Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga
dapat mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2.500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi et al., 2010).

Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan dan berat


badan lahir rendah, yaitu :
Menurut Wiknjosastro (2006), membagi umur kehamilan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
- Pre-term: kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 Hari).
- Term: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap ( 259-
293 hari).
- Post-term: 42 minggu lengkap atau lebih ( 294 hari atau lebih).

Menurut Prawiharjo (2008) , diklasifikasikan berdasarkan berat badan waktu


lahir, yaitu:

- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat
lahir 1.500-2.500 gram
- Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan
berat lahir <1.500 gram.
- Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan
berat lahir <1.000 gram (1)

Menurut Ayurai (2009), bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi
menjadi dua golongan :

- Pramunitas murni
Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamilan
atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK (sesuai masa
kehamilan).
- Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan.

1.2 Etiologi BBLR


Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati
dan Ismawati, 2010), yaitu:
1.2.1. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus),
danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
c) Perkawinan yang tidak sah.
1.2.2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
1.2.3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
1.2.4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal didataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

1.3 Tanda gejala BBLR


Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
1.3.1. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
1.3.2. Term dan posterm:
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada.
2) Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis.
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis.
4) Bayi tampak gesiy, kuat, dan aktif.
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan.

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah :


Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr.
Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya.
Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas.
Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
Rambut lanugo masih banyak.
Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga.
Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
Alat kelamin : pada bayi lakilaki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan
klitoris menonjol, labia minora tertutup oleh labia mayora.
Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah.
Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks
hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisanya
lemah.
Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan lemak
masih kurang.
Verniks tidak ada atau kurang.

Menurut Proverawati (2010), gambaran klinis atau ciri- ciri bayi BBLR :
Berat kurang dari 2500 gram.
Panjang kurang dari 45 cm.
Lingkar dada kurang dari 30 cm.
Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kepala lebih besar.
Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya.
Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
Pernapasan 4050 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit.

1.4 Patofisiologi BBLR


Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih menjadi
masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun
pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi
yang kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan
menyebabkan bentuk tubuh yang Stunting/Kuntet pada masa dewasa,
kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR.

Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi


kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau
mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi kejanin
sehingga menyebabkan bayi BBLR.

Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik. Oleh
sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.
Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-
alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan
makin tinggi angka kematiannya.

Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya, baik


anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul masalah misalnya :
Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang.
Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada
BBLR, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang
belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah.
Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat
dari motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah.
Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang.
Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sanggup membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, dimana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan
oleh karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga
mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.

1.5 Pemeriksaan Penunjang BBLR


Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain :
1.5.1. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan
reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk
mengetahui apakah bayi itu prematuritas atau maturitas
1.5.2. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan
tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa
mens terakhirnya.
1.5.3. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
1.5.4. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat
bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas.

1.6 Komplikasi BBLR


1.6.1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
1.6.2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna.
1.6.3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan diventrikel otak
lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat
menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.

1.7 Penatalaksaan BBLR


Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi
BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1.7.1. Pengaturan suhu tubuh bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada
dilingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan
dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan
kekurangan lemak coklat (brown fat). Untuk mencegah hipotermia,
perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat komsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu
tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka
suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gr adalah
35oC dan untuk bayi dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34 oC , agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Kelembaban
inkubator berkisar antara 50%-60%. Kelembaban yang lebih tinggi di
perlukan pada bayi dengan sindroma gangguan pernapasan. Suhu
inkubator dapat di turunkan 1oC per minggu untuk bayi dengan berat
badan 2000 gr dan secara berangsur angsur ia dapat diletakkan di
dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 oC-29oC. Bila
inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus
bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan
memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan
menggu nakan metode kangguru.

Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 36 oC-37oC


adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada
bayi di dalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi
kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor
probe). Alat ini ditempelkan di kulit bayi. Suhu inkubator di kontrol
oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat
dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini
sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan
tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga
penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan
serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat cepatnya.
1.7.2. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh,
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi.
Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan
terhadap infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada
bayi BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil, efek
sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum
berpengalaman. Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi
umum. Tetapi diagnosis dini dapt ditegakkan jika cukup waspada
terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayi sering merupakan
tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara lain : malas menetek,
gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan
meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun. Fungsi
perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR
dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan abjun
khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik alat alat yang
digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien
yang idea, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu
lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang
tepat.
1.7.3. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara pemberian dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air
Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap.
ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak
cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya
pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya
mirip mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan


pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan
kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat
dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar
dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang
lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum melalui
botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat
badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan
pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
1.7.4. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris ke
alveoli. Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran
sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal. Bayi BBLR juga
berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi
lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan
dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal ,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen dan selama
pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini
dapat mencegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil
kematian bayi BBLR.
1.8 Pathway

Sumber: Proverawati .A & Ismawati (2010).


II. Rencana Asuhan Klien dengan Diare
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
1) Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan didalam kandungan
terganggu
2) Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau
suhu tubuh rendah
3) Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu,
berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1
sampai 5 menit, 0 -3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 -6 kegawatan
sedang, dan 7-10 normal
4) Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB
Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi
2.1.2 Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis

b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-


140X/menit

c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai


40X/menit

d) Suhu : kurang dari 36,5 C

2) Pemeriksaan Fisik
Menurut Pantiawati (2010), pemeriksaan fisik meliputi:
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120-160x/menit, bunyi
jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan
adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),
refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria
Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar,
posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum
tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu)
Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala
sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan
atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah,
pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki
skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis
belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit
keriput.
3) ADL
a) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang,
daya absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi
terganggu
b) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
c) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
d) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
e) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah
mekonium, produksi urin rendah
4) Pemeriksaan penunjang
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain :
a) Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang
menggambarkan reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek
pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah bayi itu
prematuritas atau maturitas
b) Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
merupakan tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat
kurang yang lupa mens terakhirnya.
c) Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
d) Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk
melihat bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
dapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
Bradipnea
Dispnea
Fase ekspirasi memanjang
Ortopnea
Penggunaan otot bantu pernapasan
Penggunaan posisi tiga-titik
Peningkatan diameter anterior-posterior
Penurunan kapasitas vital
Penurunan tekanan ekspirasi & inspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Pernapasan bibir
Pernapasan cuping hidung
Perubahan ekskursi dada
Pola napas abnormal
Takipnea
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Ansietas
Cedera medula spinalis
Deformitas dinding dada
Disfungsi neuromuskular
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neurologis
Hiperventilisasi
Imaturitas neurologis
Keletihan
Keletihan otot pernapasan
Nyeri
Obesitas
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
Sindrom hipoventilasi

Diagnosa 2: Hipotermia
2.2.4 Definisi
Suhu inti tubuh dibawah kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
2.2.5 Batasan karakteristik
Akrosianosis
Bradikardia
Dasar kuku sianotik
Hipertensi
Hipoglikemia
Hipoksia
Kulit dingin
Menggigil
Pengisian ulang kapiler lambat
Peningkatan konsumsi oksigen
Paningkatan laju metabolik
Penurunan kadar glukosa darah
Penurunan ventilasi
Piloereksi
Takikardia
Vasokontriksi perifer
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Agens farmaseutikal
Berat badan ekstrem
Ekonomi rendah
Kerusakan hipotalamus
Konsumsi alkohol
Kurang pengetahuan
Kurang suplai lemak subkutan
Lingkungan bersuhu rendah
Malnutrisi
Pemakaian pakaian yang tidak adekuat
Penurunan laju metabolism
Terapi radiasi
Tidak beraktivitas
Transfer panas
Trauma
Usia ekstrem
Diagnosa 3: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2.2.7 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi asupa metabolik.
2.2.8 Batasan karakteristik
Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
Bising usus hiperaktif
Cepat kenyang setelah makan
Diare
Gangguan sensasi rasa
Kehilangan rambut berlebihan
Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
2.2.9 Faktor yang berhubungan
Faktor biologis, ekonomi
Ketidakmampuan makan
Kurang asupan makanan

Diagnosa 4: Resiko infeksi


2.2.10 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2.2.11 Faktorfaktor resiko :
2.2.11.1 Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peritalsis
b. Pecah ketuban dini
c. Pecah ketuban lama
2.2.11.2 Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
a. Imunosupresi (imunitas didapat tidak adekuat)
b. Respon inflamasi
2.2.11.3 Pemajanan terhadap pathogen

Diagnosa 5: Resiko kekurangan volume cairan


2.2.12 Faktor resiko
Objektif
Penyimpangan yang mempengaruhi akses untuk pemasukan atau
absorbsi cairan
Kehilangan yang berlebihan melalui rute normal (diare)
Usia eksterm
Berat badan eksterm
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan
Defisiensi pengetahuan
Kehilangan cairan melaui rute yang tidak normal (slang kateter
menetap)
Obat (diuretic)

Diagnosa 6: Risiko keterlambatan perkembangan


2.2.13 Definisi
Rentan mengalami keterlambatan 25% atau lebih pada satu atau lebih
area social atau perilaku regulasi-diri, atau keterampilan kognitif,
bahasa, motorik kasar atau halus, yang dapat menganggu kesehatan.
2.2.14 Faktor risiko
Asuhan prenatal tidak adekuat
Infeksi
Kehamilan yang tidak diinginkan
Nutrisi tidak adekuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Pola napas menjadi efektif
Kriteria hasil:
- RR 30-60 x/mnt
- Sianosis (-)
- Sesak (-)
- Ronchi (-)
- Whezing (-)
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi pola nafas, frekuensi dan Membantu dalam membedakan periode
bunyi nafas perputaran pernapasan normal dari
serangan apnetik sejati,
Observasi adanya sianosis Sianosis dapat menandakan terjadinya
kekurangan oksigen dalam sel darah
merah
Tempatkan kepala pada posisi Posisi ini memudahkan pernapasan dan
hiperekstensi menurunkan episode apnea, khususnya
bila ditemukan adanya hipoksia,
asidosis metabolik atau hiperkapnea
Ajarkan keluarga tentang pengaturan Posisi ini memudahkan pernapasan dan
posisi untuk bayi yang mengalami menurunkan episode apnea, khususnya
ketidakefektifan pola napas bila ditemukan adanya hipoksia,
asidosis metabolik atau hiperkapnea
Insruksikan keluarga bahwa harus Mencegah terjadinya komplikasi akibat
memberitahukan perawat pada saat ketidakefektifan pola napas
terjadi ketidakefektifan pola napas
Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan Hipoksia, asidosis netabolik,
gas darah hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia dan sepsis memperberat
serangan apnetik
Kolaborasi pemberian O2 Perbaikan kadar oksigen dan
karbondioksida dapat meningkatkan
funsi pernapasan

Diagnosa 2: Hipotermia
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil:
- Suhu 36-37C.
- Kulit hangat.
- Sianosis (-)
- Ekstremitas hangat
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Observasi tanda-tanda vital Hipotermia membuat bayi cenderung
merasa stres karena dingin, penggunaan
simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
bila ada dan penurunan sensivitas untuk
meningkatkan kadar CO2 atau
penurunan kadar O2.
Tempatkan bayi pada incubator Mempertahankan lingkungan
termonetral, membantu mencegah stres
karena dingin
Awasi dan atur kontrol temperatur Bayi dengan berat badan berbeda
dalam incubator sesuai kebutuhan membutuhkan suhu dalam inkubator
yang berbeda
Monitor tanda-tanda hipertermi Tanda-tanda hipertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Hindari bayi dari pengaruh yang dapat Lingkungan yang dingin dapat
menurunkan suhu tubuh menyebabkan bayi kedinginan
Ganti pakaian setiap basah Pakaian basah dapat menyebabkan bayi
kedinginan
Ajarkan keluarga teknik kangaroo Bayi mendapat kehangatan pada saat
mother care dilakukan KMC serta menjalin bonding
antara ibu dan bayi

Diagnosa 3: ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut: (sebutkan 1-5: tidak
adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, sangat adekuat).
a. Makanan oral atau pemberian makanan lewat selang
b. Asupan cairan oral atau IV
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas
normal.
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional
Mandiri
1) Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan
nutrisi
- Banyak faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi
sehingga identifikasi faktor penyebab menjadi penting
sebagai bahan intervensi
2) Sesuaikan cara berkomunikasi perawat dengan tahap
perkembangan anak
- Memudahkan dalam intervensi selanjutnya
3) Timbang berat badan pasien
- Berat badan merupakan salah satu indikator status
nutrisi
4) Jaga kebersihan badan dan mulut pasien
- Meningkatkan selera makan pasien
5) Ajarkan orang tua mengenai nutrisi yang diperlukan pada
masing-masing tahap perkembangan
- Mencegah kesalahan pemberian makan berdasarkan
usia.
Diagnosa 4: Risiko infeksi
2.3.7 Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan: Immune status, infection control, risk control.
Kriteria hasil :
2.3.7.1 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2.3.7.2 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi, penularan serta penatalaksanaannya.
2.3.7.3 Jumlah leukosit dalam batas normal.

2.3.8 Intervensi dan rasional


Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
- Mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.
Batasi pengunjung
- Agar lingkungan nyaman
Instruksikan pada pengunjung untuk mecuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
- Mencegah penyebaran mikroorganisme.
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.
- Menjaga kebersihan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
- Mencegah penyebaran mikroorganisme.
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Agar tetap aman dalam melakukan tindakan.
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.
- Memudahkan dalam melakukan tindakan.
Tingkatkan intake nutrisi.
- Menambah nutrisi klien yang kurang.
Berikan terapi antibiotik jika perlu.
- Mencegah infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal.
- Mengetahui perkembangan klien.
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
- Mengetahui secara dini kelainan yang terjadi.
Diagnosa 5: Risiko kekurangan volume cairan
2.3.9 Tujuan dan kriteria hasil
Bebas dari tanda dehidrasi.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram.

2.3.10 Intervensi dan rasional


Intervensi Rasional
Mandiri : Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
Bandingkan masukan dan pengeluaran sementara kebutuhan terapi cairan
urine setiap shift dan keseimbangan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari
kumulatif setiap periodik 24 jam pertama, meningkat sampai 120-140
Pantau berat jenis urine setiap selesai ml/kg/hari pada hari ketiga
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan postpartum. Pengambilan darah untuk
menginspirasi urine dari popok bayi bila tes menyebabkan penurunan kadar
bayi tidak tahan dengan kantong Hb/Ht.
penampung urine. Meskipun imaturitas ginjal dan
Evaluasi turgor kulit, membran ketidaknyamanan untuk
mukosa, dan keadaan fontanel anterior. mengonsentrasikan urine biasanya
Pantau tekanan darah, nadi, dan mengakibatkan berat jenis yang
tekanan arterial rata-rata (TAR) rendah pada bayi preterm ( rentang
Kolaborasi : normal1,006-1,013). Kadar yang
Pantau pemeriksaan laboratorium rendah menandakan volume cairan
sesuai dengan indikasi Ht berlebihan dan kadar lebih besar dari
Berikan infus parenteral dalam 1,013 menandakan ketidakmampuan
jumlah lebih besar dari 180 ml/kg, masukan cairan dan dehidrasi.
khususnya pada PDA, displasia Kehialangan atau perpindahan
bronkopulmonal (BPD), atau entero cairan yang minimal dapat dengan
coltis nekrotisan (NEC) cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat
Berikan tranfusi darah. oleh turgor kulit yang buruk, membran
mukosa kering, dan fontanel cekung.
Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan TAR <
25 mmHg menandakan hipotensi.
Dehidrasi meningkatkan kadar Ht
diatas normal 45-53% kalium serum
Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang nasogastrik
diare atau muntah.
Penggantian cairan darah
menambah volume darah, membantu
mengenbalikan vasokonstriksi akibat
dengan hipoksia, asidosis, dan pirau
kanan ke kiri melalui PDA dan telah
membantu dalam penurunan
komplikasi enterokolitis nekrotisan
dan displasia bronkopulmonal.
Mungkin perlu untuk
mempertahankan kadar Ht/Hb optimal
dan menggantikan kehilangan darah.

Diagnosa 6: Risiko keterlambatan perkembangan


2.3.11 Tujuan dan kriteria hasil
Pertumbuhan dan perkembangan normal.
2.3.12 Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Berikan nutrisi yang maksimal Untuk menjamin penambahan berat
Berikan periode istrahat yang teratur badan dan pertumbuhan otak yang
tanpa gangguan tetap
Kenali tanda stimulus yang Untuk mengurangi penggunaan
berlebihan (terkejut, menguap, aversi O2 dan kalori yang tidak perlu
aktif, menangis) Untuk membiarkan istirahat bayi
Tingkatkan interaksi orang tua-bayi dengan tenang
Sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal

III Daftar Pustaka


Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pudjiadi, A. H.et al. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia.Jakarta: IDAI.
Prawirohardjo, S. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : YBP SP.
Prawirohardjo,S.(2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP SP
Proverawati, A. dan Ismawati, C. (2010). Berat Badan Lahir Rendah.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Wiknjosastro, H.(2006).Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta : YBP-SP.
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Pelaihari, Maret 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(.) (.)

Anda mungkin juga menyukai