SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MEIRINA FATMASARI
G0004153
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu keluhan yang sering didengar dalam praktek kedokteran ialah
insomnia atau kesukaran tidur (Maramis, 1995). Faktor yang erat kaitannya
lingkungan yang menyulitkan tidur, kafein, alkohol, perokok berat, tidur siang,
kebiasaan tidur terlalu dini atau menghabiskan waktu ditempat tidur ketika tidak
ingin tidur. Insomnia adalah keadaan sulit tidur, sulit mempertahankan tidur,
sering terbangun ketika tidur, bangun tidur terlalu dini (Lumbantobing, 2004).
usia penglihatan tak lagi tajam dan kualitas pendengaran semakin berkurang.
perubahan usia mengubah topeng yang menutupi masalah tidur. Contohnya, tidur
apnea dan kelainan bernapas sering terjadi di usia paruh baya sampai usia tua.
Pengulangan bangun diwaktu malam yang disebabkan oleh kurang napas, bisa
memicu terjadinya ketiduran di siang hari. Banyak manula mengira bahwa tidur
kalangan usia muda. Tidak hanya melingkup pola tidur, melainkan juga
2
Pada sebagian besar kasus insomnia, inti permasalahannya adalah
sosial yang tak berpihak termasuk di antara yang memicu sulitnya tidur. Depresi
(Rafknowledge, 2004).
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Ngrampal, Sragen.
D. MANFAAT PENELITIAN
3
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
a. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan ini sangat relatif tergantung pada umur, status mental, status fisik,
dan status sosial individu (Soejono, 1990). Makin muda usia,makin banyak
Sedangkan pada orang dewasa berkisar antara 4-8 jam sehari (Nanang, 1990).
kehamilan, stres mental, dan peningkatan aktivitas mental (Kaplan & Sadock,
1997).
Kira-kira 70% hormon pertumbuhan akan disekresi selama tidur. Oleh karena
itu, sangat penting untuk pemeliharaan dan penyembuhan tubuh (Dracup &
Bryan, 2000).
disorganisasi ego, halusinasi, dan waham. Pasien yang kekurangan tidur REM
5
sering menunjukkan sikap mudah tersinggung dan letargi (Kaplan &
Sadock,1997).
a. Short Sleepers
b. Long Sleepers
terjadi secara teratur dan menurut siklus tertentu. Siklus tersebut relatif sama
teratur.
6
c) Tekanan darah juga cenderung rendah dengan sedikit
otak dan fisiologis yang aktif, hampir mirip dengan keadaan terjaga.
antara lain:
7
akan berkurang dan frekuensi bangun di malam hari akan bertambah
1. Stadium Tidur
Siklus tersebut relatif sama pada orang yang sehat. Apa yang terjadi dalam
tidur dapat diterangkan melalui gambaran sel-sel otak selama tidur. Untuk
otak, gerakan bola mata, dan tonus otot dapat terekam. Dari rekaman EEG
Stadium I
kadang Theta. Dalm stadium ini tidak terlihat aktivitas bola mata yang
8
cepat, sementara tonus otot menurun bila dibandingkan dengan stadium
Stadium II
peningkatan tonus otot secara tiba-tiba. Hal ini menunjukkan bahwa otot-
Stadium III
(Nanang, 1990).
Stadium IV
tampak aktivitas bola mata yang cepat, dan terjadi penurunan tonus otot
(Nanang, 1990).
Setiap orang normal akan memulai fase tidur dari fase relaks
stadium IV. Setelah itu memasuki fase REM sleep dan berlahan-lahan
memejamkan mata sampai masuk tidur disebut Sleep latency (SL). Pada
keadaan normal waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 5 menit (Soejono,
1990).
9
Pada kondisi normal, orang dewasa mamasuki stadium I dan II
dengan cepat dan mempunyai stadium tidur dalam stadium II dan IV yang
berbeda antara 70 100 menit. Setelah itu, timbul stadium REM yang
menjelang pagi, tidur yang dalam semakin berkurang dan tidur REM
(Nanang, 1990).
2. Irama Tidur-Bangun
orang dewasa tidur sekali, kadang-kadang dua kali. Irama tersebut tidak
terdapat saat lahir tetapi berkembang dalam dua tahun pertama kehidupan.
Pada beberapa wanita, pola tidur berubah selama fase siklus menstruasi.
Tidur sejenak (naps) yang dilakukan pada waktu berbeda di siang hari
adalah sangat berbeda dalam kandungan tidur REM dan NREM-nya. Pada
petidur malam hari yang normal, tidur sejenak yang dilakukan pada pagi
hari atau pada siang hari menagandung sejumlah besar tidur REM,
sedangkan tidur sejenak yang dilakukan pada petang hari atau menjelang
malam mengandung tidur REM yang jauh lebih sedikit. Tampaknya, suatu
10
irama sirkadian mempengaruhi kecenderungan memiliki tidur REM
3. Gangguan Tidur
a.) Dyssomnia
adalah jumlah, kualitas atau waktu tidur yang disebabkan oleh hal-hal
(Maslim, 2002).
b.) Parasomnia
b. Insomnia
1. Pengertian
11
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mepertahankan
tidur.
dengan gejala-gejala selalu merasa lelah dan letih sepanjang hari dan
tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali
tidur.
malam, maupun terbangun lebih awal dan tidak bisa tidur lagi.
2. Macam Insomnia
bisa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang,
12
terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak berhubungan dengan
obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua. Insomnia ini
keluhan non organik seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang
mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut
13
Ditandai dengan seringnya terbangun di tengah malam dan kesulitan
Yaitu sering bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali.
Jika lamanya kurang dari 4 minggu. Biasanya terjadi pada orang yang
14
Yaitu kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur, tanpa atau
3. Epidemiologi
satu tahun. Lebih dari 50 % usia lanjut mengeluhkan kesulitan waktu tidur
44-45 tahun.
4. Faktor Penyebab
15
a.) Problema situasi seperti adanya stress, tekanan pekerjaan, dan
ketidakselarasan perkawinan.
b.) Umur (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 60
tahun).
c.) Gangguan medik yang tidak bisa dielakkan umpamanya rasa sakit dan
ketidakenakan fisik.
menyebabkan insomnia.
b.) Kebiasaan
insomnia.
16
d.) Jenis kelamin
5. Simptom
Simptom insomnia dapat meliputi salah satu atau lebih simptom di bawah
1) Kesulitan tidur
4) Tidur yang tidak menyegarkan (rasa lelah saat bangun dan selama
keseharian)
satu bulan
17
4) Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
6. Akibat
berikut :
1) Efek fisiologis.
melatonin.
2) Efek psikologis.
3) Efek fisik/somatik.
4) Efek sosial.
18
Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
5) Kematian.
harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
c. Usia
19
40 - 65 tahun = masa setengah umur (Prasenium)
Kalau dilihat pembagian umur dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang disebut usia lanjut adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke
20
Tidur pada remaja dewasa muda (16-30 th.) mempunyai pola
hormonal yang terjadi di akhir masa pubertas. Pada masa ini mereka
(Prasadja, 2006).
setiap harinya. Tetapi waktu tidurnya berubah, rasa kantuk baru menyerang
sekitar tengah malam, dimana orang lain sudah tertidur. Saat orang lain
mulai mengantuk pada pukul 21:00 atau 22:00, orang muda justru baru
Sementara di pagi hari sudah harus bangun awal untuk mempersiapkan diri
sosial yang menggoda untuk bermain hingga larut, bahkan pagi hari.
1 Lebih dari sepertiga (36%) dewasa muda usia 18-29 tahun dilaporkan
21
2 Hampir seperempat dewasa muda (22%) sering terlambat masuk kelas
23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65 tahun) (Prasadja,
2006).
umumnya memang diperlukan jam tidur sekitar delapan jam per malam.
Meski pada orang-orang tertentu dengan jam tidur hanya dua jam, pun
tetap bisa produktif dan pola ini tergolong wajar (Nariswari, 2008).
dengan cepat dan mempunyai stadium tidur dalam (stadium 3 dan 4) yang
berkisar antara 70 - 100 menit. Setelah itu timbullah stadium REM yang
gambaran EEG nya mirip dengan stadium tidur yang dangkal. Kejadian
22
mendekat ke pagi hari, tidur yang dalam semakin berkurang dan tidur
tidur REM. Secara keseluruhan periode tidur REM meliputi 25% dari
usia lebih lanjut. Lebih dari 50% usia lanjut mungkin mengeluhkan
diikuti oleh dorongan irama sirkadian untuk terjaga. Sehingga kita sering
lanjut usia adalah insomnia sekunder. Insomnia ini bisa terjkadi karena
waktu tidur dalam (delta sleep) lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1
penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye
Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur
normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang.
23
dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol
waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan
24
B. KERANGKA PEMIKIRAN
RESPON PENYESUAIAN
C. HIPOTESIS
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
resiko) dengan variabel tergantung yang diobservasi hanya sekali pada saat
B. LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Sragen.
C. SUBJEK PENELITIAN
yaitu :
1. Kriteria inklusi:
2. Kriteria eksklusi:
26
a. Sedang menderita penyakit.
D. TEKNIK SAMPLING
yaitu metode mencuplik sampel secara acak di mana masing-masing subjek atau
unit dari populasi memiliki peluang sama dan independen untuk kepilih ke
Z 21 - / 2 p q
n
d2
(1,96) 2 . 0,30 . 0,70
n
(0,10) 2
80,6736
E. IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel bebas
2. Variabel terikat
Darajat insomnia
3. Variabel luar
a. Faktor Internal
27
Genetik, gangguan psikologis, penyakit medis, irama biologis
b. Faktor Eksternal
kebiasaan.
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat
insomnia jika skor Insomnia Rating Scale < 8. Data yang didapat adalah
28
insomnia dan tidak insomnia. Dengan demikian skala datanya adalah
nominal.
Uji analisis yang digunakan adalah chi square (X2). Chi square adalah
teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi
terdiri atas dua atau lebih klas, data berbentuk kategori dan sampelnya besar
N(ad - bc)
Rumus dasar chi square adalah : X2 =
(a b)(c d)(a c)(b d)
N = sampel
2). Taraf signifikasi yang dipakai adalah 5%, dengan ketentuan jika Xo
29
(Sugiono, 2005)
2. Uji Anova
H. INSTRUMENT PENELITIAN
Dalam penelitian ini ada beberapa instrumen yang akan digunakan yaitu:
yang mungkin invalid karena kesalahan subjek penelitian. Nilai batas skala
asalah 10. Artinya, apabila responden mempunyai nilai 10, maka data hasil
Rating Scale yang telah dibakukan oleh KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri
Biologi Jakarta) yang telah dikenal sebagai KSPBJ Insomnia Rating Scale
yang terdiri dari 8keluhan gangguan tidur yang dianggap cukup untuk
a. No Insomnia : <8
30
c. Moderate Insomnia : 13-18
kebohongan sampel. Bila didapatkan angka lebih besar atau sama dengan 10
Scale yang diperoleh 8 dan tidak insomnia bila skor Insomnia Rating Scale
31
J. SKEMA PENELITIAN
UJI STATISTIK
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN
penelitian selanjutnya yaitu untuk usia remaja yang memenuhi syarat sebanyak
27 orang karena 3 subyek penelitian tidak lulus tes L-MMPI,dan untuk usia
dewasa yaitu 29 orang yang telah memenuhi syarat karena 1 subyek penelitian
tidak lulus tes L-MMPI, sedangkan untuk lansia yaitu 25 orang yang telah
memenuhi syarat karena 5 orang tidak lulus tes L-MMPI. Sehingga dari jumlah
(orang) (%)
1. Remaja 27 33,34
2. Dewasa 29 35,80
3. Lansia 25 30,87
Jumlah 81 100
33
Berdasarkan table di atas, jumlah responden terbanyak adalah dewasa,
Jumlah 81 100
Tabel. 3 Distribusi frekuensi insomnia pada usia remaja, dewasa, dan lansia
1. Remaja 12 26,09
2. Dewasa 16 34,78
3. Lansia 18 39,13
Jumlah 46 100
34
Tabel. 4 Distribusi responden yang mengalami insomnia berdasarkan
klasifikasi insomnia
Tingkatan Insomnia
1. Remaja 11 1 - 12
2. Dewasa 14 2 - 16
3. Lansia 10 8 - 18
Jumlah 35 11 - 46
B. ANALISA DATA
35
X2 hitung sebesar 10,80 dimana nilai ini lebih kecil daripada X2 tabel sebesar
bahwa tidak ada perbedaan proporsi insomnia pada remaja, dewasa, dan lansia
di RW I Desa Bener.
mengukur scor rata-rata insomnia pada remaja, dewasa, dan lansia. Didapatkan
F hitung sebesar 4,100, dimana harga F tabel lebih kecil 3,114 maka Ho ditolak
dan Ha diterima atau dikatakan ada perbedaan scor rata-rata insomnia pada
dewasa, dan lansia di Desa Bener Rw I tidak terdapat perbedaan yang signifikan
tetapi didapatkan perbedaan yang signifikan pada scor rata-rata insomnia pada
remaja, dewasa, dan lansia, dimana lansia menduduki scor rata-rata paling
tinggi.
36
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa data yang diuji dengan uji chi square
didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara proporsi kejadian insomnia pada
remaja, dewasa, dan lansia, karena X2 =10,80. Tetapi berdasarkan nilai scor rata-rata
yang diuji dengan uji anova didapatkan perbedaan nilai scor rata-rata insomnia
dimana kelompok lansia mempunyai nilai rata-rat yang paling tnggi. Di dalam teori
sebelumnya dikatakan bahwa kejadian insomnia lebih cenderung meningkat pada usia
Insomnia adalah kesulitan untuk tidur baik itu kesulitan untuk memulai
tidur, kesulitan untuk kembali tidur setelah terbangun ditengah malam, maupun
terbangun lebih awal dan tidak bisatidur lagi (Goldman, 1997). Faktor penyebab
terjadi pada orang berusia di atas 60 tahun). 3) Gangguan medik yang tidak bisa
berhubungan dengan pemakaian obat, umpamanya gejala lepas obat, alkohol, atau
sedatif. 5) Kondisi psikologis terutama gangguan jiwa berat sperti schizophren dan
gangguan afektif.
Maka lansia dapat dikatakan mempunyai resiko tinggi untuk mengalami insomnia.
37
Hal ini disebabkan karena kebutuhan tidur untuk tiap-tiap umur berbeda-beda. Pada
remaja membutuhkan waktu untuk tidur 8,5-9,5 jam, orang dewasa membutuhkan
tidur 6-8 jam. Dan semakin dia berumur atau tua, maka semakin sedikit kebutuhan
tidurnya. Dengan kata lain, dia akan kian sulit memejamkan mata dan tidak dapat
tidur untuk waktu yang relatif lama (Elmeida, 2008). Selain itu juga disebabkan oleh
karena pada usia lanjut terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu
menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian
yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan
selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan
temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan
hormon yang disekresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun
klasifikasi mild insomnia. Mild insomnia merupakan salah satu jenis insomnia
dengan kecemasan terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Stres adalah segala
masalah atau tuntutan penyesuaian diri dan karena itu sesuatu yang mengganggu
keseimbangan kita yang bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik maka akan
38
beradaptasi atau menyesuaikan diri (Nevid, Rathus, Greene, 2005). Stres adalah satu
psikologi akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang
penyesuaian yang baik atau tidak adanya permasalahan dan gangguan mental maka
tidak akan terjadi insomnia pada individu tersebut. Sedangkan didapatkannya hasil
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi pada remaja, dewasa,dan
sertriksi dalam penelitian. Tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut mengingat adanya
kekurangan dalam penelitian ini antara lain sampel yang hanya berjumlah 90 dan
waktu yang kurang memadai. Selain itu, dengan tidak ditelitinya variabel-variabel
luar yang ikut berpengaruh dalam kejadian insomnia seseorang. Serta kesalahan dan
39
BAB VI
A. KESIMPULAN
perbedaan yang signifikan antara proporsi pada kelompok remaja, dewasa, dan
lansia di RW I Bener Ngrampal Sragen. Tetapi bila dilihat dari nilai rata-rata scor
B. SARAN
1. Dengan melihat angka insomnia yang tergolong tinggi tersebut perlu adanya
2. Perlu adanya upaya mengetahui penyebab yang pasti dari insomnia yang
penyebabnya dengan jumlah sampel yang besar dan metode pengukuran yang
40
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D. 2006. Manajemen Stres, cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Kaplan, H.I.& Sadock, B.J., 1997. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2, edisi VII. Jakarta,
Binarupa Aksara. Pp : 194-201.
41
Mansjoer,Arif, dkk. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 2, Edisi III. Jakarta:
Media Aeskulapis FK UI
Murti, Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pp : 58-65.
Nanang, A.P. 1990. Fisiologi dan Arti Tidur Dalam Kehidupan Sehari-hari, dalam
Kumpulan Makalah Seminar Gangguan Tidur Pada Masyarakat Modern.
Semarang, IDAJI. Pp : 1-5.
Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur lainnya. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.Pp: 57-65.
42
Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Yul, Iskandar. 1985. Insomnia, Anxietas, dan Depresi. Dalam: psikiari Biologi,Vol II.
Jakarta: Yayasan Dharma Graha. Pp:37-41.
43
44