Halaman 1 dari 7
Menghitung Besar Risiko
Pertanyaan
1. Simulasikan dengan penambahan data apa saja yang diperlukan.
2. Data yang tertera diatas merupakan jenis data apa? Sebagai bahan untuk analisis
resiko.
Halaman 2 dari 7
Menghitung Besar Risiko
CATATAN: Relative risk, attributable risk, dan odds ratio dapat dihitung dengan
besaran prevalensi. Besaran asosiasi ini serupa dengan relative risk dan attributable
risk yang didefinisikan untuk incidence rates. Karena prevalensi merupakan fungsi dari
insiden (risiko) dan lamanya sakit, besaran-besaran asosiasi yang didasarkan pada
kasus-kasus yang merebak mencerminkan baik efek paparan terhadap insiden maupun
efeknya terhadap durasi atau kelangsungan hidup.
Terima kasih : Dinkes Pacitan atas dukungan data untuk workshop ini.
Halaman 3 dari 7
Menghitung Besar Risiko
Skenario
Kronologi Kasus
Peternak menginformasikan bahwa kasus kematian sapi terjadi sejak awal Oktober
2014 (menjelang lebaran idul adha 1435 H) Pada saat itu satu ekor sapi terlihat sakit
dan dilaporkan ke petugas KUD setempat untuk diobati, karena tidak ada
perkembangan dan sapi ambruk maka sapi dipotong paksa dan dijual ke jagal. Selang
dua minggu kemudian terjadi lagi satu ekor sapi sakit dan ambruk, diobati oleh petugas
KUD tidak ada respon mem-baik sehingga sapi dipotong paksa dan dijual ke jagal.
Beberapa hari kemudian sakit lagi satu ekor, diobat petugas KUD tidak membaik sapi
dipotong paksa dan dijual ke jagal. Demikian seterusnya sampai tanggal 26 Nopember
2014 telah sakit dan dipotong paksa sebanyak 5 ekor. Jarak waktu kematian antar sapi
harinya makin lama makin pendek dan mulai tanggal 26 Nopember 2014 sampai 1
Desember 2014 kematian terjadi secara beruntun sebanyak 6 ekor, karena hampir
setiap hari mati satu ekor. Sampai dengan akhir Nopember, peternak selalu melapor ke
petugas KUD sehingga penanganan dan pengobatan dilakukan oleh petugas KUD
(Walujo, 2014). Pengobatan dilakukan tanpa menggunaan antibiotik, dengan
pertimbangan belum adanya diagnosa yang dikukuhkan laboratorium dan menghindari
adanya residu antibiotik pada produk susunya.
Pada tanggal 1 Desember 2014 terjadi lagi sapi sakit dan dipotong paksa dan sapi dijual
ke jagal. Karena kematian tidak kunjung berhenti maka peternak melapor ke Dinas
Peternakan setempat (Kab. Blitar). Berdasarkan laporan peternak kemudian dilacak
pemotongannya ke RPH Kota Blitar. Dengan merujuk pada laporan peternak dan dari
gejala sebelum sapi mati serta jumlah sapi yang mati maka dicurigai terhadap
kemungkinan adanya penyakit menular pada sapi terutama anthrax. Sebelum sapi
dibawa ke RPH telah dipotong paksa, dari hasil pemeriksaan ante mortum tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda mengeluarkan darah dari lubang-lubang tubuh maka
oleh keurmaster sapi diijinkan untuk diproses lebih lanjut di RPH di ruang potong darurat
yang tempatnya terpisah dari ruang potong utama. Pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan postmortum oleh petugas keurrmaster dan menemukan adanya limpa
yang membesar sehingga pemotongan dihentikan kemudian memanggil petugas dari
Laboratorium Kesehatan Hewan Kabupaten Blitar dan Laboratorium Malang. Dengan
pewarnaan sederhana yang dilakukan di laboratorium Blitar ditemukan adanya bakteri
bentuk batang menyerupai anthrax, sehingga dicurigai sapi terserang penyakit anthrax.
Karena dicurigai anthrax maka daging hasil pemotongan disita untuk selanjutnya
dimusnahkan (Walujo, 2014).
Investigasi dilakukan oleh tim Balai Besar Veteriner Wates pada tanggal 2 Desember
2014. Pada hari itu tim mengunjungi lokasi peternakan tempat terjadinya kasus
Halaman 4 dari 7
Menghitung Besar Risiko
kematian sapi. Hasil pengamatan di lapangan ditemukan populasi sapi tinggal kurang
lebih 12 ekor dewasa dan 4 ekor pedet yang masih kecil-kecil. Sapi dewasa
dikandangkan terpisah dari pedet. Pada saat itu di kandang ditemukan satu ekor sapi
mati dan satu ekor dalam kondisi sakit dengan gejala klinis suhu tubuh tinggi, gelisah
dan mengeluarkan darah segar dari hidung /mimisan dan darah yang keluar mencemari
pakan dan lingkungan. Pengamatan pada sapi yang mati tidak terlihat adanya
pengeluaran darah baik dari mulut/hidung maupun dari anus. Sebagai bahan
pemeriksaan untuk pengujian di laboratorium, dari lokasi kandang diambil sampel
potongan telinga dari sapi mati, swab darah yang keluar dari hidung, swab dari anus
sapi mati, darah dari sapi sakit dan air/tanah dari limbah pembuangan. Karena di
kandang ditemukan banyak lalat yang mengerubungi darah yang tercecer, maka
dilakukan penangkapan beberapa ekor lalat untuk bahan kajian dan peme-riksaan lebih
lanjut. Dari proses pemotongan di RPH (tanggal 1 Desember 2014), oleh petugas RPH
telah diambil beberapa sampel untuk bahan pemeriksaan/konfirmasi laboratorium dan
untuk sementara lokasi RPH darurat ditutup dan didesinfeksi dengan formalin (Walujo,
2014). Gambar 1 sampai dengan gambar 6 disajikan di bawah ini.
Pertanyaan
1. Simulasikan dengan penambahan data apa saja yang diperlukan.
2. Data yang tertera diatas merupakan jenis data apa? Sebagai bahan untuk analisis
resiko.
Halaman 5 dari 7
Menghitung Besar Risiko
6. Hitung relative risk terkait dengan pembelian sapi dari daerah endemis anthrax dan
interpretasikan jawaban Anda.
CATATAN: Relative risk, attributable risk, dan odds ratio dapat dihitung
dengan besaran prevalensi. Besaran asosiasi ini serupa dengan relative risk dan
attributable risk yang didefinisikan untuk incidence rates. Karena prevalensi
merupakan fungsi dari insiden (risiko) dan lamanya sakit, besaran-besaran
asosiasi yang didasarkan pada kasus-kasus yang merebak mencerminkan baik
efek paparan terhadap insiden maupun efeknya terhadap durasi atau
kelangsungan hidup.
Terima kasih :
Halaman 6 dari 7
Menghitung Besar Risiko
Halaman 7 dari 7