Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia akan menuju kebangkitan kedua yaitu 100 tahun Indonesia
merdeka pada tahun 2045. Hal inilah yang melatarbelakangi kebangkitan generasi
emas yang tepat untuk menciptakan generasi emas Indonesia 2045. Terciptanya
Indonesia Emas sangat didukung oleh keberadaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Terwujudnya Indonesia Emas 2045 sangat didukung oleh kualitas
lingkungan hidup yang berdampak terhadap keberadaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Disisi lain perkembangan industri di Indonesia turut membangun
generasi emas 2045, namun perkembangan industri tekstil di Indonesia tidak terlepas
dari risiko negatif yang berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dalam
upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045 salah satunya adalah limbah tekstil
(Sasongko dkk., 2010)
Proses penyempurnaan tekstil melibatkan pemakaian senyawa kromium
dalam jumlah besar sehingga limbah tekstil mengandung ion kromium dengan
konsentrasi tinggi. Ion kromium tersebut ada pada limbah tekstil ini karena pada
proses pencelupan hanya sebagian zat warna saja yang terserap oleh bahan tekstil
dan 20 sampai 50% sisanya terakumulasi dalam limbah tekstil (Theresia, 2004).
Adanya kromium dalam limbah tekstil menimbulkan banyak permasalahan bagi
tubuh yaitu toksikologi kromium yang menimbulkan efek racun bagi organisme jika
tidak adanya pengolahan terlebih dahulu. Pencemaran lingkungan akibat limbah cair
tekstil ini senantiasa akan menyebabkan penurunan sumber daya manusia yang
berkualitas sehingga dapat menghambat terwujudnya Indonesia Emas 2045.
Untuk menghindari dampak negatif terhadap pencemaran ion kromium di
lingkungan maka sangat perlu adanya alternatif metode pengolahan limbah tekstil
yang efektif dan ramah lingkungan. Salah satunya yaitu aplikasi adsorpsi atau
penyerapan menggunakan bahan biomaterial untuk menurunkan kadar logam berat
dalam limbah atau biasa dikenal dengan istilah Biosorpsi. Namun, agar tidak
menimbulkan permasalahan lingkungan yang baru sangat perlu adanya pemilihan
bahan yang tepat sebagai biosorben sehingga berdampak positif bagi lingkungan

1
hidup selain itu bahan alternatif yang ekonomis dan tepat guna merupakan suatu
tuntutan karena masalah finansial merupakan kendala utama bagi setiap industri
tekstil.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah sehingga dapat
berpotensi menjadi bahan inovatif sebagai biosorben. Tidak hanya hal yang berguna
saja yang dapat dimanfaatkan tetapi limbah juga berpotensi menjadi bahan inovatif
sebagai biosorben yaitu ampas tahu. Selama ini potensi dari ampas tahu sangat
kurang dimanfaatkan dalam meningkatkan kualitas lingkungan khususnya sebagai
biosorben. Padahal ampas tahu mengandung protein yang memiliki daya serap dari
asam amino yang membentuk ion bermuatan dua atau zwitter ion. Penyerapan
zwitter ion dari ampas tahu memiliki kemampuan mengikat (chelating) ion-ion
positif karena elektron nitrogen yang ada dalam gugus amino tersubstitusi yang
dapat memantapkan ikatan dengan ion-ion positif. Chelating agent dari zwitter ion
ampas tahu yang memiliki gugus-gugus aktif inilah yang berpotensi dapat mengikat
berbagai ion-ion logam berat terutama ion kromium dalam limbah tekstil sebagai
metalotionein. Selain itu jumlahnya yang melimpah dan mudah untuk diperoleh
merupakan faktor terpenting pemanfaatannya sebagai biosorben.
Melihat adanya masalah dan potensi yang telah diuraikan di atas, maka
penulis ingin menggali potensi chelating agent dari ampas tahu sebagai biosorben
ion kromium dalam limbah tekstil. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis
tertarik meneliti mengenai Efesiensi Chelating Agent dari Zwitter Ion Ampas Tahu
sebagai Biosorben Ion Kromium dalam Limbah Tekstil.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan identifikasi masalahnya
adalah: Limbah tekstil mengandung bahan aktif yang sangat berbahaya untuk
lingkungan yaitu ion kromium, dimana dapat menimbulkan dampak yang serius bagi
tubuh yaitu toksikologi kromium. Pencemaran lingkungan akibat limbah tekstil ini
senantiasa akan menyebabkanpe nurunan SDM yang berkualitas sehingga dapat
menghambat terwujudnya Indonesia Emas 2045. Hanya saja belum diketahui secara
ilmiah efisiensi chelating agent dari zwitter ion ampas tahu dapat menyerap ion
kromium

2
1.3 Rumusan Masalah
Dari uraian identifikasi masalah diatas, adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil perhitungan efesiensi daya serap biosorben ampas tahu
terhadap ion kromium dalam limbah tekstil?
2. Bagaimana hasil pengujian kualitas limbah tekstil pada masing-masing
variasi perlakuan biosorben ampas tahu?

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hasil perhitungan efesiensi daya serap biosorben ampas tahu
terhadap ion kromium dalam limbah tekstil.
2. Mengetahui hasil pengujian kualitas limbah tekstil pada masing-masing
variasi perlakuan biosorben ampas tahu.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif pengolahan
limbah yang efektif yaitu bisorben ramah lingkungan yang dapat
menyerap ion kromium dalam limbah tekstil.
2. Penelitian ini membantu dalam upaya pelestarian lingkungan terutama
ekosistem sungai yang tercemar ion kromium dan sebagai solusi untuk
menekan jumlah penduduk sekitar industri yang keracunan akibat
mengonsumsi air yang mengandung ion kromium.
3. Membantu menekan jumlah ampas tahu yang dibuang untuk
dimanfaatkan sebagai biosorben ion kromium dalam limbah tekstil
sehingga bermanfaat bagi industri dan lingkungan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu
yang terbuang karena tidak terbentuk dengan sempurna sehingga tidak dapat
dikonsumsi. Ampas tahu terdiri atas dua jenis yaitu: limbah yang berwujud cair dan
limbah yang berwujud padat. Ampas tahu terjadi karena adanya sisa air tahu yang
tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur ketika proses penggumpalan yang
tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tak
sedap bila dibiarkan (Nurhasan dkk., 1991).
Limbah cair yang dihasilkan oleh tahu mengandung padatan suspensi atau
terlarut yang akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang dapat menghasilkan
senyawa beracun. Jika limbah tersebut mengalir dan meresap ke dalam tanah dapat
mencemari sumur dan bila dibiarkan mengalir ke dalam sungai akan menimbulkan
dampak yang lebih besar seperti : penyakit gatal, diare, dan lain sebagainya
(Nurhasan dkk., 1991).
Ampas tahu yang berwujud padat masih memiliki sifat yang sama dengan
tahu yang telah jadi meskipun telah hancur. Ampas tahu ini dapat dimanfaatkan
sebagai penyerap karena mengandung protein yang memiliki daya serapan dari
asam-asam amino yang membentuk zwitter ion (bermuatan dua). Protein yang
memiliki sisi sisi aktif ini dapat mengikat ion ion logam ataupun senyawa
lainnya. Logam logam berbahaya seperti kadmium, kromium, timbal, merikuri,
dan arsen bersifat toksik dapat diikat dengan protein sebagai metalotionein
(Darmono, 1995).
Tahu maupun ampas tahu dapat menyerap logam berat karena memiliki
kandungan protein tinggi. Protein adalah suatu senyawa jenis polimer alami atau
biopolimer yang secara kimiawi merupakan polimer. Protein merupakan gabungan
dari asam asam amino yang tergabung oleh ikatan peptida yang terbentuk dari
asam amino tersebut sehingga protein disebut juga polipeptida. Di alam polimer ini
terutama terdapat sebagai penyusun sebagian besar tubuh manusia dan hewan.
Jaringan otot, darah, dan enzim merupakan protein.

4
Gambar 2.1 Struktur Protein
Sumber: (Anonim, 2013)

Asam amino adalah senyawa yang mengandung gugus karboksilat; -COOH


dan gugus amino; -NH2. Selain unsur C,H,O dan N, ada juga unsur belerang atau
fosfor yang terkandung dalam asam amino. Asam amino jumlahnya banyak sekali,
akan tetapi hasil hidrolisis protein ternyata hanya ada 22 jenis asam amino.

2.2 Biosorben
Biosorben adalah bahan penyerap yang tidak bergantung pada metabolisme
yang terjadi terutama pada permukaan dinding sel dan permukaan lainnya melalui
mekanisme fisik dan kimia. Penyerapan logam melibatkan tingkatan ion dan kovalen
dengan biopolimer seperti protein dan karbohidrat sebagai sumber gugus fungsi yang
berperan penting dalam mengikat ion logam. Ligan yang tersedia merupakan muatan
negatif seperti karboksilat, fosfat, fofodiester dan thiolat atau gugus amida yang
berkoordinasi dengan atom pusat logam melalui pasangan elektron bebas. Serapan
merupakan fenomena yang terjadi pada permukaan zat lain (Sukardjo, 1990), atau
serapan adalah suatau akibat medan gaya dalam permukaan padatan (penyerap) yang
menarik molekul molekul gas / uap atau cairan (adsorbat) (Majid, 2001).
Penyerapan secara umum dapat diartikan sebagai proses pengumpulan benda
benda terlarut yang terdapat dalam larutan dua permukaan itu bisa antar cairan dan
gas, padatan dan cairan (Baba, 1999). Gaya gaya yang bekerja dalam serapan
larutan adalah sebagai berikut:

5
a. Gaya tarik Van der Waals
b. Ikatan hidrogen (Sukardjo, 1985)
c. Pertukaran ion
d. Ikatan kovalen.

2.3 Tinjauan Limbah Tekstil


Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya.
Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas, debu, cair atau padat. Di antara berbagai
jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Persoalan terbanyak dari limbah cair adalah limbah yang terkandung di
dalam air, atau dengan kata lain air limbah. Air limbah dapat berasal dari berbagai
macam sumber, mulai dari air hujan, air buangan rumah tangga, perkantoran sampai
industri (aimyaya, 2009). Menurut Djabu (1991) air limbah adalah air yang
bercampur zat-zat padat (dissolved dan suspended solid) yang berasal dari
pembuangan kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri (Lestari,
2008). Air limbah menyebabkan terjadinya pencemaran air pada lingkungan.
Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen
lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang
terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna (Bintoro, 1998).
Limbah cair industri apabila dibuang ke perairan secara terus menerus tanpa
pengolahan terlebih dahulu akan dapat mempengaruhi sifat fisika maupun sifat kimia
perairan tersebut. Pengaruh utama limbah organik yang masuk ke dalam air adalah
menurunnya kandungan oksigen terlarut dan meningkatnya BOD, COD,TSS, TDS,
nitrit, bau dan unsur lain yang merupakan parameter utama dalam pencemaran air
sehingga dapat menimbulkan gangguan sistem aquatik dan menurunnya daya guna
perairan yang bersangkutan (Lestari, 2008). Industri tekstil adalah salah satu industri
yang banyak mengeluarkan limbah cair tetapi penanganan limbah cair pada industri
ini masih belum optimal. Limbah industri tekstil dihasilkan dari beberapa tahapan
meliputi pencucian, pencelupan dan sistem perwarnaan lainnya serta pengolahan
akhir seperti pencucian kembali.

6
Limbah tekstil merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari suatu proses
produksi pakaian. Umumnya, pembuatan tekstil meliputi 3 tahap, yaitu: pembuatan
benang, pembuatan kain, dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan bahan
tekstil dapat dilakukan pada bentuk serat, benang, maupun kain yang melibatkan
pemakaian senyawa Chromium dalam jumlah besar. Senyawa Chromium tersebut
adalah kalium dikromat (K2Cr2O7) yang digunakan untuk mengoksidasi zat warna
belerang (Sugiharto,1987).
Limbah tekstil merupakan limbah cair yang dominan dihasilkan oleh industri
tekstil karena adanya proses pewarnaan (dyeing) yang selain memerlukan bahan
kimia juga memerlukan air sebagai pelarutnya. Bahan pencemar dalam limbah cair
industri tekstil yang menjadi pusat perhatian adalah ion - ion logam berat yang
bersifat toksik meskipun berada dalam konsentrasi yang rendah dalam satuan ppm
dan juga dapat bersifat bioakumulasi dalam siklus rantai makanan (Sharma dan
Weng, 2007). Logam berat tersebut ada pada limbah tekstil karena pada proses
pencelupan hanya sebagian zat warna saja yang terserap oleh bahan tekstil dan 20
sampai 50% sisanya terakumulasi dalam limbah tekstil (Theresia, 2004).
Pemakaian kromium di dalam industri tekstil maka disarankan untuk
memperhatikan parameter-parameter dalam pemeriksaan air limbah industri tekstil
perlu memperhatikan BOD, COD, pH, padatan tersuspensi, padatan terlarut total,
minyak dan lemak, warna, suhu, kandungan fenol, sulfida, dan Logam Kromium
(Sugiharto, 1987).

Tabel 2.1 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah tekstil


Kadar Maksimum menurut
Parameter Satuan KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Biochemical oxygen demand (BOD) mg/L 60.0
Chemical oxygen demand (COD) mg/L 150,0
Total suspended solid (TSS) mg/L 50,0
pH - 6,0-9,0
Warna Pt-Co -
(Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)

7
2.4. Ion Kromium
Logam berat kromium (Cr) merupakan logam berat yang memiliki berat
atom 51,996 g/mol, berwarna abu abu, mengkilat, keras, memiliki titik cair
1.857oC, memiliki titik didih 2.672 oC dapat sedikit tertarik oleh magnet (berifat
paramagnetik), membentuk senyawa senyawa berwarna, memiliki beberapa
bilangan oksidasi, yaitu +2,+3,dan +6, serta tahan terhadap oksidasi meskipun pada
suhu tinggi. Kromium dapat membentuk berbagai macam ion kompleks yang
berfungsi sebagai katalisator. Kromium di kerak bumi umumnya berbentuk Cr (VI)
yang bersama dengan besi (Fe) dan oksigen (O) sehingga membentuk kromit
(FeCr2O4). Sebagai sumber utama kromium yang banyak ditemukan di Zimbabwe
Selatan, Turki, Iran, Rusia, Finlandia, Albania, Madagaskar, dan Filipina.
Kromium adalah logam berwarna abu abu, ditambah dalam bentuk bijih
kromit, tidak berbau dan tidak mengkilat. Kromium stabil pada tekanan dan
temperatur normal. Kromium terdapat dalam beberapa bentuk senyawa atau
memiliki valensi yang bervariasi. Bentuk yang paling umum adalah kromium (0),
kromium (III) dan kromium (VI).
Kromium merupakan elemen yang berbahaya dan dapat dijumpai dalam
bentuk oksida kromium (II) sampai kromium (VI). Kromium bervalensi tiga
merupakan bentuk umum yang dijumpai di alam dan dalam material biologis
kromium selalu berbentuk tiga valensi. Adapun kromium enam valensi merupakan
salah satu material organik pengoksida tinggi. Kromium tiga valensi memiliki sifat
racun yang lebih rendah dibandingkan dengan kromium enam valensi (Rahman,
2007). Pada bahan makanan dan tumbuhan, mobilitas komium relatif rendah dan
diperkirakan konsumsi harian ini pada manusia dibawah setarus nanogram, yang
umumnya berasal dari makanan, sedangkan konsumsi dari air dan udara dalam level
yang lebih rendah.
Bahaya akut yang ditimbulkan oleh kromium dalam jangka pendek antara
lain: bila debu atau uap kromium terhirup pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan iritasi pada mata maupun kulit. Absorpsi oleh tubuh dalam jumlah
yang cukup dari beberapa senyawa kromium dapat menyebabkan pusing, haus berat,
sakit perut, muntah, syok, oliguria, dan uremia yang fatal. Adapun bahaya kronis
yang ditimbulkan adalah dapat menyebabkan borok (ulcerasi) pada nasal septum,

8
iritasi pada tenggorokan dan saluran pernafasan bagian bawah, gangguan pada
saluran pencernaan, sensitisasi paru dan gangguan pada dalam.

2.4.1 Efek Toksik


Pada tahun 1960 1970 terdapat lumpur yang tercemar oleh kromium dan
digunakan untuk mengurug tanah, meninggikan daerah pemukiman, dan daerah
komersial sehingga penduduk yang menempati wilayah tersebut bisa terpapar
kromium dengan berbagai cara di seratus daerah di Hudson County, New Jersey.
Pencemaran kromium terjadi melalui inhalasi karena udara mengandung kromium
yang terbawa angin dan berasal dari erosi tanah. Tanah yang tercuci oleh air hujan
mengandung kromium menuju permukaan tanah dan menyebar ke pemukiman
ataupun tempat kerja dan akhirnya kontak dengan kulit melalui debu, kotoran, dan
air yang mengandung kromium.
Logam kromium adalah bahan kimia yang bersifat ioakumulatif persisten dan
toksik yang tinggi serta tidak dapat terurai di dalam lingkungan dan akhirnya
diakumulasi melalui rantai makanan ke dalam tubuh manusia. Toksisitas kromium
terhadap manusia dipengaruhi oleh kestabilan kromium. Adapun urutan toksisitas
kromium terendah sampai tertinggi adalah Cr (0), Cr (III),dan Cr (VI).
Efek toksik kromium umumnya terjadi karena kecelakaan paparan kromium,
penggunaan kromium sebagai suicidal agent, dan terapi kromium. Dibandingkan
dengan masyarakat lainnya, para pekerja di industri yang memproduksi
kromat,stainless-steel, chrome plating, dan industri leather tanning memiliki
kemungkinan yang lebih besar terpapar kromium. Paparan kromium dapat berasal
dari alam karena manusia setiap hari melalui aktivitasnya, yaitu saat bernafas, minum,
makan, kontak kulit dengan senyawa yang mengandung kromium. Tubuh dapat
melakukan detoksifikasi (mengurangi toksisitas) Cr (VI) dengan mengubah Cr (VI)
menjadi Cr (III) sehingga kadar Cr (III) dalam tubuh meningkat. Menurut World
Helath Organization (WHO), kadar Cr (VI) maksimum yang dapat dikonsumsi dan
terdapat pada air minum sebesar 0,05 mL/L.

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental sesungguhnya
(true experiment) mengingat dalam penelitian ini telah memenuhi tiga prinsip, yaitu
randomisasi, replikasi, dan adanya kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
(Sugiyono, 2009). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan
untuk mengetahui efesiensi daya serap biosorben ampas tahu dengan parameter
variasi massa biosorben ampas tahu serta mengamati secara langsung kualitas
limbah tekstil dengan parameter kenampakan, warna, bau menggunakan desain
penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau Randomized Complete Block
Design. Penelitian mengambil 4 perlakuan, yaitu 1 kelompok kontrol negatif (K-),
yaitu limbah tekstil yang tidak diberikan perlakuan, dan 3 kelompok perlakuan yaitu
perlakuan 1 (P1) adalah diberikan perlakuan dengan massa biosorben sebesar 0,625
gram, perlakuan 2 (P2) adalah diberikan perlakuan dengan massa biosorben sebesar
1,25 gram, dan perlakuan 3 (P3) adalah diberikan perlakuan dengan massa biosorben
sebesar 2,5 gram.

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang dilakukan adalah seperti pada gambar 3.1

Variabel bebas:
Variasi massa K(-) P1 P2 P3
(0,625) (1,25) (2,5)
biosorben yang
diberikan

Randomisasi
Limbah Tekstil
sampel
Variabel terikat:

Uji daya serap


X1 X2 X3
biosorben, uji efesiensi
dan uji kualitas limbah

Gambar 3.1 Sistematika Penelitian tentang Biosorben Ampas tahu


10
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah biosorben ampas tahu dengan masing-
masing massa biosorben sebesar 0 gram, 0,625 gram, 1,25 gram dan 2,5 gram
sedangkan objek dalam penelitian ini adalah penurunan kadar Kromium dalam
limbah tekstil, perhitungan efesiensi daya serap ion kromium dan kualitas limbah
tekstil pada masing-masing variasi perlakuan.

3.4 Waktu dan Tempat Pengumpulan Data


Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 15 Desember 2014 05 Februari
2015. Kegiatan pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini berlangsung
pada tempat-tempat yang berbeda, yaitu :
1. Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Ilmu dan Teknologi Pertanian
Universitas Udayana sebagai lokasi penelitian meliputi pembuatan sampel
dan uji daya serap ion kromium dalam limbah tekstil dengan alat AAS
(Atomic Absorption Spectroscopy)
2. Laboratorium Kimia SMA Negeri 3 Denpasar sebagai lokasi uji kualitas
limbah tekstil pada masing-masing variasi perlakuan oleh 30 orang
responden
3. Rumah penulis sebagai lokasi penulisan karya tulis ilmiah.

3.5 Variabel Penelitian


Penelitian ini menggunakan variabel bebas, variabel terikat dan variabel
terkendali. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah massa biosorben ampas tahu
yang digunakan, variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar Kromium yang
tersisa dalam limbah tekstil, uji efesiensi biosorben dan hasil uji kualitas limbah
tekstil pada masing-masing perlakuan. Sedangkan variabel kendali dalam penelitian
ini adalah waktu penyampuran dengan biosorben alat magnetic stir selama 4 x 60
menit dan didiamkan selama 24 jam.

11
3.6 Alat dan Bahan
3.6.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : oven, loyang, alumunium foil,
timbangan analitik 2 dan 4 digit di belakang koma, seperangkat mortar, kertas saring,
saringan bubuk, kuas, baskom, bola pompa hisap, corong, tabung reaksi, magnet,
magnetic stir, tisu, gelas plastik, alat tulis, dan alat AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy) untuk mengetahui kadar Kromium yang terserap oleh biosorben
ampas tahu.

3.6.2 Bahan
Bahan dalam penelitian ini meliputi : Bahan yang digunakan terdiri dari
ampas tahu yang sebelumnya telah dikeringkan dengan bantuan sinar matahari lalu
dikeringkan dengan memanfaatkan oven bersuhu 800C selama 24 jam hasilnya
berupa ampas tahu yang bebas air serta limbah tekstil yang diambil dari industri
wantek di daerah Sukawati, Gianyar dengan volume 1600 mL.

3.7 Prosedur Penelitian


3.7.1 Prosedur Pembuatan Biosorben Ampas Tahu
Langkah awal pembuatan biosorben ampas tahu adalah sebanyak 500 gram
ampas tahu dikeringkan oleh sinar matahari secara intensif sehingga benar-benar
kering. Dari hasil pengeringan tersebut didapatkan ampas tahu sebanyak 250 gram
Langkah selanjutnya adalah ampas tahu kering dimasukkan ke dalam oven dan
dipanaskan pada temperatur 800 selama 24 jam. Hasilnya berupa ampas tahu kering
bebas air bermassa 74,92 gram kemudian diayak dan dijadikan bubuk dengan
saringan bubuk 40 mesh yang hasil pengayakannya memiliki massa sebesar 20,57
gram lalu dikemas dalam wadah tertutup.

12
1 2 3 4

Keterangan Gambar 3.2:


1. Ampas tahu dikeringkan dengan suhu konstan sebesar 80oC selama
kurang lebih 24 jam dalam oven.
2. Ampas tahu yang sudah berubah tekstur menjadi kering
3. Penumbukan hasil keringan ampas tahu dengan memanfaatkan
seperangkat mortar.
4. Pengayakan menggunkan saringan bubuk 40 mesh.
5. Biosorben ampas tahu yang telah diproses.

3.7.2 Prosedur Pemberian Variasi Perlakuan Konsentrasi Massa Biosorben


Ampas Tahu pada Limbah tekstil
Setelah disiapkan 4 sampel limbah tekstil dalam tabung reaksi dengan
volume 25 mL lalu akan diberikan perlakuan dari variasi konsentrasi massa
biosorben ampas tahu dimulai dari kontrol (tidak diberikan perlakuan dari biosorben
ampas tahu) 0,625 gram 1,25 gram dan 2,5 gram untuk memberikan perlakuan dari
biosorben ampas tahu langkah awal adalah menimbang berat biosorben ampas tahu
menggunakan timbangan analitik 4 digit dibelakang koma sesuai urutan pola
meningkat dari 0,625 gram 1,25 gram dan 2,5 gram, penimbangan massa yang aktual
ini sangat mempengaruhi kadar ion kromium yang akan terserap. Setelah proses
penimbangan tersebut limbah tekstil dicampur dengan biosorben ampas tahu yang
telah ditimbang sesuai urutan konsentrasi secara merata dan konstan dengan
menggunakan alat magnetic stir yang mula-mula sudah dimasukan magnet untuk
mempermudah proses pengadukan dengan perhitungan waktu selama 4x60 menit,
lalu setiap perlakuan didiamkan selama 24 jam untuk menunggu proses reaksi
penyerapan dapat dilihat pada gambar.

13
1 2 3

Keterangan Gambar 3.3


1. Penimbangan massa biosorben ampas tahu dengan timbangan analitik 4
angka dibelakang koma dengan variasi konsentrasi massa masing-masing
sebesar 0,625 gram 1,25 gram, dan 2,5 gram
2. Penyampuran bisorben ampas tahu dengan limbah tekstil yang telah
disiapkan sebelumnya
3. Pengadukan dengan alat magnetic stir serta pengukuran waktu 4x60
menit dengan kecepatan konstan.
4. Membiarkan reaksi selama 24 jam.

3.7.3 Prosedur Pengukuran Kandungan Ion Kromium pada Limbah Tekstil


Sampel limbah tekstil yang telah penulis dapatkan di industri wantek di
kawasan sukawati lalu yang sudah diberikan perlakuan sesuai variasi konsentrasi
massa pada masing-masing perlakuan disaring terlebih dahulu dengan
memanfaatkan kertas saring dengan tujuan memisahkan limbah tekstil dengan
residu. Langkah selanjutnya adalah filtrat dipindahkan ke dalam gelas kimia dengan
volume 10 mL. Agar memudahkan sampel tidak berwarna atau bening dilakukan
proses destruksi dalam ruangan asam dengan tujuan memisahkan senyawa organik
dalam sampel dengan menambahkan konsentrasi asam nitrat sebanyak 5 mL, asam
sulfat sebanyak 5 mL jadi total keseluruhan campuran yang ditambahkan ke dalam
sampel limbah tekstil sebanyak 10 mL. Sampel dipanaskan diatas pemanas, jika
warna pekat limbah sudah benar-benar tidak berwarna atau bening langkah
selanjutnya yang dilakukan adalah membiarkan sampel menjadi dingin, setelah
dingin sampel kemudian dideteksi kadar ion kromium dengan alat yang bernama
AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) tujuannya untuk memudahkan membaca

14
kadar ion kromium yang terkandung pada limbah tekstil tersebut. Adapun langkah-
langkah pengukuran kadar ion kromium dilihat pada gambar 3.7.3

1 2 3 4

Keterangan Gambar 3.4


1. Sampel yang telah diberikan disaring terlebih dahulu
2. Sampel didekstruksi dalam ruangan asam dengan menambahkan asam nitrat
dan asam sulfat masing-masing sebanyak 5 mL dalam ruang asam.
3. Sampel yang sudah menjadi warna bening karena pengaruh penambahan
asam nitrat dan asam sulfat.
4. Proses deteksi kadar ion kromium dengan memanfaatkan alat yang bernama
AAS (Atomic Absorption Spectroscopy).

3.7.4 Prosedur Uji Efesiensi


Efesiensi daya serap biosorben ampas tahu ditentukan dengan
membandingkan konsentrasi ion kromium yang tersisa setelah penyerapan dengan
konsentrasi ion kromium mula mula dalam limbah tekstil. Adapun rumus untuk
perhitungan efesiensi adalah sebagai berikut:

( 1) 100%
:

Keterangan:
Efad : Efesiensi daya serap
C0 : Konsentrasi ion kromium mula-mula
C1 : Konsentrasi logam setelah penyerapan

15
3.7.5 Prosedur Uji Kualitas dengan Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan, yaitu indra pembau, pengelihatan, dan indra peraba. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subjektif atau
penilaian subjektif. Pengujian organoleptik kualitas limbah tekstil yang telah
diberikan perlakuan bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pengaruh
biosorben tentang bau, kenampakan tekstur dan warna limbah. Pengujian
organoleptik ini menggunakan 30 orang responden, responden diminta untuk
membandingkan bau, kenampakan tekstur dan warna limbah.
Responden diberikan tabel (lampiran3) dan memberikan skor dengan ketentuan:
1 = Sangat Tidak (Berbau/Pekat/Kental)
2 = Tidak (Berbau/Pekat/Kental)
3 = Cukup (Berbau/Pekat/Kental)
4 = (Berbau/Pekat/Kental)
5 = Sangat (Berbau/Pekat/Kental)
Berdasarkan pengamatan tersebut, diambil kesimpulan tentang pengaruh
bisorben ampas tahu terhadap kualitas limbah tekstil.

3.8 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penyusunan karya
ilmiah ini adalah eksperimen di laboratorium dan kajian berbagai pustaka baik
pustaka primer maupun pustaka sekunder.

3.9 Teknik Analisis Data


Data yang telah terkumpul pada penelitian ini baik dari hasil eksperimen dan
kajian pustaka dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif-kuantitatif,
dimana karya tulis ini berupa pemaparan terhadap suatu objek yang dikaji dan
perhitungan sebagai penunjang data penyusunan karya ilmiah ini. Uji daya serap
dengan alat AAS (Atomic Absorption Spectroscopy), perhitungan efesiensi adsorpsi
ion kromium dan uji kualitas limbah cair pada masing-masing perlakuan dengan uji
organoleptik terhadap 30 responden adalah teknik yang digunakan untuk meneliti
perlakuan.

16
3.10 Penarikan Simpulan
Setelah proses analisis data, dilakukan proses sintesis dengan menghimpun
dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian serta
pembahasan. Berikutnya ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum kemudian
direkomendasikan beberapa hal sebagai upaya transfer gagasan.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dari massa awal ampas tahu basah sebesar 500 gram, kemudian dikeringkan
dengan memanfaatkan sinar matahari secara intensif didapatkan hasil ampas tahu
kering sebesar 250 gram. Setelah itu dilakukan proses pengeringan lagi dengan oven
dalam suhu konstan sebesar 800 pemanasan berlangsung selama kurang lebih 24 jam.
Hasil yang didapatkan adalah ampas tahu kering bebas air dengan massa 74,92 gram.
Jadi rendemen total yang didapatkan adalah 74,92 gram dengan presentase 14,98%
dan sisanya adalah air (Perhitungan rendemen pada lampiran 1). Hasil biosorben
ampas tahu yang berbentuk bubuk didapatkan dari pengayakan menggunakan
saringan bubuk dengan rincian ukuran partikelnya adalah 40 mesh. Perlakuan pada
limbah tekstil yang dimasukkan pada tabung reaksi dengan volume 25 mL serta
jumlah 4 sampel termasuk tanpa perlakuan diisi dengan limbah tekstil 10 mL dengan
variasi massa bisorben ampas tahu sebesar 0,625gram, 1,25gram dan 2,5gram serta
larutan standar ion kromium yang telah didestruksi dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Limbah yang Diberikan Perlakuan dan Telah Didestruksi


(Sumber : Dokumen pribadi, 2014)

18
4.1.1 Hasil Perhitungan Efesiensi Daya Serap Biosorben Ampas Tahu
Terhadap Ion Kromium dalam Limbah Tekstil
4.1.1.1 Hasil Penyerapan Larutan Standar Ion Kromium
Sebelum dilakukan deteksi penyerapan ion kromium dalam tekstil terlebih
dahulu dilakukan proses deteksi kadar ion kromium pada larutan standar ion
kromium dengan rincian konsentrasi 0, 0,5, 0,75, 1, 1,5 dan 2. Masing-masing
konsentrasi larutan standar ion kromium yang telah didestruksi terlebih dahulu
dideteksi daya absorbansinya dengan alat AAS (Atomic Adsorption Spectroscopy).
Untuk mengetahui rumus perbandingan daya serap ion kromium dalam limbah
tekstil perlu dilakukan analisis dengan Microsoft Excel 2007. Adapun dibawah ini
disajikan tabel yang berfungsi untuk memudahkan membaca data hasil daya
adsorbansi larutan standar ion kromium pada masing-masing konsentrasi.

Tabel 4.1 Hasil Adsorbansi Larutan Standar Ion kromium

No Konsentrasi (ppm) Adsorbansi


1 0 0
2 0,5 0,0233
3 0,75 0,0332
4 1 0,0412
5 1,5 0,0561
6 2 0,0693

Dari uraian tabel hasil daya adsorbansi larutan standar ion kromium diatas
lalu dianalisis dengan aplikasi Microsoft Excel 2007 untuk mencari rumus
perbandingan dari grafik yang telah diperoleh dari tabel untuk mempermudah dalam
membaca hasil. Adapun grafik daya adsorbansi larutan standar ion kromium
disajikan dalam gambar berikut ini.

19
0.08
y = 0.034x + 0.004
0.07 R = 0.982
0.06
Absorbansi

0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi larutan standar Cr (ppm)

Gambar 4.2 Grafik Adsorbansi Larutan Standar Ion kromium

4.1.1.2 Hasil Uji Daya Serap Limbah Tekstil pada Masing-Masing Perlakuan
Dari grafik diatas dapat diketahui rumus untuk dijadikan pedoman awal
dalam mencari ion kromium yang tersisa dalam limbah tekstil. Perhitungan untuk
mendapatkan logam yang terisa dalam ppm terdapat pada lampiran 2. Adapun
dibawah ini adalah tabel rangkuman kadar ion kromium yang tersisa dalam limbah
tekstil.

Tabel 4.2 Rangkuman Kadar Ion Kromium yang Tersisa dalam Limbah Tekstil

Jumlah Biosorben Jumlah Ion kromium


Perlakuan Adsorbansi
Ampas Tahu (gram) yang Tersisa (ppm)

P0 0 0,0109 2,01
P1 0,625 0,011 2,00
P2 1,25 0,0102 1,74
P3 2,5 0,0098 1,69

20
Pada tabel diatas telah dipaparkan secara rinci hubungan antara pemberian
variasi konsentrasi pada sampel dengan urutan konsentrasi massa biosorben ampas
tahu sebesar 0 gram, 0,625 gram, 1,25 gram dan 2,5 gram dengan mendapatkan hasil
penurunan kadar ion kromium di setiap variasi konsentrasi perlakuan. Pada
kelompok kontrol atau tanpa diberikan biosorben ampas tahu, kandungan ion
kromium yang ada pada limbah tekstil adalah 2,01 ppm, hasil ini merupakan
perlakuan kontrol negatif yang merupakan patokan awal adanya daya serap pada
masing-masing perlakuan.
Perlakuan pertama (P1) dengan aplikasi penambahan biosorben ampas tahu
bermassa 0,625 gram hanya mampu menyerap kadar ion kromium sebesar 0,1 ppm
ion kromium saja, dengan total logam yang tersisa pada limbah tekstil sebesar 2,00
ppm. Perlakuan kedua (P2) dengan total massa sebesar 1,25 gram didapatkan hasil
kadar ion kromium yang tersisa adalah 1,74 ppm atau mampu menyerap 0,27 ppm
dan perlakuan ketiga (P3) dengan diberikan konsentrasi biosorben ampas tahu
sebesar 2,5 gram didapatkan kadar ion kromium yang tersisa pada limbah tekstil
adalah sebesar 1,69 ppm dengan berhasil menyerap ion kromium sebesar 0,32 ppm.
Dari hasil yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan daya
serap pada masing-masing perlakuan dengan kadar ion kromium pada limbah tekstil
paling sedikit adalah perlakuan ketiga (P3), dengan diberikan perlakuan sebesar 2,5
gram biosorben. Adapun grafik daya serap dengan ion kromium yang tersisa pada
limbah tekstil yang telah diberikan masing-masing perlakuan disajikan seperti di
dalam Gambar 4.3 dibawah ini

21
2.05

2
Ion Kromium yang Tersisa (ppm)

2.01 2
1.95

1.9
Kadar Ion Kromium yang Tersisa
1.85

1.8

1.75

1.7 1.74

1.65 1.69
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Variasi Konsentrasi Massa Biosorben (gram)

Gambar 4.3 Kadar Ion Kromium yang Tersisa dalam Limbah Tekstil

Pada Gambar 4.3 telah dijabarkan bahwa semakin besar konsentrasi


biosorben ampas tahu yang direaksikan pada limbah tekstil semakin besar juga besar
penurunan kadar ion kromium yang ada di dalam limbah tekstil tersebut dapat dilihat
hasil kadar ion kromium yang masih tersisa di setiap pemberian konsentrasi
biosorben ampas tahu mulai meningkat seperti pola diatas, grafik dengan garis
menurun menunjukan bahwa semakin besar massa biosorben ampas tahu yang
ditambahkan pada limbah tekstil maka semakin banyak pula kadar ion kromium
yang terserap, secara tidak langsung kadar ion kromium yang tersisa pada tekstil pun
konsentrasinya semakin sedikit.

4.1.1.3 Perhitungan Efesiensi Daya Serap Biosorben Ampas Tahu Terhadap Ion
Kromium dalam Limbah Tekstil
Analisis data untuk mengetahui efesiensi daya serap biosorben ampas tahu
terhadap ion kromium dalam limbah tekstil, ditentukan dengan membandingkan
konsentrasi ion kromium setelah penyerapan dengan konsentrasi ion kromium mula-
mula. Berdasarkan perhitungan efesiensi daya serap secara kualitatif diperoleh data

22
efesiensi daya penyerap ion kromium pada limbah tekstil yang terdapat pada
lampiran 2 dan secara ringkas disajikan dengan grafik dibawah ini.

18
16
EFESIENSI PENYERAPAN (%)

15.92
14 13.43
12
10
8
6 Efesiensi Daya Serap Logam Cr
4
2
0 0.49
-2 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
VARIASI KONSENTRASI MASSA BIOSORBEN (gram)

Gambar 4.4 Efesiensi Daya Serap Ion kromium

Berdasarkan uraian grafik diatas, menunjukkan bahwa setiap masing-masing


perlakuan yaitu P1 dengan memberikan konsetrasi massa 0,625 gram, P2 dengan
memberikan konsentrasi massa 1,25 gram dan P3 dengan memberikan konsentrasi
massa 2,5 gram menunjukkan hasil efesiensi daya serap yang berbeda-beda.
Kecenderungan perubahan efesiensi daya serap terhadap massa biosorben ampas
tahu yang ditambahkan berbeda untuk keempat perlakuan yang digunakan. Nilai
efesiensi daya serap sangat bervariasi dengan nilai terkecil yaitu sebesar 0% yang
dimiliki oleh P0 dengan massa yang ditambahkan adalah 0 gram. P1 dengan
presentase efesiensi daya serap sebesar 0,49% dan diikuti oleh P2 dengan presentase
efesiensi daya serap 13,43%. Efesiensi daya serap terbesar diperoleh pada P3 atau
dengan diberikan biosorben 2,5 gram yaitu dengan efesiensi penyerapan 15,92%.
Dari uraian diatas maka disimpulkan bahwa semakin besar variasi
konsentrasi massa biosorben ampas tahu yang diberikan terhadap limbah tekstil
mempengaruhi peningkatan efesiensi daya serap biosorben. Semakin besar variasi
konsentrasi massa yang diberikan semakin besar pula peningkatan efesiensi daya
serap limbah tekstil begitu pula sebaliknya.

23
4.1.2 Hasil Pengujian Kualitas Limbah Tekstil pada Masing-Masing Variasi
Perlakuan
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan, yaitu indra pembau, pengelihatan, dan indra peraba. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subjektif atau
penilaian subjektif. Pengujian organoleptik kualitas limbah tekstil yang telah
diberikan perlakuan bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pengaruh
biosorben tentang bau, kenampakan tekstur dan warna limbah. Pengujian
organoleptik ini menggunakan 30 orang responden, responden diminta untuk
membandingkan bau, kenampakan tekstur dan warna limbah bentuk, bau dan warna.
Responden diberikan tabel (lampiran3) dan memberikan skor dengan ketentuan:
1 = Sangat Tidak (Berbau/Pekat/Kental)
2 = Tidak (Berbau/Pekat/Kental)
3 = Cukup (Berbau/Pekat/Kental)
4 = (Berbau/Pekat/Kental)
5 = Sangat (Berbau/Pekat/Kental)
Berdasarkan pengamatan tersebut, diambil kesimpulan tentang pengaruh
bisorben ampas tahu terhadap kualitas limbah tekstil. Adapun untuk parameter bau
disajikan pada tabel dibawah ini

4.1.2.1 Uji Kualitas dengan Parameter Bau Limbah Tekstil


Tabel 4.3 Kualitas Bau Limbah tekstil
Massa Biosorben Ampas Tahu Parameter Bau Limbah
(gram) Tekstil
0 gram Cukup Berbau
0,625 gram Cukup Berbau
1,25 gram Tidak Berbau
2,5 gram Tidak Brbau

Dari hasil rangkuman dari parameter bau dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tingkatan massa biosorben ampas tahu dari 0,625 gram 1,25 gram dan 2,5 gram
menyebabkan pengaruh terhadap kualitas bau limbah tekstil yang mengandung ion

24
kromium. Biasanya limbah berbau dikarenakan banyak tercampur zat-zat dan
ditambah dengan berkembangnya mikroba bakteri di dalam limbah itu sendiri. Jadi
bisa disimpulkan bahwa pengaruh penambahan massa biosorben ampas tahu yang
beragam dan semakin meningkat ternyata akan mempengaruhi bau limbah tekstil itu
sendiri. Terbukti dari simpulan terhadap pendapat 30 orang responden, pada kontrol
atau tanpa diberikan perlakuan bau limbah yang dihasilkan adalah cukup berbau,
begitu pula yang terjadi pada perlakuan pertama atau diberikan konsentrasi massa
yang diberi biosorben ampas tahu sebesar 0,625 gram limbah masih cukup berbau.
Tetapi ketika limbah diberi massa biosorben ampas tahu sebesar 1,25 gram atau
perlakuan kedua rata-rata uji organoleptik didapatkan bahwa limbah tidak berbau
begitu pula yang terjadi pada perlakuan ketiga. Hal ini dikarenakan biosorben ampas
tahu benar-benar terlarut dalam limbah dan membuatnya padat pada saat kondisi
1,25 gram dan 2,5 gram sampel limbah tekstil tidak berbau busuk seperti limbah
yang diberi biosorben ampas tahu dengan konsentrasi massa yang lebih sedikit.

4.1.2.2 Uji Kualitas dengan Parameter Kenampakan Tekstur Limbah Tekstil


Tabel 4.4 Kualitas Kenampakan Tekstur Limbah tekstil
Massa Biosorben Ampas Tahu Parameter Kenampakan
(gram) Tekstur Limbah tekstil
0 gram Kental
0,625 gram Cukup Kental
1,25 gram Cukup Kental
2,5 gram Sangat Tidak Kental

Pada tabel diatas dapat diuraikan bahwa perbedaan tekstur dari limbah tekstil
yang sudah diberikan perlakuan dari biosorben ampas tahu ditemukan perbedaan
diantara sampel yang diberikan biosorben ampas tahu massa 0,625 gram 1,25 gram
dan 2,5 gram. Dapat disimpulkan dari pendapat 30 orang responden bahwa
kenampakan pada konsentrasi perlakuan limbah tekstil 10 mL dengan biosorben
ampas tahu bermassa 0,625 gram dapat disimpulkan dari pendapat 30 orang
responden bahwa kenampakan tekstur limbah adalah kental. Begitu pula pada P1 dan
P2 didapatkan hasil yang sama yaitu cukup kental. Dan P3 mendapatkan hasil sangat
tidak kental. Hal ini membuktikan bahwa pengolahan limbah dengan menambahkan

25
biosorben ampas tahu pada perlakuan ketiga (P3) adalah perlakuan terbaik dengan
kenampakan teksturnya yaitu sangat tidak kental.

4.1.2.3 Uji Kualitas dengan Parameter Kenampakan Warna Limbah Tekstil


Adapun pada tabel rangkuman diatas, dilihat dari aspek kenampakan warna
limbah setelah mendapatkan biosorben ampas tahu dengan massa 0 gram dan 0,625
gram mendapatkan hasil berwarna cukup pekat seperti. Tetapi dari rangkuman hasil
uji organoleptik terhadap 30 orang responden P2 dan P3 mendapatkan hasil yang
berbeda dengan P0 dan P1, hasil yang didapatkan dari segi warna adalah tidak pekat.
Adapun tabel rangkuman Dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.5 Kualitas Warna Limbah Tekstil

Massa Biosorben Ampas Tahu Parameter Warna Limbah


(gram) tekstil
0 gram Cukup Pekat
0,625 gram Cukup Pekat
1,25 gram Tidak Pekat
2,5 gram Tidak Pekat

Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi massa
biosorben yang diberikan pada masing-masing perlakuan baik itu dari segi parameter
bau, kenampakan tekstru dan warna limbah tekstil.

4.2 Pembahasan
Ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai biosorben ion kromium dalam
limbah tekstil dengan nilai ekonomis dan mudah untuk didapatkan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa setiap 500 gram ampas tahu basah dapat
menghasilkan 74,92 gram ampas tahu kering bebas air yang dapat dijadikan
biosorben. Pengolahannya sangat sederhana dengan waktu yang relatif singkat serta
tidak menggunakan bahan kimia yang akan beresiko negatif terhadap lingkungan
maupun industri itu sendiri.

26
Pemberian variasi konsentrasi massa biosorben sangat berpengaruh terhadap
daya serap ion kromium dalam limbah tekstil. Semakin besar massa biosorben yang
diberikan maka semakin besar pula daya serap ion kromium pada limbah tekstil
begitu pula sebaliknya. Dari hasil uji daya serap dengan alat AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy) menunjukkan hasil penyerapan yang signifikan dengan
ion kromium yang tersisa yaitu P0 sebesar 2,01 ppm, P1 sebesar 2,00 ppm, P2
sebesar 1,74 ppm dan P3 sebesar 1,69 ppm. Hal ini dikarenakan semakin besar
massa yang diberikan kapasitas gugus aktif dari zwitter ion pada senyawa protein
yang ada dalam bahan biosorben semakin banyak. Protein yang memiliki sisi-sisi
(gugus) aktif ini dapat mengikat kadar ion kromium yang bersifat toksik sebagai
metalotionein (Darmono, 1995). Penyerapan logam ini melibatkan ikatan ion dan
kovalen dengan biopolimer seperti halnya protein dan karbohidrat sebagai sumber
gugus fungsi yang berperan sangat penting dalam mengikat kadar logam. Ligan yang
tersedia merupakan muatan negatif seperti karboksilat yang berkoordinasi dengan
atom pusat logam melalui pasangan elektron bebas (PEB).
Penyerapan zwitter ion dari ampas tahu memiliki kemampuan mengikat
(chelating) ion-ion positif karena elektron nitrogen yang ada dalam gugus amino
tersubstitusi yang dapat memantapkan ikatan dengan ion-ion positif. Ion kromium
dapat bergabung dengan logam-logam melalui pertukaran ion dalam ikatan
(Muzzarelle, 1990). Ikatan ionik atau pertukaran ion dihasilkan jika satu ataupun
lebih elektron ditransfer oleh orbital atom satu ke orbital lainnya. Ikatan ion terjadi
dari tarikan gaya elektrostatistik antara dua atom yang muatannya berlawanan.
Pembentukan ikatan ion terjadi bila kation organik diganti oleh kation anorganik.
Sifat kation dari molekul juga bergantung dari pH larutan. pada pH rendah
permukaan biosorben bermuatan positif, sedangkan pada pH tinggi permukaannya
bermuatan negatif yang disebabkan karena terjadinya pelepasan proton dari gugus
hidroksil. Hal ini terjadi pula pada permukaan material organik atau pada ampas
tahu. Munculnya muatan permukaan disebabkan oleh hasil protolisis gugus
fungsional amino dan karboksilat. Faktor yang menentukan daya serap dari
biosorben ampas tahu terhadap kadar ion kromium pada limbah tekstil adalah
kemampuan gugus amina untuk bertindak sebagai penukar ion. Dalam air biosorben
dapat membentuk ikatan-ikatan hidrogen dengan beberapa zat terlarut dan dapat

27
berperan serta dalam reaksi pertukaran ion melalui gugus amina, sedangkan gugus-
gugus hidroksidanya terlindung oleh air dengan cara yang sama dialami oleh
selulosa (Suhardi, 1992).
Tahu maupun ampas tahu dapat menyerap logam berat karena memiliki
kandungan protein tinggi. Protein adalah suatu senyawa jenis kolimer alami atau
biokolimer yang secara kimiawi merupakan kolimer. Protein merupakan gabungan
dari asam asam amino yang tergabung oleh ikatan peptida yang terbentuk dari
asam amino tersebut sehingga protein disebut juga polipeptida. Di alam polimer ini
terutama terdapat sebagai penyusun sebagian besar tubuh manusia dan hewan.
Jaringan otot, darah, dan enzim merupakan protein. Asam amino pada tahu dan
ampas tahu dapat mengikat logam berat karena:
a. Asam amino mempunyai gugus COOH yang bersifat asam dan gugus NH2 yang
bersifat basa sehingga molekul ini bersifat amfoter seperti yang tertera pada
Gambar 4.5 di bawah ini:

b.

Gambar 4.5 Sturktur Asam Amino


Sumber: (Anonim,2013)

b. Karena asam amino mengandung gugus bersifat asam dan basa di dalam
larutannya, maka asam amino membentuk zwitter ion. Zwitter ion sebenarnya
terdapat ditengah tengah sistem keseimbangan antara kation dan anion.

28
Gambar 4.6 Bentuk Molekul dan Zwitter Ion
(Sumber: Anonim, 2013)

c. Asam amino mempunyai pH isoelektrik, yaitu pH yang muatan positif dan


muatan negatifnya sama kuat.
Dari sifat asam amino tersebut maka tahu dan ampas tahu dapat mengikat
logam berat. Dalam penelitian kami sifat zwitter ion dalam ampas tahu dapat
berfungsi mengikat ion-ion logam berat yang terkandung pada limbah pada
umumnya dan pada limbah tekstil ditambah dengan potensi biosorben ampas tahu
yang memiliki gugus fungsi yang bisa membentuk ikatan kovalen dengan ion logam.
Pada konsentrasi massa yang diberikan sebesar 2,5 gram atau perlakuan ketiga (P3)
pada sampel adalah penurunan kadar Kromium yang paling efektif dan paling tinggi
dibandingkan konsentrasi yang lebih sedikit dengan efesiensi daya serap terbesar
yaitu 15,92% serta hasil uji kualitas terhadap limbah P3 mendapatkan hasil dengan
rincian parameter bau yaitu tidak berbau, kedua dengan parameter kenampakan
tekstur sangat tidak kental dan parameter ketiga yaitu parameter warna dengan warna
tidak pekat.

29
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Adapun simpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Perhitungan efesiensi menunjukan bahwa semakin besar variasi massa
biosorben yang diberikan memengaruhi peningkatan efesiensi daya serap
biosorben. Semakin besar variasi massa yang diberikan semakin besar
pula peningkatan efesiensi daya serap limbah tekstil begitu pula
sebaliknya. Perhitungan efesiensi terbesar adalah P3 dengan presentasi
efesiensi sebesar 15,92%, dengan ion kromium yang tersisa sebesar 1,69
ppm.
2. Dari segi uji kualitas limbah tekstil, P3 merupakan perlakuan yang
memiliki kualitas limbah yang tebaik yaitu dengan tidak berbau, sangat
tidak kental dan sangat tidak pekat.

5.2 Saran
Adapun hal-hal yang dapat penulis sarankan adalah:
1. Perlu dilakukan sosialisasi terhadap sumber daya alam yang berpotensi
untuk dimanfaatkan dalam upaya mengurangi zat berbahaya penyebab
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh ion kromium.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping
dari biosorben ampas tahu dalam upaya aplikasinya sebagai biosorben ion
kromium.
3. Diharapkan dengan adanya inovasi memanfaatkan ampas tahu sebagai
penyerap ion kromium pada limbah tekstil yang ramah lingkungan dapat
mengurangi permasalahan dalam lingkungan dan kesehatan.

30
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.tt. Bab 2 Tinjauan Pustaka AAS. (dalam
http://www.scribd.com/doc/80487108/ALAT-ANALISIS-AAS).Akses :
15 Desember 2014

Anonim.tt. Bab 2 Tinjauan Pustaka Fitoremediasi. (dalam


http://eprints.uny.ac.id/9524/2/BAB%201%20-%2007308141020.pdf).
Akses : 15 Desember 2014

Anonim, tt.Bab 2 Tinjauan Pustaka Chromium.( dalam


http://en.wikipedia.org/wiki/Chromium).Akses : 15 Desember 2014

Anonim.tt. 2008. Adsorpsi ( dalam www.adsorpsi.html). Akses : 15 Desember


2014

Anonim.tt. 2008. Adsorpsi (dalam


http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Adsorption.html). Akses :15
Desember 2014

Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi. UI Press. Jakarta.

Ginting, P., 1995., Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Pustaka


Sinar Harapan, Jakarta.

Kresnawati, 2007. Biosorpsi logam Zn oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae.


Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia

Mahida. U.N., 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri Tekstil,
Rajawali. Jakarta

Palar, H., 1994., Pencemaran dan Toksikologi Logam, Rineka Cipta. Jakarta

Rosyida. A., 2010 Teknik Pengolahan Limbah Tekstil dengan Hasil yang Optimal,
ATW. Surakarta

Sebastian, 2004. Adsorpsi Hg dengan Menggunakan Serbuk Kayu, ITB. Bandung

Sugiharto, 1987, Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah, Penerbit UI Press, Jakarta.

Sugiharto, 1987.Pemakain Chromium di dalam industri tekstil.

Sutamihardja, 2002.Akibat keracunan Chromium.

Yusnita, R. 2007. Model Matematik pada Pengolahan limbah cair tahu secara
Biofiltrasi menggunakan Eceng Gondok ((Eichhorniacrassipes (Mart).
Solms).Skripsi (tidak dipublikasikan).Fakultas Pertanian. Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto.

31

Anda mungkin juga menyukai