II
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Titanium Dioksida
Titanium dioksida (TiO2) atau biasa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida
merupakan bentuk oksida dari titanium. Senyawa TiO2 merupakan padatan berwarna
putih, mempunyai berat molekul 79,90; densitas 4,26 g/cm3 (Cotton et al., 1988),
material non-toxic yang secara kimia dan mekanik bersifat semikonduktor yang stabil.
TiO2 tidak terdapat di alam secara alami melainkan harus diekstraksi dari mineral-
mineral yang tersedia di alam. Bahan baku pembuatan titania atau TiO2 tersedia banyak
CaTiO3, CaTiSiO3, maupun MgTiO3 (Baba et al., 2011). Diantara banyaknya bahan
mineral sumber titanium, mineral ilmenite (FeTiO3) dan rutile alam merupakan sumber
TiO2 telah diteliti sejak 85 tahun yang lalu namun hingga kini penelitian tentang
TiO2 masih aktif dan tetap dikembangkan (Hoffmann et al., 1995). TiO2 ditemukan
pertama kalinya pada tahun 1821, dan telah dikomersialkan pada tahun 1916 sebagai
zat pewarna putih. TiO2 juga merupakan salah satu sumber daya mineral yang banyak
diteliti karena sifatnya yang menarik. Senyawa ini biasa digunakan sebagai pigmen
pada cat tembok (Braun et al., 1992), dye sensitised solar cell (DSSC), sensor,
perangkat memori serta sebagai fotokatalis (Gambogi, 2009; Khataee dan Mansoori,
2012).
Gambar 1. Serbuk TiO2 (Archive, 2011).
TiO2 dibuat dari ilmenite dan rutile, yang menghasilkan dua bentuk alotropi atau
bentuk struktur kristal yang berbeda dari unsur yang sama, yaitu anatase dan rutile
(Zhang et al., 2011). TiO2 memiliki tiga bentuk morfologi yaitu rutile (tetragonal,
4,120 g/cm3), anatase (tetragonal, 3,894 g/cm3) dan brookite (4,120 g/cm3
oktahedral (TiO6), namun berbeda satu sama lain dalam distorsi oktahedral dan pola
perakitan rantai oktahedral (Winkler, 2003). Rutile dan anatase cukup stabil
2001).
Gambar 2. Struktur kristal TiO2 (a) rutile, (b) anatase (c) brookite
(Moellmann et al., 2012).
Struktur rutile lebih stabil pada suhu tinggi dan anatase pada suhu rendah.
Struktur rutil dan anatase dapat digambarkan dengan TiO6 oktahedral, dimana setiap
ion Ti4+ dikelilingi oleh enam ion O2-. Perbedaan dari kedua struktrur kristalin terletak
(memiliki struktur kristal yang tidak teratur) dan akan berubah menjadi fasa rutile pada
temperatur sekitar 750C (Chen et al., 2012). Fasa brookite sangat jarang terjadi dalam
fasa TiO2, fasa brookite terjadi pada temperatur 200oC dan memiliki empat molekul
titania dengan unsur titanium memiliki empat ion positif serta dua ion negatif dari
sampai 400oC dan fasa ini tidak terbentuk sama sekali pada selang temperatur 600oC
Pasir besi merupakan material yang umumnya berwarna abu-abu gelap atau
(Fe3O4), hematite (-Fe2O3) dan maghemite (-Fe2O3) (Gazques et al., 2014). Ketiga
permanen. Pasir besi yang berasal dari gunung berapi, mengalir melewati sungai,
membuat pasir besi terpilahkan dan menjadi butiran bebas (Bilalodin, et al., 2013).
Pasir besi sebagai sumber utama untuk memperoleh TiO2, dimana TiO2 dalam
pasir besi bersenyawa dengan Fe membentuk mineral yang disebut ilmenite (FeTiO3)
2009). Ilmenite memiliki warna yang buram, hitam seperti besi, atau abu-abu yang
memancarkan warna coklat ketika memantulkan cahaya, serta hitam agak coklat
bersifat paramagnetik yang secara teoritis mengandung 31,6% titanium (setara dengan
52,67% TiO2), 36,8% besi dan oksigen yang setara. Ilmenite primer yang ada di alam,
muncul bersama dengan mineral lain sebagai impurities, dengan kandungan TiO2 jauh
produk intermediat antara ilmenite dan rutile sebagai efek dari pelapukan ilmenite yang
berlangsung secara alami. Mineral tersebut berwarna keabu-abuan gelap dan bersifat
magnetik. Mineral tersebut secara teoritis mengandung 58,84% TiO2 dan 34,65%
Chattarjee (2007) menyebutkan bahwa sumber komersial yang paling utama dari
ilmenite di seluruh dunia berasal dari pasir mineral yang terdapat di pesisir sungai
maupun pantai, hal yang senada juga diungkapkan oleh Murthy et al., (2012) bahwa
ilmenite (FeTiO3) merupakan mineral alami yang biasanya ditemukan dalam bentuk
deposit pasir mineral pantai. Pasir besi (ilmenite) yang dapat ditemukan di seluruh
dunia, terutama di Australia, Mesir, Amerika Serikat, China, Venezuela, dan juga di
Indonesia (Wahyunigsih et al., 2013). Salah satu sumber material ilmenite di Indonesia
C. Separasi Magnetik
Perlakuan awal pasir besi untuk ekstraksi TiO2 dilakukan dengan metode
separasi magnet. Separasi magnetik ini bertujuan untuk memisahkan partikel magnetik
dan partikel non-magnetik yang ada pada pasir besi. Partikel magnetik meliputi wustite
dikenal sebagai bahan pigmen warna merah (Buxbaum, 2005). TiO2 tidak tergolong
pada partikel magnetik sehingga tidak tertarik oleh magnet. Maka dapat diperoleh
kandungan TiO2 yang lebih banyak pada pasir besi setelah proses pemisahan partikel
magnetik. Pasir besi yang telah di separasi magnetik (partikel magnetik) dilakukan
analisis mengunakan X-Ray Fluoroscence (XRF). Hasil analisis partikel magnetik dari
Elemen Kandungan
Fe 38,81%
Ti 13,18%
Si 5,47%
Ca 1,55%
Al 1,45%
Mn 0,68%
Hasil analisis menggunakan Energy Dispersive X-ray (EDX) menunjukan
elemen Fe dan meningkatkan elemen Ti. Kandungan pasir besi Sukabumi (non-
magnetik) Fe yang sebelumnya 50,48% menurun sebesar 38,81% dan pada kandungan
Ti yang sebelumnya 8,65% meningkat sebesar 13,18%, hal ini menunjukan bahwa
perlakuan separasi magnetik dapat mengurangi kadar partikel magnet yang ada pada
Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia pasir mineral (Zulfaina et al., (2014)
Unsur Ti yang terdapat dalam pasir mineral tersebut ada dalam bentuk senyawa
ilmenite sebagaimana yang ditunjukkan oleh pola difraksi sinar X pada Gambar 4.
Gambar 4. Pola difraksi sinar X pasir mineral (Mg(OH)2), (Al2O), (SiO2), (Ca(OH)2),
(FeTiO3) dan (Fe3O4) ( Zulfalina dan Azwar , 2004).
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 (silicon dioxsida) yang
dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral adalah
senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa mineral
seperti pasir kuarsa, pasir besi, granit, yang mengandung kristal-kristal silika
(Bragmann dan Goncalves, 2006). Silika merupakan salah satu unsur pengotor dalam
produksi TiO2 dari ilmenite. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurdin et al (2016)
kadar silika yang sangat tinggi memepengaruhi rendahnya rendamen TiO2 yang
diperoleh sehingga perlu untuk dihilangkan. Penelitian pengurangan kadar silica (Si)
dan aluminium (Al) telah dilakukan Mazzocchitti et al., (2009) didasarkan dengan
sebanyak 0,32% dan 0,61%. Sari dan Suprapto, (2012) juga melakukan pengurangan
silika pada ilmenite menggunakan pelarut NaOH dan diendapkan dengan HCl. Saat
dekomposisi terjadi reaksi antara silika dan NaOH membentuk sodium silikat
(Na2SiO3), dimana reaksi yang terjadi sesuai dengan Persamaan 1. Pemisahan sodium
Endapan yang terbentuk berwarna putih. Komposisi utama dari endapan putih tersebut
menghasilkan fase hematite (Fe2O3) dan fase rutile (TiO2). Kecepatan proses difusi ke
permukaan yang berbeda antara besi dan titanium di dalam struktur ilmenite diduga
dapat memicu pemisahan hematite dan TiO2 dengan proses termal. Besi memiliki
kecepatan difusi lebih tinggi dibandingkan titanium karena afinitas besi terhadap O2
lebih besar (Vasquez and Molina, 2008). Hal ini disebabkan karena potensial oksidasi
Fe II menjadi Fe III lebih tinggi dibandingkan potensial oksidasi Ti III menjadi Ti IV. Besi
pada ilmenite (FeTiO3) mayoritas ada sebagai FeII sehingga mudah teroksidasi
membentuk FeIII. Saat besi mencapai permukaan maka akan terbentuk fase hematite
(Fe2O3). Dengan cara ini ilmenite dapat berubah menjadi fase TiO2 dan Fe2O3.
Perubahan fase ilmenite menjadi fase rutile (TiO2) dan hematite (Fe2O3) ditunjukkan
solid solution pada suhu 600oC. Pre-oksidasi ilmenite pada suhu 900C dapat
produk antara untuk pembentukan TiO2 anatase. Pre-oksidasi pada suhu 400C, 500C,
600C, 700C dan 800C menunjukkan produk oksidasi masih mengandung fase
ilmenite, hematite (Wahyuningsih et al., 2013). Pada suhu oksidasi lebih tinggi yaitu
900C, 1000C dan 1100C telah terbentuk fasa pseudobrookite yang meningkat
penggabungan kembali TiO2 rutile dan Fe2O3 hasil oksidasi FeO dari struktur ilmenite.
Pseudobrukite yang bersifat kurang stabil mengalami kesetimbangan dengan TiO2 dan
fase Fe2O3 yang juga meningkat seiring dengan peningkatan fase pseudobrookite.
Material padatan setelah pre-oksidasi perlu dipisahkan menjadi fase titanium (TiO2)
berkualitas tinggi dan fase besi (Fe2O3) dengan proses leaching menggunakan pelarut
HCl.
memisahkan suatu senyawa kimia yang diperlukan dari senyawa kimia lain atau
pengotor dari padatan ke dalam cairan (Wahyuningsih, 2014). Terdapat dua metode
yang leaching yang digunakan untuk mengekstraksi TiO2 yaitu proses sulfat dan proses
asam sulfat kemudian hasil pelarutan tersebut diencerkan dengan air atau asam yang
residu yang tak larut seperti silika. Besi dihilangkan dengan cara dikristalkan dalam
memproduksi 1 ton TiO2 maka akan dihasilkan 4 ton limbah padat Fe(SO4)2 dan asam
sulfat yang telah digunakan tidak dapat di daur ulang dan terbuang begitu saja. Hal
diterima secara universal untuk mengisolasi titanium dari ilmenite secara langsung atau
dari TiO2. Proses ini menggunakan jalur klorinasi, yang mana hingga saat ini proses
Proses yang hampir sama juga telah dilakukan Vasquez dan Molina (2008), yaitu
pemisahan fase Fe dan fase Ti. Proses pelarutan ilmenite tidak dapat berjalan dengan
sederhana, karena sebagian besar Fe2+ pada ilmenite berubah menjadi Fe3+ akibat dari
proses oksidasi. FeIII lebih sulit terlarut maka dibutuhkan proses reduksi untuk
mengembalikan Fe3+ dari Fe2O3 menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut menggunakan
reduktor Fe0. Leaching ilmenite dengan asam klorida selama 5 jam tanpa penambahan
agen pereduksi Fe0 hanya mampu mengekstraksi sekitar 29% besi dan 10% titanium,
sedangkan leaching dengan perlakuan sama dengan penambahan agen pereduksi Fe0
dapat meningkatkan pelarutan besi mencapai 90% (Mahmoud et al., 2004). Penelitian
yang dilakukan oleh Mukti et al., (2015) semakin lama waktu leaching, tingkat
perolehan Ti yang didapatkan akan semakin besar. Namun, semakin lama waktu
leaching tidak berarti Prosentase Ti yang didapatkan akan terus meningkat secara
linear. Proses leaching dengan waktu 180 menit justru menunjukkan penurunan
prosentase Ti dari 54% menjadi 49,76%. Berdasarkan variasi waktu leaching tersebut
didapatkan bahwa tingkat perolehan Ti terbesar adalah pada waktu pemanasan 120
FeCl2 dan ada yang menjadi TiOCl2 sedangkan yang tidak terlarut mengendap menjadi
padatan Ti setelah terbentuk fase larutan dari hasil leaching, maka selanjutnya adalah
reaksi pengendapan, pada tahapan ini didapatkan TiO2 melalui rangkaian reaksi
2014).
FeTiO3 (s) + 4HCl (aq) FeCl2(aq) + TiOCl2 (aq) + 2H2O (aq) (5)
2HCl,1
3FeTiO3 (s) O2 3TiO2 (s) + FeCl2 (aq) + H2O (aq)+ Fe2O3 (s) (6)
2
6HCl,1
2FeTiO3 (s) O2 2FeCl3 (aq) + 2TiO2 (s) + 3H2O (aq) (7)
2
Berdasarkan reaksi tersebut diketahui bahwa tidak semua TiO2 dapat diendapkan,
namun masih ada Ti yang terlarut. Menurut Mostafa et al., (2013) menegaskan bahwa
tidak semua produksi TiO2 terbentuk dari proses leaching asam klorida dari ilmenite.
Namun dapat terbentuk dari hasil sampingan reaksi seperti TiOCl2. Hidrolisis TiOCl2
dalam kondisi hidrotermal tertutup pada 100C dan 120C selama 6 jam diperoleh
struktur Kristal TiO2 terutama rutile. Campuran rutile dan anatase diperoleh dengan
hidrolisis hidrotermal pada 150C, sementara pada 180C fase utama adalah anatase
G. Pemanasan Microwave
elektromagnetik yang timbul sebagai radiasi dari disturbansi elektrik pada frekuensi
dielektrik. Prinsip pemanasan dielektrik adalah ketika suatu material dielektrik terpapar
medan listrik maka muatan listrik partikel tersebut akan bergerak searah dengan medan
listrik yang diberikan dan mengakibatkan partikel berotasi 180 setiap kali terpapar
medan listrik. Rotasi tersebut terjadi sebanyak 950 juta kali per detik (sesuai dengan
frekuensi yang ada) sehingga mengakibatkan gesekan internal yang memanaskan
material tersebut.
dengan waktu tahan 10 menit Fe yang terlarut adalah sebanyak 70% sedangkan pada
pemanasan konvensional dengan waktu tahan yang sama jumlah Fe yang terlarut hanya
antara pemanasan microwave dan pemanasan konvensional dalam ekstraksi TiO2 dari
pasir besi. Proses yang menggunakan pemanasan konvensional membutuhkan daya
100% dari total output alat pemanas yaitu sebesar 1000 watt dan memerlukan waktu
ekstraksi selama enam jam sedangkan untuk proses yang menggunakan pemanasan
microwave hanya digunakan daya sebesar 60% dari total output alat reaktor sehingga
daya output yang digunakan hanya sebanyak 570 watt. Efektifitas pemanasan
83,4%.
ada perbedaan signifikan antara proses dengan pemanasan microwave dan pemanasan
konvensional, namun jika ditinjau dari alokasi waktu yang dibutuhkan dan besarnya
energi yang diperlukan maka terdapat perbedaan yang signifikan antara proses dengan
pemanasan microwave dan pemanasan konvensional (Nurdin et al., (2016). Pemanasan
microwave juga dapat mengoptimasi kenaikan kadar TiO2. Kenaikan kadar TiO2 pada
microwave kadar TiO2 yang ada dalam hasil ekstraksi naik sebesar 74,49% dan untuk
dan intensitas sinar-X suatu unsur di dalam cuplikan hasil eksitasi sumber radioisotop.
Spektrometer XRF didasarkan pada lepasnya elektron bagian dalam dari atom akibat
dikenai sumber radiasi dan pengukuran intensitas pendar sinar-X karakteristik yang
dipancarkan oleh atom unsur dalam sampel. Mekanisme kerja XRF secara umum
adalah sinar-X dari sumber pengeksitasi akan mengenai cuplikan dan menyebabkan
interaksi antara sinar-X yang karakteristik untuk setiap unsur. Sinar-X tersebut
selanjutnya mengenai detektor Si(Li) yang akan menimbulkan pulsa listrik yang lemah,
pulsa tersebut kemudian diperkuat dengan preamplifier dan amplifier lalu disalurkan
pada penganalisis saluran ganda atau Multi Chanel Analyzer (MCA). Tenaga sinar-X
karakteristik yang muncul tersebut dapat dilihat dan disesuaikan dengan tabel tenaga
sehingga dapat diketahui unsur yang ada di dalam cuplikan yang dianalisis (Iswani,
1983). XRF telah banyak digunakan dalam bidang industri maupun penelitian untuk
mengidentifikasi unsur, yang salah satunya dilakukan oleh Nurdin et al., (2016) dalam
menunjukkan penurunan kadar Fe dan kenaikan kadar Ti yang sangat signifikan namun
kadar SiO2 yang terdapat dalam hasil ekstraksi juga sangat besar yang tentu
metode difraksi merupakan metode analisa yang penting untuk menganalisa suatu
kristal (Smallman dan Bishop, 1999). Prinsip kerja XRD yaitu sampel yang berbentuk
serbuk dimasukan dalam wadah sampel. Sampel dikenakan sinar-X dari sudut sebesar
0-90o. Sinar-X dihasilkan di suatu tabung sinar katode dengan pemanasan kawat pijar
terhadap suatu target dengan memberikan suatu voltase, dan menembak target dengan
2010). XRD digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurdin et al., (2016)
Gambar 9.
Gambar 9. Pola XRD pada ekstrak TiO2 pada kalsinasi 500C (Nurdin et al., 2016)
hasil ekstraksi sampel bijih besi ditunjukkan puncak tertentu dalam spektrum hasil
karakterisasi XRD dengan Joint Commite Powder Diffraction Standard (JCPDS) Pola
difraksi menunjukkan puncak yang spektrum yang dihasilkan oleh kristal anatase TiO2,
yang merupakan puncak dari 70,3 di bidang 220 yang diasumsikan sebagai kristal TiO2
anatase.