Anda di halaman 1dari 26

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

NOMOR 2 TAHUN 2009


TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TENGAH,

Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi di


bidang pendidikan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok
Tengah berwenang dalam penyelenggaraan pendidikan;
b. bahwa wewenang penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan menurut norma-norma kependidikan,
mengacu pada sistem pendidikan nasional dan berpedoman
pada program pembangunan nasional;
c. bahwa penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk
mewujudkan masyarakat belajar serta dapat menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga tanpa diskriminatif;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam Wilayah
Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indoensia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3986); sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4430);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4235);
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

1
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005,
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586);
9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4965);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Pra Sekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3411);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3412) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3413) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3764);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3461);

2
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39
Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3974);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran
Serta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3485);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737)
19. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Struktur Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4769);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4863);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4941);
23. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten
Lombok Tengah Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Daerah Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008 Nomor
2);

3
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN LOMBOK TENGAH
dan
BUPATI LOMBOK TENGAH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN


PENDIDIKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.


2. Bupati adalah Bupati Lombok Tengah.
3. Dewan Pendidikan adalah Dewan Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah
4. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali
peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
5. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
6. Tenaga Kependidikan adalah Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggarakan pendidikan.
7. Peserta didik adalah siswa dan/atau warga belajar di Kabupaten Lombok Tengah.
8. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
9. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan di bidang pendidikan.
10. Keluarga adalah unit sosial terkecil yang mempunyai perhatian dan peranan di bidang
pendidikan.
11. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
12. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun,
diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar dan tiga tahun di Sekolah
Menengah Pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.
13. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan
dasar.
14. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
15. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
16. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
17. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

4
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
18. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
19. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
20. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik
didaerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil dan /atau
mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi.
21. Pendidikan jarak jauh adalah jenis pendidikan yang memberikan layanan pendidikan
kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka
atau reguler yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang
menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
22. Sekolah berstandar internasional adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta
didik berdasarkan standar nasional pendidikan dan bertaraf internasional sehingga
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
23. Supervisi pendidikan adalah kegiatan pengendali mutu pendidikan.
24. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
25. Kurikulum Muatan Lokal adalah kurikulum operasional yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Pendidikan berasaskan keadilan, persamaan, keseimbangan, pemerataan,


transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokrasi.

Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik


agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga masyarakat
yang demokratis serta bertanggungjawab.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4

(1) Peserta didik berhak mendapat perlindungan fisik maupun psikis.


(2) Peserta didik berhak memanfaatkan fasilitas pembelajaran secara adil.

Pasal 5

Peserta didik wajib mentaati peraturan yang berlaku di satuan pendidikan.

5
Pasal 6

Orang tua/wali berhak memperoleh laporan kemajuan pendidikan anaknya dari satuan
pendidikan.

Pasal 7

(1) Orang tua/wali berkewajiban memberikan pendidikan kepada anaknya.


(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua/wali berkewajiban
menyekolahkan anaknya paling rendah tamat pendidikan dasar.

Pasal 8

Orang tua/wali berkewajiban berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan pada satuan


pendidikan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Pasal 9

(1) Masyarakat berhak berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan


evaluasi program pendidikan.
(2) Masyarakat dapat memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.

Pasal 10

(1) Satuan pendidikan berkewajiban untuk menyediakan layanan pendidikan yang


bermutu.
(2) Satuan Pendidikan berkewajiban untuk memberikan perlindungan baik fisik maupun
psikis kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah berhak merencanakan, mengarahkan, membimbing, membantu,


dan mengawasi dalam pentahapan dan penuntasan pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap anak untuk mendapatkan pelayanan
pendidikan yang bermutu.
(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana-prasarana pendidik dan tenaga
kependidikan serta bantuan teknis lainnya untuk keperluan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu, terutama satuan pendidikan yang berlokasi di tempat
terpencil.

BAB IV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Pendidikan Anak Usia Dini

Pasal 12

(1) Pendidikan Anak Usia Dini diberikan kepada anak sejak lahir sampai dengan 6 (enam)
tahun sebelum jenjang pendidikan dasar.

6
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non
formal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan oleh kelompok-kelompok sosial
kemasyarakat dengan pola kemitraan.
(4) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan
pendidikan anak usia dini.
(5) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Pendidikan Dasar

Pasal 13

(1) Setiap warga yang berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar sampai lulus.
(2) Pemerintah Daerah wajib membebaskan biaya pendidikan dasar bagi peserta didik.
(3) Bentuk dan tata cara pembebasan biaya pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(4) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan dasar.
(5) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan kepada
penyelenggara pendidikan dasar.
(6) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah

Pasal 14

(1) Setiap orang yang berusia 16 (enam belas tahun) tahun sampai dengan 18 tahun dapat
mengikuti pendidikan menengah hingga lulus.
(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan menengah.
(3) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan kepada
penyelenggara pendidikan menengah.
(4) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Pendidikan Nonformal

Pasal 15

(1) Pendidikan non formal meliputi pendidikan mental kerohanian, kecakapan individu,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, kelompok keterampilan pemuda
(KKP), Pendidikan berkelanjutan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
(2) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan majelis taklim
serta satuan pendidikan yang sejenis.
(3) Pemerintah Daerah wajib untuk memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan nonformal
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta berusaha meningkatkan mutu lulusannya.

7
(4) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dilaksanakan melalui sanggar kegiatan belajar.
(5) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat
berbentuk kursus-kursus; paket A, B dan C; kelompok belajar dan satuan pendidikan
yang sejenis.
(6) Penyelenggaraan kursus dan program yang berhubungan dengan pendidikan nonformal
dan/atau yang bersifat komersial wajib mendapat izin Pemerintah Daerah.
(7) Persyaratan, penilaian, kelayakan dan tata cara memperoleh izin dan/atau rekomendasi
penetapannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Pendidikan Informal

Pasal 16

(1) Pendidikan informal kegiatannya dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan lingkungan
dalam bentuk kegiatan belajar mandiri.
(2) Pemerintah Daerah wajib memberikan dorongan, motivasi, dan bantuan fasilitas bagi
warga masyarakat yang hanya dengan pendidikan informal mereka dapat memenuhi
tuntutan wajib belajar.
(3) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui sama dengan hasil
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.

Bagian Keenam
Pendidikan Keagamaan

Pasal 17

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau kelompok


masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan
pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengawasi, membina dan mengembangkan pendidikan
keagamaan.
(4) Bentuk dan tata cara pengawasan, pembinaan, dan pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah wajib mengusahakan pengembangan dan peningkatan kualitas


pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus serta merintis adanya pendidikan
khusus untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Lembaga penyelenggara pendidikan wajib menerima peserta didik yang berkebutuhan
khusus.
(3) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi dan mendukung terselenggaranya pendidikan
bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.

8
Bagian Kedelapan
Pendidikan Jarak Jauh

Pasal 19

(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modul dan cakupan
yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin
mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(2) Pemerintah Daerah wajib memonitor, mengawasi serta membina usaha peningkatan
mutu pelaksanaan pendidikan jarak jauh.

Bagian Kesembilan
Pendidikan Bertaraf Internasional

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan


pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satu satuan
pendidikan yang bertaraf internasional.
(2) Penyelenggaraan satu satuan pendidikan bertaraf internasional dapat dikembangkan
dengan model sekolah baru, pengembangan sekolah yang ada, terpadu, dan/atau
kemitraan.
(3) Pemerintah Daerah memberikan dukungan untuk terlaksananya dengan baik
penyelenggaraan satu pendidikan bertaraf internasional.
(4) Penetapan satu satuan pendidikan bertaraf internasional harus memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku.

BAB V
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Pendirian, Penggabungan dan Penutupan
Satuan Pendidikan

Pasal 21

(1) Pendirian satuan pendidikan didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan hasil kajian
kelayakan.
(2) Pendirian satuan pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi atau yayasan yang berbadan hukum.
(3) Pendirian satuan pendidikan formal dan nonformal selain oleh Pemerintah Daerah
wajib memperoleh izin operasional dari Bupati.
(4) Tata cara pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pendirian satuan pendidikan formal dan nonformal harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut;
a. hasil studi kelayakan;
b. Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Sekolah (RIPS);
c. sumber peserta didik;
d. pendidik dan tenaga kependidikan;
e. kurikulum/program kegiatan belajar
f. sumber pembiayaan;
g. sarana prasarana; dan

9
h. penyelenggaraan sekolah.
(6) Untuk pendirian satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Adanya potensi lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan tamatan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang akan didirikan dengan mempertimbangkan
pemerataan satuan pendidikan sejenis.
b. Adanya dukungan masyarakat termasuk Dunia Usaha/Dunia Industri dan unit
Produksi yang dikembangkan di satuan pendidikan tersebut.

Pasal 22

Pemerintah Daerah wajib melindungi masyarakat dari penyelenggaraan pendidikan tinggi


yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 23

(1) Dua atau lebih satuan pendidikan dapat digabung menjadi satu satuan pendidikan.
(2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar efisiensi dan
efektivitas layanan pendidikan dengan mengutamakan prinsip partisipatif.
(3) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati setelah menerima pertimbangan tertulis dari instansi terkait.

Pasal 24

Bupati dapat mencabut izin pendirian dan operasional satuan pendidikan apabila sudah
tidak memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengeloaan Pendidikan

Paragraf 1
Sekolah satu atap, dan Kelas rangkap

Pasal 25

(1) Pengelolaan satu satuan pendidikan untuk tingkat TK/RA dan SD/MI, SD/MI dan
SMP/MTs dimungkinkan untuk dikelola dalam satu atap.
(2) Pemerintah Daerah wajib untuk memfasilitasi satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan satu atap.

Pasal 26

(1) Dalam kondisi tertentu proses kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan dengan
menerapkan kelas rangkap.
(2) Pengelolaan kelas rangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat kelas peserta didik dan rumpun mata pelajaran yang
diajarkan dalam satu satuan pendidikan.

10
Paragraf 2
Kurikulum

Pasal 27

(1) Kurikulum satuan pendidikan berpedoman pada standar nasional pendidikan.


(2) Diversifikasi kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan,
karekteristik, potensi, kondisi daerah, dan peserta didik.
(3) Satuan pendidikan mengembangkan kurikulum muatan lokal dengan
mempertimbangkan kondisi lingkungan, kemampuan peserta didik dan sumber daya
yang dimiliki oleh satuan pendidikan.
(4) Materi kurikulum muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup
bahasa Sasak, aksara Sasak, dan/atau budaya Sasak.

Paragraf 3
Bahasa Pengantar

Pasal 28

Bahasa Sasak dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas awal sekolah dasar.

Paragraf 4
Pelaporan

Pasal 29

(1) Satuan pendidikan berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan pengelolaan


pendidikan secara periodik kepada:
a. orang tua peserta didik,
b. komite sekolah/madrasah,
c. pemerintah dan /atau
d. pihak- pihak yang terkait.
(2) Laporan perkembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi prestasi
belajar peserta didik, permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran,
partisipasi orang tua untuk meningkatkan prestasi peserta didik.
(3) Laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan satuan pendidikan disampaikan kepada
komite sekolah/madrasah, pemerintah, pihak-pihak yang terkait.

Bagian Ketiga
Penunjang Pendidikan

Paragraf 1
Dewan Pendidikan

Pasal 30

(1) Dewan Pendidikan merupakan lembaga mandiri yang dibentuk di tingkat Kabupaten
dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan sebagai pemberi
pertimbangan, pendukung, pengontrol dan mediator.
(3) Dewan Pendidikan berfungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaran pendidikan yang bermutu, melakukan kerjasama,
menampung aspirasi masyarakat, memberikan masukan/pertimbangan, dan mendorong
orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan.

11
(4) Dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3), Pemerintah Daerah wajib memberikan dukungan dana dan fasilitas lainnya
yang tidak mengikat.

Paragraf 2
Komite Sekolah/Madrasah

Pasal 31

(1) Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat
dalam meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan.
(2) Komite sekolah/madrasah dapat mewadahi lebih dari satu satuan pendidikan.
(3) Untuk memudahkan koordinasi di setiap kecamatan dan gugus satuan pendidikan dapat
dibentuk Forum Komunikasi Komite Sekolah/Madrasah yang anggotanya terdiri dari
perwakilan Komite Sekolah/Madrasah.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan berupa fasilitasi pengembangan
Forum Komunikasi Komite Sekolah/Madrasah.

BAB VI
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Pendidik

Paragraf 1
Tugas

Pasal 32

(1) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan


melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Pendidik berkewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran sesuai dengan
tuntutan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Paragraf 2
Pengangkatan

Pasal 33

(1) Setiap pengangkatan pendidik pada satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta
dilakukan secara selektif, obyektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik pada satuan pendidikan formal harus
memenuhi persyaratan:
a. kualifikasi pendidikan S1/Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi; dan
b. mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang studi yang akan
diajarkan.
(3) Pengelola satuan pendidikan negeri dapat mengangkat pendidik sesuai kebutuhan dan
kemampuan pembiayaan setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang
dengan mengacu kepada persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa
membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

12
Paragraf 3
Penempatan

Pasal 34

(1) Penempatan pendidik pada satuan pendidikan formal dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan satuan pendidikan.
(2) Mekanisme penempatan pendidik pada satuan pendidikan dilakukan secara transparan
dan adil.
(3) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan insentif kepada pendidik yang
ditempatkan di daerah terpencil dan daerah rawan konflik atau bencana.
(4) Bentuk dan tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4
Pemindahan

Pasal 35

(1) Pemindahan pendidik dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan melalui
atasan langsung secara berjenjang, dan/atau atas usul pengelola pendidikan.
(2) Pemindahan pendidik dari jenjang pendidikan yang satu ke jenjang pendidikan yang
lain dapat dilakukan sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemindahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pemindahan tenaga pendidik dapat dilakukan setelah paling singkat satu tahun bertugas
di tempat tersebut.
(5) Dalam hal keadaan darurat (force major) yang mengancam keselamatan jiwa,
pemindahan pendidik dapat dilakukan.

Paragraf 5
Pemberhentian

Pasal 36

(1) Pemberhentian pendidik dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan atau atas
usul pengelola pendidikan.
(2) Tata cara pemberhentian pendidik dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pendidik pada satuan pendidikan swasta yang diberhentikan dengan hormat berhak
mendapatkan kompensasi finansial dari pengelola pendidikan yang bersangkutan
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Kompensasi finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan
kemampuan pengelola pendidikan.

Paragraf 6
Pengembangan Profesi

Pasal 37

(1) Setiap pendidik berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam pengembangan profesi.

13
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh kesempatan pengembangan
profesi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana, fasilitas, dan dukungan bagi keperluan
pengembangan profesi, peningkatan kualifikasi minimum, dan mengikuti uji
kompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan kepada peserta didik.
(4) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan kepada pendidik pada satuan pendidikan negeri dan satuan pendidikan
swasta sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Paragraf 7
Pengembangan Karir

Pasal 38

(1) Setiap pendidik berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam pengembangan karir.
(2) Pemerintah Daerah wajib untuk memperhatikan pengembangan karir setiap pendidik.
(3) Pengembangan karir harus didasarkan atas prestasi, kualifikasi, kompetensi, dedikasi,
dan loyalitas pada tugas sebagai pendidik.

Pasal 39

Pendidik yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah, pengangkatan sebagai
tenaga fungsional Pengawas Pendidikan, dan alih tugas dalam jabatan Struktural
dilaksanakan secara selektif, profesional dan proporsional dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 8
Perlindungan

Pasal 40

(1) Pemerintah Daerah dan /atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan
kepada pendidik dalam melaksanakan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk advokasi,
pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi nama baik.

Bagian Kedua
Tenaga Kependidikan

Paragraf 1
Tugas

Pasal 41

Tenaga kependidikan merupakan tenaga yang bertugas untuk menunjang penyelenggaraan


pendidikan.
Paragraf 2
Pengangkatan

Pasal 42

(1) Setiap pengangkatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan, baik negeri maupun
swasta dilakukan secara selektif, obyektif dan transparan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

14
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal
harus memenuhi persyaratan:
a. kualifikasi keahlian;
b. Pengalaman kerja; dan
c. Latar belakang pendidikan sesuai dengan keahlian yang disyaratkan.
(3) Pengelola satuan pendidikan negeri dapat mengangkat tenaga kependidikan sesuai
kebutuhan dan kemampuan pembiayaan setelah mendapat persetujuan dari pejabat
yang berwenang dengan mengacu kepada persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Paragraf 3
Penempatan

Pasal 43

(1) Penempatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan satuan pendidikan.
(2) Mekanisme penempatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan dilakukan secara
transparan dan adil.
(3) Pemerintah daerah wajib untuk memberikan insentif kepada tenaga kependidikan yang
ditempatkan di daerah terpencil dan daerah rawan konflik atau bencana.
(4) Bentuk dan tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4
Pemindahan

Pasal 44

(1) Pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan
melalui atasan langsung secara berjenjang, dan/atau atas usul pengelola pendidikan.
(2) Pemindahan tenaga kependidikan dari jenjang pendidikan yang satu dengan yang lain
dapat dilakukan sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemindahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan setelah paling singkat satu tahun
bertugas ditempat tersebut.
(5) Dalam hal keadaan darurat (force major) yang mengancam keselamatan jiwa,
pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan.

Paragraf 5
Pemberhentian

Pasal 45

(1) Pemberhentian tenaga kependidikan dapat dilakukan atas permohonan yang


bersangkutan atau atas usul pengelola pendidikan.
(2) Tata cara pemberhentian tenaga kependidikan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan swasta yang diberhentikan dengan hormat
berhak mendapatkan kompensasi finansial dari pengelola pendidikan yang
bersangkutan dengan mempertimbangkan masa kerja.

15
(4) Kompensasi finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan
kemampuan pengelola pendidikan.

Paragraf 6
Pengembangan Profesi

Pasal 46

(1) Setiap tenaga kependidikan berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam


pengembangan profesi.
(2) Pemerintah daerah wajib untuk menyediakan dana, fasilitas, dan dukungan bagi
keperluan pengembangan profesi setiap tenaga kependidikan untuk memenuhi
kualifikasi minimum dan memperoleh keahlian dalam meningkatkan kualitas layanan
kepada peserta didik.
(3) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disesuaikan dengan kemampuan daerah.
(4) Pengelola satuan pendidikan swasta wajib untuk menyediakan dana, fasilitas, dan
dukungan bagi keperluan pengembangan profesi setiap tenaga kependidikan untuk
memenuhi kualifikasi minimum dan memperoleh keahlian dalam meningkatkan
kualitas layanan kepada peserta didik.
(5) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disesuaikan dengan kemampuan pengelola satuan pendidikan swasta.

Paragraf 7
Pengembangan Karir

Pasal 47

(1) Setiap tenaga kependidikan berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam


pengembangan karir.
(2) Pemerintah Daerah wajib untuk memperhatikan pengembangan karir setiap tenaga
kependidikan.
(3) Pengembangan karir harus didasarkan atas dasar pengalaman, latar belakang
pendidikan, prestasi, kualifikasi, kompetensi, kemampuan, dedikasi, dan loyalitas pada
tugas dalam bidang pendidikan.

Paragraf 8
Perlindungan

Pasal 48

Pemerintah Daerah dan/atau organisasi profesi daerah wajib memberikan perlindungan


kepada tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas.

BAB VII
PENGENDALIAN MUTU, EVALUASI
DAN SUPERVISI PENDIDIKAN

Pasal 49

(1) Pembinaan dan pengendalian mutu pendidikan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah Daerah wajib mendorong satuan pendidikan untuk mencapai standar
nasional dan/atau internasional

16
Pasal 50

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan evaluasi terhadap satuan pendidikan


secara berkala dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang meliputi komponen
proses pelaksanaan program, baik menyangkut proses pengambilan keputusan,
pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar
mengajar.
(2) Evaluasi penyelenggaraan pendidikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan
dilakukan untuk mengetahui efektivitas penyelenggaraan program pendidikan yang
meliputi peserta didik, sarana dan prasarana, pendidik, tenaga kependidikan,
pendanaan dan manajemen.

Pasal 51

(1) Supervisi satuan pendidikan dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan


(2) Pengawas satuan pendidikan adalah jabatan fungsional yang ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(3) Seleksi dan pengangkatan Pengawas satuan pendidikan dilaksanakan berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
(4) Pemerintah Daerah wajib memberikan insentif dan memfasilitasi pelaksanaan tugas
setiap pengawas pendidikan untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan.

BAB VIII
PENDANAAN PENDIDIKAN

Pasal 52

(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana paling kurang 20% (dua puluh persen)
dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selain gaji, biaya pendidikan
kedinasan, dan Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan.
(2) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan sebagian besar untuk
pengembangan satuan pendidikan khususnya untuk peningkatan mutu pembelajaran.
(3) Sekolah dan/atau Komite Sekolah dapat menerima bantuan dari orang tua/wali dari
masyarakat secara sukarela.
(4) Bentuk dan jenis bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa uang,
barang yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran.
(5) Alokasi bantuan Pemerintah Daerah ditetapkan berdasarkan kaidah keadilan,
keterbukaan, dan prospek pengembangan satuan pendidikan.
(6) Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan keuangan kepada Yayasan
penyelenggara pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

BAB IX
KERJASAMA PENDIDIKAN

Pasal 53

(1) Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dapat menjalin kerjasama di
bidang pendidikan dengan berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri
berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
(2) Ketentuan mengenai kerja sama di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

17
BAB X
SATUAN PENDIDIKAN SWASTA DAN ASING

Pasal 54

Satuan Pendidikan swasta yang didirikan di Kabupaten Lombok Tengah wajib memiliki
izin dari Bupati dengan syarat-syarat teknis pendirian serta penyelenggaraan yang tidak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 55

Satuan pendidikan asing yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing dan/atau
badan penyelenggara pendidikan asing yang berada di Kabupaten Lombok Tengah , bagi
peserta didik warga negara asing dan atau warga negara Indonesia, dapat menggunakan
ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik
Indonesia.

Pasal 56

(1) Satuan Pendidikan Asing dapat didirikan di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan
izin Bupati dengan syarat-syarat teknis pendirian serta penyelenggaraannya yang tidak
bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Satuan Pendidikan Asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dievaluasi
secara periodik oleh Pemerintah Daerah.
(3) Tenaga pendidik dalam satuan pendidikan asing yang telah mendapat izin dari
Pemerintah Daerah, sekurang-kurangnya 40% adalah Warga Negara Indonesia.
(4) Satuan Pendidikan Asing dapat menggunakan kurikulum negara asing yang
bersangkutan, kurikulum nasional, dan kurikulum muatan lokal.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur melalui Nota Kesepahaman dan/atau Peraturan Bupati.

BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 57

(1) Selain Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, penyidikan atas tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan juga oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemerikasaan;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil orang untuk didengar, dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan
selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya;

18
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik berwenang melakukan penangkapan dan
penahanan.
(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan
tentang :
a. pemeriksaan tersangka
b. pemasukan rumah
c. penyitaan benda
d. pemeriksaan surat
e. pemeriksaan saksi
f. pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimnya kepada Pengadilan Negeri melalui
penyidik POLRI.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 58

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (6), Pasal 21 ayat (3), dan Pasal 54, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta
rupiah).
(2) Jika penyelenggara satuan pendidikan yang telah dicabut izin pendirian dan/atau izin
operasionalnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, masih tetap melaksanakan
kegiatan pendidikan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan


sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan
tetap berlaku.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Semua peraturan pelaksanaan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini
harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

19
Pasal 61

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

Ditetapkan di Praya
pada tanggal 16 Februari 2009

BUPATI LOMBOK TENGAH,

H. LALU WIRATMAJA

Diundangkan di Praya
pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TENGAH,

H. LALU ZUHUDDIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 2

20
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH
NOMOR 2 TAHUN 2009
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. UMUM

Kebijakan yang paling fundamental pengaruhnya terhadap perubahan sistem


pemerintahan adalah pemberian otonomi yang luas kepada pemerintah kabupaten/kota
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Kebijakan tersebut telah mengubah paradigma pengelolaan pemerintahan
termasuk bidang pendidikan dari sentralistik ke desentralistik. Kebijakan di atas
dipertegas dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyebutkan bahwa pengelolaan pendidikan bukan saja pada tingkat
kabupaten/kota tapi diarahkan hingga tingkat satuan pendidikan (sekolah) yang dikenal
dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah.
Dengan otonomi pendidikan tersebut pemerintah kabupaten/kota diberikan
keluasan untuk membuat perencanaan dan melakukan pengambilan keputusan sendiri
untuk membangun dan mengatasi masalah pendidikan di daerahnya dengan tetap
mengacu pada tujuan dan strategi pembangunan pendidikan secara nasional.
Secara ideal dengan diperolehnya kewenangan tersebut seyogyanya daerah
otonom seperti Kabupaten Lombok Tengah lebih mampu untuk mendorong pencapaian;
peningkatan pemerataan dan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi, dan daya
saing luaran pendidikan yang ada, dan penguatan tatakelola pendidikan pada semua
tingkat dan jenjang yang didasari oleh penerapan prinsip demokrasi, partisipatif,
transparansi, akuntabilaitas dan pencitraan publik yang baik.
Namun kondisi ril di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan gambaran
dimana daerah ini masih berkisar pada masalah klasik di dunia pendidikan yang sampai
saat ini belum sepenuhnya dapat diatasi secara maksimal diantaranya, kurangnya
pemerataan kesempatan pendidikan dimana sebagian besar masyarakat hanya
memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat pendidikan dasar,
rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, hal ini dapat
dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Lombok Tengah,
yang pada kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja tapi
juga oleh kurang relevannya dunia pendidikan dengan dunia kerja. Ini menunjukan
adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.

Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan perangkat hukum dalam bentuk


Peraturan Daerah untuk mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten
Lombok Tengah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas

21
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Laporan kemajuan hasil belajar, yang terkait dengan seluruh kondisi belajar, dan
perkembangan aspek sosial peserta didik.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jalur Formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK/RA), atau bentuk lain yang
sederajat.
Jalur Nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak
(TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Jalur Informal berbentuk pendidikan keluarga, atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan /masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Warga masyarakat yang mendapatkan bantuan fasilitas dalam hal mengikuti
pendidikan informal ini meliputi anak dalam kondisi khusus seperti cacat fisik
dan psikis dan yang mengalami tindak kekerasan baik fisik maupun psikis
sehingga tidak mau mengikuti pendidikan formal maupun nonformal.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas

22
Ayat (2)
Peserta didik yang berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental,
perilaku, dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.
Ayat (3)
Bentuk fasilitasi oleh pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan
pelatihan pada guru dan pengadaan sarana prasarana penunjang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dukungan Pemerintah Daerah berupa dana, fasilitas penunjang proses belajar
mengajar, penyediaan tenaga pendidik sesuai kebutuhan satuan pendidikan
berstandar internasional.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah apabila jumlah peserta didik
tidak memenuhi ketentuan minimum untuk dijadikan satu rombongan belajar.
Ayat (2)
Kelas rangkap adalah penggabungan dua kelas atau lebih dikarenakan jumlah
siswa yang kurang untuk dapat memenuhi standar kecukupan rombongan
belajar misalnya 1 (satu) guru : 28 murid dan standar kewajiban jumlah jam
mengajar seorang pendidik adalah 24 jam per minggu.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas

23
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan:
a. selektif adalah memenuhi persyaratan administrasi dan akademik;
b. objektif adalah berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan secara jujur, adil
dan tanpa unsur korupsi, kolusi dan nepotisme.
c. transparan adalah informasi mengenai formasi dapat diketahui oleh publik
dan proses seleksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
pendidik di wilayah Kabupaten Lombok Tengah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Keadaan darurat (force major) seperti; bencana alam dan kerusuhan.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan profesi adalah meliputi:
a. kesempatan belajar;
b. kesempatan mengikuti pelatihan; dan
c. kesempatan mengikuti seminar, workshop, dan kegiatan-kegiatan lain yang
terkait dengan profesi pendidik yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan karir meliputi:
a. penugasan pada wilayah tugas-tugas yang terkait dengan peran dan fungsi
pendidik;
b. kenaikan pangkat; atau
c. promosi jabatan.
Ayat (2)
Cukup jelas

24
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Bentuk perlindungan yang dilakukan dapat berupa :
a. advokasi;
b. pendampingan dalam proses hukum.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
tenaga kependidikan di wilayah Kabupaten Lombok Tengah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas

25
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR

26

Anda mungkin juga menyukai