Anda di halaman 1dari 22

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Konsep Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui

indera pendengaran (telinga) dan indera pengelihatan (mata)

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) secara garis besarnya, pengetahuan

dibagi dalam 6 tingkatan, yakni:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui

atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan misalnya: Apa tanda-tanda gejala asma? Apa

penyebab kambuhnya asma? Bagaimana cara mengontrol

kekambuhan asma?

2) Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar dapat menyebutkan objek

tersebut, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, penderita

asma yang sudah mengetahui kalau allergen dapat menyebabkan


7

kambuhnya asma, bukan hanya bisa mengatakan menghindari allergen

tetapi juga bisa menyebutkan apa-apa contoh allergen itu.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lisan. Misalnya, penderita asma

yang sudah paham tentang cara menghindari kekambuhan asma, akan

tetap waspada di mana pun dia berada.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai

pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan atau memisahkan, mengelompokan, membuat diagram

(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat

membedakan apa-apa saja yang dapat menyebabkan asma.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukan sesuatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat dan

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang

dapat menyebabkan kambuhnya asma.


8

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini dengan sendirinya didasar pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misalnya, penderita asma yang dapat membedakan hal-hal yang dapat

menimbulkan kambuhnya asma dengan yang ridak menyebabkan

kambuhnya asma.

Pengetahaun merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Wawan

A., dan Dewi M., 2010).

b. Faktor yang Pengaruhi Pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat

kematangan, dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berpikir dan bekerja (Wawan A., dan Dewi M., 2010).

b) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu

yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan dapat


9

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan

pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta

dalam pembangunan. Pada umumnya, makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah dia dalam menerima informasi (Wawan A.,

dan Dewi M., 2010).

2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan A., dan

Dewi M., 2010).

Lingkungan juga dapat mempermudah manusia

mendapatkan informasi, di mana kemudahan memperoleh

informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan yang baru. Salah satu lingkungan yang

berperan dalam hal memberikan pendidikan kesehatan seperti

pelayanan kesehatan atau Puskesmas. Pendidikan kesehatan

merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau

masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu,

dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri

menjadi mandiri (Mubarak, 2007).


10

b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi sikap seseorang dalam menerima informasi

(Wawan A., dan Dewi M., 2010).

c. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas

(Notoadmojo, 2005). Menurut Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan

seseorang dapat ditentukan dengan menggunkan rumus :

P = n/N X 100%

Dimana :

P : Persentase

n : Jumlah pertanyaan yang benar

N : Jumlah seluruh pertanyaan

d. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1) Baik : Hasil presentase 76%-100%.

2) Cukup : Hasil presentase 56%-75%

3) Kurang : Hasil presentase <56% (Arikunto (2006)

dalam Wawan A., dan Dewi M., 2010).


11

2. Konsep Sikap

a. Pengertian

Sikap adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan. Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni :

An Individuals Attitude Is Syndrome Of Response Consistency With

Regard To Object. Jadi jelas di sini dikatakan bahwa sikap itu adalah

suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau

objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, dan gejala

kejiwaan yan lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan seseorang

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan),

atau reaksi tertutup. (Notoadmodjo, 2010)

Menurut Notoadmodjo (2010), seperti halnya pengetahuan, sikap

juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai

berikut :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sikap penderita asma yang

mau mendengarkan / menerima saran yang diberikan tentang

pencegahan asma.
12

2) Menanggapi (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya,

penderita asma yang sudah diberitahu perihal cara pencegahan

kekambuhan asma ditanya atau diminta menanggapi, kemudian

penderita asma menjawab atau menanggapinya.

3) Menghargai (valueting)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain memberikan respon. Contoh, penderita asma

yang berdiskusi dengan dokter tentang cara pencegahan kekambuhan

asma yang dimilikinya.

4) Bertanggung Jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab

terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil

sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil

resiko bila ada orang lain yang mencemoohnya atau adanya risiko lain.

Contoh, penderita asma yang meluangkan waktunya untuk mengontrol

asmanya ke dokter atau pelayanan kesehatan.

5) Tindakan Atau Praktik (practice)

Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain seperti adanya fasilitas atau

sarana dan prasarana. Penderita asma yang sudah tahu pentingnya

mengontrol asma , dan sudah ada niat (sikap) untuk mengontrol


13

asmanya. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan

pelayanan kesehatan di tempat dia berada.

Praktik atau tindakan ini, dapat di bedakan menjadi 3 tingkatan

menurut kualitasnya, yakni:

1. Praktik Terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu

tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan

panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya

tetapi masih menunggu diingatkan oleh Bidan dan tetangganya.

Seorang anak kecil menggosok gigi namun masih selalu diingatkan

oleh ibunya, adalah masih disebut praktik atau tindakan terpimpin.

2. Praktik Secara Mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau

mempraktikkan sesuatu hal, secara otomatis maka disebut praktik

atau tindakan mekanis. Misalnya, seorang ibu selalu membawa

anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa menunggu perintah

dari kader atau petugas kesehatan. Seorang anak otomatis

menggosok gigi setelah makan tanpa disuruh ibunya.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas

atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau

tindakan atau prilaku yang berkualitas. Misalnya, menggosok gigi,

bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang

benar.
14

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek

sikap, antara lain :

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi unsur pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3) Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap

anggota masyarakatnya., karena kebudayaanlah yang memberi corak

pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4) Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara

obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya

berpengaruh terhadap sikap konsumennya.


15

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan

jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6) Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Wawan A., dan

Dewi M., 2010).

c. Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana

pendapat/pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak

langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis

kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuisioner (Wawan A.,

dan Dewi M., 2010).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap

(Haddi, 1971 dalam Wawan A., dan Dewi M., 2010), yaitu:

1) Keadaan objek yang diukur

2) Situasi pengukuran

3) Alat ukur yang digunakan

4) Penyelenggaraan pengukuran

d. Pengukuran sikap

Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi sosial adalah

bagaimana mengukur sikap seseorang. Ada beberap teknik pengukuran


16

sikap, salah satunya dengan menggunakan Method Of Summateds

Ratings/ Skala Likert. Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai

alternative yang lebih sederhana. Pengukuran sikap dapat dilakukan

dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap mungkin

berisi atau menyatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, atau

kalimatnya bersifat memihak atau mendukung pada objek sikap.

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya

pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negative yang bersifat tidak

mendukung pernyataan ini disebut pernyataan yang unfavourable (Wawan

A., Dan Dewi M., 2010).

Untuk pernyataan yang favourable (positif) yaitu: sangat setuju = 5,

setuju =4, raguragu = 3, tidak setuju=2, sangat tidak setuju= 1 dan untuk

pernyataan yang unfavourable (negatif) yaitu: sangat setuju = 1, setuju =

2, raguragu = 3, tidak setuju 4 dan sangat tidak setuju = 5. Hasil yang

ditabulasi dengan mengunakan metode statistik sederhana (distribusi

frekuensi), untuk menganalisa sikap menjadi unfavourable atau

favourable. Setiap pernyataan memiliki nilai 5 sehingga nilai tertingginya

yaitu 60. Untuk menentukan skor akhir responden digunakan rumus:


T= 50 + 10 ( )

Dimana :

T = Nilai skor akhir responden

x = Nilai skor responden

= Nilai rata-rata kelompok

SD = Standar Deviasi (simpangan baku/kelompok)


17

Dimana nilai SD dapat dicari dengan menggunakan rumus :

( )2
SD =
1

Dimana :

= Jumlah pengamatan

n = Jumlah sampel

Setelah nilai T ditentukan kemudian dikategorikan sebagai berikut:

Sikap Positif : jika T mean T

Sikap Negatif : jika T < mean T

Selanjutnya untuk menentukan sikap responden dalam favorable

(positif) atau unfavorable (negatif) dengan menentukan nilai mean T.

Sikap favourable (positif) bila nilai T mean T. Sikap unfavourable

(negatif) bila nilai T < mean T.

e. Teori Perilaku

Munurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) bahwa

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor

pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar (non-

behavior causes).

Dilanjutkan oleh Lawrence Green, dikatakan bahwa perilaku

(behavior causes) itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu:

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, niai-nilai, dan sebagainya.

2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)


18

Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan

sebagainya.

3) Faktor-Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Ketiga faktor di atas dapat dihubungkan, sebagai berikut :

B = f (PF, EF, RF)

Keterangan :

B = Behavior (Perilaku)

PF = Predisposising Factors (Faktor Predisposisi)

EF = Enabling Factors (Faktor Pendukung)

RF = Reinforcing Factors (Faktor Pendorong)

F = Fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping

itu ketersediaan fasilitas kesehatan, sikap dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku.
19

Seseorang yang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di

posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum

mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposising factors). Atau

barangkali juga karena rumahnya jauh dari Posyandu atau Puskesmas

tempat mengimunisasi anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin

karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya

tidak pernah mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).

3. Konsep Asma

a. Pengertian

Menurut Global initiatif for asthma (GINA) tahun 2014, asma

adalah penyakit heterogen ditandai inflamasi kronik saluran nafas dengan

gejala sesak nafas, mengi, dada terasa berat, batuk semakin memberat

dan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Serangan asma dipicu oleh

berbagai macam faktor seperti pajanan alergen, perubahan cuaca, latihan

fisik, dan infeksi virus.

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon

trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi

adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat

berubahubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan

(Muttaqin, 2008).

Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam

keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab

lain yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).

b. Klasifikasi asma

Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :


20

1) Asma bronkhiale

Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai

macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas

yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara

sepontan atau setelah mendapat pengobatan

2) Status asmatikus

Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang

konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan

emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum

bronkodilator (Depkes RI, 2007).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa

pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika

bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored

(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi

alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan

tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara

wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal

pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

3) Asthmatic Emergency

Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian Klasifikasi asma yaitu

(Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


21

a) Asma ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan

karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa

pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.

b) Asma intrinsik

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang

berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi

lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan

aktivitas olahraga yang berlebihan.

Beriku tabel klasifikasi Asma berdasarkan derajat keparahan Asma :

*) Catatan : Jika tersedia spirometri dapat digunakan penilaian VEP 1


22

c. Faktor pencetus asma

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau lebih

sering disebut sebagai faktor pencetus asma, antara lain:

1) Allergen

Allergen adalah zat tertentu yang bila dihirup atau dimakan

dapat menimbulkan serangan asma, misalnya :

a) Debu rumah seperti yang diketahui debu yang ada di dalam rumah

bisa memicu munculnya serangan asma pada beberapa orang. Kini

peneliti berhasil menemukan apa yang membuat debu ini bisa

menjadi pemicu asma. Penelitian baru mengungkapkan protein

bakteri dalam debu rumah bisa memperburuk respon alergi.

Temuan ini mendokumentasikan kehadiran flagelin protein dalam

debu rumah memperkuat hubungan antara alergi asma dan

lingkungan. Diketahui setelah menghirup debu rumah, muncul

respons flagelin yang mana menampilkan semua gejala umum dari

asma alergi termasuk produksi lendir berlebih, terganggunya jalan

napas dan peradangan di saluran napas (Sundaru, 2007).

b) Bulu binatang kucing dan anjing terutama yang berbulu diketahui

sebagai salah satu hal yang dapat memicu serangan asma.

c) Serbuk sari bunga

d) Kecoa

e) Beberapa makanan laut, dan sebagainya.

2) Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.

Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling


23

sering menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan dua pertiga

penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi

saluran pernapasan (Mutaqqin, 2008).

3) Tekanan jiwa

Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma

karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi

penderita asma bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan

asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini

lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Mutaqqin, 2008).

4) Olahraga/kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan

serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang

berlebihan. Lari cepat dan bersepada adalah dua jenis kegiatan paling

mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena adanya kegiatan

jasmani (Exercise Induced Asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau

aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa

jam setelah olahraga (Mutaqqin, 2008).

5) Obat-obatan

Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitif atau alergi

terhadap obat tertentu seperti Penisillin Salisilat, Beta Blocker, Kodein

dan sebagainya (Mutaqqin, 2008).

6) Polusi udara

Sebagaimana diketahui polusi udara dapat memperburuk asma,

terutama pada penderita asma berat. Namun belum ada bukti

langsung yang menyatakan bahwa terpapar polusi udara pada tingkat


24

sekarang ini akan mengubah bukan penderita asma menjadi penderita

asma. Asap rokok merupakan pemicu yang ampuh bagi banyak

penderita asma, sebagaimana debu, karena debu menyebabkan iritasi.

Bau menyengat, seperti lotion penyegar sehabis cukur, dapat menjadi

pemicu bagi seseorang, meskipun ini bukan alergi. Agaknya ini

merupakan reaksi iritasi terhadap zat kimia yang terkandung di

dalamnya, dan pengobatan yang terbaik adalah menghindarinya

sedapat mungkin (Ayres J., 2003).

Pendertia asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap

pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil

pembakaran dan Oksida Fotokemikal serta bau yang tajam (Mutaqqin,

2008).

7) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang

menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial (Mutaqqin, 2008).

8) Perubahan cuaca dan suhu udara

Banyak penderita asma tahu bahwa kondisi mereka dipengaruhi

oleh cuaca, meskipun tidak ada pola yang seragam. Ada yang lebih

menyukai cuaca dingin hingga hangat, yang lain lebih menyukai cuaca

panas dan kering. Karena itu anda tentu akan menyesuaikan

kebiasaan dan pengobatan dengan keadaan itu.

Perubahan cuaca dan suhu udara berpengaruh terhadap

penderita asma seperti pada musim panas hal ini disebabkan karena

debu, polusi kendaraan, dan lain-lain, tetap berada di udara lebih lama

pada suhu yang panas dan lembab. Selain itu yang sangat
25

berpengaruh bagi kebanyakan penderita asma adalah perubahan suhu

atau cuaca yang menjadi dingin secara mendadak, termasuk ruangan

ber-AC yang disetel sangat dingin.

Untuk mencegah saluran napas yang menyempit akibat

bernapas dalam udara yang dingin dan kering, maka penderita asma

harus mengenakan scraf atau syal yang menutupi bagian hidung dan

mulut, agar udara yang dihirup menjadi hangat dan dilembabkan

(Ayres J., 2003).

d. Manifestasi klinis

Menurut Mansjoer (2001) Gejala yang timbul biasanya

berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi

jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma antara lain:

1) Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.

2) Batuk produktif, sering pada malam hari.

3) Napas atau dada seperti tertekan.

Gejala yang muncul bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang

hari dan memberat pada malam hari (Mansjoer A., 2001).

e. Pencegahan Kekambuhan Asma

Menurut Ayres (2003) meskipun diagnosis asma mungkin

mengarah pada penggunaan obat untuk mengontrol asma, namun ada

beberapa cara yang dapat membantu penderita asma dalam

mengurangi gejala-gejala asma, antara lain:

1) Menghindari Allergen
26

Terpapar allergen dalam waktu lama bisa menimbulkan

gejala yang lebih menetap dan bisa menyebabkan gejala asma

kronis. Menghindari allergen ini merupakan salah satu cara yang

paling efektif dalam mengontrol kekambuhan asma. Allergen

merupakan faktor yang paling sering menyebabkan asma,

dikarenakan allergen bisa datang dari lingkungan maupun

makanan.

2) Tidak merokok

Asap rokok berbahaya bagi penderita asma, yang

memprihatinkan adalah 15 hingga 20 persen penderita asma

karena asap rokok terpaksa masuk rumah sakit dalam keadaan

asma akut dan penyempitan jalan napas. Asap rokok dapat

menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan karena zat kimia

yang terkandung di dalamnya, dan pengobatan yang terbaik

untuknya adalah menghindarinya sedapat mungkin.

3) Hindari pilek sedapat mungkin

Infeksi saluran pernapasan, seperti pilek dan flu, dapat

memperparah gejala asma. Penderita harus sedapat mungkin

menghindari orang yang menderita pilek karena bisa saja virus

yang dikeluarkan penderita yang pilek saat bersin terhirup oleh

penderita asma yang dapat memperberat gejala asma.

4) Hindari tempat di mana ada pemicu asma

Lingkungan yang berdedu dan berasap mempunyai resiko

yang tinggi bagi penderita asma untuk mengalami kekambuhan.

Cara yang paling memungkinkan untuk mencegah kekambuhan ini


27

adalah menghindari tempat-tempat tersebut. Udara yang dingin

juga bisa menjadi pencetus serangan asma, untuk itu penggunaan

selimut, jaket ataupun pakaian yang tebal sangat dianjurkan bagi

penderita asma untuk mencegah kekambuhan.

5) Mengontrol emosi dan stress

Dulu asma dianggap mempunyai kaitan yang erat dengan

emosi, tapi kini jelaslah faktor emosi hanya berperan sebagai

pemicu, bukan penyebab. Kegembiraan, kesedihan dan stress

dapat memicu serangan asma. Untuk itu, penderita asma harus

sepintar mungkin dalam mengontrol emosi dan stressnya.

Anda mungkin juga menyukai