PENDIDIKAN DASAR
Jakarta,
Direktur Tenaga Kependidikan
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Dimensi Kompetensi....................................................................1
C. Kompetensi..................................................................................2
E. Alokasi Waktu..............................................................................2
F. Skenario Kegiatan.......................................................................2
ii
BAB V PERANAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM
PENINGKATAN SEMANGAT KERJA GURU DI
SEKOLAH DASAR............................................................................23
TUGAS ............................................................................................................38
DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................40
LAMPIRAN..........................................................................................................44
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atas dasar pokok pikiran tersebut maka kepala sekolah harus mempunyai
ketrampilan dalam bidang kepemimpinan.
B. Dimensi Kompetensi
1
C. Kompetensi
E. Alokasi Waktu
F. Skenario Kegiatan
2
kondisi pelakasanaan Diklat. Adapun dalam pelaksanaan diklat fasilitator dapat
mengembangkan pembelajaran yang variatif dengan menggunakan fasilitas ICT
serta menampilkan tayangan berupa kejadian/kasus/ model kepemimpinan yang
bersipat situasional.
Disamping itu fasilitator dapat pula mengajak peserta untuk melakukan kegiatan
bermain peran (role playing) yang mampu membuat peserta menghayati
pentingnya kepemimpinan.
oleh karena itu dalam pelatihan ini fasilitator dapat memilih alternatif kegiatan
seperti dibawah ini:
3
PENDAHULUAN tugas dan peranan kepala Kepemimpinan Kepala PRESENTASI
sekolah dasar sekolah dasar
Pengkondisian Diskusi
Ice Breaker
Pre Test Informasi Diskusi
Tanya jawab Kerja kelompok
Informasi
Tanya jawab
Diskusi
Kerja kelompok
kelompok
4
BAB II
Ditinjau dari komponennya, ada beberapa unsur atau elemen utama dalam
organisasi sekolah dasar. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) sumber daya
manusia, yang mencakup kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan
siswa, (2) sumber daya material, yang mencakup peralatan, bahan, dana, dan
sarana prasarana lainnya, (3) atribut organisasi, yang mencakup tujuan, ukuran,
struktur tugas, jenjang jabatan, formalisasi, dan peraturan organisasi, (4) iklim
internal organisasi, yakni situasi organisasi yang dirasakan personel dalam
proses interaksi, dan (5) lingkungan organisasi sekolah.
5
Ditinjau dari karakteristiknya, sekolah dasar merupakan suatu sistem
organisasi. Sebagai suatu sistem organisasi, sekolah dasar bisa ditinjau dari
dua sisi, yaitu sisi struktur organisasi dan perilaku organisasi. Struktur
organisasi mengacu pada framework organisasi, yaitu tata pembagian tugas
dan hubungan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal. Hal ini bisa
mencakup spesifikasi jabatan, pembagian tugas, garis perintah, peraturan
organisasi, serta hierarki kewenangan dan tanggung jawab. Perilaku organisasi
mengacu pada aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi. Organisasi
sekolah dipandang sebagai suatu sistem sosial, yang di dalamnya terjadi
interaksi antar individu untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu atribut
yang banyak berkaitan dengan interaksi perilaku individu dalam organisasi
adalah budaya organisasi.
Bila diterapkan dalam organisasi sekolah dasar, ada tiga komponen yang
berkaitan dengan budaya organisasi sekolah dasar, yaitu: (1) institusi atau
lembaga yang perannya dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
organisasi sekolah, (2) guru-guru sekolah dasar sebagai individu yang memiliki
kepribadian dan kebutuhan, baik kebutuhan profesional maupun kebutuhan
6
sosial, dan (3) interaksi dari kedua komponen tersebut. Untuk itu, kepala
sekolah harus mampu mengintegrasikan kedua komponen tersebut, yakni
peranan, tuntutan dan harapan lembaga, dengan kepribadian, dan kebutuhan
guru, agar bisa mencapai tujuan organisasi secara optimal.
Di sisi lain, Stoop & Johnson (1967) mengemukakan empat belas peranan
kepala sekolah dasar, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business manager, (2)
kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala sekolah sebagai
administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin profesional, (5) kepala
sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah sebagai motivator atau
penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai supervisor, (8) kepala sekolah
sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala sekolah sebagai pendidik, (10) kepala
sekolah sebagai psikolog, (11) kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12)
kepala sekolah sebagai eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai
petugas hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah
sebagai pemimpin masyarakat.
7
Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu
kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisor
pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa sekolah,
organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik, penggerak staf, petugas
hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin masyarakat termasuk tugas
kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik,
psikolog dan supervisor merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor
pendidikan di sekolah.
8
Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang
berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi
merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki
atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari
kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil belajar siswa.
9
BAB III
10
kepemimpinan tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka
kepemimpinan pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk
menggerakkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi (1985)
yang mengemukakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah proses
mempengaruhi, menggerakkan, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-
orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
11
memiliki sifat-sifat kepribadian yang baik. Sebaliknya, pemimpin dikatakan tidak
efektif bila tidak menunjukkan sifat-sifat kepribadian yang baik
12
Berdasarkan teori kepemimpinan dua dimensi, gaya kepemimpinan itu
mengacu pada dua sisi, yaitu sisi tugas atau hasil, dan sisi hubungan manusia
atau proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented)
adalah gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada tugas atau
pencapaian hasil. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan penekanan pada
penyusunan rencana kerja, penetapan pola, penetapan metode dan prosedur
pencapaian tujuan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
hubungan manusia (people oriented) adalah gaya kepemimpinan yang
meneknakan pada hubungan kemanusiaan dengan bawahan. Gaya
kepemimpinan ini ditandai dengan penekanan pada hubungan kesejawatan,
saling mempercayai, saling menghargai, dan kehangatan hubungan antar
anggota (Owens, 1991).
Banyak ahli yang mengkaji teori kepemimpinan dua dimensi dengan istilah
yang berbeda-beda. Cartwright dan Zander menggunakan istilah pencapaian
tujuan (goal achievement), dan pertahanan kelompok (group maintenance).
Halpin dan Winner mengemukakan dengan istilah struktur inisiasi (initiating
structure) dan konsiderasi (consideration). Danil Cartz menyebut dengan istilah
orientasi pada produksi (production oriented) dan orientasi pada pekerja
(employee oriented). Likert menyebut dengan istilah berpusat pada tugas (job
centered) dan berpusat pada pekerja (employee centered). Blake dan Mouton
menggunakan istilah perhatian pada aspek hasil (concern for production) dan
perhatian pada aspek manusia (concern for people) (Owens, 1991).
Semua istilah dimensi kepemimpinan tersebut, oleh Hoy dan Miskel (1987)
diklasifikasi menjadi dua, yaitu perhatian pada organisasi (concern for
organization) dan perhatian pada hubungan individual (concern for individual
relationship).
14
Pada perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa tidak setiap organisasi
bisa digunakan pendekatan kepemimpinan yang sama. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa orientasi kepemimpinan yang menekankan pada
orang cenderung lebih efektif. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa
orientasi kepemimpinan yang menekankan pada tugas justru lebih efektif
(Feldmon & Arnold, 1983; Hoy & Miskel, 1987; Gorton, 1991). Hal ini
disebabkan oleh karakteristik organisasi yang berbeda.
15
Pada perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keberhasilan
kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang ditampilkan pimpinan
dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku yang ditampilkan
anggota dalam organisasi. Untuk itu, pimpinan harus bisa mentransformasi nilai
kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu pendekatan
kepemimpinan yang dikembangkan adalah kepemimpinan transformasional.
Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah dasar bisa memilih teori dan
menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat dari beberapa gaya kepemimpinan
yang ada sesuai dengan karakter pribadi, dan kondisi organisasi sekolah yang
dipimpin. Yang penting kepala sekolah dasar, harus bisa menampilkan peranan
kepemimpinan yang baik. Berkaitan dengan peranan kepemimpinan kepala
sekolah tersebut, Sergiovanni (1991) mengemukakan enam peranan
kepemimpinan kepala sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan
administratif, kepemimpinan supervisi, kepemimpinan organisasi, dan
kepemimpinan tim. Kepemimpinan formal mengacu pada tugas kepala sekolah
untuk merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sesuai dengan dasar dan
peraturan yang berlaku. Kepemimpinan administratif, mengacu pada tugas
kepala sekolah untuk membina administrasi seluruh staf dan anggota organisasi
sekolah. Kepemimpinan supervisi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk
membantu dan membimbing anggota agar bisa melaksanakan tugas dengan
baik. Kepemimpinan organisasi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk
menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga anggota bisa bekerja dengan
penuh semangat dan produktif. Kepemimpinan tim mengacu pada tugas kepala
sekolah untuk membangun kerja sama yang baik diantara semua anggota agar
bisa mewujudkan tujuan organisasi sekolah secara optimal.
16
BAB IV
Secara lebih khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan
khusus manajemen berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan
19
tanggung jawab pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses
peningkatan mutu akan berlangsung secara efisien, terutama dalam
penggunaan sumber daya manusia. Dengan manajemen berbasis sekolah,
keefektifan peningkatan mutu pendidikan dasar juga meningkat, melalui
peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan manajemen berbasis sekolah,
respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.
20
sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen
sekolah dan masyarakat, (7) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki
prakarsa, inisiatif, dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan,
(8) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu
didasarkan pada peningkatan mutu, (9) Pencapaian standar pelayanan minimal,
artinya layanan pendidikan minimal harus bisa dilaksanakan sesuai dengan
standar minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan, dan (10) Pendidikan
untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam
mengelola sekolah, kepala sekolah dasar harus melaksanakan prinsip-prinsip
tersebut dengan baik.
21
berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
22
BAB V
Semangat kerja berasal dari kata morale. Semangat kerja bisa juga
diartikan kegairahan kerja. Semangat kerja merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas. Bila seseorang
memiliki semangat kerja yang tinggi akan melaksanakan tugas secara optimal.
Sebaliknya, bila seseorang kurang memiliki semangat kerja yang baik, tidak
akan bisa melaksanakan tugas secara optimal.
23
guru yang berupa reaksi emosional yang penuh kesungguhan, kedisiplinan,
daya juang, dan keteguhan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru
untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Demikian juga untuk jabatan guru. Seorang guru akan berusaha secara
optimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya, apabila memiliki semangat kerja
yang tinggi. Sebaliknya, bila semangat kerjanya rendah, guru tidak akan
melaksanakan tugas-tugasnya secara baik.
Ditinjau dari tugasnya, ada beberapa tugas guru sekolah dasar. Daughtrey
dan Lewis (1979) mengemukakan tugas guru sekolah dasar menjadi dua, yaitu
tugas di sekolah dan tugas di masyarakat. Tugas di sekolah dibedakan menjadi
dua, yaitu tugas di bidang administrasi sekolah (general duties) dan tugas di
bidang pengajaran (special duties). Sahertian (1990) mengemukakan empat
tugas utama guru, yaitu tugas bidang pengajaran, tugas kemasyarakatan, tugas
pertumbuhan karir, dan tugas administratif. Di sisi lain, pendapat yang lebih
umum, membagi tugas utama guru sekolah dasar menjadi tiga, yaitu tugas
profesional, tugas personal, dan tugas sosial (Usman, 1992).
24
Tugas profesional adalah tugas utama yang berkaitan dengan profesi guru.
Tugas ini meliputi tugas mengajar, mendidik, dan membimbing. Kegiatan
menyusun rencana pengajaran, menguasai bahan, menggunakan metode dan
media pengajaran, mengelola kelas, mengadakan evaluasi, dan melakukan
bimbingan merupakan bagian dari tugas profesional. Bahkan menguasai
landasan kependidikan dan mengadakan penelitian untuk pengembangan
merupakan bagian dari tugas profesional (Raka Joni, 1991).
25
organisasi kerja, kepemimpinan, gaji, kesempatan mengemukakan ide,
kesempatan mempelajari tugas, jam kerja, dan kemudahan kerja (Tiffin, 1952).
Di sisi lain, hasil penelitian Sylvia dan Hutchison juga menemukan bahwa ada
enam faktor yang mempengaruhi turunnya semangat kerja pegawai, khususnya
guru, yaitu dukungan teman sejawat, hubungan dengan pimpinan, gaji,
pekerjaan dan tanggung jawab, kurangnya kesempatan berkembang, kondisi
kerja, dan beban kerja yang berlebihan (Gorton, 1991). Secara lebih jelas, Mc
Laughtin menemukan bahwa ada empat faktor yang menyebabkan rendahnya
semangat kerja guru, yaitu kurangnya input dalam pengambilan keputusan,
kurangnya hubungan teman sejawat, dan kurangnya pengakuan prestasi.
26
BAB VI
27
langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan
yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya,
dan sejenisnya.
28
Di sisi lain, hasil penelitian White (1992) menunjukkan bahwa kesempatan
guru untuk terlibat dalam pengambilan keputusan sekolah berpengaruh
terhadap pertumbuhan jabatan guru. Hasil penelitian Berends (2000) juga
menunjukkan bahwa karakteristik program sekolah juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan profesio-nalisme guru.
Tujuan akhir dari program peningkatan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi adalah pencapaian profesionalisme personel dalam menjalankan
tugas. Peningkatan kemampuan personel pada dasarnya diarahkan untuk
meningkatkan profesionalisme personel dalam melaksanakan tugas. Demikian
juga, peningkatan semangat kerja personel dalam organisasi, pada dasarnya
diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme personel dalam melaksanakan
tugas. Dengan demikian, peningkatan semangat kerja ataupun kemampuan
guru dalam melaksanakan tugas pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
profesionalisme guru dalam menjalankan tugas-tugas sebagai guru.
29
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan yang mumpuni
dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Di sisi lain, Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua
sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction) dan komitmen
(commitment) guru. Guru yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang
tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan
memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga
memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah
kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh
tanggung jawab.
30
melaksanakan tugas tercermin pada keahlian, tanggung jawab, kemandirian,
dan kemauan guru untuk terus mengembangkan diri secara terus-menerus
dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan guru.
Bila ditelaah dari unsur-unsurnya, pada dasarnya ada dua aspek yang
menentukan tingkat profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas, yaitu
aspek kemampuan dan kemauan. Guru yang profesional adalah guru yang
memiliki kemampuan dan kemauan yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas
jabatan. Dengan kata lain, memiliki kemampuan dan semangat kerja yang baik
dalam melaksanakan tugas. Untuk itu, dalam meningkatkan profesionalisme
guru, perlu didukung dengan kemampuan yang baik dan semangat kerja yang
baik. Dan semua itu, bisa berkembang dengan baik, bila kepala sekolah
menerapkan kepemimpinan yang baik. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kemampuan dan semangat kerja, serta profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
31
bisa berkembang dengan baik. Guru juga akan memiliki semangat kerja yang
baik, bila kepala sekolah mampu menciptakan iklim kerja yang kondusif.
Dengan meningkatnya kemampuan dan semangat kerja guru yang
berkelanjutan merupakan kunci tercapainya profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas. Dengan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas,
akan menjadi sarana tercapainya keefektifan kerja organisasi sekolah, yang
secara langsung akan menjadi sarana utama tercapainya tujuan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara optimal.
32
BAB VII
33
1999). Tim kerja menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi
(Robbin, 2001).
Keefektifan kerja tim bisa dilihat dari beberapa aspek. Hal itu bisa dikaji
dari teori keefektifan tim. Banyak ahli yang mengemukakan karakteristik tim
kerja yang efektif dari beberapa sudut pandang. Secara sederhana, White dan
Bednar (1991) mengemukakan tiga karakteristik keefektifan tim, yaitu (1) hasil
kerja tim dapat mencapai tujuan, yakni sesuai dengan harapan pengguna, (2)
kemampuan anggota dalam bekerja sama dapat dipertahankan dan di-
tingkatkan, dan (3) anggota memiliki kepuasan terhadap hasil kerja tim.
Di sisi lain, Jenk (1990) mengemukakan karakteristik tim kerja yang efektif
dari tujuh komponen. Dari sisi interaksi, ada kejujuran, keterbukaan, dan
komunikasi dua arah di antara anggota dalam mencapai tujuan organisasi. Dari
sisi tujuan, setiap anggota memahami dengan jelas, dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan. Dari sisi keanggotaan, antara anggota satu dengan lainnya
saling mengenal dan saling mempertahankan tim yang efektif. Dari sisi
kekohesifan, masing-masing anggota saling menerima dan memberikan
dukungan. Dari sisi norma, setiap anggota memahami dan mematuhi aturan
yang telah disepakati. Dari sisi dinamika, keputusan yang penting selalu
ditetapkan bersama, bila ada konflik tidak ditekan atau dibiarkan, tetapi
dianggap sebagai aspek komunikasi yang terbuka.
Menurut Kreitner dan Kinicki (1992) ada tiga komponen utama yang
menentukan keefektifan kerja tim, yaitu kooperatif, kepercayaan dan
kekohesifan. Kooperatif mengacu pada keterpaduan dalam melaksanakan kerja
sama yang baik di antara anggota. Hal tersebut mencakup kolaborasi dan
34
koordinasi. Tiap anggota memiliki tanggung jawab bersama untuk mencapai
tujuan, dan terdapat koordinasi yang baik di antara anggota dalam
melaksanakan tugas. Kepercayaan memiliki makna antara anggota saling
memiliki kepercayaan dalam melaksanakan tugas, baik yang berkaitan dengan
niat, tujuan atau perilaku untuk untuk mencapai tujuan organisasi. Kekohesifan
mengacu pada tingkat keharmonisan dan keeratan hubungan di antara anggota
melebihi perbedaan yang dimiliki masing-masing anggota.
36
(Thompson, 2004). Hasil review Joyce (Reynolds, 1996) menunjukkan bahwa
hubungan kolaboratif antar personel dalam organisasi merupakan salah satu
kunci peningkatan atau pembaharuan organisasi. Komponen tersebut
merupakan karakteristik utama keefektifan kerja tim. Oleh karena itu, dapat
digarisbawahi bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara keefektifan kerja
tim guru dengan peningkatan atau pembaharuan sekolah. Semakin efektif kerja
tim guru semakin tinggi tingkat peningkatan, pembaharuan atau kemajuan
sekolah.
37
TUGAS
Tugas :
39
DAFTAR RUJUKAN
Bisset, R.T. and Nichol, J. 1998. Sense of Professionalism the Impact of 20-
day Courses in Subject Knowledge on the Professional Development
of Teachers, Teacher Development 2 (3). Hal. 433-451.
Feldmon, C.D, & Arnold, H.J. 1983. Managing Individual and Group
Behavioral in Organization. Auckland: Mc Graw Hill Book Company.
40
Glickman, C.D. 1981. Developmental Supervision. Washington: Association
for Supervision and Curriculum Development.
Gordon, J.R., Mondy, R.W., & Sharplin, A., et al. 1990. Management and
Organizational Behavior. Boston: Allyn and Bacon.
Gorton, R.A, & Schneider, G.T. 1991. School Based Leadership, Challenges
and Opportunities. Keeper Boulevard, Dubuque: Wm.C. Brown
Publishers.
Hughes, R.L., Ginnet, R.C., & Curphy, G.J. 1999. Leadership: Enhancing the
Lessons of Experience. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.
Jenks, V.O. 1990. Human Relation in Organizations. New York: McGraw Hill
Company, Inc.
Kimbrough, R.B & Burkett, C.W. 1990. The Principalship: Concepts and
Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
41
Kreitner, R. & Kinicki, A. 1992. Organizational Behavior. Boston: Richard D.
Irwin, Inc.
Neagley, R.I. and Evan, N.D. 1980. Handbook for Effective Supervision of
Instruction. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Reynolds, D., Bollen, R., Creemers, B., et al. 1996. Making Good Schools:
Linking School Effectiveness and School Improvement. London:
Routledge.
42
Rossow, L.F. 1990. The Principalship, Dimension in Instructional
Leadership. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Sahertian, P.A. & Sahertian, I.A. 1990. Supervisi Pendidikan dalam rangka
Program Inservice Education. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Stoops, E., & Johnson, R.e., 1967. Elementary School Administration. New
York: McGraw Hill Book Company.
Thompson, L.L. 2004. Making theTeam: A Guide for Managers. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
White, P.A. 1992. The Teacher Empowerment under Ideal School Site
Autonomy, Educational Evaluation and Policy Analysis 14 (1). Hal. 69-
82.
43
LAMPIRAN
Tugas :
44