Refrat Abses Hati
Refrat Abses Hati
PENDAHULUAN
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan ata abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Omentum minus yang meliputi trias portal (vena portae hepatis, ductus
choledochus (biliaris), dan arteri hepatica propia di porta hepatis) melintas ke
curvatura gastrica (ventricularis) minor dan bagian pertama duodenum sepanjang
2 cm. Bagian duodenum minus antara hepar dan gaster (ventricularis) disebut
Ligamentum hepatogastricum, dan bagian antara hepar dan duodenum
ligamentum hepatoduodenale. Sisi bebas omentum minus meliputi trias portal,
beberapa kelenjar limfe dan pembuluh limfe, dan pleksus saraf hepatik.
Gambar 2.2. Anatomi hepar bagian posterior
Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang
berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika,
cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut
masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta
dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan.
Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer
lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini
terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua
lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel
hati.
Hati memiliki fungsi yang sangat banyak. Sirkulasi vena potra yang
menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologi
hati, terutama dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan asam lemak. Fungsi
utama hati dalah pembentukan dan eksresi empedu. Hati mengekresikan empedu
sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Penyusun utama empedu adalah
air (97%), elektrolit dan garam empedu. Walaupun bilirubin merupakan hasil
akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak memiliki peran aktif, tapi penting
sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat
memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Fungsi Hati
Metabolisme Karbohidrat
Apolipoprotein
Asam lemak
Asam amino transaminasi dan deaminasi
Simpanan vitamin larut dalam lemak
Obat-obatan dan konjugasinya
Sintesis Urea
Albumin
Faktor pembekuan
Komplemen C3 dan C4
Feritin dan transferin
Protein C reaktif
Haptoglobin
1- Antitripsin
- Fetoprotein
2- Makroglobulin
Seruloplasmin
Ekskresi Sintesis empedu
Metabolit obat
Endokrin Sintesis 25-Hidroksilase vitamin D
Imunologi Perkembangan limfoit B fetus
Pembuangan kompleks imun sirkulasi
Pembuangan limfosit T CD8 teraktivasi
Fagositosis dan presentasi antigen
Produksi lipopolysaccharide-binding protein
Pengelepasan sitokin, seperti TNF, interferon
Transpor imunoglobulin
Lain-lain Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hati
Pengaturan angiogenesis
Tabel 2.1. Fungsi hati
2.2.1. Epidemiologi
Angka kejadian Abses hati di Amerika Utara relatif jarang, yaitu 2,3 kasus
per 100.000 dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Abses hati sering ditemukan pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun. 9
2.2.2. Etiologi
2.2.3.Patogenesis
Amebiasis
Intestinal Ekstraintestinal
Kista asimtomatik Abses Hati Amebik
Kolitis Amebik Akut Perforasi dan peritonitis
- Mukosal Pleuropulmonary amebiasis
- Transmural Pericarditis amebik
- Kolitis ulseratif posdisentrik Kutaneus amebiasis
Appendisitis
Amoeboma
Striktur amebik
Tabel 2.3. Amebiasis13
Lobus kanan hati lebih sering terkena daripada lobus kiri. Ini telah
dikaitkan dengan fakta bahwa aliran darah laminar lobus Portal tepat
diberikan didominasi oleh vena mesenterika superior, sedangkan aliran
darah portal lobus kiri disuplai oleh pembuluh darah limpa. 14,15
Gambar 2.3. Amebiasis
Manifestasi Klinis
Gejala Persentasi
Penurunan nafsu makan 97%
Nyeri kuadran kanan atas abdomen 93%
Lemas 90%
Demam 88%
Penurunan berat badan 50%
Mual dan muntah 48%
Menggigil 28%
Batuk 27%
Nyeri bahu kanan 22%
Diare 10%
Dispnu 7%
Tabel 2.4. Presentasi gejala klinis abses hati2
Gejala yang timbul antara AHA dan AHP cenderung sama, yang paling
umum ditemukan adalah demam dan nyeri perut kanan atas. Kadang
ditemui hepatomegali dan ikterik. 6
AHA AHP
Usia <50 tahun Usia >50 tahun
Laki-laki: perempuan = 10:1 Laki-laki = perempuan
Disfungsi paru Demam tinggi
Nyeri perut Gatal
Diare Ikterus
Hepatomegali Syok septik
Tabel 2.5. Perbandingan manifestasi klinis pada pasien abses hati6
`Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen pada pasien AHP akan bergantung kepada tahapan evolusi
abses tersebut, ditemukan lesi > 2 cm yang hiperechoik dan pinggiran lesi tidak
jelas. Namun pada abses yang telah matur dan sudah ada pus akan terlihat lesi
hipoechoic dengan pinggiran lesi yang jelas. Jika pus sangat kental akan terlihat
lesi seperti massa padat. Pada AHA akan ditemukan lesi bulat atau oval
hipoechoik dengan yang berdekatan dengan kapsul hati. 11
1 2
Gambar 2.6. USG pada pasie AHA (1) dan AHP (2) 11,17
CT- Scan merupakan modalitas yang lebih baik dibandingkan USG dan
dapat membedakan lesi abses dengan yang lainnya. Pada AHP akan ditemukan
lesi kistik yang hipodense. Pada AHA akan terlihat lesi bulat dengan dinding
abses yang terlihat jelas. 7,11
1 2
Gambar 2.7. Gambaran CT-Scan pasien AHP (1) dan AHA (2) 17,18
2.2.5. Tatalaksana
Pengobatan AHA dapat diberikan dengan obat tunggal atau kombinasi. Pemberian
terapi dilakukan paling tidak selama 10 hari. 7,11
Tatalaksana abses hati dengan aspirasi yang dibagi menjadi 2 teknik, yaitu
needle aspiration dan catheter drainage. Kedua teknik aspirasi ini menggunakan
USG sebagai panduan. Aspirasi ini dilakukan untuk mendiagnosis dan mengambil
pus untuk dikultur. Aspirasi dengan metode needle aspiration atau yang juga
dikenal sebagai percutaneus aspiration adalah tindakan yang paling sederhana
yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan pus. Efektifitas needle aspiration jika
dibandingakn dengan catheter drainage adalah sama. Komplikasi dari tindakan
aspirasi adalah perdarahan, perforasi viceral, dan sepsis. Menurut Singh et al,
catheter drainage lebih baik karena mampu mengeluarkan pus yang kental jika
dibandingkan dengan needle aspiration. Kemungkinan untuk terjadi kegagalan
pada needle aspiration meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran abses. 2,9
Laboratorium
Foto Thorax
USG
CT Scan
AHP
AHA
Lesi<5 cm Lesi > 5 cm Lesi > 5 cm Pus tidak dapat
Dinding dapat PCA gagal dikeluarkan
kolaps Pus kental dengan PCD,
Lesi multipel posisi kateter
Dinding tidak adekuat, Lesi soliter,
dapat kolaps kateter terlepas Tidak ada
Diding abses komplikasi,
tidak dapat tidak mudah
colaps ruptur, tidak
ada efek
kompresi
Antibiotiks Antibiotik
Antibiotik Antibiotik
+
+ +
PCA
PCD Pembedahan Obat- obatan
Gejala klinis tidak berkurang (48-72 jam), Abses besar dengan hasil kurang
Abses di lobus kanan, Abses besar dan maksimal dengan PCA/PCD, Pemburukan
mudah ruptur, Jaringan hati yang klinis, Komplikasi (abses ruptur dengan
mengelilingi abses < 10 mm), Seronegatif gejala peritonitis, ruptur di kavum
abses, Pengobatan gagal (4-5 hari) pleural/pericardial/organ lain berdekatan.
Pus Kental
Obat-obatan
+
Obat-obatan Obat-obatan Pembedahan
+ +
PCA PCD
a. Syok septik
b. Jaundice
c. Koagulopati
d. Leukositosis
e. Hipoalbumin
f. Abses multiple
g. Ruptur intraperitoneal
h. Kehamilan
i. Immunocompromised
j. Diabetes
k. Usia tua
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S., Alwi I., Sudoyo A.W., Simadibrata K.M., Syan A.F. (2015).
Buku ajar ilmu penyakit dalam Edisi VI jilid III. Internal Publishing:
Jakarta. Pp: 462-463
2. Singh S., Chaudhary P., Saxena N., Khandelwal S., Poddar D.D., Biswal.
U.C. (2013) Treatment of Liver Abscess: Prospective randomized
Comparison of catheter drainage and needle aspiration. Annals of
Gastroenterology, 26(3): 1-8
3. Zakaria A.D., Hassan S., Norzulaikha S., Sulaiman S.A.S., Khan A.H.
(2014). Management of liver abscess. Journal of Pharmaceutical and
scientific innovation, 3 (1): 105-107
4. Luthariana L., Lesmana LA, Rubangi S., Nasir U.Z., Iswari R. (2005)
Management of pyogenic liver abscess and empyema as its complication.
The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive
Endoscopy, 6 (1): 22-26
5. Sheerwood, Lauralee. (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Jakarta:EGC
6. Zainal A., Alfina D., Kurniawan H. (2003). Multiple liver abscess. The
Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive
Endoscopy, 3 (2): 54-58
7. Rajagopalan B.S., Langer C.V. (2012). Symposium: Hepatic abscesses.
Medical Journal Armed Forces India, 68: 271-275
8. McKaigney C. (2013). Hepatic abscess: Case report and Review. Western
Journal of Emergency Medicine, 14 (2): 154-157
9. Nasr B., Derbel F., Barka F., Farhat W., Sghaier A., Mazhoud J., Mabrouk
M.B., Harrabi F., Azzaza M. Abdennaceur N., Chaker Y., Chatty L.M., Ali
A.B., Hamida R.B.H. (2014). Presentation and management of pyogenic
liver abscess in surgery department: about 34 cases. Journal of
Gastroenterology and Hepatology Research, 3(11): 1349-1356
10. Meddings L., Myers R.P., Hubbard J., Shaheen A.A., Laupland K.B.,
Dixon E., Coffin C., Kaplan G.G. (2010). A population-based stuudy of
pyogenic liver abscesses in the United States: Incidenci, mortality, and
temporal trends. The American Journal of Gastroenterology, 105: 117-124
11. Dutta K.A., Bandyopadhyay K.S. (2012). Management of liver abscess.
Medicine Update, 22: 469-475
12. Rahimian J., Wilson T., Oram V., Holzman R.S. (2004). Pyogenic liver
abscess: Recent trends in etiology and mortality. Clinical Infectious
Diseases, 39: 1654-1659
13. Sharma MP., Ahuja V. (2003). Amoebic Liver Abscess. Journal Indian
Academy of Clinical Medicine, 4 (2): 107-110
14. Nikloes T.A. (2014) Pyogenic Hepatic abcesses.
http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview updated 24
Oktober 2014
15. Kasper D., Fauci A., Hauser S., Longo D., Jameson J., Loscalzo J. (2015)
Harrisons Principles of Internal Medicine 19th Edition. New York: Mc
Graw Hill. Pp: 1363-1367
16. Wisher M.F. (2015). Amebiasis.
http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/intes.html#eh_path.
Updated 3 Juni 2015
17. Elsheshtawy M., Thet Z. (2015). Pyogenic liver abscess mimicking liver
neoplasma on computed tomography scan in a patient with elevated CA
19-9. J Med cases 6 (8): 346-349
18. Petri W.A., Singh U. (1999). Diagnosis and management of amebiasis.
Clinical Infectious Disease 29: 1117-1125
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 22
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : H1AP10004
Fakultas : Kedokteran
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Salius Silih, Sp.PD-KGEH, FINASIM, MM
sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah
memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan
tugas ini.
2. Teman teman yang telah memberikan bantuan
baik material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan referat
ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
REFERAT
ABSES HATI
Oleh:
Tria Claresia Bungarisi
H1AP10004
Pembimbing
dr. Salius Silih, Sp.PD-KGEH, FINASIM, MM