Diana B.W.-herpes Zoster Lumbalis-13012016
Diana B.W.-herpes Zoster Lumbalis-13012016
KASUS DERMATOLOGI
HERPES ZOSTER LUMBALIS
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD dan Rawat Inap)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan)
Disusun oleh:
dr. Diana Bonton Wardanita
PRESENTASI KASUS
KASUS DERMATOLOGI
HERPES ZOSTER LUMBALIS
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap
i
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KASUS DERMATOLOGI
HERPES ZOSTER LUMBALIS
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
Daftar Isi
HALAMAN PENGESAHAN i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
iv
Daftar Isi
v
Bab 1. Pendahuluan
5
Bab 2. Laporan Kasus
2.1. Identitas.
Nama : Ny. S
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/Suku : Islam/Jawa
Alamat : Pagak
Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2015
No. RM : 250062
2.2. Anamnesa.
Autoanamnesa (23 Desember 2015) pk: 08.45 di Poli Kulit Kelamin.
1. Keluhan Utama.
Bintil-bintil nyeri di bokong kanan sejak 5 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang.
Bintil-bintil berwarna jernih dengan dasar kemerahan bergerombol
membentuk garis di bokong kanan atas. Pasien merasa panas dan nyeri
hebat seperti ditusuk-tusuk yang hilang-timbul di daerah yang terdapat
bintil-bintil sehingga merasa terganggu saat beraktivitas dan gelisah tidak
bisa tidur.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
menderita varicella saat berumur <1 tahun (pasien lupa umur berapa).
4. Riwayat Keluarga.
Pasien tidak memiliki anggota keluarga dengan penyakit yang sama.
5. Riwayat Pengobatan.
Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan tanggal 18 Desember 2015.
Mendapat terapi berupa Acyclovir 5x800 mg dan Na Diclofenac 2x50 mg.
Kemudian pasien disarankan berobat ke Poli Kulit Kelamin saat obat habis.
6
2.3. Pemeriksaan Fisik.
23-12-2015 di Poli Kulit Kelamin
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS 456.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg.
b. Laju denyut jantung : 88 x/menit reguler.
c. Laju pernapasan : 19 x/menit.
d. Suhu aksiler : 36,5OC.
3. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-) UUB cekung (-).
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : tebal,hitam.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis (-).
sklera : ikterik (-).
palpebra : edema (-).
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor, (+/+), 2mm/2mm..
telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-).
f. Hidung : sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung(-),
perdarahan (-), hiperemi (-).
g. Mulut : mukosa bibir basah, sianosis (-), lidah kotor(-).
Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
4. Thoraks
a. Inspeksi. : bentuk dada kesan normal dan simetris; retraksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas.
b. Jantung:
7
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistol (-), gallop (-),
murmur (-).
c. Paru:
Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada, retraksi (-), RR 30 kali/menit, teratur, simetris.
Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru.
- - - -
Rh - - Wh - -
- - - -
5. Abdomen
a. Inspeksi : datar, kulit abdomen : jaringan parut (-).
b. Auskultasi : bising usus (+), normal.
c. Perkusi : timpani, shifting dullnes (-).
d. Palpasi : H/L tidak teraba.
8
6. Ekstremitas
Akral - - - -
Anemis -
Ikterik -
Edema - +
Sianosis - - - -
Ptechiae
2.4. Resume.
Ny.S/perempuan/50 tahun
Anamnesis
9
Keluhan utama: Bintil-bintil nyeri di bokong kanan sejak 5 hari yang lalu.
Bintil-bintil berwarna jernih dengan dasar kemerahan bergerombol
membentuk garis di bokong kanan atas. Pasien merasa panas dan nyeri
seperti ditusuk-tusuk yang hilang-timbul di daerah yang terdapat bintil-bintil
sehingga merasa terganggu saat beraktivitas.
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS: 456.
Tanda vital : Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Denyut jantung : 88 x/menit reguler.
Pernapasan : 19 x/menit.
Suhu aksiler : 36,5O C.
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
Abdomen : tidak ditemukan kelainan.
Ekstrimitas : tidak ditemukan kelainan.
Status lokalis : Lokasi: gluteus dextra
Distribusi: sesuai perjalanan dermatom L2
Ruam: vesikel dan bula keruh dasar eritematous jumlah
multipel bergerombol membentuk zoster/sabuk
2.5. Diagnosis.
a. Diagnosis Kerja:
Herpes zoster lumbalis
b. Rencana diagnosis:
-
10
2.7. Rencana Edukasi.
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita dan rencana
terapi yang akan dilakukan.
b. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
c. Menjelaskan kemungkinan perkembangan penyakit.
d. Mengikuti terapi dengan baik sesuai petunjuk dokter.
11
Bab 3. Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varicella zoster
pada kulit dan mukosa yang terjadi akibat reaktivasi virus setelah infeksi
primer.9
Herpes zoster dicirikan oleh vesikel merah bergerombol yang nyeri pada
area tertentu pada kulit.1 Rasa nyeri dapat terasa hingga selama dua minggu,
namun pada beberapa orang terjadi nyeri saraf yang dapat berlangsung
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, disebut neuralgia pascaherpetik.4
Pada orang dengan kekebalan tubuh yang buruk, ruam dapat berukuran amat
besar.1
3.2 Epidemiologi
Pada usia <45 tahun, angka kejadian herpes zoster <1:1000 populasi, namun
angka kejadian meningkat hingga empat kali lipat pada populasi usia >75
tahun.4,5,10 Perempuan memiliki kecenderungan lebih besar menderita herpes
zoster dibandingkan laki-laki.10 Keadaan imunosupresi, terutama infeksi HIV
dan keganasan hematologi secara dramatis meningkatkan angka kejadian
herpes zoster, di mana angka kejadian herpes zoster pada ODHA sebesar 30
dalam 1000 populasi atau 3% setahun.1,2,3,10
Dengan tingginya angka vaksinasi cacar dan menurunnya angka kejadian
cacar pada remaja dan dewasa, populasi dewasa tua tidak memiliki masa
periodik untuk meningkatkan aktivitas imunitas anti-VZV, dan hal ini
diperkirakan memicu meningkatkan kejadian herpes zoster.10
3.3 Patofisiologi
Herpes zoster diakibatkan oleh reaktivasi VZV. Setelah infeksi primer atau
vaksinasi, VZV menjadi dorman di radix dorsal sel ganglion sensoris. Virus
akan kemudian bereplikasi menuruni saraf sensoris pada kulit. Faktor lain
yang memicu hal ini selain usia tua dan imunosupresi belum diketahui.10
12
Lesi herpes zoster umumnya unilateral sesuai perjalanan dermatom saraf
sensoris cranial atau spinalis, dengan sedikit lesi pada dermatom di atas dan
bawahnya. Dermatom yang paling sering terkena adalah thoracalis (55%),
cranialis (20%, paling sering pada nervus trigeminus), lumbalis (15%), dan
sacralis (5%). Pada beberapa kasus nyeri muncul beberapa hari sebelum lesi,
namun tidak jarang lesi muncul bersamaan dengan atau mendahului nyeri.
Lesi pada awalnya berupa papul dan plak eritematous pada dermatom yang
akan menjadi vesikel dalam beberapa jam, dan bertahan hingga beberapa hari.
Terdapat hubungan antara luas lesi dengan keparahan rasa nyeri, dan rasa
nyeri akan semakin hebat pada orang dewasa tua. Vesikel setelah beberapa
hari akan menjadi pustul, kemudian menjadi krusta dan sembuh. Pada orang
dewasa tua dan pasien imunosupresi, kemungkinan terbentuknya jaringan
parut lebih besar.10
3.4 Diagnosis
Bila lesi sudah muncul, diagnosis herpes zoster dapat ditegakkan dengan
pengamatan visual. Namun, herpes simplex virus dapat membentuk lesi yang
serupa, disebut zosteriform herpes simplex. Tes Tzanck berguna dapat
13
mendiagnosis infeksi akut namun tidak dapat membedakan HSV dan VZV.
Herpes zoster sulit didiagnosis tanpa adanya lesi kulit yang khas.10
3.5 Komplikasi
Herpes zoster bukan penyakit yang mengancam nyawa, namun sering
menimbulkan komplikasi.6 Sebanyak 26% kasus herpes zoster tercatat
menimbulkan komplikasi.6,7,8 Dari komplikasi tersebut, sebanyak 20%
merupakan neuralgia pascaherpetik.7 Komplikasi tersebut menyebabkan
tingginya angka rawat inap terkait herpes zoster di rumah sakit.6,7,8
3.6 Terapi
Tujuan pengobatan herpes zoster adalah mengurangi keparahan dan durasi
nyeri, memperpendek durasi penyakit, dan mencegah komplikasi.11 Terapi
yang diberikan antara lain:
a. Antivirus
Antivirus yang umum digunakan adalah Acyclovir sebanyak lima kali
sehari, namun antivirus baru seperti Valaciclovir dan Famciclovir juga
menunjukkan efikasi dan keamanan yang sama baiknya.11
b. Antinyeri
3.7 Prognosis
Lesi dan nyeri biasanya menghilang dalam tiga hingga lima minggu, namun
20% penderita akan mengalami komplikasi neuralgia pascaherpetik.6 Pada
beberapa orang akan timbul reinfeksi berupa zoster sine herpete, yaitu
penjalaran nyeri sesuai dermatom tanpa diikuti lesi. Kondisi ini
14
mempengaruhi sistem saraf dan dapat menyebabkan neuropati dan infeksi
steril pada sistem saraf.12
15
Bab 4. Pembahasan
16
Bab 5. Kesimpulan
Herpes zoster adalah reaktivasi Varicella Zoster Virus dalam tubuh manusia
yang berupa vesikel bergerombol sesuai perjalanan dermatom. Kejadian herpes
zoster meningkat pada individu dewasa tua atau imunosupresi dan sering
menimbulkan komplikasi sehingga meningkatkan angka kejadian masuk rumah
sakit.
Penegakan diagnosis dilakukan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti. Terapi meliputi medikamentosa.
Pada pasien ini, ditemukan bahwa pasien menderita herpes zoster
lumbalis.
17
Daftar Pustaka
18
11. Tyring, Stephen K. 2007. Management of Herpes Zoster and Postherpetic
Neuralgia. J Am Acad Dermatology, 57(S6):S136-S142.
12. Baron, R. 2004. Post-herpetic Neuralgia Case Study: Optimizing Pain
Control. Eur. J. Neurol, 11(S1):3-11.
19