Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

MULTIPLE MIELOMA

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Myeloma multiple adalah penyakit klonal yang ditandai dengan poliferasi
salah satu jenis limfosit B, dan sel-sel plasma yang berasal dari limfosit
tersebut.Sel-sel ini menyebar melalui sirkulasi dan mengendap terutama di
tulang, menyebabkan tulang mengalami kerusakan, inflamasi, dan nyeri.
Antibody yang dihasilkan oleh sel-sel plasma tersebut biasanya adalah
IgG atau IgA klonal. Fragmen-fragmen monoclonal dari antibody tersebut
dapat ditemukan di urin pasien yang sakit. Fragmen-fragmen ini disebut
protein Bence Jones. Penyebab myeloma multiple tidak diketahui, tetapi
factor resiko yang dipercaya antara lain pajanan okupasional terhadap
materi dan gas tertentu, radiasi pengion, dan kemungkinan alergi obat
multiple. Angka keselamatan hidup biasanya rendah, meskipun beberapa
pasien dapat hidup lebih lama dengan penyakit ini. (Elizabeth J. Corwin,
2009)

Myeloma multiple merupakan bentuk yang paling sering ditemukan di


antara gemopati yang ganas; penyakit kanker ini merupakan neoplasma
sel plasma pada orang tua yang ditandai oleh lesi destruktif tulang pada
lokasi yang multiple. (Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, 2008)

1.2 Etiologi
Seperti halnya kanker kebanyakan, penyebab utama mengapa sel plasma
menjadi ganas belum bisa diketahui. Namun, penelitian dan berbagai
kajian mengusulkan beberapa faktor risiko yang turut berperan dalam
perkembangan myeloma adalah beberapa hal berikut:
1.2.1 Faktor genetik atau keturunan, termasuk kelainan genetik
seperti onkogen c-myc.
1.2.2 Paparan lingkungan terhadap beberapa bahan kimia, termasuk
insektisida, herbisida, benzoat, pewarna rambut, dan radiasi.
1.2.3 Pilihan gaya hidup, termasuk merokok dan mengkonsumsi
alkohol.

Lebih jauh lagi, penelitian menemukan bahwa seseorang yang berusia


diatas 65 tahun, pria, keturunan Afrika-Amerika, serta mereka yang
kelebihan berat badan dan obesitas cenderung lebih mudah terkena
myeloma. Mereka yang memiliki penyakit terkait sel plasma seperti
MGUS (monoclonal gammopathy of uncertain significance) dan
plasmasitoma juga memiliki risiko tinggi mengidap kondisi ini.

1.3 Tanda dan Gejala


Multiple myeloma seringkali menyebabkan nyeri tulang (terutama pada
tulang belakang atau tulang rusuk) dan pengeroposan tulang sehingga
tulang mudah patah. Nyeri tulang biasanya merupakan gejala awal, tetapi
kadang penyakit ini terdiagnosis setelah penderita mengalami:
1.3.1 Anemia, karena sel plasma menggeser sel-sel normal yang
menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang.
1.3.2 Infeksi bakteri berulang, karena antibody yang abnormal tidak
efektif melawan infeksi.
1.3.3 Gagal ginjal, karena pecahan antibiotic yang abnormal (protein
Bence-Jones) merusak ginjal.
Terkadang multiple myeloma mempengaruhi aliran darah ke kulit, jari
tangan, jari kaki dan hidung karena terjadi pengentalan darah (sindroma
hiperviskositas).Berkurangnya aliran darah ke otak bisa menyebabkan
gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan penglihatan dan sakit
kepala.

1.4 Patofisiologis
Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah
bening.Saat limfosit B dewasa dan menampilkan protein yang berbeda
pada permukaan sel. Ketika limfosit B diaktifkan untuk mengeluarkan
antibodi, dikenal sebagai sel plasma.

Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian


dari kelenjar getah bening yang dikenal sebagai pusat germinal.Garis sel
normal paling erat hubungannya dengan sel multipel mieloma umumnya
dianggap baik sebagai sel memori diaktifkan B atau para pendahulu untuk
sel plasma, plasmablast tersebut.

Sistem kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah


kontrol ketat. Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui
penataan ulang, kontrol ini hilang. Seringkali, bergerak gen promotor
(atau translocates) untuk kromosom yang merangsang gen antibodi
terhadap overproduksi.

Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat dan


suatu onkogen sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma. Hal
ini menyebabkan mutasi diregulasi dari onkogen yang dianggap peristiwa
awal yang penting dalam patogenesis myeloma.Hasilnya adalah proliferasi
klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke mutasi
lebih lanjut dan translokasi.14 kelainan kromosom yang diamati pada
sekitar 50% dari semua kasus myeloma.Penghapusan (bagian dari) ketiga
belas kromosom juga diamati pada sekitar 50% kasus.Produksi sitokin
(terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan banyak kerusakan lokal
mereka, seperti osteoporosis, dan menciptakan lingkungan mikro di mana
sel-sel ganas berkembang.Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru)
meningkat.Antibodi yang dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang
menyebabkan gagal ginjal, polineuropati dan berbagai gejala myeloma
terkait lainnya.

Tumor ini berasal dan berlokasi awalnya pada sumsum tulang, pada
stadium lebih lanjut akan melibatkan Nodus limfa, hati, spleen, serta
ginjal. Sel-sel plasma yang belum matang mengalami proliferasi dan
menyebar secara luas di dalam rongga sumsum keseluruh skleton.Tulang
yang sering terkena adalah tempat sumsum hemopoiletik aktif antara lain
spina, tengkorak, rusuk, sternum, pelvis dan ujung bagian atas dari
humerus.Gejala yang timbul berupa sakit seperti rematik di sekitar
punggung, tungkai bawah dan kadang-kadang menimbulkan patah tulang
patogenik.

Gejala yang timbul berasal dari sel-sel tumor plasma yang berproliferasi
dari sumsum tulang (mielum) ke dalam jaringan tulang keras yang
menimbulkan korasi pada tulang yang dapat menyebabkan gangguan pada
muskuluskeletal dan kekuatan otot pun semakin menurun.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Scan (MRI, CT) dan USG untuk diagnostic identifikasi
metastatic dan evaluasi pengobatan.
1.5.2 Biopsi (aspirasi, eksisi) untuk diagnosa banding.
1.5.3 Penanda tumor, misalnya antigen spesifik prostat, HCG, dll,
membantu dalam mendiagnosa kanker.
1.5.4 Tes kimia screening elektronik: tes ginjal (BUN), tes hepar, tes
tulang.
1.5.5 Tes Ig, jumlah sel plasma.
1.5.6 Jumlah darah lengkap.
1.5.7 Sinar X untuk mengetahui osterolitik

1.6 Komplikasi
1.6.1 Kerusakan produksi antibody menyebabkan sering kambuhnya
infeksi:
1.6.2 Neorologis (paraplegia karena kolapsnya struktur-struktur
pendukung, infiltrasi akar syaraf atau kompresi korda karena
tumor sel-sel plasma).
1.6.3 Fraktur patologis.
1.6.4 Renal dan hematologis. (gangguan).

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Kemoterapi dapat memperpanjang hidup. Satu jenis kemoterapi
yang digunakan adalah obat lama, talidomid, yang bekerja
sebagai imunomodulator dan penyekat perkembangan pembuluh
darah. Terapi obat lain antara lain penyekat proteasom
(bortezomib) dan agens alkilasi.
1.7.2 Terapi radiasi digunakan untuk menurunkan ukuran lesi tulang
dan meredakan nyeri.
1.7.3 Transplantasi sumsum tulang mungkin dapat berhasil pada
beberapa klien.
1.8 Pathway Genetik, paparan lingkungan (zat
kimia: radiasi, dll), gaya hidup tidak
sehat (merokok, minum alcohol)

Kromosom dan gen rusak


Gen promoter untuk
kromosom merangsang
gen antibody
Menghilangnya kontrol proliferasi
sel B dan sekresi antibodi
Overproduksi
antibody Proliferasi klon sel plasma

Sel-sel tumor plasma yang


Resiko infeksi
mengalami proliferasi

Menyebar luas di dalam rongga Resiko cidera: fraktur


Gangguan pada sumsum ke seluruh skeleton patologik
muskuluskeletal

Penurunan Korosi pada tulang


kekuatan otot
Hambatan
Nyeri
mobilitas fisik
II. Rencana Asuhan Klien dengan Multiple Mieloma
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan
terjadinya, biasanya terjadi pada malam hari.Tanyakan umur pasien,
riwayat dalam keluarga apakah ada yang menderita kanker, prnah
tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan
sesuai dianjurkan.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri,
bengkak, pergerakan terbatas, kelemahan.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Scan (MRI, CT) dan USG untuk diagnostic identifikasi
metastatic dan evaluasi pengobatan.
Biopsi (aspirasi, eksisi) untuk diagnosa banding.
Penanda tumor, misalnya antigen spesifik prostat, HCG, dll,
membantu dalam mendiagnosa kanker.
Tes kimia screening elektronik: tes ginjal (BUN), tes hepar, tes
tulang.
Tes Ig, jumlah sel plasma.
Jumlah darah lengkap.
Sinar X untuk mengetahui osterolitik
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Resiko Infeksi
2.2.1 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organism patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan.

2.2.2 Faktor Resiko


Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
Malnutrisi
Obesitas
Penyakit kronis
Prosedur invasive

Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat


Gangguan integritas kulit
Gangguan peristalsis
Merokok
Pecah ketuban dini
Pecah ketuban lambat
Penurunan kerja siliaris
Perubahan pH sekresi
Stasis cairan tubuh

Pertahanan Tubuh Sekuner Tidak Adekuat


Imunosupresi
Leukopenia
Penurunan hemoglobin
Supresi respons inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat

Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan Meningkat


Terpajan pada wabah

Diagnosa 2: Nyeri
2.2.3 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktuaal atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi.

2.2.4 Batasan Karakteristik


Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya.
Diaforesis
Dilatasi pupil
Ekspresi wajah nyeri (meringisi, mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata terpencar atau tetap pada satu focus)
Fokus menyempit (persepsi waktu, proses berpikir, interkasi
dengan orang dan lingkungan)
Fokus pada diri sendiri
Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
(skala Wong-Baker faces, skala analog visual, skala penilaian
numeric)
Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrument nyeri (misalnya: McGill Pain Questionnaire,
Brief Pain Inventory)
Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (misalnya:
anggota keluarga, pemberian asuhan)
Mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis,
waspada)
Perilaku distraksi
Perubahan pada parameter fisiologis (tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, dan endtidal
karbondioksida (CO2)
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindungi area nyeri
Sikap tubuh melindungi

2.2.5 Faktor yang Berhubungan


Agens cidera biologis (misalnya: infeksi, iskemia, neoplasma)
Agens cidera fisik (misalnya: abses, amputasi, luka bakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga
berlebihan)
Agens cidera kimiawi (misalnya: luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)
Diagnosa 3: Hambatan Mobilitas Fisik
2.2.6 Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah.

2.2.7 Batasan Karakteristik


Dispnea setelah beraktivitas
Gangguan sikap berjalan
Gerakan lambat
Gerakan spastic
Gerakan tidak terkoordinasi
Instabilitas postur
Kesulitan membolak-balik posisi
Keterbatasan rentang gerak
Ketidaknyamanan
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
(misalnya: meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, focus pada aktivitas sebelum sakit)
Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Penurunan waktu reaksi
Tremor akibat bergerak

2.2.8 Faktor yang Berhubungan


Agens farmaseutikal
Ansietas
Depresi
Disuse
Fisik tidak bugar
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan metabolism
Gangguan musculoskeletal
Gangguan neuromuscular
Gangguan sensori perceptual
Gaya hidup kurang gerak
Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
Intoleransi aktivitas
Kaku sendi
Keengganan memulai pergerakan
Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
Kerusakan integritas struktur tulang
Keterlambatan perkembangan
Kontraktur
Kurang dukungan lingkungan (misalnya: fisik atau sosial)
Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
Malnutrisi
Nyeri
Penurunan kekuatan otot
Penurunan kendali otot
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan massa otot
Program pembatasan gerak
Diagnosa 4: Resiko Cidera
2.2.9 Definisi
Rentan mengalami cidera fisik akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensive individu,
yang dapat mengganggu kesehatan.

2.2.10 Faktor Resiko


Eksternal
Agens nosokomial
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan fungsi psikomotor
Hambatan fisik (mis. Desain, struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan, peralatan)
Hambatan sumber nutrisi (mis., vitamin, tipe makanan)
Moda transportasi tidak aman
Pajanan pada kimia toksis
Pajanan pada pathogen
Tingkat imunisasi di komunitas

Internal
Disfungsi biokimia
Disfungsi efektor
Disfungsi imun
Disfungsi integrasi sensori
Gangguan mekanisme pertahanan primer (mis., kulit robek)
Gangguan orientasi afektif
Gangguan sensasi (akibat dari cidera medulla spinalis, diabetes
mellitus, dll)
Hipoksia jaringan
Malnutrisi
Profil darah yang abnormal
Usia ekstrem

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Resiko Infeksi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, maka klien
terhindar dari resiko infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

2.3.2 Intervensi Keperawatan


Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
Rasional: meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien
Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung
Rasional: meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien
Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
Rasional: mengurangi mikroba bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional: mengurangi mikroba bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi
Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selma
kontak dengan kulit yang tidak utuh
Rasional: meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional:agar pasien memiliki sistem kekebalan imun yang kuat
Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti
kemerahan, panas, nyeri, tumor
Rasional: agar dapat diobati secara dini
Kaji temperatur tiap 4 jam
Rasional: suhu yang lembab akan memudahkan bakteri
berkembang biak
Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
Rasional: mengetahui hasil pemeriksaan klien dan memudahkan
melakukan intervensi
Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hati-hati
Rasional: meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien
Ajarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi
Rasional: meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien

Diagnosa 2: Nyeri Akut


2.3.2 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit Maka
klien mampu toleransi terhadap nyeri dan mengontrol nyeri dengan
kriteria hasil:
Data subjektif : klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
Data objektif : ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).
2.3.3 Intervensi Keperawatan dan Rasional:
Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi).
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan
tanda-tanda komplikasi
Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
Rasional: Pengalaman nyeri akan menaikan resistensi terhadap
nyeri
Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi.
Rasional: Memudahkan drainase cairan / luka karena gravutasi
dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas
dalam, latihan relaksasi atau visualisasi.
Rasional: Meingkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali
perhatian.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional: Nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri
narkotik, analgetik, dihidrasi dari proses diagnosis karena dapat
menutupi gejala.

Diagnosa 3: Hambatan Mobilitas Fisik


2.3.4 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di
harapkan klien tidak lagi mengalami hambatan mobilitas fisik
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

2.3.5 Intervensi Keperawatan dan Rasional:


Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional: mengevaluasi keadaan secara umum
Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.
Rasional memberikan rasa aman
Lakukan log rolling.
Rasional: membantu ROM secara pasif
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
Rasional mencegah footdrop
Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
Rasional: mengetahui adanya hipotensi ortostatik
Inspeksi kulit setiap hari.
Rasional: gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi
kerusakan integritas kulit.
Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
Rasional: berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan spastisitas.

Diagnosa 4: Resiko Cidera


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di
harapkan klien tidak lagi mengalami resiko cidera dengan kriteria
hasil:
Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Mampu mengenali perubahan status kesehatan

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional


Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Rasional: Agar pasien tetap aman ketika bergerak
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
Rasional: Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan keamannya
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
Rasional: Agar pasien tetap aman ketika bergerak
Memasang side rail tempat tidur
Rasional: Agar pasien tetap aman ketika bergerak
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional: Agar pasien merasa nyaman
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
Rasional: Mempermudah pasien
Membatasi pengunjung
Rasional: Menjaga kenyamanan pasien
Memberikan penerangan yang cukup
Rasional: Agar pasien dapat melihat dengan jelas lingkungan
sekitarnya ketika bergerak.
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Rasional: Agar pasien tetap terawasi
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Rasional: Agar pasien merasa nyaman
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Rasional: Agar pasien tetap aman ketika bergerak
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
Rasional: Menambah pengetahuan pasien dan keluarganya
mengenai perkembangan maupun perubahan pada pasien.

III. Daftar Pustaka


Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku / Elizabeth J. Corwin.
Jakarta: EGC.

Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple


Myeloma.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm.
Diakses tanggal 10 April 2017, pukul 19.00 WITA.

Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma.


http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview. Diakses
tanggal 10 April 2017, pukul 18.00 WITA.

Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple


Myeloma.http://www.nejm.com .Diakses tanggal 10 April 2017, pukul
18.20 WITA.

Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku Ajar


Patologi edisi 7. Jakarta : Airlangga. Hlm. 481-484
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). 2008. Buku Saku Dasar
Patologis Penyakit Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, Edisi 7.
Jakarta: EGC.

Sacher, Ronald A., McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil


Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Banjarmasin, April 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(..) (..)

Anda mungkin juga menyukai