. Infeksi HSV-1 orofaring menyebabkan infeksi laten
C. Infeksi Laten
Virus menetap di ganglion yang terinfeksi secara laten pada stadium tidak
bereplikasi, hanya sedikit gen virus yang di ekspresikan. Persistensi virus pada ganglion
yang terinfeksi laten berlangsung seumur hidup pejamu. Tidak ada virus yang ditemukan
antar rekurensi pada atau dekat tempat biasa terjadi lesi rekuren. Stimulus provokatif,
termasuk cedera aksonal, demam, stress fisik, atau emosional, dan pajanan sinar
ultraviolet, dapat mengaktifkan kembali virus dari stadium laten. Virus memungkinkan
akson kembali ke perifer, dan replikasi terus berlangsung di kulit atau selaput lender.
Reaktivasi spontan terjadi meskipun timbul imunitas selular dan humoral spesifik HSV
pada pejamu. Namun, imunitas ini membatasi replikasi virus setempat sehingga infeksi
rekuren tidak terlalu luas dan tidak terlalu berat. Banyak rekurensi virus bersifat
8
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang muncul saat infeksi primer dimulai dari lesi dermatom
Lumbosacral.
A. N.Trigeminal
infeksi utama HSV-1, biasanya terjadi pada anak-anak, dan ditandai oleh lesi di dan
sekitar rongga mulut. Anak-anak sering tidak bisa menelan karena rasa sakit dan dapat
selama 7 hari) dimulai dalam 3 hari pertama timbulnya gejala memperpendek durasi
9
Reaktivasi HSV-1 biasanya dari ganglion trigeminal menyebabkan manifestasi
pada kulit dan membran mukosa atau cold sores. cold sores biasanya didahului oleh
gejala prodromal (mis, kesemutan, nyeri, terbakar sensasi, atau gatal di tempat
reaktivasi), yang dianggap karena replikasi virus awal di ujung saraf sensorik dan di
B. Cervical-thorakal
Herpes whitlow. Kondisi ini, disebabkan oleh HSV-1 atau -2, adalah infeksi
yang menyakitkan (gambar 2). Melaporkan bahwa kejadian penyakit ini lebih tinggi
pada perawat bagian gigi dari pada populasi umum, meskipun studi mereka dilakukan
sebelum penggunaan rutin sarung tangan sekali pakai di klinik gigi. Studi lain
melaporkan bahwa dari 46 pasien dilihat oleh kebersihan gigi lebih dari 4 hari, dikontrak
10
C. Lumbosakral
dari sistem saraf sensorik perifer berhubungan tidak hanya untuk patogenesis tetapi juga
untuk diagnosis pada bagian simphisis. Saraf sensorik yang timbul dari sacral dan lebih
rendah segmen tulang belakang lumbar menginervasi alat kelamin pada laki-laki dan
perempuan serta bagian penting dari tubuh bagian bawah, termasuk bokong, paha, dan
Gejala berlangsung akut selama beberapa hari. Dua keadaan klinis ensefalitis
HSV yaitu :9
1.) Sindrom meningitis aseptik; disebut aseptik karena hasil kultur negatif, sebagian besar
disebabkan virus, Sindrom ini menandakan keterlibatan meningen pada ensefalitis HSV,
Gejala :
Nyeri kepala - biasanya lebih berat dibandingkan nyeri kepala saat demam sebelumnya.
Kaku kuduk sebagai pertanda rangsang meningeal, biasanya tidak terdeteksi pada fase
awal.
Gejala sistemik infeksi virus, seperti radang tenggorokan, mual dan muntah, kelemahan
tubuh, rasa pegal punggung dan pinggang, konjungtivitis, batuk, diare, bercak
kemerahan (eksantema).
11
Jika disertai penurunan kesadaran serta perubahan kualitas kesadaran, mungkin ke arah
diagnosis ensefalitis.
limfositik.
Gejala :
Demam mendadak dengan atau tanpa gejala meningitis aseptik; jika disertai gejala
delirium, stupor atau koma, afasia; hemiparesis dengan refleks Babinski asimetris, gerak
involunter, ataksia dan kejang mioklonik, nistagmus, lumpuh otot okular, kelemahan otot
2.6 DIAGNOSIS
A. Manifestasi klinis
Ensefalitis herpes simplex dapat bermanifestasi akut atau subakut. Pada fase
prodromal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7 hari.13-19
Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan personalitas dan
gangguan daya ingat yang sangat sulit dideteksi terutama pada anak kecil.1 Kemudian
pasien dapat mengalami kejang dan penurunan kesadaran. Kejang dapat berupa kejang
12
fokal atau umum. Perlu diingat bahwa kejang umum pada EHS dapat diawali oleh kejang
fokal yang berkembang menjadi kejang umum. Bila kejang fokal sangat singkat,
orangtua seringkali tidak mengetahui. Empat puluh persen pasien datang di rumah sakit
dalam keadaan koma sedangkan sisanya dalam keadaan letargi.13,14 Koma adalah faktor
prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat. Kematian biasanya terjadi dalam 2 minggu
disfasia, ataksia, gangguan sistem otonom, paresis saraf kranialis, dan edema papil N II.
ensefalitis yang jelas.1 Jelaslah bahwa manifestasi klinis sangat tidak spesifik terutama
pada anak dan diagnosis EHS sangat memerlukan kecurigaan klinis yang kuat. Secara
praktis, kita harus selalu memikirkan kemungkinan EHS bila menjumpai seorang anak
dengan demam, kejang terutama kejang fokal dan gejala neurologis fokal lain seperti
B. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi rutin pada EHS tidak spesifik. Jumlah leukosit darah
tepi dapat normal atau sedikit meningkat, kadang-kadang dengan pergeseran ke kiri.13,19
limfositosis. Jumlah sel bervariasi antara 10 sampai 1000 sel per mm3. Kadang-kadang
ditemukan sel darah merah dengan cairan likuor serebrospinalis yang santokrom.13,19
13
Kadar protein cairan serebrospinalis dapat meningkat sampai 50-200mg/dl sedangkan
C. Electroencephalography (EEG)
EEG sangat dianjurkan dalam setiap kasus yang diduga ensefalitis akut karena
dapat membantu dalam membedakan focus ensefalitis dari encephalopathy umum. Pada
hasil yang terakhir, EEG menunjukkan difus, bihemispheric bentuk gelombang lambat,
Misalnya, triphasic gelombang lambat dalam ensefalopati. EEG adalah akan selalu
perlambatan kompleks regular pada interval dua sampai tiga per detik di daerah temporal
atau frontotemporal (Gambar 3), merupakan suatu temuan bermakna, meskipun tidak
spesifik.1-4
14
D. Neuroimaging
area lobus frontal dan temporal. Dengan kontras Gadolinium dapat dilihat kelainan
korteks dan pial, yang terakhir ini cukup sering terjadi pada semua infeksi SSP virus. 13-
16,20
Gambar 4 : CT aksial hari ke 10 memperlihatkan lesi berdensitas rendah di temporal kanan dan lobus
frontobasalis, B : CT dengan kontras memperlihatkan penyangatan di fi surra Sylvii dan regio insula (lebih
besar di bagian kanan)
(Dikutip dari: Rowland LP. Merrits Neurology. 11th ed. Lippincott William & Wilkins. 2005. Ch. 24 (E-
book))
15
Gambar 5 : Kiri : Potongan koronal MRI T2 weight pada stadium akut. Terdapat penyangatan
di daerah inferior dan bagian dalam lobus temporal, Kanan : Potongan MRI T1 weight setelah
pemberian gadolinium memperlihatkan penyangatan bagian insula kiri dan korteks temporal
dan keterlibatan awal lobus
(Dikutip dari: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th
edition. McGraw-Hill; 2005. p. 631-40)
E. Pemeriksaan serologi
solasi virus tidak dilakukan secara rutin karena sangat jarang menunjukkan
hasil yang positif.11 Titer antibodi terhadap VHS dapat diperiksa dalam serum dan cairan
serebrospinalis. Titer antibodi dalam serum tergantung apakah infeksi merupakan infeksi
baru atau infeksi rekurens. Pada infeksi baru, antibodi dalam serum menjadi positif
setelah 1 sampai beberapa minggu, sedangkan pada infeksi rekurens kita dapat
rekonvalesen.11 Kenaikan titer 4 kali lipat pada fase rekonvalesen merupakan tanda
bahwa infeksi VHS sedang aktif.1,15 Perlu diingat bahwa peningkatan kadar antibodi
serum belum membuktikan bahwa ensefalitis disebabkan VHS. Titer antibodi dalam
cairan serebrospinalis merupakan indikator yang lebih baik, karena hanya diproduksi
bila terjadi kerusakan sawar darah-otak. Sayang sekali kemunculan antibodi dalam
cairan serebrospinalis sering terlambat dan seringkali baru dapat dideteksi 12 hari setelah
16
awitan.1 Hal ini merupakan kendala terbesar dalam menegakkan diagnosis EHS, dan
hanya berguna sebagai diagnosis retrospektif. Penelitian mengenai cara diagnosis yang
lebih baik telah dilakukan, terutama dengan menggunakan polymerase chain reaction
F. Pungsi Lumbal
pungsi lumbal pada bayi usia 6-12 bulan dengan kejang demam sederhana pertama, dan
dipertimbangkan pada anak usia 12-18 bulan dengan kejang demam sederhana
tekanan intrakranial) dan memperlihatkan gambaran pleositosis (10 sampai 200 sel per
mm3 , jarang di atas 500), didominasi limfosit; terdapat peningkatan sel neutrofi pada
fase awal penyakit. Pada beberapa kasus, komposisi LCS normal di awal penyakit,
namun akan abnormal pada pemeriksaan ulang. Tidak jarang terdapat peningkatan
protein (50-2000 mg/dL) dan dalam persentase kecil, penurunan glukosa hingga 40
mg/dL, hal ini terkadang membuat rancu antara diagnosis infeksi HSV, TBC, atau
jamur.1,2 Pungsi lumbal serial disarankan oleh CASG (Collaborative Antiviral Study
hingga dosis terapi lengkap asiklovir; pemeriksaan LCS pada minggu ke 1,2 dan 4,6
subklinis.3,5
LCS untuk mendeteksi antigen HSV; dalam hari-hari perawatan awal, antigen dibiarkan
17
bereplikasi untuk mengkonfirmasi keberadaan HSV. Hasil negatif palsu tes PCR HSV
pada awal penyakit dapat disebabkan oleh sedikitnya pelepasan asam nukleat HSV dari
PCR berkala, terutama dalam minggu pertama. Pemeriksaan PCR pada LCS ini
sensitivitasnya 95% pada 3 minggu pertama perjalanan penyakit, serta 98% pada
pemeriksaan PCR biopsi otak. Disarankan memulai terapi antiviral berdasarkan gejala
klinis, radiologis, dan temuan LCS, sambil menunggu hasil pemeriksaan PCR.1-4,9
H. Biopsi
hemoragik di lobus temporal inferior dan medial; dapat meluas sampai ke girus cinguli
dan terkadang sampai ke insula atau bagian lateral lobus temporalis, atau secara kaudal
ke otak tengah. Lesi area ini biasanya bitemporal, tetapi tidak simetris. Pada fase akut
ensefalitis dan nekrosis hemoragik, ditemukan inklusi eosinofi lik intranuklear di neuron
18
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks harus dibedakan dari beberapa penyakit yang mirip manifestasi
klinisnya 1,2,4 :
Cytomegalovirus
Empiema subdural
Abses serebral
Emboli septik
Stroke non-hemoragik
2.8 TATALAKSANA
hiperpireksia, gangguan respirasi dan infeksi sekunder. Perbedaan utama adalah pada
terjadinya nekrosis hemoragis yang ireversibel yang biasanya terjadi 4 hari setelah
awitan ensefalitis.1 Hal ini menimbulkan kesulitan, karena pada fase awal tidak terdapat
cara untuk membuktikan diagnosis. Patokan yang dianut saat ini adalah pengobatan
19
segera pada pasien yang dicurigai mengalami EHS, kemudian pengobatan dapat
Vidarabin telah diteliti pada tahun 70-an dan dapat menurunkan mortalitas dari
70% sampai 40%. Saat ini, acyclovir intravena telah terbukti lebih baik dibandingkan
vidarabin dan merupakan obat pilihan pertama.4,5 Preparat acyclovir tersedia dalam
kemasan 250mg dan 500mg, yang harus diencerkan dengan air atau larutan garam
fisiologis. Dosis adalah 30mg/kgbb/24jam dibagi dalam 3 dosis. Cara pemberian secara
perlahan-lahan dengan pompa suntik atau diencerkan lagi menjadi 100ml dalam larutan
glukosa 5% diberikan selama 1 jam. Efek samping adalah peningkatan kadar ureum dan
kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma. Pemberian acyclovir perlahan-lahan akan
agen etiologi. Terapi antivirus dengan asiklovir ditunjukkan dalam HSV ensefalitis.
Asiklovir adalah analog dari 2'-deoxyguanosine dan selektif menghambat virus replikasi.
Ini memberikan efek antivirus nya setelah dimetabolisme untuk trifosfat asiklovir.
Monophosphorylation asiklovir adalah langkah pertama dalam proses ini dan dikatalisis
oleh kinase timidin virus diinduksi dalam sel selektif terinfeksi oleh HSV.21
dimasukkan ke dalam DNA replikasi. Penggabungan asiklovir dalam DNA virus adalah
proses ireversibel dan juga menginaktivasi virus DNA polimerase. Potensi asiklovir
trifosfat untuk menghambat HSV-1 DNA polymerase adalah 30 sampai 50 kali lebih dari
waktu paruh yang relatif singkat dalam plasma dan lebih dari 80% dari asiklovir yang
20
beredar dan diekskresikan dalam urin tidak berubah,40 sehingga kerusakan ginjal dengan
cepat dapat memicu keracunan asiklovir. Penelitian telah konsisten menegaskan bahwa
asiklovir yang paling efektif jika diberikan di awal perjalanan klinis HSE sebelum pasien
standar asiklovir untuk HSE adalah 10 mg / kg tiga kali harian (30 mg / kg / hari) selama
14 hari. Dosis untuk neonatal HSE adalah 60 mg / kg / hari. Lamanya pengobatan adalah
21 hari untuk pasien imunosupresi. Asiklovir efektif terhadap ensefalitis karena HSV-1,
Gambar 7 : Suggested flow chart for basic management of suspected herpes simplex encephalitis (HSE).
21
2.9 PROGNOSIS
pasien serta saat pemberian asiklovir.1,2 Bila pasien tidak sadar (kecuali setelah kejang),
biasanya prognosisnya buruk. Bila pengobatan dimulai pada hari sakit ke-4 pada pasien
termasuk amnesia Korsakoff , demensia global, kejang dan afasia. Tanpa pengobatan,
penyakit ini mematikan pada sekitar 70 sampai 80 %; pasien yang dapat melewati fase
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed.
2. Rowland LP. Merrits Neurology. 11th ed. Lippincott William & Wilkins. 2005. Ch.
4. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Staton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
5. Tom Solomon, Ian J Hart and Nicholas J Beeching. Practical Neurology 2007;7;288-
305
7. Huff JC, Krueger GG, Overall JC Jr, Copel J, Spruance SL. The histopathologic
1981; 5:5507.
8. Spruance SL, Overall JC, Kern ER, Krueger GG, Pliam V, Miller W. The
23
9. Kullnat MW, Morse RP. Choreathetosis after herpes simplex encephalitis with basal
10. Pelligra G, Lynch N, Miller SP, Sargent MA, Osiovich H. Brainstem Involvement in
11. Fonseca-Aten M, Messina AF, Jafri HS, Sanchez PJ. Brainstem Involvement in
2005;115;804-9.
12. Kropp RY, Wong T, Cormier L, et al. Neonatal herpes simplex virus infections in
14. Whitley RJ. Herpes simplex virus infections of the central nervous system. A review.
15. Whitley RJ, Soong SJ, Dolin R et al. Adenine arabinoside therapy of biopsy-proved
17. Whitley RJ, Alford CA, Hirsch MS et al. Vidarabine versus acyclovir therapy in
18. Drachman DA, Adams RD. Herpes simplex and acute inclusion body encephalitis.
19. Oxman MN. Herpes simplex encephalitis and meningitis. Dalam Braude Al, Davis
CE, Fierer J penyunting. Infectious diseases and medical microbiology, 2nd ed.
24
20. Barkovich AJ. Infections of the nervous system. In: Barkovich AJ, ed. Pediatric
25