Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN

PEMANTAUAN PEMUTIHAN KARANG

DIREKTORAT KONSERVASI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2016

1
PANDUAN PEMANTAUAN PEMUTIHAN KARANG

PENANGGUNG JAWAB:
Agus Dermawan
Plt. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut

EDITOR:
Muh Firdaus Agung Kunto Kurniawan, Dit. KKHL, Ditjen. PRL, KKP
Jensi Sartin, Reef Check Indonesia

TIM PENYUSUN:
Yvonne I.P, Dit. KKHL, Ditjen. PRL, KKP
Ihsan Ramli, Dit. KKHL, Ditjen. PRL, KKP
Hadi Yoga Dewanto, Dit. KKHL, Ditjen. PRL, KKP
Novi Setyo Adi, P3SDLP, Balitbang, KKP
Permana Yudiarso, BPSPL Denpasar, Ditjen. PRL, KKP
Muhamad Abrar, P2O, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Giyanto, P2O, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Derta Prabuning, Reef Check Indonesia
Mochamad Iqbal Herwata Putra, Reef Check Indonesia
Angelia Siagian, Reef Check Indonesia
Rizya Ardiwidjaya, The Nature Conservancy
Beginer Subhan, Institut Pertanian Bogor

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang pemutihan karang dan


kejadian pemutihan karang di Indonesia, silahkan hubungi Direktorat
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut. Email: info.kkji@gmail.com

Gedung Mina Bahari III, Lantai 10


Jln. Medan Merdeka Timur No. 16
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
021-3522045, Ext. 6104

2016 Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut.


Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam buku ini untuk
kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial diperbolehkan
tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber
disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku ini
untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin
tertulis dari pemegang hak cipta.

DIREKTORAT KONSERVASI DAN KEANEKARAGAMAN HAYATI LAUT


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2016

i
ii
KATA PENGANTAR
Terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia, dengan fungsi sangat
penting antara lain pelindung ekosistem pantai, rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di
laut, sumber obat-obatan, objek wisata, daerah penelitian, dan mempunyai nilai spiritual di
beberapa daerah. Disisi lain, terumbu karang juga menghadapi berbagai ancaman, baik yang
sifatnya alami maupun akibat kegiatan manusia. Salah satu ancaman yang berdampak luas
dan cepat adalah pemutihan karang massal akibat meningkatnya suhu permukaan laut.

Laporan kejadian pemutihan karang sudah banyak disampaikan antara lain dari Bali, Padang,
Selatan Lembata, Rote dan beberapa daerah lainnya. Pemutihan karang massal diprediksi
akan semakin sering dan intensif, sehingga perlu diinisiasi upaya-upaya adaptasinya. Salah
satu upaya adaptasi adalah meningkatkan respon dan aksi tanggap terhadap kejadian
pemutihan karang.

Untuk itu informasi tentang status terumbu karang terkait pemutihan karang perlu
dilakukan. Dalam hal ini dibutuhkan panduan yang terstandarisasi, akurat dan informatif
dan menjangkau daerah pengamatan dan evaluasi yang lebih luas. Desain rencana tanggap
pemantauan pemutihan karang yang dijabarkan dalam PANDUAN PEMANTAUAN
PEMUTIHAN KARANG DI INDONESIA ini merupakan upaya kolaboratif dari Direktorat
Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Reef Check Indonesia serta mitra NGO.

Panduan ini dikembangkan untuk mengumpulkan informasi kejadian pemutihan karang,


dampak pemutihan dan potensi pemulihan pasca kejadian pemutihan. Panduan ini juga
berperan dalam menyediakan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait
sebaran pemutihan karang di Indonesia dan dampaknya. Panduan Pemantauan Pemutihan
Karang di Indonesia ini mengacu pada referensi metode untuk monitoring terumbu karang
pasca pemutihan dan penghitungan daya pulih suatu ekosistem terumbu karang yang sudah
diakui secara ilmiah.

Panduan ini akan terus disempurnakan sesuai hasil pengembangan dan ujicoba metode,
langkah pelaksanaan dan kebutuhan logistik selama pemantauan. Kami berharap panduan
ini dapat membantu para praktisi lapangan dalam melakukan tanggap aktif terhadap
pemutihan karang di Indonesia.

Salam sejahtera,

Ir. Agus Dermawan, M. Si


Plt. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses terjadinya pemutihan karang .......................................................................5

Gambar 2. Rencana tahapan survei dalam rencana tanggap pemutihan .................................9

Gambar 3. Prediksi kejadian Pemutihan Karang April 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php............................................................ 12

Gambar 4. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Mei 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php............................................................ 12

Gambar 5. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Juni 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php............................................................ 13

Gambar 6. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Juli 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php............................................................ 13

Gambar 7. Ilustrasi transek sabuk untuk karang dewasa (karang >10 cm) ............................. 18

Gambar 8. Ilustrasi transek sabuk herbivora ...........................................................................23

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bleaching Alert dan rekomendasi jenis survei untuk tiap lokasi Indonesia.
Digunakan sebagai referensi hingga akhir Mei 2016

Lampiran 2. Panduan Membedakan Pemutihan dan Penyakit/Predasi Drupella/Predasi Bulu


Seribu

Lampiran 3. Peta sebaran kejadian laporan pemutihan karang: Edisi 28 Maret 21 April
2016

Lampiran 4. Ringkasan panduan pemantauan pemutihan karang

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................................................v
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................................................. 1
1.2. TUJUAN .................................................................................................................................................. 1
1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 4
2.1. STATUS TERUMBU KARANG DI INDONESIA ............................................................................. 4
2.2. PEMUTIHAN KARANG....................................................................................................................... 4
2.3. DAMPAK PEMUTIHAN KARANG.................................................................................................... 6
2.4. PEMUTIHAN KARANG DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG ............................... 6
RENCANA TANGGAP ....................................................................................................................... 9
3.1. TAHAPAN RENCANA TANGGAP PEMUTIHAN........................................................................... 9
3.2. PREDIKSI PEMUTIHAN KARANG DI INDONESIA ...................................................................11
3.3. METODE SURVEI...............................................................................................................................14
3.3.1. Survei Cepat .............................................................................................................................................. 14
3.3.2. Survei Puncak Pemutihan ................................................................................................................... 17
3.3.3. Survei Pasca-Pemutihan ...................................................................................................................... 21
KONTAK DAN PELAPORAN ........................................................................................................ 25
PENUTUP .......................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 28

vi
I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Terumbu karang memiliki fungsi penting antara lain pelindung ekosistem pantai, rumah bagi
banyak jenis mahluk hidup di laut, sumber obat-obatan, objek wisata, daerah penelitian,
dan mempunyai nilai spiritual di beberapa daerah. Dalam memastikan fungsi terumbu
karang tersebut dapat berjalan maksimal, pemerintah telah melakukan berbagai upaya
termasuk inisiasi kawasan konservasi berbasis terumbu karang.

Berdasarkan data yang telah dipetakan Badan Informasi Geospasial (BIG), luas terumbu
karang di Indonesia lebih kurang 25.000 km2 atau 2.500.000 hektare. Kekayaan jenis karang
mencapai 569 spesies atau sekitar 70% dari jenis karang yang ada di dunia (CRITC
COREMAP-CTI P2O LIPI, Pers Release 29 Maret 2016).

Dengan prediksi pemutihan karang akan semakin sering terjadi akibat meningkatnya suhu
permukaan laut, upaya-upaya konservasi terumbu karang menghadapi tantangan,
mengingat upaya konservasi terumbu karang sejauh ini di-desain untuk menghadapi
ancaman yang bersifat lokal maupun regional.

Untuk dapat mengetahui status terumbu karang terkait pemutihan karang, meningkatnya
suhu permukaan laut dan perubahan iklim maka perlu dilakukan kegiatan monitoring
pemutihan karang. Dan untuk mendukung hal tersebut perlu disiapkan panduan
pemantauan pemutihan karang di Indonesia. Data dan informasi hasil pemantaun ini akan
menjadi masukan penting dalam pengambilan kebijakan dan pengelolaan terumbu karang
di Indonesia.

1.2. TUJUAN
Panduan pemantauan pemutihan karang di Indonesia disusun sebagai acuan bagi berbagai
pihak dalam melakukan pemantauan pemutihan karang, sehingga diperoleh keseragaman
metode dalam pelaksanaan kegiatan.

Adapun tujuan dari kegiatan pemantauan pemutihan karang di Indonesia adalah untuk:

1. Mengetahui secara cepat ada tidaknya kejadian pemutihan karang pada lokasi tertentu
beserta gambaran dampaknya.

1
2. Mengetahui tingkat keparahan pemutihan karang pada lokasi tertentu terhadap genera
karang keras dan karang lunak (secara umum).
3. Mengetahui tingkat pemulihan dari lokasi terumbu karang setelah mengalami kejadian
pemutihan karang.
4. Membangun database pemutihan karang di Indonesia.
5. Memberikan rekomendasi untuk pengelolaan kawasan konservasi, ekowisata dan
konservasi, serta pemanfaatan terumbu karang lainnya.

1.3. RUANG LINGKUP


Panduan pemantauan pemutihan karang di Indonesia ini tidak hanya memuat tentang
metode monitoring yang dapat dilakukan di Indonesia, melainkan juga informasi tentang
aspek biologi karang. Informasi tersebut penting untuk memberikan wawasan bagi pelaku
monitoring atau pun otoritas pengelola.

Secara umum, pedoman umum ini terdiri dari lima bab, yaitu

Bab 1 berisi tentang latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup buku pedoman;
Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang memuat informasi aspek biologi ancaman
terhadap terumbu karang;
Bab 3 tentang metode monitoring yang dapat diterapkan di Indonesia;
Bab 4 tentang pengolahan data dan pelaporan; serta
Bab 5 penutup.

2
Foto oleh Michiel veenstra

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. STATUS TERUMBU KARANG DI INDONESIA


Terumbu karang dan ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan
mangrove adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Beberapa sumber menyatakan luasan
terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 atau sekitar 12 15 %
terumbu karang dunia. Namun berdasarkan data yang telah dipetakan Badan Informasi
Geospasial (BIG) luasnya lebih kurang 25.000 km2 atau 2.500.000 hektare. Kekayaan jenis
karang mencapai 569 spesies atau sekitar 70% dari jenis karang yang ada di dunia (CRITC
COREMAP-CTI P2O LIPI, Pers Release 11 Februari 2016).

Laporan status terumbu karang dunia yang dikeluarkan Global Coral Reef Monitoring
Network (GCRMN) menyebutkan bahwa dalam selama 2004 hingga 2008 luasan area
terumbu karang semakin menurun. Dalam periode 2004 hingga 2008, 19% luasan terumbu
karang dunia telah hilang, 15% terancam hilang 10-20 tahun kedepan dan 20% luasan
terancam hilang 20-40 tahun mendatang. Di Indonesia sendiri 34% berada dalam kondisi
sangat buruk 42% agak baik sedang hanya 21% dalam kondisi sehat dan 3 % sangat sehat.

Laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan
status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan
kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%. Status kondisi
terumbu karang Indonesia tahun 2015 (kompilasi data sejak tahun 1993) pada 93 daerah
dan 1259 lokasi adalah 5% sangat baik, 27,01% kondisi baik, 37.97 kondisi sedang, dan 30,02
dalam kondisi buruk (CRITC COREMAP-CTI P2O LIPI, Pers Release 11 Februari 2016).

Ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi
dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif
fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang (coral bleaching)
akibat pemanasan global.

2.2. PEMUTIHAN KARANG


Pemutihan karang terjadi pada saat karang (keras dan lunak) dan hewan-hewan laut lain
yang bersimbiosis dengan zooxanthellae kehilangan zooxanthellae- nya karena suatu
tekanan/stress tertentu. Pada banyak hewan karang keras (hard coral), zooxanthellae
merupakan pemberi warna utama. Oleh karena itu, kehilangan zooxantellae akan membuat
warnanya memucat, sampai pada akhirnya jaringan karang menjadi transparan,

4
memperlihatkan warna putih kerangka kapur di bawahnya. Beberapa karang membuat
semacam tabir surya pada saat hal ini terjadi, sehinga karang tampak berwarna pastel (biru,
kuning, merah muda) (Dove et all, 2001). Banyak macam tekanan yang dapat membuat
karang memutih, seperti misalnya penyakit, racun (bahan kimia), dan lain-lain. Namun
penyebab utama pemutihan karang dalam skala luas adalah kombinasi dari kenaikan
temperatur air laut dan intensitas cahaya (Hoegh-Guldberg 1999).

Pada saat terjadi kenaikan suhu, zooxanthellae menghasilkan oksigen radikal yang akan
merusak jaringan hewan yang ditempatinya (Gambar 1). Oleh karena itu, mau tidak mau
hewan tersebut harus melepaskan zooxanthellae tersebut untuk mencegah kerusakan
jaringan. Jumlah zooxanthellae yang dilepaskan tergantung dari jumlah radikal bebas yang
dihasilkan; tergantung dari intensitas dan lamanya hewan terdedah pada kenaikan suhu
tersebut.

Dengan kecenderungan suhu bumi yang terus meningkat karena pemanasan global,
kejadian pemutihan terumbu karang skala luas diperkirakan akan terjadi semakin sering
dengan intensitas yang meningkat. Apabila kenaikan suhu ini dibandingkan dengan batas
toleransi karang terhadap pemutihan dalam 100 tahun terakhir, maka pada tahun 2020,
diprediksikan bahwa pemutihan terumbu karang akan terjadi setiap tahun (Hoegh-
Guldberg, 1999).

Gambar 1. Proses terjadinya pemutihan karang

5
2.3. DAMPAK PEMUTIHAN KARANG
Terumbu karang di Indonesia dan di seluruh dunia banyak mengalami pemutihan pada
tahun 1997-1998. Beberapa daerah terumbu mengalami pemulihan (recovery) yang cukup
cepat, sementara banyak tempat lain yang sampai saat ini tidak mempunyai kemajuan yang
berarti. Wilkinson (1999) mengestimasi bahwa sekitar 16% terumbu karang dunia mati
sebagai akibat dari pemutihan massal ini. Selain itu, diperkirakan kejadian ini kemungkinan
akan menyebabkan kepunahan pada beberapa spesies karang di sekitar Panama dan
Okinawa (WWF dan TNC, 2001).

Di Indonesia, pada tahun 1997-1998, pemutihan karang yang mencapai sekitar 50% atau
lebih dari tutupan karang tercatat terjadi di Taman Nasional Bali Barat (mencapai hingga
100%), Taman Nasional Karimunjawa, Taman Nasional Pulau Seribu, Kepulauan Gili, Lombok
(mencapai hingga 90%) dan Kalimatan Timur. Tingkat kematian dari karang yang terkena
pemutihan tersebut di Karimunjawa mencapai 50-60% (Irdez et all, 1998).

Kerusakan yang terjadi pada terumbu karang ini tentunya akan mengurangi pelayanan dan
jasa yang diberikan terumbu karang kepada manusia. Kerugian ekonomi dari
terdegradasinya the Great Barrier Reef di Australia dalam skenario kenaikan suhu akibat
pemanasan global telah diestimasi untuk mencapai sedikitnya US$2,5-6 milyar dalam 19
tahun (WWF, 2004). Di Asia Tenggara sendiri, apabila terjadi pemutihan karang yang sangat
parah dalam 50 tahun kedepan, nilai jasa dan produk yang hilang dari perikanan, pariwisata,
dan kerusakan keanekaragaman dapat mencapai US$ 38,3 miliar (Cesar et all, 2003).

2.4. PEMUTIHAN KARANG DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

Melihat besarnya dampak dan luasnya area yang dapat dipengaruhi, pemutihan terumbu
karang saat ini diperkirakan merupakan salah satu ancaman yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan terumbu karang
konvensional umumnya masih mengesampingkan aspek pemutihan karang. Hal ini berarti,
besar kemungkinan suatu tempat yang sama sekali tidak mempunyai kelentingan
(resilience) terhadap pemutihan karang dilindungi dengan ketat, sementara tempat yang
sangat lenting terhadap pemutihan karang justru tidak dilindungi. Untuk mencegah kejadian
seperti ini, seorang pengelola perlu paham benar faktor-faktor apa saja yang berperan besar
dalam menjaga dan atau meningkatkan kelentingan terumbu karang terhadap pemutihan
global.

6
Berdasarkan pada beberapa studi pustaka dan pengumpulan data pengamatan secara
sistematik dari para peneliti di lapangan, teredapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap ketahanan (resistance) and kelentingan terumbu karang terhadap pemutihan
(West and Salm 2003). Faktor-faktor ini adalah:

Faktor yang menurunkan suhu (seperti upwelling lokal, jarak yang dekat ke laut dalam)
Faktor yang meningkatkan pergerakan air dan menghanyutkan zat-zat kimia yang
berbahaya (seperti selat sempit, arus kencang, kanal, dll)
Faktor yang mengurangi tingkat keterdedahan terhadap radiasi cahaya (seperti
bayangan dari pegunungan di atas hamparan karang, kekeruhan air, dll)
Faktor yang mengindikasikan potensial pre-adaptasi kepada suhu dan tekanan lain
(seperti karang yang regular terekspos pada saat surut, sejarah survival pemutihan, dll)
Faktor yang mengindikasikan potensial penyembuhan yang kuat (seperti larva karang
yang melimpah dan tingkat perekruitan larva yang tinggi)
Faktor yang meningkatkan transport larva ke daerah tersebut
Faktor yang meningkatkan kondisi yang baik bagi perekruitan larva
Lima faktor pertama berhubungan erat dengan kondisi alam terumbu karang. Kondisi alam
dengan faktor-faktor inilah yang harus menjadi pertimbangan pemilihan lokasi
perlindungan, atau permintakatan (zonasi) suatu zona lindungan. Dua faktor terakhir
berkaitan erat dengan upaya langsung implementasi pengelolaan di lapangan. Banyak ahli
memprediksikan bahwa pengelolaan yang efektif dapat mengurangi tekanan pada karang.
Dengan demikian terumbu berada dalam kondisi yang prima pada saat pemutihan karang
terjadi.

Pengelolaan juga tidak bisa hanya terfokus pada suatu daerah, namun harus
memperhitungkan hubungan (connectivity) dengan daerah-daerah lain. Ini artinya,
pengelola kawasan konservasi harus membangun jaringan kerja yang baik untuk menjaga
agar konektifitas antara penyuplai dan penerima larva terjaga.

Namun perlu dicatat bahwa semua upaya yang dilakukan untuk membantu karang
beradaptasi terhadap pemutihan karang merupakan upaya membeli waktu. Untuk
mengatasi pemutihan karang secara menyeluruh, diperlukan upaya yang keras dalam
mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai penyebab utama pemanasan global.

7
8
III. RENCANA TANGGAP

3.1. TAHAPAN RENCANA TANGGAP PEMUTIHAN


Panduan ini dibuat sebagai panduan cepat dalam mengamati pemutihan karang di
Indonesia. Referensi metode yang digunakan adalah Oliver et al. (2004) dan Obura and
Grimsditch (2009).

Periode panas yang diduga menyebabkan pemutihan karang diperkirakan mencapai


puncaknya antara periode April-Juli 2016. Panduan ini menggunakan informasi dari program
Coral Reef Watch yang dikembangkan oleh NOAA. Salah satu komponen utama dari rencana
tanggap ini adalah pengumpulan data melalui survei cepat, survei puncak pemutihan, dan
survei pasca pemutihan.

Survei pemantauan pemutihan karang di Indonesia dibagi kedalam 3 (tiga) fase yaitu survei
cepat, survei puncak pemutihan dan survei pasca pemutihan. Ketiga fase survei dibuat
untuk efisiensi pemantauan, mengingat pemantauan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia
dengan melibatkan multi-stakeholder. Fase-fase survei ditentukan berdasarkan tingkat
pemutihan karang, yang dibuat berdasarkan prediksi NOAA Coral Reef Watch.

Gambar 2. Rencana tahapan survei dalam rencana tanggap pemutihan

9
Dalam melaksanakan rencana tanggap pemutihan karang, mengikuti proses berikut:
1. Menentukan Lokasi Terumbu Karang yang akan dipantau
Pada bagian Lampiran 1 tersedia sejumlah sampel lokasi yang merupakan Kawasan
Konservasi Nasional dan beberapa Kawasan Konservasi Daerah. Jika lokasi terumbu yang
akan disurvei tidak tercantum, komunikasikan kepada Tim Pemutihan Karang Indonesia
untuk dapat dimasukkan dalam jejaring. Sebagai bantuan awal, lokasi yang ingin Anda
pantau mungkin terletak disekitar atau dekat dengan lokasi yang ada di daftar. Besar
kemungkinan prediksi situasi dan kondisi suhu di lokasi yang Anda ingin pantau sama
dengan lokasi terdekat yang ada dalam panduan ini.
2. Periksa Peringatan (Bleaching Alert) dan Kategori Pemutihan
Setiap awal bulan, Tim Pemutihan Karang Indonesia akan mengeluarkan informasi
terbaru berdasarkan Prediksi Pemutihan NOAA Coral Reef Watch. Dari informasi
perkiraan kejadian pemutihan karang yang dikeluarkan oleh NOAA Coral Reef Watch,
ada kecenderungan perbedaan waktu kemunculan atau terjadi puncak pemutihan
karang di setiap lokasi.
Peringatan (Bleaching Alert) dan Kategori Pemutihan didapat dari:
Update bulanan Panduan ini
Surat Edaran peringatan resmi bulanan dari Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, KKP
Facebook Page Coral Bleaching Indonesia
Halaman website http://www.djprl.kkp.go.id
Halaman website http://reefcheck.or.id/bleaching-indonesia
3. Periksa Rekomendasi Pengambilan Data
Dalam Lampiran 1 ini disediakan rekomendasi mengenai jenis survei yang perlu
dilakukan di setiap lokasi.
Jika direkomendasikan untuk melakukan survei cepat
Gunakan formulir survei cepat pemutihan karang (formulir 1), atau kumpulkan
informasi cepat dari orang dan sumber lain, dan
Komunikasikan hasilnya dengan Tim Pemutihan Karang Indonesia yang tersedia di
bagian kontak pada panduan ini.
Untuk metode survei cepat tersedia pada bagian 4.1. Survei Cepat.

10
Jika direkomendasikan untuk melakukan survei puncak pemutihan
Komunikasikan rencana Anda dengan Tim Pemutihan Karang Indonesia yang
tersedia di bagian kontak pada panduan ini.
Gunakan formulir survei puncak pemutihan karang (Formulir 2).
Untuk metode survei cepat tersedia pada bagian 4.2. Survei Puncak Pemutihan.

Jika direkomendasikan untuk melakukan survei pasca-pemutihan


Komunikasikan rencana pemantauan dengan Tim Pemutihan Karang Indonesia
yang tersedia di bagian kontak pada panduan ini.
Gunakan formulir survei pasca pemutihan karang (Formulir 3).
Untuk metode survei cepat tersedia pada bagian 4.3. Survei Pasca Pemutihan.
4. Kirimkan hasil survei atau informasi lainnya ke database Pemutihan Karang Indonesia.
Semua laporan dan data yang masuk akan dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang dan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Ditjen PRL-KKP) dan
disimpan dalam database.
Email
to : info.kkji@gmail.com
cc : bpspl.denpasar@kkp.go.id; rcindonesia@reefcheck.org
Format subyek email: Lapor Pemutihan_NAMA LOKASI/KAWASAN_Tanggal Survei
Contoh: Lapor Pemutihan_Taman Nasional Perairan Laut Sawu_10 Mei 2016
5. Analisa Data
Data yang masuk oleh Tim Pemutihan Karang Indonesia bersama dengan semua pihak
yang terlibat dan stakeholder lainnya akan dianalisa untuk kebutuhan pengelolaan.

3.2. PREDIKSI PEMUTIHAN KARANG DI INDONESIA


Prediksi pemutihan karang di Indonesia dibuat berdasarkan prediksi NOAA Coral Reef Watch
yang dikeluarkan setiap minggu. Berdasarkan produk peta tertanggal 29 Maret 2016, secara
umum pemutihan karang dimulai di selatan NTT, NTB, Bali, lalu disusul oleh pantai selatan
Jawa, dan pantai barat Sumatera. Kemudian Laut Jawa dan Selat Makassar, dan terakhir
kawasan Raja Ampat dan Halmahera (Gambar 3-6). Sehingga pelaksanaan survei cepat,
pemutihan, dan pasca akan berbeda-beda waktunya di tiap lokasi.

11
Gambar 3. Prediksi kejadian Pemutihan Karang April 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php

Gambar 4. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Mei 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php

12
Gambar 5. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Juni 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php

Gambar 6. Prediksi kejadian Pemutihan Karang Juli 2016. Produk Peta 29 Maret 2016.
Sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/vs/map.php

13
3.3. METODE SURVEI
Sesuai dengan rencana tanggap terdapat 3 (tiga) fase survei:
1. Survei Cepat. Dilakukan secara reguler setiap 2 minggu sekali hingga puncak pemutihan
karang
2. Survei Puncak Pemutihan. Survei detil yang dilakukan saat puncak atau sesaat setelah
puncak kejadian pemutihan karang, dan
3. Survei Pasca-Pemutihan. Disarankan 3 bulan setelah puncak pemutihan karang

3.3.1. Survei Cepat


1. Jumlah metode : 1 (satu)
2. Nama metode : Timed swims / Berenang dengan waktu
3. Tujuan
Pendataan karang survei cepat dengan time swim ini dilakukan untuk memberikan
gambaran umum secara cepat ada tidaknya kejadian pemutihan karang pada lokasi
tertentu dan gambaran dampak.
4. Observer
Memiliki kemampuan untuk menyelam atau berenang atau aktifitas air lainnya
yang memungkinkan untuk melakukan observasi pemutihan karang
Memahami pengertian pemutihan karang dan perbedaaanya dengan karang putih
(mati) akibat predasi dan penyakit.
Survei cepat bersifat citizen-science yang dapat dilakukan siapapun
5. Alat dan bahan
Peralatan selam/renang/snorkeling atau aktifitas perairan lainnya
Formulir data survei cepat (formulir 1) dan pensil atau
Komputer/Smartphone (telepon pintar) untuk mengisi formulir versi online pada
tautan berikut http://bit.ly/1RuoE9v
Kamera Underwater (opsional)
6. Teknis Pelaksanaan
Pengamat melakukan pengamatan terumbu karang dengan berenang
snorkeling/menyelam maupun dari permukaan (papan selancar, kapal, dll) selama
5-6 menit di setiap lokasi terumbu karang.
Pengamat mencatat ada tidaknya kejadian pemutihan, jika terjadi pemutihan
perkirakan persentase kejadian pemutihan karang dengan membandingkan

14
terhadap luasan bentik terumbu dalam radius pandangan pengamat selama
rentang waktu time swiming tersebut.
Pengamat memperkirakan kejadian pemutihan tersebut sesuai dengan kriteria
tingkatan pemutihan sebagai berikut
Tabel 1. Presentasi pemutihan karang
Kategori Pemutihan Presentase Pemutihan
Sedikit memutih <25%
Sebagian memutih dan memucat 25-50%
Banyak memutih 50-75%
Hampir semua memutih >75%
Sebagian/hampir semua mati -

Lakukan pengematan lebih lanjut dengan mengunakan Formulir 1. Formulir Survei


Cepat Pemutihan Karang atau berkas terpisah.
Pengamatan dianjurkan dilakukan oleh setidaknya 2 (dua) orang secara bersamaan
(sistem buddy) untuk keselamatan proses pengamatan.
Karena adanya perubahan terus menerus dan kondisi survei, survei sebaiknya
dilakukan setiap dua minggu sekali di setiap lokasi.
Jika memungkinkan survei dilakukan di dua kedalaman (2-7m and 8-12m).
Tetap laporkan kondisi terumbu karang walau tidak ditemukan pemutihan karang,
karena laporan ada maupun tidak pemutihan karang adalah sama pentingnya.
Sangat disarankan untuk mengambil juga beberapa foto dan dokumentasi video
karang-karang yang mengalami pemutihan dan gambaran umum kondisi bawah air.
Pindahkan hasil survei ke dalam file komputer, email data dan foto/video ke
info.kkji@gmail.com dan masukkan ke dalam formulir versi online pada tautan
berikut http://bit.ly/1RuoE9v

15
FORMULIR 1

1
3.3.2. Survei Puncak Pemutihan
1. Jumlah metode : 1 (satu)
2. Nama metode : transek sabuk karang
3. Tujuan
Pendataan karang dengan metode transek dilakukan untuk mengetahui dampak
kejadian pemutihan karang pada lokasi tertentu berupa tingkat keparahan terhadap
genera karang keras dan karang lunak (secara umum). Inilah survei yang lebih detail
dibandingkan dengan survei cepat.
4. Observer
Memiliki kemampuan untuk menyelam minimal 25 logdives atau jenjang sertifikasi
Open Water
Mampu melakukan identifikasi karang hinggal level life-form dan jika
memungkinkan level genera (lihat tabel 2)
Memahami pengertian pemutihan karang dan perbedaaanya dengan karang putih
(mati) akibat predasi dan penyakit.
5. Jumlah observer: minimal 2 orang
Penyelam mengambil data sabuk transek
Penyelam memasang tali/roll meter dan permanen transek
6. Alat dan bahan
Peralatan selam
Roll meter 25meter (3 buah)
Formulir data survei cepat (formulir 2) dan pensil
Pipa PVC (panjang 1 meter)
Pasak besi dan tali tambang kecil (warna mencolok) untuk permanen transek
Kamera Underwater (opsional)
Komputer untuk memasukkan data
7. Teknis Pelaksanaan
Tarik tali/roll meter sepanjang 25 meter sebagai penanda transek dan pasang
permanan transek untuk kebutuhan pengulangan data survei pasca pemutihan.
Perkirakan lebar masing-masing 1 meter ke kiri di sepanjang tali/rollmeter yang
sudah dibentangkan. Gunakan pipa PVC sepanjang 1m untuk memastikan akurasi
lebar transek.

17
Catat genus karang (jika tidak survei diidentifikasi tulis lainnya), bentuk koloni,
ukuran, proporsi dari tiap tipe kondisi koloni dalam bentuk persentase baik normal,
pucat, memutih, mati, atau ditutupi alga.
Gunakan formulir 2. Formulir Data Transek Sabuk Karang atau berkas terpisah.
Hanya koloni karang berukuran/diameter >10 cm yang titik tengahnya terletak di
dalam transek yang dihitung. Koloni karang yang titik tengahnya terletak diluar
transek dan koloni yang berukuran <10 cm tidak termasuk.
Beri tanda/centang jika menemukan predator (siput drupella, Crown of Thorns
/Bulu Seribu), penyakit atau tanda karang yang tumbuh kembali.
Jika memungkinkan survei dilakukan di 2 (dua) kedalaman (2-7 m and 8-12 m).
Bila di lokasi sudah terdapat permanen transek atau pemantauan berkala, lakukan
survei di lokasi yang sama.
Disarankan untuk memberi tanda (tagging) pada koloni yang yang memutih (
jumlah minimal 3 koloni pada masing-masing life-form)

Gambar 7. Ilustrasi transek sabuk untuk karang dewasa (karang >10 cm)

8. Cara Pengisian Form


Untuk Acropora berbentuk cabang diameter 15 cm, 60 % memutih, 40% mati tidak ada
tanda penyakit dan predator. Maka diisikan: kolom genera Acr, bentuk koloni B, kelas
ukuran 4, normal 0, memucat 0, Memutih 60, Mati 40, Alga >3cm 0. Penyakit, predator
dan karang tumbuh lagi tidak diisi.
Untuk karang Porites berbentuk survei ukuran diameter 30 cm, dengan 50% koloni
memutih. Maka diisikan: kolom genera Por, bentuk koloni M, kelas ukuran 5, normal

18
50, memucat 0, Memutih 50, Mati 0, Alga >3cm 0. Penyakit, predator dan karang
tumbuh kembali tidak diisi.

CATATAN PENTING!
Panduan ini memberikan opsi bagi observer terkait tingkat kedetilan identifikasi karang
yang terdapat dalam kolom kedua (Tabel 2).
Berikut ini tabel jenjang tingkat kedetilan identifikasi yang diusulkan jika belum bisa
melakukan identifikasi genus karang.
Caranya adalah dengan memilih level yang sesuai dengan kemampuan observer.
Contoh 1: Jika observer hanya mampu membedakan karang Acropora dan Non
Acropora, maka dapat menggunakan kolom LEVEL 2 untuk mengisi kolom GENUS
Contoh 2: Jika observer hanya mampu membedakan karang Non-Acropora kedalam
beberapa genus seperti dalam LEVEL 5, maka dapat menggunakan kolom LEVEL 5 untuk
mengisi kolom GENUS.

Tabel 2. Jenjang tingkat kedetailan identifikasi genus karang

19
FORMULIR 2
FORMULIR DATA TRANSEK SABUK KARANG
Lokasi :___________ Observer :_____________ Suhu :_________C
Kedalaman :___________ Pulau :_____________ Koordinat :_________S_________N
Waktu :___________ Provinsi :_____________
Bentuk Branching/ Tabulate/ Massive/ Submassive/ Encrusting/ Foliose/
B T M S E F
koloni Bercabang Meja Masif Submasif Merayap Lembaran
Kelas
4 11-20 cm 5 21-40 cm 6 41-80 cm 7 81161 cm 8 161-320 cm 9 >320 cm
ukuran

Persentase % Centang Persentase % Centang


Bentuk koloni

Bentuk koloni
Kelas ukuran

Kelas ukuran
tumbuh kembali

tumbuh kembali
GENUS

GENUS
Alga >3cm

Alga >3cm
Memucat

Memucat
Predator

Predator
Memutih

Memutih
Penyakit

Penyakit
Normal

Normal
Karang

Karang
Mati

Mati

Lebih lanjut: Direktorat KKHL KKP info.kkji@gmail.com / Phone: +6221-3522045, Ext. 6104
Reef Check Indonesia rcindonesia@reefcheck.org / Phone +62.248 370
20
3.3.3. Survei Pasca-Pemutihan
1. Jumlah metode : 2 (dua)
2. Nama metode : Transek sabuk karang dan ikan herbivora.
3. Tujuan
Pendataan karang pada fase ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemulihan dari
lokasi terumbu karang setelah mengalami kejadian pemutihan karang.
Ikan herbivora dicatat untuk mengetahui daya dukung ekosistem dalam proses
pemulihan ekosistem paska kejadian pemutihan karang. Ikan herbivora berperan
dalam menjaga pertumbuhan alga sehingga tidak mengganggu proses tumbuh
karang dewasa maupun rekrutmen.
4. Observer
Memiliki kemampuan untuk menyelam minimal 25 logdives atau jenjang sertifikasi
Open Water
Mampu menidentifikasi karang hinggal level life-form dan jika memungkinkan level
genera, serta mampu identifikasi spesies ikan herbivora hingga level spesies
Memahami pengertian pemutihan karang dan perbedaaanya dengan karang putih
(mati) akibat predasi dan penyakit.
5. Jumlah observer: 3- 4 orang
Penyelam mengambil data sabuk transek
Penyelam mengambil data ikan herbivora
Penyelam memasang tali/roll meter
6. Alat dan bahan
Peralatan selam
Roll meter 25meter (3 buah)
Formulir data survei cepat (formulir 2 dan 3) dan pensil
Pipa PVC (panjang 1 meter)
Kamera Underwater (opsional)
Komputer untuk memasukkan data
7. Tahapan pelaksanaan survei
Petugas pemasang transek mencari transek permanen yang telah dipasang pada
survei puncak pemutihan

21
Petugas pendata ikan herbivora melakukan pendataan terlebih dahulu, untuk
mengurangi bias ikan terganggu yang diakibatkan banyaknya penyelam.
Petugas pendata karang >10cm
8. Teknis pelaksanaan
Transek Sabuk Karang: Lakukan sama seperti metode pada saat melakukan survei
puncak pemutihan.
Transek sabuk survei herbivora
Gunakan metode transek sabuk. Disarankan diletakkan/menggunakan transek yang
sama dengan transek sabuk karang.
Bentangkan tali/roll meter sepanjang 25 meter sebagai penanda transek.
Perkirakan lebar masing-masing 2,5 meter ke kiri survei kanan (lebar total 5 meter)di
sepanjang tali/rollmeter yang sudah dibentangkan. Gunakan pipa PVC sepanjang
2,5m untuk memastikan akurasi lebar transek
Berenang perlahan di sepanjang transek. Catat jumlah dari kelompok ikan dan bulu
babi yang berada HANYA di dalam transek sabuk sesuai survei di bawah.
Gunakan Formulir 3. Formulir Data Transek Sabuk Herbivora atau berkas terpisah.
Perhatikan untuk membedakan kelompok ikan kakatua/parrotfish yang memilki
ukuran di bawah 35 cm dan di atas 35 cm.
Khusus untuk Bumphead Parrotfish catat, meskipun berada di luar transek 25mx5m.
Ulangi transek dan pengambilan data sebanyak 3 kali di setiap site pengamatan. Beri
jarak sekitar 5 meter antar transek sabuk saat melakukan ulangan. Panjang transek
dan jumlah ulangan 22 urv dikurangi tergantung kompleksitas terumbu dan
sumberdaya.
Jika memungkinkan survei dilakukan di 2 (dua) kedalaman (2-7 m and 8-12 m).
Bila di lokasi sudah terdapat permanen transek atau pemantauan berkala, lakukan
survei di lokasi yang sama.

22
Gambar 8. Ilustrasi transek sabuk herbivora

23
FORMULIR 3
FORMULIR DATA TRANSEK SABUK HERBIVORA
Lokasi :___________ Nama Observer :___________ Suhu :___________C
Kedalaman :___________ Pulau :___________ Koordinat :__________S __________N
Waktu :___________ Provinsi :___________
Hitung IKAN DAN BIOTA HERBIVORA berikut dengan berenang/menyelam perlahan sepanjang 25m dan
selebar 2,5m ke kiri dan kanan. Khusus, Bumphead Parrotfish catat meskipun berada di luar transek. Ulangi
sebanyak 3 kali, dengan memberi jarak sekitar 5m antar setiap 25 meter ulangan.
Segmen I Segmen II Segmen II
SPECIES
0 25 m 0 25 m 0 25 m
Parrotfish/Kakatua < 35 cm
Scarus spp

Parrotfish/Kakatua > 35 cm
Scarus spp

Bumphead Parrotfish/Kakatua
Jambul B. muricatum

Rabbitfish/ Baronang
Siganus spp

Surgeonfish/ Botana
Acanthurus spp

Unicornfish/
Naso spp

Dwarf Angelfish
Centropyge spp

Batfish/
Platax spp

Diadema Urchin/ Bulu babi

Catatan:

Lebih lanjut: Direktorat KKHL - KKP info.kkji@gmail.com / Phone: +62.21.351.9070 Ext. 6140
Reef Check Indonesia rcindonesia@reefcheck.org / Phone +62.248 370

24
KONTAK DAN PELAPORAN
Muh Firdaus Agung Kunto Kurniawan Novi Susetyo Adi
Dir. Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut P3SDLP
Ditjen. Pengelolaan Ruang Laut Badan Penelitian dan Pengembangan KP
Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan Dan Perikanan
Gedung Mina Bahari III, Lantai 10 Jl. Pantai Kuta I No.3, Pademangan
Jl. Medan Merdeka Timur Nomor 16 Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jakarta 10110, Kotak Pos 4130 Email: novi_marineoptics@yahoo.com
Telepon (021) 351 9070, Ext. 6104
Faksimile (021) 352 2045
E-mail info.kkji@gmail.com

BPSPL Padang BPSPL Pontianak


Jl. Raya Lubuk Minturun, Sei Duo Sungai Lareh, Jl. Husein Hamzah No. 1 Pontianak
Kel. Lubuk Minturun, Kec. Koto Tangah, Padang Phone/Fax: +62 561 766 691
Phone/Fax: +62 751 497 053 Email: bpsplpontianak@gmail.com
Email: bpspl.padang@gmail.com

BPSPL Makassar BPSPL Denpasar


Jl. Makmur Daeng Sitakka No. 129, Maros Jalan Bypass Ida Bagus Mantra, Blahbatu
Phone/Fax: +62 411 371 337 Pering-Gianyar, Indonesia
Email: bpsplmakassar@yahoo.co.id Phone: +62 361-4794821
Fax: +62 361-4794822
Email: bpspl.denpasar@kkp.go.id

BKKPN Kupang LKKPN Pekanbaru


Jl. Yos Sudarso, Jurusan Bolok, Kel. Alak Jl. Budi Luhur, Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya,
Kota Kupang Pekanbaru Riau
Phone/Fax: +62 380 805 1184 Phone: +628 11 752 4040
Email: bkkpn_kupang@yahoo.co.id Email: pekanbarulkkpn@gmail.com atau
lkkpnpekanbaru@yahoo.co.id

LPSPL Serang LPSPL Sorong


Jl. Raya Carita KM. 4,5 Desa Caringin, Kec. Jl. KPR PDAM KM. 10, Klawuyuk, Kota Sorong
Labuan, Baupaten Pandeglang Sorong
Phone/Fax: +62 253 802 616 Phone: +62 951 3284996
Email: lokas.pspl@gmail.com Fax: +62 951 331 738

Muhammad Abrar Derta Prabuning


Pusat Penelitian Oseanografi Reef Check Indonesia
Lembaga Penelitian Indonesia Jl. Tukad Balian Gang 43 No 1A Renon Denpasar
Gedung LIPI Tisna Amidjaya Lt. 4 Bali, Indonesia 80226
Jl. Raden Saleh No. 43 Cikini, Jakarta Pusat Telepon/Faksimile +62 361 248 370
Email: abrarlipi@yahoo.co.id E-mail: derta@reefcheck.org
@reefcheckindo

25
Foto oleh Indrawadi Mantari

26
PENUTUP
Panduan ini dibuat sebagai acuan untuk melakukan pemantauan pemutihan karang di
Indonesia. Panduan ini terdiri dari metode paling optimal (mudah namun menghasilkan data
untuk kebutuhan pengelolaan) yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan, kondisi spesifik
wilayah masing-masing, kapasitas dan kapabilitas pelaksana (sumber daya, sarana prasarana
penunjang, dan pembiayaan) sehingga sifatnya fleksibel dan adaptif dan dapat dilakukan
oleh siapa saja.

Melalui keterlibatan banyak pihak dalam upaya pemantauan pemutihan karang, diharapkan
dapat lebih memahami kondisi karang akibat meningkatnya suhu permukaan laut dan
memberikan sumbangan informasi yang penting bagi database internasional. Data dan
informasi mengenai kejadian pemutihan beserta peluang pemulihan ini penting tidak hanya
untuk ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai dasar untuk pengelolaan yang lebih
adaptif. Dan secara regional sangat efektif dengan posisi Indonesia sebagai salah satu
negara dengan cakupan terumbu karang yang penting untuk Segitiga Terumbu Karang di
Dunia.

Jika ditemukan kesulitan dalam pelaksana metode pemantauan ini, maka beberapa langkah
dapat diambil mulai dari tindakan revisi, sosialisasi, korespondensi, dan/atau pelaksanaan
pelatihan.

27
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, C. (2008). Status of coral reefs of the world: 2008. Global Coral Reef Monitoring
Network and Reef and Rainforest Research Centre, Townsville, Australia, 296 p

Obura, D.O., and Grimsditch, G., (2009) Resilience assessment of coral reefs- Assessment
protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal stress. IUCN Working group
on Climate change and coral reefs. IUCN, Gland, Switzerland,
www.iucn.org/cccr/publications 70pp.

Oliver, J, P. Marshall, N. Setiasih and L. Hansen, 2004. A global protocol for assessment and
monitoring of coral bleaching. WorldFish Center, Penang, Malaysia and WWF Indonesia,
Jakarta. 35 p.

Burke, L, E. Selig, M. Spalding, 2002. Terumbu Karang Yang Terancam Di Asia Tenggara
(Reefs at Risk in Southeast Asia). World Resources Institute.

Jordan M. West and Rodney V. Salm, 2003. Resistance and Resilience to Coral Bleaching:
Implications for Coral Reef Conservation and Management. Conservation Biology. Volume
17, Issue 4, pages 956967, August 2003

28
Lampiran 1. Bleaching Alert dan rekomendasi jenis survei untuk tiap lokasi Indonesia. Digunakan sebagai referensi hingga akhir Mei 2016
Catatan:
Jika lokasi terumbu tidak tercantum, komunikasikan dengan Tim Pemutihan Karang Indonesia untuk dapat dimasukkan dalam Jejaring Pemantau.
Sebagai bantuan awal, lokasi yang ingin Anda pantau mungkin terletak disekitar atau dekat dengan lokasi yang ada di daftar

NO Kawasan Konservasi Provinsi Potensi Jejaring Pemantau Rekomendasi Survei


1 Kawasan Konservasi Perairan Nias Selatan SUMUT Coremap-CTI survei puncak pemutihan
Kawasan Konservasi Perairan Lampuuk, Amad Rhang Manyang,
2 Ujong Pancu, Pulau Aceh NAD Klub Selam ODC Univ Syiah Kuala Survei cepat
3 KKPD Pulau Kasiak, Pulau Ujung, Pulau Tangah dan Pulau Angso SUMBAR Klub Selam Univ. Bung Hatta survei puncak pemutihan
4 KKP Kabupaten Kepulauan Mentawai SUMBAR Coremap-CTI survei puncak pemutihan
5 KKPD Kabupaten Pesisir Selatan (Sungai Batang Pelangai) SUMBAR Klub Selam Univ. Bung Hatta survei puncak pemutihan
6 TWP Pulau Pieh SUMBAR KKP survei puncak pemutihan
7 Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu DKI Beginer Subhan (IPB) Survei cepat
8 Wilayah Pengelolaan Terumbu Karang Senayang Lingga KEPRI Coremap-CTI Survei cepat
9 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Bintan KEPRI Coremap-CTI Survei cepat
10 KKP Kota Batam (Taman Wisata Perairan Pulau Abang) KEPRI Coremap-CTI Survei cepat
11 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Natuna KEPRI Coremap-CTI Survei cepat
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten
12 Natuna (Kec. Serasan dan Serasan Timur) KEPRI Coremap-CTI Survei cepat
13 Taman Wisata Kepulauan Anambas KEPRI KKP/CI Survei cepat
14 Taman Nasional Laut Karimun Jawa JATENG Klub Selam MDC Undip Survei cepat
15 Taman Pulau Kecil Pulau Panjang Kabupaten Jepara JATENG Klub Selam MDC Undip Survei cepat
16 Taman Nasional Bali Barat BALI Coral Reef Alliances/Reef Check Survei cepat
17 KKP Nusa Penida Kabupaten Klungkung BALI Coral Triangle Center survei puncak pemutihan
18 Taman Wisata Perairan Buleleng BALI Coral Reef Alliances/Reef Check Survei cepat
19 Taman Wisata Pasir Putih Kabupaten Situbondo JATIM Univ. Brawijaya Survei cepat
20 KKP Pulau Randayan dan Lemukutan Kabupaten Bengkayang KALBAR BPSPL Pontianak Survei cepat
21 Kawasan Konservasi Kabupaten Berau KALTIM Klub Selam FinDC Survei cepat
22 Kawasan Konservasi Perairan Kota Bontang KALTIM Klub Selam FinDC/PKT Diving Club Survei cepat
23 Taman Laut Pulau Semama Sangalaki KALTIM Klub Selam FinDC Survei cepat
24 KKLD Bima (Gili Banta) NTB Komunitas Penjaga Pulau Survei cepat
25 TWP Gili Ayer, Gili Meno, Gili Trawangan NTB KKP Survei cepat
26 Kawasan Konservasi Perairan Selat Pantar Kabupaten Alor NTT WWF Indonesia Survei cepat

29
27 Kawasan Konservasi Perairan Laut Kab. Sikka NTT Coremap-CTI Survei cepat
28 Suaka Perikanan Perairan Pulau Lembata NTT Reef Check/Misool Baseftin survei puncak pemutihan
29 Suaka Alam Perairan Kabupaten Flores Timur NTT WWF Indonesia survei puncak pemutihan
30 TNP Laut Sawu NTT KKP/TNC survei puncak pemutihan
31 TWAL Teluk Maumere NTT BKSDA NTT Survei cepat
32 TWA Tujuh Belas Pulau Riung NTT BKSDA NTT Survei cepat
33 Taman Nasional Komodo NTT Dive Center Dive Komodo Survei cepat
34 TWL Teluk Kupang NTT TNC / BKSDA NTT survei puncak pemutihan
35 KKP Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Tubappiring SULSEL Coremap-CTI Survei cepat
36 KKLD Selayar SULSEL Coremap-CTI Survei cepat
37 TWP Kapoposang SULSEL KKP/MSDC Unhas Survei cepat
38 Kawasan Konservasi Kabupaten Buton (Pulau Liwutongkidi) SULTRA Coremap-CTI Survei cepat
39 Taman Nasional Wakatobi SULSEL Coremap-CTI/WWF Indonesia Survei cepat
40 Taman Nasional Laut Kepulauan Togean SULTENG Dive Center Black Marlin Survei cepat
41 Taman Nasional Laut Bunaken SULUT Everything Diving/NSWA Survei cepat
42 Kawasan Konservasi Perairan Pulau Rao Kab. Pulau Morotai MALUT Dive Center Shark Diving Survei cepat
43 Kawasan Konservasi Pulau-Pulau Kecil Pulau Kei Kecil MALUT WWF Indonesia Survei cepat
44 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Seram Bagian Timur MALUT WWF Indonesia Survei cepat
45 SAP Kepulauan Aru Tenggara MALUKU KKP Survei cepat
46 TWP Taman Laut Banda MALUKU Coral Triangle Center/KKP Survei cepat
47 SAP Kepulauan Raja Ampat: Waigeo Sebelah Barat PAPUA BARAT KKP Survei cepat
48 SAP Kepulauan Raja Ampat: Wayag Sayang/KW PAPUA BARAT KKP Survei cepat
49 Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Biak Numfor PAPUA Coremap-CTI Survei cepat
50 KKP Kab. Kepulauan Raja Ampat PAPUA BARAT Coremap-CTI/ CII Survei cepat
51 Taman Nasional Laut Cendrawasih PAPUA WWF Indonesia Survei cepat
52 TWP Pulau Padaido PAPUA KKP Survei cepat
53 Karangasem BALI Coral Reef Alliances/Reef Check Survei cepat
54 Nusa Dua BALI Nusa Dua Reef Foundation survei puncak pemutihan

30
Lampiran 2. Panduan Membedakan Pemutihan dan Penyakit/Predasi Drupella/Predasi Bulu Seribu (Disarikan dari Protokol Reef Check EcoDiver)
Predasi Bulu Seribu
Pemutihan Penyakit Predasi Drupella
Kehilangan warna secara bertahap, dan dimulai dari Penyakit berkembang antar koloni. Tepian bergerigi antara bagian Bekas luka berbentuk bulat (batas antara
bagian atas permukaan. koloni yang masih hidup dan mati karang yang mati dan hidup) kasar.
Daerah putih disini adalah pemutihan dan bagian karena jaringan tergerus.
berwarna coklat ini tidak memutih. Adanya garis putih atau hitam antara Bulu seribu lebih menyukai karang meja dan
karang yang hidup & mati. bercabang dari Acropora sp.

Foto oleh Dean Miller, 2002

Foto oleh Sam Birch, 2004


Foto oleh Jos Hill, 2003

Lebih dari satu koloni yang terkena. Perubahan warna diantara batas karang Lihat terdapat siput Drupella. Siput
berpenyakit & yang sehat. sering terlihat di karang.

Lebih menyukai Acropora sp dan Bekas luka bulu seribu lebih besar dari bekas
Pocillopora sp. luka Drupella.

Memakan karang dengan luasan


kecil kecil.

Foto oleh Ray Berkelmans, CRC Reef 2003

Foto oleh AIMS

Polip masih hidup. Karang yang memutih tidak selalu


putih, terkadang berwarna pucat.

31
Lampiran 3. Peta sebaran kejadian laporan pemutihan karang: Edisi 28 Maret 21 April 2016

32
Lampiran 4. Ringkasan panduan pemantauan pemutihan karang

33

Anda mungkin juga menyukai