2013 2 2 84204 441409013 Bab4 21022014122231
2013 2 2 84204 441409013 Bab4 21022014122231
28
40oC sampai terbentuk ekstrak kental metanol. Tujuan dari evaporasi yaitu untuk
menguapkan pelarut yaitu metanol, sehingga yang tersisa hanya senyawa aktif
atau ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol yang dihasilkan dari maserasi
yaitu 35,59 gram berwarna merah kehitaman.
Ekstrak kental metanol sebanyak 10 gram disuspensi menggunakan air dan
metanol dengan perbandingan 2:1, dimana volume air 100 mL dan volume
metanol 50 mL. Hasil suspensi ini dipartisi menggunakan corong pisah dengan
pelarut n-heksan yang bersifat non polar dengan volume 100 mL. Sehingga
terbentuk dua lapisan, lapisan atas merupakan fraksi n-heksan yang berwarna
kuning dan lapisan bawah merupakan fraksi air yang berwarna kecoklatan. Hal ini
terjadi karena massa jenis n-heksan 0,4 gram/mL yang lebih kecil dari massa jenis
air yaitu 1 gram/mL. Pemisahan tersebut memberikan hasil yang tidak maksimal
karena masih terdapat sedikit fraksi n-heksan yang tecampur pada fraksi air.
Untuk mengoptimalkan pemisahan, maka dilakukan ekstraksi kembali dengan
menggunakan partisi. Partisi dilakukan sebanyak 4 kali, setiap partisi
ditambahkan n-heksan sebanyak 100 mL. Hal ini dilakukan agar zat yang bersifat
non polar benar-benar terdistribusi ke pelarut non polar (n-heksan). Partisi ini
menghasilkan fraksi n-heksan dan fraksi air.
Fraksi n-heksan dievaporasi pada suhu 30-40oC, suhu rendah digunakan
untuk menjaga agar senyawa aktif tidak mengalami kerusakan. Fraksi n-heksan
menghasilkan ekstrak kental sebanyak 0,50 gram. Fraksi air yang tersisa dipartisi
kembali dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar dengan perbandingan 1
:2, dimana volume air 150 mL dan etilasetat 300 mL. Sehingga terbentuk dua
lapisan, lapisan atas merupakan fraksi etil asetat dan lapisan bawah merupakan
fraksi air. Fraksi etil asetat berada pada lapisan atas karena memiliki massa jenis
0,66 gram/mL yang lebih kecil massanya dari fraksi air yaitu 1 gram/mL. Partisi
dilakukan sebanyak tiga kali, setiap partisi ditambahkan etil asetat sebanyak 300
mL. Hal ini dilakukan agar senyawa aktif yang bersifat semi polar terdistribusi
kepelarut semi polar. Sehingga menghasilkan fraksi etil asetat dan fraksi air. Hasil
partisi dari masing-masing fraksi dievaporasi pada suhu 30-40oC sehingga
diperoleh ekstrak kental fraksi etil asetat sebanyak 2,58 gram dan ekstrak kental
29
fraksi air sebanyak 2,46 gram. Hasil rendemen dapat dilihat pada Tabel 4.1
berikut.
Tabel 4.1 Hasil Rendemen Fraksi n-heksan, Etilasetat dan Air Ekstrak
Metanol Kulit Buah Manggis.
Berat Fraksi Berat Wadah Fraksi Rendemen
ekstrak Kosong (g) + fraksi (g) kental (g) %
metanol (g)
n-heksan 12,67 g 13,17 g 0,50 g 5%
10 gram Etil Asetat 10,00 g 12,58 g 2,58 g 25,8 %
Air 9,86 g 12,32 g 2,46 g 24,6 %
30
Hager, Wagner dan Mayer. Positif saponin ditandai dengan terbentuknya
busa/buih, terpenoid ditandai dengan perubahan warna menjadi merah, ungu,
hingga kecokelatan, steroid ditandai dengan perubahan warna dari hijau hingga
kebiruan.
31
Tabel 4.3 Hasil Uji Fitokimia Berbagai Fraksi
Fraksi Uji Pereaksi Perubahan dengan pereaksi Hasil
Fitokimia Uji
Flavonoid Mg-HCl Jingga-Orange tua +
H2SO4 Jingga-merah bata +
NaOH Jingga-coklat kehitaman +
32
Salah satu contoh senyawa flavonoid yang bereaksi dengan HCl akan terbentuk
garam flavilium yang ditandai dengan perubahan warna merah tua.
2) Uji Alkaloid
Berdasarkan hasil uji fitokimia pada tabel 4.2 dan 4.3 ekstrak metanol,
fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi air memberikan hasil negatif pada
senyawa alkaloid. Hal ini terjadi kemungkinan dalam sampel tidak mengandung
senyawa alkaloid yang dibuktikan dengan tidak terbentuknya endapan pada
sampel. Berikut gambar struktur reaksi antara alkaloid dengan pereaksi apabila
terbentuk endapan.
Pereaksi Mayer
HgCl2 + 2KI HgI2 + 2KCl
HgI2 + 2KI K2 [HgI2]
Kaliumtetraiodomerkurat (II)
33
Pereaksi Wagner
3) Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat sebagai sabun
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi
tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan
tahap pertumbuhan. Berikut struktur reaksi saponin dengan air. Untuk uji saponin
yang memberikan hasil positif yaitu ekstrak metanol, fraksi etilasetat dan fraksi
air sedangkan pada fraksi n-heksan memberikan hasil negatif. Terbentuknya
busa/buih dikarenakan senyawa saponin memiliki sifat fisik yang mudah larut
dalam air dan akan menimbulkan busa ketika dikocok (Suharto, 2010 dalam
Saman, 2013).
34
(Harborne, 1987). Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml dietil eter kemudian
ditambahkan dengan 10 tetes asam asetat anhidrid dan 3 tetes H2SO4 pekat.
Kebanyakan triterpenoid memberikan warna merah-violet sedangkan steroid
memberikan warna hijau-biru. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa hampir
semua ekstrak menunjukan adanya steroid dan triterpenoid namun, pada ekstrak
metanol, etil asetat dan air memberikan hasil yang kuat adanya triterpenoid dan
steroid, sedangkan untuk ekstrak n-heksan hanya memberikan hasil yang lemah
adanya triterpenoid dan steroid.
4.3 Pemisahan dan Pemurnian
Ekstrak kental metanol dari hasil uji fitokimia, dianalisis dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk melihat ada berapa
senyawa yang terkandung di dalam sampel melalui bercak noda. Hal ini terjadi
karena sampel masih mengandung banyak senyawa yang sangat sulit untuk
dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Sehingga dilakukan
pemisahan dengan menggunakan Kromatografi Kolom agar terjadi pemisahan
yang sesuai dan dapat dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Pada pemisahan kromatografi kolom, pengisian fasa diam ke dalam kolom
dilakukan dengan cara basah. Fasa diam (silika gel) diubah menjadi bubur silika
(slurry) dengan yang digunakan dalam fasa gerak pelarut (n-heksan). Pelarut n-
heksan dimasukkan dalam kolom dengan batas tertentu dan slurry dialirkan
melalui dinding kolom secara perlahan menggunakan pipet tetes dengan kran
terbuka. Hal ini dilakukan agar silika dapat mengisi tempat dan padat secara
teratur, tidak mengalami pematahan dalam kolom. Pelarut n-heksan dialirkan
secara terus menerus minimal 3 jam dan maksimalnya semakin lama maka
silikanya semakin padat.
Ekstrak kental metanol sebanyak 3 gram dilarutkan dengan metanol dan
kemudian dicampurkan dengan fase diam silika gel GF60 sampai benar-benar
kering. Sampel dimasukkan secara perlahan ke dalam kolom yang berisi fase diam
(silika gel), selanjutnya fasa gerak (n-heksan) dialirkan secara perlahan ke dalam
kolom dengan keadaan kran terbuka sampai terbentuk pita. Jika fasa gerak yang
35
menetes sudah tidak berwarna, maka divariasikan perbandingan eluen yang
sesuai.
Variasi eluen yang digunakan berturut-turut yaitu fasa gerak n-heksan:
etilasetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1:9), perbandingan ini
digunakan juga pada variasi eluen selanjutnya etilasetat:metanol sampai terjadi
pemisahan dan eluet ditampung pada botol vial. Hasil pemisahan kromatografi
kolom diperoleh sebanyak 67 fraksi. Keseluruhan hasil fraksi dianalisis dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan bercak nodanya dilihat dengan
menggunakan lampu UV. Pola noda dari 67 fraksi ini dapat dilihat pada Gambar
4.5 di bawah ini :
36
Fraksi A1, A2, A3, A4 dan A5 dilakukan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dengan fasa gerak etilasetat:metanol (8:2) seperti pada Gambar 4.6 berikut ini:
Gambar 4.6. Profil KLT A1, A2,A3, A4 dan A5 fasa gerak etilasetat:metanol (8:2)
Gambar 4.7. Profil KLT isolat murni A1 fasa gerak etilasetat:metanol (8:2)
37
(I) (II)
Gambar 4.8. Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dua dimensi, fasa
diam silika gel GF254 ukuran plat 5x5 cm, fasa gerak n-
heksan:etilasetat (7:3) dan etilasetat:metanol (8:2)
38
Gambar 4.9. Spektrum inframerah dari isolat murni
Bilangan Gelombang(cm-1)
39
Berdasarkan nilai serapan spektrum inframerah, memperlihatkan bahwa
senyawa yang diperoleh menunjukkan serapan melebar dan lemah pada daerah
bilangan gelombang 3342.97cm-1 yang diduga adalah serapan uluran dari gugus
O-H. Serapan O-H dikatakan lemah karena berada pada transmitan 92% hal ini
didukung serapan lemah apabila berada pada transmitan 90-75% (Justik, 2010
dalam Saman, 2013). Hal ini diperkuat oleh adanya serapan tajam dan lemah
tekukan O-H aromatik pada panjang gelombang 1113.97cm-1. Karena pada
serapan ini memiliki transmitan di atas 97%. Serapan uluran C-H alifatik yang
tajam dan lemah muncul pada daerah bilangan gelombang 2946.89cm-1 dan
2834.86cm-1. Hal ini diperkuat oleh tekuk C-H aromatik pada serapan 633.42cm-1.
Serapan tajam dan lemah pada cincin aromatik C=C muncul pada daerah bilangan
gelombang 1449.48cm-1 dan 1417.97cm-1. Serapan tajam dan kuat uluran C-O
muncul pada daerah bilangan gelombang 1023.81cm-1. Gugus-gugus fungsi yang
ditentukan dari hasil panjang gelombang IR hasil penelitian isolat murni
merupakan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada senyawa flavonoid. Dengan
daerah spektra yang terbaca berkisar antara 3000-500 cm-1 dan termasuk dalam IR
tengah. Sehingga isolat murni yang didapatkan pada hasil penelitian dapat diduga
merupakan senyawa flavonoid.
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan
Sampel yang diuji aktivitas antioksidan yaitu ekstrak kental metanol dan
fraksi hasil partisi yang dilakukan pada tindakan awal. Fraksi tersebut yaitu fraksi
n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi air. Uji aktivitas antioksidan pada keempat
sampel ini untuk melihat senyawa yang bersifat sebagai antioksidan berdasarkan
kepolarannya.
4.7.1 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan menggunakan metode DPPH
Pengujian aktivitas antioksidan dari berbagai fraksi menggunakan metode
DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Metode ini dipilih karena metode ini sangat
sederhana untuk mengukur aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam. DPPH
merupakan senyawa radikal bebas yang berwarna ungu gelap dengan serapan
maksimal pada panjang gelombang 517 nm. Reaksi antara antioksidan terhadap
senyawa radikal bebas (DPPH) ditandai dengan berubahnya warna DPPH dari
40
ungu gelap menjadi warna kuning. Peredaman tersebut dihasilkan oleh
bereaksinya molekul difenil pikrilhidrazil dengan atom hidrogen yang dilepaskan
oleh senyawa antiosidan sehingga terbentu senyawa difenil pikril hidrazil yang
stabil.
NO2 NO2
N N
AH + O2N N A + O2N NH
NO2 NO2
Antioksidan + (1,1-difenil-2-pikrihidrazil) 1,1-difenil-2-pikrihidrazin + antioksidan
Gambar 4.10. Reaksi DPPH dengan antioksidan
Tahapan pertama yang dilakukan dalam pengujian aktivitas antioksidan
adalah pembuatan kurva standar dengan menggunakan antioksidan standar yaitu
vitamin C. Konsentrasi vitamin C secara berturut-turut adalah 25, 50, 100, 200,
400 ppm. Vitamin C sebanyak 2,5 ml direaksikan dengan 2,5 ml DPPH dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Waktu maksimal untuk reaksi antara
senyawa antioksidan standar dengan senyawa radikal bebas adalah selama 30
menit (Miryanti, A. 2011). Hal ini ditandai dengan berubahnya warna ungu
menjadi agak kekuningan seperti terlihat pada Gambar 4.11 .
41
0,8
y = 0,0014x - 0,0166
0,6 R = 0,9979
Absorbansi
0,4
0,2
0
0 100 200 300 400 500
Konsentrasi (ppm)
30
(mg AEAC/g)
196,12
3,76c
20
84,44 0,25b
10 5,11
0,184a
0
Air n-heksan etil asetat metanol
Ket. : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom menunjukan
tidak berbeda nyata (Uji Duncan =5%). *(Rata-rata SD).
Gambar 4.13. Nilai AEAC pada masing-masing ekstrak
42
Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak etilasetat memiliki nilai
konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak yang lain. Ekstrak etil
asetat memiliki nilai 384,52 2,12d mg AEAC/g. artinya adalah 1 gram ekstrak
kering etil asetat setara dengan 384,52 mg vitamin C. sedangkan ekstrak metanol,
ekstrak air dan ekstrak n-heksan memiliki nilai konversi yang lebih kecil
dibandingkan dengan ekstrak etilasetat. Hasil analisis statistik dengan
menggunakan anova satu jalur dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf
kepercayaan =5% didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata aktivitas
antioksidan dari masing-masing ekstrak. Aktivitas antioksidan terbesar diberikan
oleh ekstrak etilasetat.
Diduga bahwa tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak etilasetat
dikarenakan senyawa fenolik yang terkandung di dalamnya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan uji fitokimia bahwa pada ekstrak etil asetat positif mengandung
senyawa flavonoid. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ekstrak etilasetat
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar di bandingkan dengan ekstrak
yang lainnya. Salah satunya adalah ekstrak etilasetat pada rimpang jeringau
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak
lainnnya.
4.7.2 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan IC50
Pengujian aktivitas antioksidan dilanjutkan dengan menggunakan
parameter IC50. Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukan konsentrasi
ekstrak yang mampu menghambat aktivitas radikal sebesar 50% (Molyneux,
2003). Nilai IC50 dari berbagai fraksi dapat dilihat pada Gambar 4.14.
43
250
200
Nilai IC50
150
212,1
100
117,4 108,6 118,32
50
0
Air N-heksan Etil asetat Metanol
Fraksi
44