Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

Oleh :
Ni Luh Putu Yunita Dewi, S.Kep
C1212032

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
FARINGITIS

BAB I
KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi
Alat-alat pernafasan pada manusia yaitu :
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.Di sebelah belakang rongga
hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir
yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk
dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan
ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan
pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang
cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi
utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya
udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun.
Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada
waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada
waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang
akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
4. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher
dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-
silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam
rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok
(bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung
kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri
dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi
menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi
tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah,
melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke
dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru.
6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan
salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih
halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung
udara. Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan
kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah
permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus
inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan
perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.

8. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas
3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk
disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus,
jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang
rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai
epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang
lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada
dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut
alveolus.

Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa
disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang
dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan
biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara
yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer.
Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan
juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah
mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru
yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi,
Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan
5500 ml/pria.

B. Definisi
Faringitis adalah radang pada faring yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan
virus (Ngastiyah, 2005).
Faringitis akut adalah inflamasi febris tenggorok yang disebabkan oleh
organisme virus hampir 70 % dan sebagian lagi oleh bakteri. Streptokokus group A
adalah organisme bakteri paling umum yang menyebabkan faringitis akut. Penyakit
faringitis tidak lazim ada pada anak di bawah 1 tahun. Insidennya lalu naik sampai
puncaknya pada 4-7 tahun, tetapi berlanjut sampai akhir masa kanak-kanak dan
kehidupan dewasa. Tenggorok (termasuk tonsil) adalah sisi anatomis yang terpenting
dari faringitis (Smeltzer, 2001).
Jadi, faringitis adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok
atau faring kadang disebut juga sebagai radang tenggorokan yang disebabkan oleh
bakteri dan virus.

C. Etiologi
1. Virus
Adenovirus, virus epstein barr, herpes simpleks, virus parainfluenza,
enterovirus, v. Sinsitium pernapasan, virus influenza (A & B).
2. Streptokokus hemolitikus grup A
Adalah satu-satunya agen penyebab infeksi bakteri yang lazim dan kecuali
selama epidemi, infeksi ini mungkin meliputi kurang dari 15 % kasus.
3. Mikoplasma dan arcanobacterium hemolytieum
4. Infeksi gonokokus faring dapat terjadi akibat felasio (hubungan kelamin melalui
mulut)
5. Pneumokokus, Basilus influenza

D. Klasifikasi Faringitis
Secara umum faringitis dibagi menjadi 3 :
1. Faringitis akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat penting.
Beberapa usaha dilakukan pada klasifikasi peradangan akut yang mengenai dinding
faring. Yang paling logis untuk mengelompokkan sejumlah infeksi-infeksi ini
dibawah judul yang relatif sederhana Faringitis Akut. Disini termasuk faringitis
akut yang terjadi pada pilek biasa sebagai akibat penyakit infeksi akut seperti
eksantema atau influenza dan dari berbagai penyebab yang tidak biasa seperti
manifestasi herpesdan sariawan.
2. Faringitis kronis
a) Faringitis kronis hiperflasi
Pada faringitis kronis hiperflasi terjadi perubahan mukosa dinding
posterior. Tampak mukosa menebal serta hipertofi kelenjar limfe di bawahnya
dan di belakang arkus faring posterior (lateral band). Dengan demikian tampak
mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
b) Faringitis kronis atrofi
Faring kronis atrofi sering timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada
rinitis atrofi udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi faring.
3. Faringitis spesifik
a) Faringitis luetika
1) Stadium primer
Kelainan pada stadium ini terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan
dinding faring posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di tempat
tersebut.
2) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat pada dinding faring
yang menjalar ke arah laring.
3) Stadium tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan pallatum merupakan tempat
predileksi untuk tumuhnya guma. Jarang ditemukan guma di dinding faring
posterior.
b) Faringitis tuberkolusa
Kuman tahan asam dapat menyerang mukosa palatum mole, tonsil,
palatum durum, dasar lidah dan epiglotis. Biasanya infeksi di daerah faring
merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru, kecuali bila terjadi infeksi
kuman tahan asam jenis bovinum, dapat timbul tuberkulosis faring primer.

E. Manifestasi Klinis
1. Mengeluh rasa kering / gatal pada tenggorok.
2. Malaise dan sakit kepala
3. Suhu tubuh meningkat
4. Nyeri
5. Disfagia
6. Suara parau adalah proses peradangan menyertai laring
7. Batuk
8. Edema Faring
9. Adanya kesulitan menelan

Berdasarkan besar kecilnya anak maka manifestasi klinis penderita faringitis


dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Anak yang lebih kecil
a) Demam
b) Malaise umum
c) Anoreksia
d) Sakit tenggorokan sedang
e) Sakit kepala
f) Hiperemia ringan sampai sedang
2. Anak yang lebih besar
a) Demam
b) Sakit kepala
c) Anoreksia
d) Disfagia
e) Nyeri abdomen
f) Muntah
g) Faring oedeme, merah ringan

F. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Organisme yang
menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan edema
dan bahkan ulserasi dapat mengakibatkan faringitis. Pada stadium awal, terdapat
hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa
tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering
dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding
faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih, kuning atau abu-abu
terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-
bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang
dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
Tidak adanya tonsilia, perhatian biasanya difokuskan pada faring dan tampak bahwa
folikel limfoid atau bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke
lateral, menjadi meradang dan membengkak. Tekanan dinding lateral jika tersendiri
disebut faringitis lateral. Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsilia,
hanya faring saja yang terkena.

G. Pathway
(terlampir)

H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam.
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Sel darah putih
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru.
4. Biopsi jaringan untuk mengetahui proses keganasan serta mencari basil tahan asam
di jaringan. Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran
pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan
tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan
akibat bakteri atau virus.

I. Penatalaksanaan
1. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanomida
a) Faringitis streptokokus paling baik diobati peroral dengan penisilin (125-250
mg penisilin V tiga kali sehari selama 10 hari).
b) Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin (125 mg/6 jam untuk usia 0-2
tahun dan 250 mg/6 jam untuk usia 2-8 tahun) atau klindamisin.
2. Tirah Baring
3. Pemberian cairan yang adekuat
4. Diit ringan
5. Obat kumur hangat
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga
penderita dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapat
diberikan air yang lebih hangat. Anjurkan setiap 2 jam.
6. Pendidikan Kesehatan
(Smeltzer, 2001)

BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


Tumbuh adalah proses bertambahnya ukuran/dimensi akibat penambahan
jumlah atau ukuran sel dan jaringan interseluler.

Jenis Tumbuh Kembang :


1. Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi
organisme individu.
2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan
kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik seperti
berbicara,bermain,berhitung dan membaca.
3. Tumbuh kembang social emosional bergantung kemampuan bayi untuk
membentuk ikatan batin,berkasih saying,menangani kegelisahan akibat suatu
frustasi dan mengelola rangsangan agresif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :


1. Faktor Genetik
2. Faktor herediter konstitusional
3. Faktor lingkungan

B. Konsep Perkembangan Usia


Kembang/perkembangan adalah proses pematangan/maturasi fungsi organ
tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensia serta perlakuan anak.
Menurut Whaley dan Wong (2000), dalam bukunya Supartini (2004)
mengemukakan bahwa perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi
secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan
kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Perkembangan berhubungan
dengan perubahan secara kualitas, diantaranya terjadi peningkatan kapasitas individu
untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan dan
pembelajaran.
Menurut Nursalam (2004), perkembangan merupakan hasil interaksi antara
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga
perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
Marlow (1988) dalam Supartini (2004) mendefinisikan perkembangan sebagai
peningkatan ketrampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus
menerus.
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa perkembangan adalah suatu
proses yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas
individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses
belajar dari lingkungannya.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau keahlian dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses di ferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh organ-organ dan system organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga msing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan (Wong DL, 1995).

Teori Perkembangan Menurut Sigmund Freud :


1.Fase Oral : 0 1 tahun
Keuntungan : Kepuasaan/kebahagian terletak pada mulut
Mengisap,menelan,memainkan bibir,makan,kenyang dan tidur.
Kerugian : menggigit,mengeluarkan air liur,marah,menangis jika tidak terpenuhi.
2.Fase Anal : 1 3 tahun
Keuntungan : belajar mengontrol pengeluran BAB dan BAK,senang melakukan
sendiri
Kerugian : jika tidak dapat melakukan dengan baik.
3.Fase Phalic : 3 6 tahun
a) Dekat dengan orang tua lawan jenis
b) Bersaing dengan orang tua sejenis
4.Fase latent : 6 12 tahun
a) Orientasi social keluar rumah
b) Pertumbuhan intelektual dan sosial
c) Banyak teman dan punya group
d) Impuls agresivitas lebih terkontrol
5.Fase genital
a) Pemustan seksual pada genital
b) Penentuan identitas
c) Belajar tidak tergantung pada orang tua
d) Bertanggung jawab pada diri sendiri
e) Intim dengan lawan jenis.
Keuntungan : bergroup
Kerugian : konflik diri,ambivalen.
C. Konsep Hospitalisasi Usia
1. Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat
di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi
faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong,
2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah
besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004).
Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat
menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah
suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak
dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat
menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi
dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat
di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan
anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-
kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).

a) Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit


Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak
pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak
dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena
anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun
perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan
dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian
yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit
dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual.
Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan
kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau
terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu
atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat
membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman
dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak
melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri
membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama
seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan
menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka
mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan
memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu
mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di
rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya,
anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang
bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak
menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama
serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan
meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya
dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum,
dan Utami, 2005).

b) Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun
(Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar
sudah dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks.
Selain itu, kelompok umur ini juga mempunyai kebutuhan khusus, misalnya,
menyempurnakan banyak keterampilan yang telah diperolehnya. Pada usia ini,
anak membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya.
Biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman sepermainan yang
menyenangkan. Anak belum mampu membangun suatu gambaran mental
terhadap pengalaman kehidupan sebelumnya sehingga dengan demikian harus
menciptakan pengalamannya sendiri (Sacharin, 1996). Bagi anak
usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di
rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan
lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan.
Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan,
dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut membuat
anak menjadi stres atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak
tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama :
a) Nyeri pada saat menelan
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien dan keluarga untuk
menanggulanginya.
b) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
lainnya.
d) Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e) Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai sebelumnya,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

Pola Fungsi Gordon :


1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
a) Persepsi terhadap penyakit :
Tanyakan kepada klien atau keluarga pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien
Penggunaan :
Tanyakan tentang penggunaan obat-obat sebelumnya dan selama sakit.
Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui gaya
hidup klien.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi, siang dan
malam).
b) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan
atau alergi.
c) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan.
d) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
yang mengandung vitamin antioksidant.
3. Pola Eliminasi
a) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
b) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
c) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat
bantu untuk miksi dan defekasi
4. Pola Aktivitas/Olahraga
a) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan penyakitnya
b) Kekuatan Otot :Biasanya terjadi pembengkakan
c) Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5. Pola Istirahat/Tidur
a) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b) Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan proses penyakitnya
c) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau
tidak?
6. Pola Kognitif/Persepsi
a) Kaji status mental klien
b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami
sesuatu
c) Kaji tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
d) Kaji penglihatan dan pendengaran klien
e) Kaji apakah klien mengalami vertigo
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah
kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya.
b) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi
atau takut.
c) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8. Pola Peran Hubungan
a) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: orang tua,
keluarga, teman, dll.
b) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan kondisi
klien
9. Pola Seksualitas/Reproduksi
-
10. Pola Koping-Toleransi Stres
a) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial atau
perawatan diri)
b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk
penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang
terdekat.
11. Pola Keyakinan-Nilai
a) Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama
serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat
kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
penumpukan lendir.

C. RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
O keperawatan kriteria hasil
1 Ketidakseimb Tujuan : setelah 1. Kaji adanya alergi 1. Untuk
angan nutrisi diberikan asuhan makanan mengetahui
kurang dari keperawatan adanya alergi
kebutuhan selama 3 x 24 jam makanan dan
tubuh diharapkan dapat
berhubungan kebutuhan nutrisi memberikan
dengan intake pasien terpenuhi makanan
makanan dengan kriteria yang sesuai
tidak adekuat hasil : dengan
- Adanya pasien.
peningkatan
berat badan 2. Kolaborasi 2. Agar nutrisi
sesuai dengan dengan ahli gizi pasien
tujuan untuk menentukan terpenuhi
jumlah kalori dan
- Berat badan nutrisi yang
ideal sesuai dibutuhkan pasien
dengan tinggi
badan 3. Anjurkan pasien 3. Agar dapat
- Mampu untuk meningkatkan
mengidentifikas meningkatkan daya tahan
i kebutuhan intake Fe tubuh
nutrisi
- Tidak ada 4. Anjurkan pasien 4. Agar dapat
tanda-tanda untuk meningkatkan
malnutrisi meningkatkan daya tahan
- Menunjukkan protein dan tubuh
peningkatan vitamin C
fungsi
pengecapan dari 5. Berikan substansi 5. Agar dapat
menelan gula meningkatkan
- Tidak terjadi daya tahan
penurunan berat tubuh
badan yang
berarti 6. Yakinkan diet 6. Makanan
yang dikonsumsi yang
mengandung mengandung
tinggi serat untuk tinggi serat
mencegah diperlukan
konstipasi untuk
memperlanca
r pencernaan

7. Berikan makanan 7. Agar nutrisi


yang terpilih pasien
(sudah terpenuhi
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

8. Monitor jumlah 8. Agar nutrisi


nutrisi dan pasien
kandungan kalori terpenuhi

9. Berikan informasi 9. Agar pasien


tentang kebutuhan mengetahui
nutrisi makanan
yang boleh
dan tidak
boleh
dikonsumsi

10. Kaji kemampuan 10. Agar


pasien untuk mengetahui
mendapatkan kemampuan
pasien dalam
nutrisi yang memenuhi
dibutuhkan nutrisinya

2 Nyeri akut Tujuan : setelah 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk


berhubungan diberikan asuhan nyeri secara mengetahui
dengan agen keperawatan komperhensif skala nyeri dan
injury biologi selama 3 x 24 jam termasuk lokasi, tindakan yang
diharapkan nyeri karakteristik, durasi, akan dilakukan.
pasien berkurang frekuensi.
dengan kriteria
hasil :
1. Melaporkan 2. Observasi reaksi non 2. Meringis
bahwa nyeri verbal dari menandakan
berkurang ketidaknyamanan kesakitan
dengan
menggunakan
manajemen 3. Kontrol lingkungan 3. Untuk
nyeri yang dapat mengurangi
2. Mampu mempengaruhi nyeri nyeri.
mengontrol seperti suhu,
nyeri (tahu kebisingan.
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan 4. Ajarkan teknik non 4. Untuk
teknik farmakologi mengurangi
nonfarmakologi nyeri.
untuk
mengurangi 5. Gunakan teknik 5. Menumbuhkan
nyeri, mencari komunikasi rasa nyaman
bantuan) terapeutik untuk dengan
3. Mampu mengetahui komunikasi
mengenali nyeri pengalaman nyeri dapat membina
(skala, pasien hubungan saling
intensitas, percaya dengan
frekuensi dan klien
tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa 6. Kaji kultur yang 6. Untuk
nyaman setelah mempengaruhi mengetahui
nyeri berkurang respon nyeri penyebab nyeri
5. Tanda vital
dalam rentang 7. Evaluasi pengalaman 7. Untuk
normal nyeri masa lampau mengetahui
adanya trauma
yang
menyebabkan
nyeri

8. Evaluasi bersama 8. Untuk


pasien dan tim menentukan
kesehatan lainnya penanganan
tentang nyeri yang
ketidakefektifan sesuai untuk
kontrol nyeri masa pasien
lampau

9. Bantu pasien dan 9. Agar nyeri


keluarga untuk berkurang
mencari dan
menemukan
dukungan

10. Kurangi faktor 10. Untuk


presipitasi nyeri mengurangi
nyeri.

11. Kolaborasi dalam 11. Untuk


pemberian analgetik mengurangi
nyeri.

12. Kaji tipe dan sumber 12. Untuk


nyeri untuk menentukan
menentukan intervensi yang
intervensi sesuai untuk
pasien

13. Ajarkan tentang 13. Untuk


teknik non mengurangi
farmakologi nyeri

14. Evaluasi keefektifan 14. Untuk


kontrol nyeri mengetahui
tindakan yang
tepat untuk
mengurangi
nyeri

15. Tingkatkan istirahat 15. Istirahat yang


cukup
diperlukan untuk
mengurangi
nyeri dan
mempercepat
proses
penyembuhan

3 Bersihan Tujuan : setelah 1. Auskultasi jalan nafas 1. Agar mengetahui


jalan nafas diberikan asuhan sebelum dan sesudah status kesehatan
tidak efektif keperawatan suctioning pasien
berhubungan selama 1 x 24 jam
dengan diharapkan 2. Informasikan pada 2. Agar pasien dan
obstruksi bersihan jalan nafas pasien dan keluarga keluarga
jalan nafas pasien dapat tentang suctioning mengetahui
oleh teratasi dengan prosedur tindakan
penumpukan kriteria hasil : yang akan
lendir. dilakukan.
1. Mendemonstra
sikan batuk
efektif dan 3. Berikan O2 dengan 3. Agar kebutuhan
suara nafas menggunakan nasal O2 pasien
yang bersih, untuk memfasilitasi terpenuhi.
tidak ada suction nasotrakeal
sianosis
2. Menunjukkan 4. Monitor status oksigen 4. Untuk mengetahui
jalan nafas pasien jumlah oksigen
yang paten. yang ada pada
tubh pasien
sehingga tidak
terjadi hipoksia.

5. Anjurkan pasien untuk 5. Agar pasien


istirahat dan nafas merasa lega.
dalam setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal.
6. Berikan posisi yang 6. Agar pasien
nyaman. merasa nyaman.

D. EVALUASI
1. Nyeri berkurang sampai hilang
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Bersihan jalan nafas efektif
DAFTAR PUSTAKA

Wong DL, 1995, Nursing Care Of Infant and Children Fifth Edition,Mosby Year
Book,Philadelpia USA.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
ed.8, vol.1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai