Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TOPIK : Perawatan Luka Sistostomi


SASARAN : Keluarga pasien di ruang Poli Bedah RSUD Dr. Saiful
Anwar, Malang
HARI/ TANGGAL : 26 Mei 2017
WAKTU : 30 Menit
TEMPAT : Ruang tunggu keluarga
PERTEMUAN KE- : 1 (pertama)
PENYULUH : Kelompok 12
` 1. Boby Anggara
2. Rina Liska Sari
3. Witriya

A. TUJUAN
1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, Keluarga pasien
diharapkan mampu memahami tentang tindakan Perawatan Luka
Sistostomi

2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah dilakukan penyuluhan Keluarga pasien diharapkan mampu
mengetahui dan menerapkan Perawatan Luka Sistostomi

B. POKOK BAHASAN
- Perawatan Luka Sistostomi

C. SUB POKOK BAHASAN


- Perawatan pada pasien dengan Luka Sistostomi
D. KEGIATAN PENYULUHAN

KEGIATAN KEGIATAN MEDIA/


TAHAP METODE
KEGIATAN PENYULUH PESERTA ALAT
1. Memberi salam 1. Menjawab salam Ceramah Leaflet
dan Tanya
2. Memperkenalka 2. Tanggap dan
n diri antusias jawab

3. Mendengarkan
3. Menjelaskan
topik 4. Mendengarkan
PENDAHULUA
N 4. Menjelaskan 5. Mendengarkan
tujuan
( 5 menit) 6. Menjawab
5. Menjelaskan
relevasi 7. Menyetujui

6. Melakukan
apersepsi

7. Melakukan
kontrak waktu
PENYAJIAN Penyampaian Ceramah Leaflet
Materi
dan diskusi
(15 menit) 1. Mendengarkan
1. Menjelaskan dan
diet untuk memperhatiakan
pasien diabetes dengan penuh
melitus antusias

2. Melakukan 2. Menjawab
tanya jawab
PENUTUP 1. Tanya jawab 1. Menyampaikan Diskusi Leaflet
dan menjawab
( 10 menit) 2. Menyimpulkan pertanyaan
hasil materi
2. Mendengarkan
3. Mengucapkan
salam
3. Menjawab salam
E. PENGATURAN TEMPAT

Keterangan :
Ungu : Meja
Merah : Peserta
Orange : Meja
Hijau : Penyuluh

F. EVALUASI
1. Struktur
Persiapan perawat
Persiapan peserta
Persiapan alat
2. Proses
Peserta hadir tepat waktu
Peserta antusias mendengarkan materi yang disampaikan
Peserta aktif pada sesi tanya jawab
3. Hasil
Peserta paham tentang materi yang disampaikan
Peserta mampu menjawab pertanyaan dari penyuluh

G. REFERENSI
1. Van de Graff. Human Anatomy-Urinary system. 6th Ed .McGraw-Hill
Higher Education, 2014. P.687-91.
2. Cohen SA, Lakin CM, Kim ED. Suprapubic Cystostomy. Medscape. 2015

KONSEP TEORI
1. Definisi

Sistostomi merupakan istilah umum untuk tindakan pembedahan untuk


membuka buli-buli. Namun istilah ini mengalami penyempitan dan mengarah
kepada sistostomi suprapubik atau kateterisasi suprapubik. Pada keadaan dimana
individu tidak dapat mengsosongkan kandung kemihnya dan kateterisasi uretra
tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan, maka sistostomi suprapubk merupakan
pilihannya.
Sistostomi dengan tujuan kateterisasi suprapubik dapat dilakukan melalui 2
cara yaitu dengan membuka melalui insisi infraumbikal diatas simfisis pubis dan
melalui pendekatan perkutaneuis, dimana kateter dimasukan secara langsung
melewati dinding perut, diatas simfisis pubis (dengan atau tanpa tuntunan
ultrasonografi atau visualisasi melalui sistoskopi yang flexible).

2. Anatomi fisiologi

Kandung kemih (Vesika Urinaria) terletak di pelvis anterior dan dilingkupi


oleh lemak extraperitoneal dan jaringan konektif. Vesika urinaria dipisahkan
dengan simfisis pubis oleh ruang prevesical anterior yang dikenal dengan
retropubik (Retzius). Bagian atas vesika urinaria ditutupi oleh lapisan peritoneum
dan leher vesika urinaria terfiksasi dengan struktur sekitarnya.
Ukuran vesika urinaria tergantung pada volume urine yang terkandung. Vesika
urinaria yang kosong berbentuk piramid. Saat vesika urinaria terisi, bentuknya
menjadi oval. Pada sisi basal vesika urinaria terdapat ureter dan uretra berada pada
sisi inferior vesika urinaria (disebut juga sisi apeks).
Dinding vesika urinaria mengandung empat lapisan. Lapisan paling dalam,
yaitu lapisan mukosa, mengadung epitel transisional yang akan menjadi semakin
tipis seiring pengisian vesika urinaria. Pada bagian di mana ureter masuk ke dalam
vesika urinaria, terdapat modifikasi lapisan mukosa menjadi katup, yang berfungsi
untuk mencegah aliran balik dari vesika urinaria ke dalam ureter. Daerah segitiga
yang terdapat di antara dua muara ureter dan uretra disebut sebagai daerah
trigonum. Daerah ini mengandung rugae yang relatif lebih sedikit dibandingkan
daerah lain pada vesika urinaria, sehingga bentuk trigonum relatif stabil meski
terjadi distensi urine (saat pengisian) dan kontraksi (saat pengosongan).
Perfusi pada vesika urinaria berasal dari arteri vesikular superior dan inferior,
yang keduanya merupakan percabangan dari arteri iliaka interna, yang akan
kembali ke dalam vena iliaka interna. Inervasi autonomik pada vesika urinaria
berasal dari pleksus pelvik. Inervasi simpatis berasal dari thorakalis 12 dan lumbal
1 dan 2. Sistem saraf simpatis menginervasi trigonum, muara uretra, dan
pembuluh darah dari vesika urinaria. Inervasi parasimpatik, berasal dari sacrum 2,
3, dan 4, berfungsi mempersarafi otot detrusor. reseptor sensorik pada vesika
urinaria yang terangsang saat terjadi distensi, menyalurkan impuls ke sistem saraf
pusat melalui nervus spinalis.

Gambar 1. Vesika Urinaria pada Wanita


Gambar 2. Vesika Urinaria pada Pria
3. Sistostomi

a. Indikasi dilakukan sistostomi :


1) Retensi urin akut yang tidak dapat atau gagal dilakukan kateterisasi urethra
(dapat disebabkan oleh pembesaran prostat karena BPH atau prostatitis,
striktur urethra, false passage, atau ada nya kontraktur leher kandung
kemih)
2) Trauma urethra (rupture urethra)
3) Penanganan terhadap komplikasi infeksi saluran kencing bagian bawah
seperti pada prostatis bacterial akut, Fourniers ganggren
4) Penggunaan kateter urin yang lama (bisa disebabkan karena gangguan
neurogenik yang berhubungan dengan cedera medulla spinalis, stroke,
multiple sklerosis, neurpathy, atau disinergi spingter detrusor).
5) Pasien yang menjalani rekonstruksi urethra atau bladderneck ataupun
fistula
6) Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR
Prostat.
b. Kontraindikasi dilakukan sistostomi :

1) bila vasika urinaria tidak distesi, tidak dapat di palpasi atau tidak dapat
dilokalisasi dengan bantuan ultrasonografi
2) Pasien dengan riwayat kanker vesika urinaria
3) Pasien dengan terapi antikoagulan atau mengalami koagulopati
4) Kanker pelvis

4. Jenis Sistostomi
Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka
atau dengan perkutaneus (trokar) sistostomi.

5. Sistostomi Tertutup

Alat-alat dan bahan yang digunakan :


1. Kasa steril, alat dan obat untuk disinfeksi (povidon iodin).
2. Kain steril untukmempersempit lapangan operasi.
3. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah
diisi dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.
4. Obat anestesi lokal.
5. Needle ukuran 22 G, 7.75 cm spinal needle
6. Alat pembedahan minor antara lain pisau, jarum jahit kulit, benang sutra
(zeyde), dan pemegang jarum.
7. Kantong penampung urine (urobag)
8. Suprapubik cateter kit (Cook Peel-Away Seath)
9. Kateter foley

6. Teknik Pelaksanaan

Dua teknik yang dapat dilakukan yaitu menggunakan teknik Seldinger atau
menggunakan trokar yang tajam.
Pasien dalam posisi supine
1. Disinfeksi lapangan operasi.
2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.
3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan lidokain 2% mulai dari kulit,
subkutis hingga ke fasia dan buli-buli pada kurang lebih 2 jari diatas
simfisis pubis dengan menggunakan spinal needle.
4. Pindahkan syringe dan masukan guide wire ke dalam jarum sampai
mencapai buli.
5. Sambil memegang wire, secara hati-hati pindahkan jarum hingga
tertinggal wire saja
6. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada posterior wire dengan scapel
no 11, kemudian diperdalam sampai buli-buli dengan fasia dilator dan
Peel Away Sheath.
7. Pindahkan wire dan fasia dilator hingga tersisa Peel Away Sheath pada
buli-buli.
8. Masukan foley kateter melalui intraviscal sheath kedalam buli-buli.
9. Aspirasi urin untuk mengkonfirmasi letak dari kateter.
10. Gembungkan balon Foley kateter dengan 10 ml aquades dengan
menggunakan syringe.
11. Secara lembut, pindahkan Peel Away Sheath dari buli-buli dan dinding
abdomen anterior.
12. Hubungkan kateter supra pubik dengan urin bag.
13. Lakukan fiksasikateter ke dinding abdomen anterior.
14. Letakan kasa steril pada sisi sitostomi dan difiksasi dengan menggunakan
plester.

Gambar 3. Teknik Pemasangan Sistostomi


Gambar 4. A Set Sistostomi Perkutaneus Stamey dengan set obturator dan kateter B.
Lokalisasi buli-buli dengan jarum spinal yang diletakan secara perkutaneus diatas
tulang simfisis. C Dimasukan kateter dengan obturator sistostomi perkutaneus

Jika tidak dapat dilakukan teknik Seldinger, dapat dilakukan sistostomi


menggunakan trokar yaitu melalui
1. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan lidokain 2% mulai dari kulit,
subkutis hingga ke fasia.
2. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung 1
cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia.
3. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan spuit 10 cc
untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli.
4. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya
tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor (Gbr. 5).
5. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli
akan keluar urine memancar melalui sheath trokar.
6. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk)
dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter
setengah lingkaran tetap ditinggalkan (Gbr. 6).
7. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah
lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10
cc. Setelah diyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter setengah
lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan
kantong penampung (urobag). (Gbr. 7).
8. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang silk dan luka operasi ditutup
dengan kain kasa steril. (Gbr. 8).

Gbr. 5 : Menusukkan trokar ke dalam buli-buli Gbr. 6 : Trokar


masuk di buli-buli

Gbr.7 : Memasukkan kateter melalui Gbr. 8 : Kateter difiksasikan pada


kulit. tuntunan slot kateter setengah lingkaran.
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell dapat pula dipakai alat trokar
konvensional, hanya saja pada langkah ke 8, karena alat ini tidak dilengkapi
dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang dipakai adalah kateter
lambung (NG tube) nomer 12 F. Kateter ini setelah dimasukkan kedalam buli-buli
pangkalnya harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari bulu-buli.
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah
pemasangan kateter sistostomi adalah :
1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat.
Mencederai rongga/organ peritoneum.
2. Menimbulkan perdarahan.
3. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan
menimbulkan infeksi, enkrustasi kateter, timbul batu saluran kemih,
degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.

6. Sistostomi Terbuka

Sistostomi terbuka dikerjakan jika terdapat kontraindikasi pada tindakan


sistostomi trokar atau tidak tersedia alat trokar maupun sistostomi trokar gagal.
Dianjurkan melakukan sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks/
bekas operasi di suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang
mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang
tidak mungkin dilakukan tindakan peruretra. Bila akan dilakukan tindakan
tambahan sepertimengambil batu dalam buli-buli, evakuasi gumpalan darah,
memasang drain di kavum Retzii dan sebagainya, sistostomi terbuka dapat
dilakukan.

7. Prosedur

1. Posisi terlentang
2. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik
3. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
4. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.
5. Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus
sepanjang lebih kurang 10 cm. Disamping itu dikenal beberapa macam
irisan yaitu transversal menurut Cherney.
6. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia anterior muskulus rektus
abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada
linea alba.
7. Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang
retraktor.
8. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya putih banyak terdapat pembuluh
darah.
9. Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.
10. Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat
irisan di tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem. Urine yang
keluar dihisap dengan mesin penghisap.
11. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya: tumor, batu, adanya
perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.
12. Pasang kateter Foley ukuran 20 F 24 F.
13. Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.
14. Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli
digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli
pada otot rektus kanan dan kiri.
15. Jahit luka operasi lapis demi lapis.
16. Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter
dikembangkan juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.

8. Perawatan Paska Sistostomi


Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi. Perubahan
kateter pertama harus dilakukan setelah sekitar 4-6 minggu untuk memberikan
waktu bagi saluran untuk membentuk. Selanjutnya, jika kateter ditujukan untuk
penggunaan jangka panjang, katetr dapat dinaikkan ukuranya. Contoh, jika pasien
menggunakan kateter berukuran 22 Fr dapat dinaikkan menjadi 24 Fr. Setiap
lumen lebih kecil dari 16 Fr diameter beresiko tinggi untuk obstruksi (dengan
sedimen atau lendir)

DAFTAR PUSTAKA
Van de Graff. Human Anatomy-Urinary system. 6th Ed .McGraw-Hill Higher
Education, 20014. P.687-91.

Cohen SA, Lakin CM, Kim ED. Suprapubic Cystostomy. Medscape. 2015

Mndez-Probst CE, Razvi H, Denstedt JD. Fundamentals of


instrumentation and urinary tract drainage. Campbell-
walsh urology. 10th Edition. Philadelphia: Elsevier Inc;
2014. Chapter 7.

Ponka D and Baddar F.2012, Suprapubic Bladder Aspiration. Canadian.

Family James RE, Palleschi JR. Suprapubic tap or aspiration. Pfenninger


and fowler's procedures for primary care. 3rd Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2011. Chapter 114, p.784-785.

Anda mungkin juga menyukai