Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

Seorang laki-laki Usia 65 Tahun Datang dengan Sesak Nafas


Bertambah Hebat sejak 3 hari SMRS

Oleh :
Ellisabeth Gerda Sitompul 04054821719016
Eriza Dwi Indah Lestari 04054821719025

Pembimbing :
dr. M. Faisal Soleh, Sp.PD-KKV

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD PALEMBANG BARI
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Seorang laki-laki usia 65 tahun
datang Dengan Keluhan Sesak Nafas Bertambah Hebat sejak 3 hari SMRS

Oleh:
Ellisabeth Gerda Sitompul 04054821719016
Eriza Dwi Indah Lestari 04054821719025

Laporan Kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Palembang Bari Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya periode Oktober - 5 November 2016.

Palembang, Mei 2017

dr. M. Faisal Soleh, Sp.PD-KKV

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan berkat-
Nya Laporan Kasus yang berjudul Seorang laki-laki usia 65 tahun datang Dengan Keluhan
Sesak Nafas Bertambah Hebat sejak 3 hari SMRS ini dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan
kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Palembang Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. M. Faisal Soleh, SpPD-KKV
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan laporan
kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Palembang, Mei 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................................. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 14
A. Congestive Heart Failure ....................................................................................... 14
1. Definisi .................................................................................................14
2. Etiologi .................................................................................................14
3. Patofisiologi ......................................................................................... 14
4. Klasifikasi ............................................................................................ 17
5. Diagnosis.............................................................................................. 18
6. Penatalaksanaan ................................................................................... 21
B. Hipertensive Heart Disease .................................................................................... 23
1. Definisi .................................................................................................23
2. Etiologi .................................................................................................23
3. Patofisiologi ......................................................................................... 23
4. Diagnosis .............................................................................................. 26
5. Penatalaksanaan ................................................................................... 28

BAB IV ANALISIS KASUS.............................................................................................. 33


DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Jantung
memiliki dua atrium, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, yang membentuk ruang atas jantung,
dan dua ventrikel, yaitu ventrikel kiri dan ventrikel kanan, yang membentuk ruang yang lebih
rendah pada jantung.1 Salah satu fungsi jantung adalah untuk memompakan darah baik ke
paru maupun ke seluruh tubuh. Bagian jantung yang berfungsi untuk memompakan darah ke
paru-paru adalah ventrikel kanan, sedangkan bagian jantung yang berfungsi untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh adalah ventrikel kiri.
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi pemompaan ini, baik
pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang menyebabkan darah berkumpul di
arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya. Bendungan ini menyebabkan kemacetan di paru-
paru (cairan terbendung di paru-paru), penurunan output jantung, peningkatan beban jantung,
penurunan efisiensi kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume, peningkatan denyut
jantung, dan hipertrofi. Kompensasi ini dapat menyebabkan peningkatan risiko serangan
jantung dan penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.2 Adapun keluhan gagal jantung dapat
berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif
adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif tersebut merupakan alasan kedatangan
penderita ke rumah sakit. Berdasarkan data Medicare di Amerika Serikat dan data Scottish di
Eropa, gagal jantung merupakan penyebab rawat inap yang paling banyak di rumah sakit. 3
Data lain menyebutkan bahwa sekitar 5 juta warga Amerika mengalami gagal jantung, dan
terjadi penambahan 550.000 penderita gagal jantung setiap tahunnya.4 Selain insidensi yang
tinggi, angka kematian pada gagal jantung kongestif juga tidak sedikit. Salah satunya, gagal
jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru yang memiliki angka kematian 12% di
rumah sakit.3 Data lain menunjukkan bahwa angka kematian akibat gagal jantung adalah
sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah dari penderita gagal jantung mengalami
kematian dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis.4
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung
koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat barat (>90% kasus),
sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di Negara
berkembang. Pada pasien hipertensi resiko terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat tiga
kali. Pada pasien hipertensi dapat terjadi perubahan-perubahan struktrur dan fungsi jantung
5
yaitu hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung.5 Data
kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada >75%
pasien degan gagal jantung.

6
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama pasien : Tn. N


Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tukang Parkir
Alamat : Jln. Panca Usaha, Lorong Buntu Palembang
MRS : 24 Mei 2017
Tanggal pemeriksaan : 27 Mei 2017

ANAMNESIS: Auto dan Allo anamnesis (27 Mei 2017 pukul 14.00 WIB)
Keluhan utama :
Sesak napas yang semakin hebat sejak 3 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang :
6 bulan SMRS, pasien mulai merasakan sesak nafas. Sesak dirasakaan saat beraktivitas
seperti berjalan 100 meter. Sesak hilang saat pasien istirahat. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca dan emosi. Mengi pada saat sesak (-). Terbangun pada malam hari karena
sesak (+). Nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (-), batuk (-), demam (-), mual (-),
muntah (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien belum berobat ke Rumah Sakit.
2 bulan SMRS, pasien merasakan sesak nafas bertambah. Sesak dirasakaan saat
beraktivitas ringan seperti berjalan 10 meter. Sesak hilang saat pasien istirahat. Sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca dan emosi. Mengi pada saat sesak (-). Terbangun pada
malam hari karena sesak (+). Pasien tidur lebih nyaman menggunakan 2- 3 bantal.
Nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (-), batuk malam hari (+), demam (-), mual (-),
muntah (-), sakit kepala (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Kaki bengkak (+), perut
dirasakan mulai membesar. Pasien belum berobat ke Rumah Sakit.
2 minggu SMRS, pasien merasakan sesak nafas bertambah. Sesak dirasakaan saat
beraktivitas seperti berjalan ke toilet. Sesak hilang saat pasien istirahat. Sesak tidak
diperngaruhi oleh cuaca dan emosi. Mengi pada saat sesak (-). Terbangun pada malam
hari karena sesak (+), frekuensi terbangun > 2x dalam 1 hari. Pasien tidur lebih nyaman
menggunakan 2- 3 bantal. Nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), jantung berdebar-debar (-),
batuk malam hari (+), demam (-), mual (-), muntah (-), sakit kepala (-). Perut dirasakan

7
semakin membesar. Kaki bengkak (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien masih
belum berobat ke Rumah Sakit.
3 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin hebat, sesak muncul tiba-tiba,
tidak hilang saat istirahat, terbangun tengah malam karena sesak (+) lebih sering dan
sesak semakin hebat ketika berbaring. Pasien lebih nyaman dalam posisi duduk. Nyeri
dada (-), batuk (+) tidak berdahak, darah (-), batuk pada malam hari (+). Demam (-),
mual (-), muntah (-), sakit kepala (-). Perut semakin membesar (+), kaki bengkak (+)
kanan dan kiri. Scrotum bengkak (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Os dibawa ke
IGD RSUD Bari.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat hipertensi (+) sejak10 tahun lalu, tidak terkontrol.
Riwayat sakit jantung sebelumnya (-).
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat asma (-)

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal.
Riwayat sakit darah tinggi dalam keluarga disangkal.
Riwayat penyakit asma dalam keluarga disangkal.

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi


Pasien bekerja sebagai tukang parkir sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 40 tahun yang lalu, 2 bungkus / hari.
Pasien berhenti merokok 2 bulan yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
TD : 160/100 mmHg
HR : 103 x/menit

8
RR : 24 x/menit
T : 36.9 0C

Pemeriksaan khusus:
Kulit
o Warna sawo matang, turgor baik, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
pertumbuhan rambut normal
Kepala
o Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
o Hidung : bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam
perabaan baik, penyumbatan maupun perdarahan (-)
o Telinga : pendengaran baik, nyeri tekan processus mastoideus (-)
o Mulut : bibir lembab, atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-)
o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5+2 cmH20, distensi vena
jugularis
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi : statis: paru kanan dan kiri simetris, dinamis: gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus simetris kanan dan kiri, pelebaran sela iga (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: vesikuler (+/+) normal, ronki basah basal (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri ICS VI linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi: HR: 103x/m, bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (+) sistolik,
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak cembung, spider nevi (-), venektasi (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal.

9
Palpasi : tegang, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit dinilai.
Perkusi : timpani, undulasi (+)
Ekstremitas : atas edema (-/-)
bawah edema (+/+)
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
Genitalia : edema scrotum (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Darah Rutin


( 27 Mei 2017)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,3 g/dl 14-16 g /dl
Leukosit 6.100 /ul 5.000-10.000 /ul
Trombosit 219.000 150.000-450.000 /ul
Hematokrit 35 % 40-48 %
Hitung Jenis:
-Basofil 0% 0-1%
-Eosinofil 1% 1-3%
-Batang 3% 2-6%
-Segmen 64% 50-70%
-Limfosit 22% 20-40%
-Monosit 10% 2-8%

Glukosa sewaktu 122 mg/dl <180 mg/dl


SGOT 16 U/l < 37 U/l
SGPT 12 U/l <41 U/l
Albumin 4,3 g/dl 3,8-5,1 g/dl
Ureum 43 mg/dl 20-40 mg/dl
Creatine 1,99 mg/dl 0,9 1,3 mg/dl

Kolesterol Hasil Nilai Normal


Trigliserida 122 mg/dl < 200 mg/dl

10
Kolesterol total 156 mg/dl < 200 mg/dl
Kolesterol HDL 27 mg /dl >50 mg/dl
Kolesterol LDL 104 mg/dl < 130 mg/dl
Uric Acid 6,98 mg/dl 3,4 7 mg/dl

-Foto thoraks

Kesan : Cardiomegali dan corakan bronkovaskular yang meningkat

11
Hasil EKG didapatkan sebagai berikut:

- Irama sinus, reguler


- Heart Rate 95-105x/m
- Axis: kiri
- Gelombang p mitral (di lead 3)
- Interval PR 0,16 detik
- QRS kompleks 0,04 detik
- R/S di V1 <1
- S di V1 + R di V5/V6 <35
- T Inverted (-)
- St elevasi di v2, v3, v4
Kesan : stemi anteroseptal, LAD, LAE

Daftar Masalah
Dispnea
Hipertensi
Ascites
Edema genitalia eksterna dan ekstremitas
Kardiomegali

12
Diagnosa Sementara
Congestive Heart Failure fs NYHA IV e.c Hipertensive Heart Disease

Diagnosis Banding
Congestive Heart Failure fs NYHA IV e.c Hipertensive Heart Disease
Congestive Heart Failure fs NYHA IV e.c Coronary Artery Disease
Gagal

Rencana Pemeriksaan
- Urinalisis
- Echocardiography
- Enzim jantung
- Cek elektrolit darah

Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : dubia ad malam

Penatalaksanaan :
Nonfarmakologis :
O2 3L/m via nasal kanul
Istirahat posisi setengah duduk
Edukasi (lifestyle modification)
Mengurangi asupan cairan
Mengurangi asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh
Kateter urine

Farmakologis :
IVFD RL gtt X/menit (mikro)
Aspilet 1x1 tab 80 mg (PO)
Clopidogrel 1x 1 tab 75 mg (PO)
Injeksi Furosemide 2x1 amp (IV)
Spironolakton 1x1 tab 25 mg (PO)

13
Candesartan 1x 1 tab 8 mg (PO)

FOLLOW UP
27 Mei 2017
S : Sesak napas
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 180/110 mmHg
Nadi 103 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24 x/m
Temperatur 36.9 C

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Leher JVP (5+2) cm H2O, Pembesaran KGB (-), distensi


vena jugularis

Thorax Cor :
HR : 103x/m reguler, M (+)sistolik, G(-)
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (+) di
kedua basal paru, Wheezing (-)

Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar


Abdomen dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+)
normal

Ekstremitas bawah Edema (+/+)

Genitalia Edema skrotum

A : CHF e.c HHD


P : - Istirahat duduk
- O2 3L/menit
- IVFD RL gtt X/menit mikro
- Aspilet 1x1 tab 80 mg (PO)
- Clopidogrel 1x 1 tab 75 mg (PO)
- Injeksi Furosemide 2x1 amp (IV)
- Spironolakton 1x1 tab 25 mg (PO)
- Candesartan 1x 1 tab 8 mg (PO)

14
29 Mei 2017
S : Sesak napas
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 180/100 mmHg
Nadi 98 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24 x/m
Temperatur 37C

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Leher JVP (5+2) cm H2O, Pembesaran KGB (-), distensi


vena jugularis

Thorax Cor :
HR : 98x/m reguler, M (+)sistolik, G(-)
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (+) di
kedua basal paru, Wheezing (-)

Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar


Abdomen dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+)
normal

Ekstremitas bawah Edema (+/+)

Genitalia Edema skrotum

A : CHF e.c HHD


P : - Istirahat duduk
- O2 3L/menit
- IVFD RL gtt X/menit mikro
- Aspilet 1x1 tab 80 mg (PO)
- Clopidogrel 1x 1 tab 75 mg (PO)
- Injeksi Furosemide 2x1 amp (IV)
- Spironolakton 1x1 tab 25 mg (PO)
- Candesartan 1x 1 tab 8 mg (PO)

15
30 Mei 2017
S : Sesak napas
O : Keadaan Umum
Sensorium Compos Mentis
Tekanan Darah 160/100 mmHg
Nadi 96 x/m reguler
Frekuensi Pernapasan 24 x/m
Temperatur 36.8C

Keadaan Spesifik
Kepala Palpebra conjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Leher JVP (5+2) cm H2O, Pembesaran KGB (-), distensi


vena jugularis
Thorax Cor :
HR : 96x/m reguler, M (+)sistolik, G(-)
Pulmo :
Vesikuler (+) normal, Ronkhi Basah Halus (+) di
kedua basal paru, Wheezing (-)

Cembung, undulasi (+), Shifting dullness (+), hepar


Abdomen dan lien sulit dinilai, Nyeri tekan (-), Bising usus (+)
normal

Ekstremitas bawah Edema (+/+)

Genitalia Edema skrotum

A : CHF e.c HHD


P : - Istirahat duduk
- O2 3L/menit
- IVFD RL gtt X/menit mikro
- Aspilet 1x1 tab 80 mg (PO)
- Clopidogrel 1x 1 tab 75 mg (PO)
- Injeksi Furosemide 2x1 amp (IV)
- Spironolakton 1x1 tab 25 mg (PO)
- Candesartan 1x 1 tab 8 mg (PO)

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. CONGESTIVE HEART FAILURE


1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah
balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-
duanya.5

2 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori utama:1,5
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan
oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left
bundle branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi sistemik
(peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau hipertensi pulmonal
(peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat kongesti pulmonal)
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi)
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade)
f. Kelainan congenital jantung

3 Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan

14
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatkan volume
akhir diastolik ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri. Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam
interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik,
akan terjadi edema interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.5,6
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.5
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
antroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat
dilatasi ruang.5,6

Mekanisme Kompensasi
Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi kurang
efektif.5,6,7
a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan mengakibatkan
respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
15
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah
curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal) untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan
aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan
kontraksi sesuai dengan hukum Starling.5
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama
selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar
dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun, katekolamin akan
berkurang pengaruhmya terhadap kerja ventrikel. Berkurangnya respons ventrikel
yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat
pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini dapat disebabkan karena cadangan
norepinephrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.5,6

b. Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-Aldosteron


Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
Starling. Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut: (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi
glomerulus, (2) pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin
dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4) konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar
adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati, sehingga
kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat
pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada
duktus pengumpul.

16
c. Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban
hemodinamik yang yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya
jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya,
hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.

4 Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung diklasifikasikan
menjadi empat kelas, yaitu :6
a. Kelas 1: Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan
fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat
lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
b. Kelas 2: Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
menimbulkan gejala-gejala insufiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas, atau nyeri.
c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-
gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
d. Kelas 4: Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.

17
5 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung
yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:5,8,9
Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispnu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea deffort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120 x/menit)

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami
gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat berbaring pada
permukaan datar. Pada gagal jantung yang lebih berat, pasien harus duduk
dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan kemungkinan tidak dapat
mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak napas yang dirasakan.
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada gagal jantung ringan,
namun berkurang pada gagal jantung berat, karena adanya disfungsi ventrikel
kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan

18
adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi
perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada
bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik yang berlebih.
b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pada gagal jantung
stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun
dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan
abdomen.
c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan
dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru,
ronki dapat didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan pada pasien
tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi pleura timbul
sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah
transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan,
maka apex cordis biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah
lateral dari midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta
dari apex. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering ditemukan pada
pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu,
dan sering kali menandakan gangguan hemodinamika. Bising pada regurgitasi
mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan gagal jantung tahap
lanjut.
e. Abdomen dan ekstremitas
Asites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan vena
hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum. Edema
perifer adalah manifestasi cardinal jantung, namun hal ini tidaklah spesifik dan
biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik. Edema
perifer biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi,
19
dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada
pasien yang masih beraktivitas.
f. Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat
badan dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada gagal
jantung dapat melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate, anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif
dan perasaan penuh pada perut. Jika ditemukan, cachexia menandakan
prognosis keseluruhan yang buruk.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah
darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin,
SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien
dengan gagal jantung dengan tujuan untuk mendeteksi anemia, gangguan
elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati mengukur brain natriuretic peptide
(beratnya gangguan hemodinamik).
Foto thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk jantung,
struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai melalui pengukuran
cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%.
EKG
Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan
keberadaan hipertrofi pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard (ada
atau tidaknya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan adanya
disfungsi diastolic pada ventrikel kiri.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung,
miokardium dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional dinding
jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal
jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah
penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodeling
ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.
20
6 Penatalaksanaan Gagal Jantung
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja
jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban awal,
kontraktilitas, dan beban akhir.6
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :9

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi


O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
b. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot jantung,
yaitu kerja inotropik positif (meningkatkan kontraksi miokard), kerja
kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung), dan kerja dromotropik
negatif (mengurangi hantaran sel-sel jantung). Contoh preparat digitalis yang
banyak digunakan adalah digoksin
i. Dosis digitalis :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
ii. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
iii. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
iv. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.

21
c. Menurunkan beban jantung.
i. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-
pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Kerja
diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan tekanan
pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan
curah jantung yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal
jantung lanjut yang mengalami peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis parah dan terus menerus
yang menyebabkan turunnya volume intravaskular yang cepat.Yang
digunakan furosemid 40-80 mg. Dampak diuretik yang mengurangi
beban awal tidak mengurangi curah jantung tapi merupakan
pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan
dan perawatan di rumah sakit.
ii. Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang
berlebihan. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel
selama diastole. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung
berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika
memompa darah ke sistem arterial. Dilatasi vena mengurangi preload
jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial
menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload.
Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 g/kg BB/menit iv.
Nitroprusid 0,5-1 g/kgBB/menit iv
Prazosin per oral 2-5 mg
Penghambat ACE: kaptopril 2 x 6,25 mg.
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung
kongestif. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang berasal
dari angiotensin I membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin
II. Penghambatan ACE mengurangi volume dan tekanan pengisian
ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung.

22
2. HIPERTENSIVE HEART DISEASE (HHD)
1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah
yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari
left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kongestif (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan
darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.10
Hipertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang sebagai akibat
dari hipertensi, dimana sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis
yang telah mengalami pembesaran ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan
tujuh kali lipat dari sifat mudah kena sakit dan resiko kematian akibat kegagalan
jantung congestive, gangguan hati rhythms (ventrikel arrhythmias) dan
serangan jantung (myocardial/ infarction).11

2. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan
berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang
meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap
menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin
terlihat.10
Tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap penebalan dinding pembuluh
darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang
akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko
serangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab
utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000
orang.12

3. Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada
struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan
afterload dan secara tidak langsung melalui nuerohormonal terkait dan perubahan
vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari

23
dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan
berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika. 10,11,12
a. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) didefinisikan sebagai suatu penambahan massa
pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang
menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai
kompensasi terhadap peningkatan afterload. Sebagai tambahan, aktivasi sistem
renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I
mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi,
perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan
antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis.
Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac
output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi
diastolic otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.
b. Abnormalitas Atrium Kiri
Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium
kiri lewat peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai
tambahan untuk meningkatkan tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada
fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan tarium
kiri.
c. Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi,
hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta,
yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat
perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah
yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke
dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain
menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat
proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

24
d. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang
kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak
diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang
mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi.
Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh
buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari diastolik
ventrikel. Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi.
Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut
berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan
HVK.
Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan meningkatkan
cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel
kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini
memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini
menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem
renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta
meningkatkan vasokontriksi perifer. Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
dapat menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi
ventrikel kiri. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan
disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan
septum dan disfungsi ventrikel kiri.
e. Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi.
Hipertensi adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri
koroner, bahkan hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada
pasien dengan hipertensi bersifat multifaktorial. Peningkatan aferload sekunder
akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan
tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama diastole.
Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri
koroner, dieksaserbasikan pada arteri yang menjadi subjek peningkatan tekanan
darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi
endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang
25
merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan
perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak.
Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa
hipertensi.
f. Aritmia kardiak
Aritmia kardiak umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang
mengalami arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler
takikardi. Berbagai metabolisme diperkirakan memegang peranan dalam
patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,
ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi
pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatan
resiko ventrikel takiaritmia.10,13,14,15,16

4. Diagnosis
a. Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensi harus menyertakan riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-
faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab
sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan
komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan
potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap
sebagai gejala peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada
pasien dengan hipertensi berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada
waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat
berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain adalah rasa pusing,
palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur
nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensi.
Tabel Riwayat yang relevan

Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping

26
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasan merokok,
diabetes, inaktivitas fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan
otot; palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur,
somnolens siang hari; gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen
yang dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien;
angina, infark miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual. Komorbiditas lain

b. Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan
awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi
terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural.
Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki
peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi
untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk
tanda-tanda hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat
menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus
menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid
dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Pemeriksaan
pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat
karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi
artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat
terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan
bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi
dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi
renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di
abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF
dan pemeriksaan neurologis.
c. Tes laboratorium
Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan
dalam evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang,

27
elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen
antihipertensif baru dan kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan
secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien
dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi
klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.11
Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
System tes
Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi
albumin,
BUN atau kreatinin serum
Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Metabolic Glukosa darah puasa, kolesterol total,
HDL
dan LDL, trigliserida
Lain lain Hematocrit, EKG

5. Penatalaksanaan
a. Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki
pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Walaupun
efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada
individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan
reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada
individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan
reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah
pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat
dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah
penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium,
pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.

Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25


kg/m2

28
Reduksi garam < 6 g NaCl/hari
Adaptasi rencana diet jenis- DASH Diet yang kaya buah-buahan, sayur-
sayuran, dan produk susu rendah-lemak
dengan kandungan lemak tersaturasi dan
total yang dikurangi
Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan
cepat
selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi


tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek,
bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat mengarah pada reduksi
tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin. Aktivitas fisik teratur
memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi
risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular.
b. Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90
mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif
berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg
bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-
16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung
berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual
terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon
terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-
regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen
antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual,
dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko
penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang
berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.

29
Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri
atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat
pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi
natrium. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta
mengurangi kejadian klinis. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari
6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik
(hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi
tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene,
bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini
adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi
dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis
utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle
ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif
dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220
mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan
lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.
Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar
bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor
angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT 1 secara selektif, dan efek
angiotensin II pada reseptor AT 2 yang tidak tersekat dapat menambah
efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang
efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan
diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE
inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal
fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik
pada arteri renalis. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema
terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling
sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada
orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia.
Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping
yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat
reseptor angiotensin.
30
Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan
sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Spironolakton adalah
agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin,
hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan CHF,
spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit
karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi
konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena
spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping
dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi.
Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah
jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme
lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah
adalah efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker
terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif
mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih
rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan
kurang memiliki pengaruh pada reseptor2 pada sel-sel otot polos bronkus dan
vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif
beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif.
Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko
perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat
kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial
dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi
masih perlu ditentukan.
Penyekat adrenergic
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang
efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan
agen-agen lain.
Penyekat kanal kalsium
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-
channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini
31
terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut:
phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-
dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker),
antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah. Efek samping seperti
flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine
berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan
peningkatan gradient tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan
cairan.
Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap
sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam
kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah
vasodilator direk yang poten yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO,
dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan pada
pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain.
Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping
minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.11,17

6. Prognosis
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin
besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan
hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker,
dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan
memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit
jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit
yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak. 12

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak bisa memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Gagal jantung terbagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal
jantung kongestif, yakni gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
Gagal jantung kiri ditandai oleh dispneu deffort, kelelahan, orthopnea, paroksismal
nokturnal dispnea, batuk, pembesaran jantung, irama derap, bunyi derap S3 dan S4,
pernapasan cheyne stokes, takikardi, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Gagal jantung
kanan ditandai oleh adanya kelelahan, pitting edema, ascites, peningkatan tekanan vena
jugularis, hepatomegali, pembesaran jantung kanan, irama derap atrium kanan, murmur dan
bunyi P2 mengeras, sedangkan gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gejala gabungan
keduanya.
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah dengan pemeriksaan
penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor. Yang
termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal paroksismal atau orthopneu, peningkatan
tekanan vena jugularis, ronki basah tidak nyaring, kardiomegali, edema paru akut, irama
derap S3, peningkatan vena > 16 cm H2O dan refluks hepatojugular. Sedangkan yang
termasuk kriteria minor yakni: edema pergelangan kaki, batuk pada malam hari, dispneu
deffort, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum dan
takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang, dari hasil pemeriksaan
foto rontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali dengan corakan bronkovaskuler yang
meningkat.
Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak
dipengaruhi oleh aktifitas, pasien juga sering terbangun pada malam hari karena sesak, selain
itu pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan
lain seperti sakit kepala, mual, muntah, bengkak pada kelopak mata mendukung bahwa sesak
yang dialami oleh pasien berhubungan dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu,
pasien juga mengeluhkan adanya perut yang membesar, kaki bengkak dan kemaluan
bengkak, serta pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu dan tidak
terkontrol. Pasien tidak merasakan nyeri dada sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan fisik

33
didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah halus pada kedua basal
paru, adanya pelebaran batas jantung, adanya ascites dan edema pretibial serta edema
skrotum. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria
framingham sudah terpenuhi. Pada pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
Terapi yang diberikan adalah Injeksi Furosemide 2x1 amp (IV) dan spironolakton
1x1 tab 25 mg (PO) yang berperan sebagai diuretik. Pemberian diuretik ini bertujuan untuk
mengurangi ascites dan edema pada tungkai dan skrotum pasien dengan mengurangi beban
awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Spironolakton sebagai diuretic hemat kalium
juga berperan untuk mencegah terjadinya hypokalemia akibat pemberian diuretic. Pemberian
Candesartan 1x1 tab 8 mg karena perannya sebagai ARB yang juga memiliki fungsi sebagai
vasodilator serta antagonis aldosteron yang dapat mencegah remodelling jantung. Walaupun
pasien mengalami hipertensi, pemberian obat-obatan golongan CCB (calsium channel
blocker) sebagai antihipertensi harus dihindari karena memiliki efek inotropik negatif yang
dapat memperburuk keadaan gagal jantung. Digoxin 1x1/2 tab PO merupakan digitalis yang
dapat memperbaiki kontraktilitas jantung. Clopidogrel 1x1 tab 75 mg PO merupakan
antiplatelet yang dapat menghambat aktivasi platelet dan mencegah agregasi platelet yang
penting bagi pasien dengan penyakit jantung coroner.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghanie A. Gagal jantung kronik. In: Sudoyo AW, et al, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 1, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006; p1511-4.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of South
Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm
3. Bazo A. Congestive Heat Failure.2010. Available from URL:
http://www.scribd.com/doc/15419488/Congestive-Heart-FailureAB
4. Kulick D. Congestive Heart Failure.2010. Available from URL:
http://www.medicinenet.com/congestive_heart_failure/article.htm
5. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung. Dalam : Lecture Notes
Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta :Erlangga Medical Series. 2002; 80-97
6. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam :Standar Pelayanan
Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Edisi kedua. Jakarta. 2003;
170-80
7. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi :Patogenesis dan Patofisiologi Terkini. Makmun, LH,
Alwi I, Mansjoer A. Dalam :Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit
Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.
8. Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart Failure in
Australia. National Heart Foundation of Australia. Serial on Internet. 2011. [cited on June 1,
2013]. Available from :
www.heartfoundation.org.au/.../chronic_heart_failure_guidelines_2011.pdf
9. Lily Ismudiati Rilantono,dkk.;Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2004,hal 173-181
10. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. Available from:
http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm.
11. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of Internal
Medicine. 7thEd. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241
12. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. Available from:
http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm.
13. Price SA, Wilson LM. Fisiologi system kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.
36
14. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
15. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 2007. h.45
16. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
H.322-323.
17. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VIII. Jakarta : EGC. 2001. h. 245

37

Anda mungkin juga menyukai