Anda di halaman 1dari 7

Kewirausahaan Korporat: Membangkitkan

Semangat Kewirausahaan di Dalam Organisasi


yang Sudah Mapan
March 05, 2014

Oleh Satrio Arismunandar

Wirausaha bukan cuma berarti bisnis independen, yang dirintis secara kecil-kecilan
dari bawah. Sejumlah perusahaan besar yang sudah mapan kini justru memberi
peluang bagi munculnya wirausahawan-wirausahawan di dalam perusahaan, untuk
memicu munculnya inovasi dan pertumbuhan.

Kalau mendengar istilah kewirausahaan (entrepreneurship), biasanya kita langsung


membayangkan orang yang merintis bisnis dari bawah. Misalnya, mulai dari membuka
warung pecel lele kecil di pinggir jalan. Kemudian, berkat kegigihan, kesabaran, dan kerja
keras, usaha itu berkembang pelan-pelan. Sehingga, akhirnya si pelaku wirausaha bisa
memiliki puluhan gerai restoran pecel lele di berbagai kota.

Tetapi sekarang ada wirausaha jenis lain, yang juga menarik perhatian. Pelaku usaha ini
tidak merintis usaha dari nol, tetapi dia mungkin justru sudah berada di dalam sebuah
perusahaan yang cukup besar dan mapan. Inilah yang kita sebut kewirausahaan korporat
(corporate entrepreneurship). Perhatian para pakar terhadap jenis kewirausahaan di dalam
bisnis yang sudah mapan seperti ini semakin meningkat akhir-akhir ini.

Tetapi apa sih persisnya yang dinamakan kewirausahaan korporat tersebut?


Kewirausahaan korporat adalah suatu metode merangsang (stimulating), dan kemudian
memanfaatkan secara penuh (capitalizing) individu-individu di dalam organisasi, yang
berpikir bahwa sesuatu dapat dikerjakan secara berbeda dan lebih baik.

Banyak orang menganggap Xerox sebagai perusahaan Fortune 100 yang besar dan
birokratis. Sebagian anggapan terhadap perusahaan raksasa senilai 23 milyar dollar AS ini
memang benar. Namun, Xerox telah melakukan sesuatu yang unik, dalam upaya
memastikan agar karyawan-karyawannya yang kreatif tidak pindah ke perusahaan lain,
seperti yang dilakukan Steve Jobs ketika mendirikan Apple Computer, Inc.

Merangsang Para Karyawan

Pada 1989, Xerox mendirikan Xerox Technology Ventures (XTV) dengan tujuan
membangkitkan profit, melalui investasi pada teknologi-teknologi yang menjanjikan di
perusahaan itu. Jika tidak ada XTV, mungkin banyak potensi dari pengembangan teknologi
itu yang terabaikan. Xerox ingin menghindari kesalahan-kesalahan masa lalu, dengan cara
menciptakan sistem yang akan mencegah teknologi itu bocor keluar meninggalkan
perusahaan, kata Robert V. Adams, Presiden XTV.

Pendanaan telah dikucurkan untuk mendukung banyak proyek awal (start-up) sejauh ini,
termasuk Quad Mark, hasil karya Dennis Stemmle, karyawan yang sudah 25 tahun
mengabdi di Xerox. Ide Stemmle adalah, ia ingin menciptakan mesin copy kertas biasa,
bertenaga baterai, yang bisa dimasukkan ke dalam koper bersama dengan komputer
laptop.

Walaupun komite operasi Xerox tidak menyetujui ide itu selama 10 tahun, ide itu akhirnya
didanai oleh XTV dan Advanced Scientific Corporation, sebuah perusahaan Taiwan.
Sebagaimana yang terjadi dengan semua perusahaan yang didanai XTV, pendiri dan para
karyawan kunci dari perusahaan itu memperoleh saham 20 persen. Hal ini memberi
rangsangan bagi karyawan seperti Dennis Stemmle untuk mengambil risiko, meninggalkan
Xerox, dan membentuk sebuah usaha (venture) berbasis teknologi.

XTV memberikan manfaat finansial maupun non-finansial kepada induknya, Xerox.


Perusahaan-perusahaan yang didanai memberikan profit kepada perusahaan induk, serta
kepada pendiri dan karyawan. Sehingga, sekarang para manajer Xerox memberi perhatian
lebih besar kepada ide-ide karyawan serta teknologi-teknologi internal.

Apakah XTV berhasil? Tampaknya demikian, jika peniruan (replikasi) bisa dianggap
sebagai indikasi. Konsep XTV mengandung unsur risiko, di mana para karyawan Xerox
yang membentuk usaha baru itu tidak dijamin akan memperoleh suatu posisi manajemen,
jika usaha baru itu gagal. Hal ini membuat XTV berbeda dari sebagian besar usaha
kewirausahaan di perusahaan-perusahaan lain. Aspek risiko ini dan tidak adanya jaminan
pekerjaan (employment) adalah basis bagi AT&T Ventures, suatu perusahaan pendanaan
yang meniru model XTV.

Satu hal yang diakui Xerox adalah sesuatu yang juga sudah semakin disadari oleh ratusan
eksekutif di organisasi-organisasi lain. Yaitu, adalah penting untuk memelihara, atau
menanamkan, semangat kewirausahaan dalam sebuah organisasi, untuk menghasilkan
inovasi dan pertumbuhan. Kesadaran ini telah mengubah drastis pemikiran manajemen.

Pembaruan dan Transformasi Organisasi

Dalam sebuah organisasi besar, problem-problem sering terjadi sehingga sampai


berdampak mengenyahkan kreativitas dan inovasi, khususnya dalam aktivitas-aktivitas
yang tidak secara langsung berhubungan dengan misi utama organisasi. Pertumbuhan dan
diversifikasi, yang bisa dihasilkan dari keluwesan dan kreativitas, khususnya menjadi
bersifat kritis. Hal ini mengingat perusahaan yang besar, terintegrasi secara vertikal, dan
beragam bisnisnya (diversified), seringkali lebih efisien dalam pasar yang kompetitif
ketimbang perusahaan-perusahaan kecil.

Penolakan terhadap keluwesan, pertumbuhan, dan diversifikasi, sebagian dapat diatasi


dengan mengembangkan semangat kewirausahaan di dalam organisasi yang ada. Inilah
yang dinamakan kewirausahaan korporat. Peningkatan dalam kewirausahaan korporat
mencerminkan peningkatan dalam tekanan-tekanan sosial, budaya, dan bisnis. Kompetisi
yang berlebihan telah memaksa perusahaan-perusahaan untuk memberi perhatian lebih
besar pada bidang-bidang seperti: pengembangan produk baru, diversifikasi, produktivitas
yang meningkat, serta pengurangan biaya, melalui metode-metode semacam pengurangan
tenaga kerja perusahaan.

Kewirausahaan korporat paling kuat tercermin dalam aktivitas-aktivitas kewirausahaan, juga


pada orientasi-orientasi manajemen puncak di organisasi. Upaya kewirausahaan ini terdiri
dari empat unsur, sebagai berikut: upaya bisnis baru, keinovasian, pembaruan diri (self-
renewal), dan sikap proaktif.
Penciptaan bisnis baru dalam perusahaan yang sudah ada berarti menciptakan suatu nilai
yang baru. Caranya bisa dengan merumuskan kembali produk atau jasa yang sudah ada
sekarang, mengembangkan pasar-pasar baru, atau membentuk unit-unit yang secara
formal lebih otonom atau semi-otonom. Pembentukan usaha korporat yang baru
merupakan perwujudan kewirausahaan korporat yang paling menonjol.

Keinovatifan organisasi merujuk ke inovasi produk dan layanan, dengan penekanan pada
pengembangan dan inovasi teknologi. Ini termasuk pengembangan dan penyempurnaan
produk, serta prosedur dan metode produksi yang baru.

Keproaktifan mencakup prakarsa dan pengambilan risiko, serta keberanian dan keagresifan
dalam berkompetisi, yang sebagian tercermin dalam orientasi dan aktivitas manajemen
puncak. Sebuah organisasi yang proaktif cenderung mengambil risiko dengan mengadakan
eksperimen-eksperimen. Ia juga mengambil prakarsa, dan berani serta agresif dalam
mengejar peluang. Organisasi dengan semangat proaktif ini cenderung memimpin
ketimbang mengikuti kompetitor dalam bidang-bidang bisnis kunci. Seperti:
memperkenalkan produk atau layanan baru, pengoperasian teknologi, dan teknik-teknik
administratif.

Sedangkan pembaruan-diri adalah transformasi sebuah organisasi melalui pembaruan ide-


ide kunci, yang menjadi landasan pendirian organisasi tersebut. Maka ia memiliki konotasi
perubahan strategis dan organisasional, termasuk meredefinisi konsep bisnis, reorganisasi,
dan memperkenalkan perubahan-perubahan berskala sistem (systemwide) untuk
meningkatkan inovasi.

Pengajar di Universitas Harvard, Howard Stevenson, percaya bahwa kewirausahaan


mewakili suatu cara pengelolaan perusahaan (existing firms), yang berbeda dari cara
tradisional yang biasanya digunakan untuk mengelola perusahaan semacam itu.
Manajemen kewirausahaan itu berbeda dari manajemen tradisional, dan hal ini dapat dilihat
dari delapan dimensi. Yaitu, orientasi strategis, komitmen terhadap peluang, komitmen
terhadap sumberdaya, kontrol terhadap sumberdaya, struktur manajemen, filosofi tentang
imbalan (reward philosophy), orientasi pertunbuhan, dan budaya kewirausahaan.
Menunjukkan Kinerja Lebih Buruk

Kewirausahaan korporat bukannya tanpa problem. Sebuah studi menemukan, usaha-usaha


baru yang dimulai dalam perusahaan ternyata menunjukkan kinerja lebih buruk
dibandingkan usaha yang dimulai secara independen oleh para wirausahawan. Faktor
penyebabnya adalah kesulitan yang dihadapi perusahaan dalam memelihara komitmen
jangka panjang, kurangnya kebebasan untuk membuat keputusan-keputusan otonom, dan
lingkungan yang menghambat (constrained environment).

Secara umum, usaha awal (start-up) berbasis modal-ventura yang independen --yang
dirintis oleh para wirausahawan-- cenderung berkinerja jauh lebih baik daripada upaya
serupa dari korporat. Secara rata-rata, bukan hanya usaha independen itu bisa
menguntungkan dua kali lebih cepat, tetapi mereka juga bisa dua kali lipat lebih
menguntungkan.

Temuan-temuan ini sebaiknya tidak melemahkan minat organisasi untuk memulai proses
menjalankan kewirausahaan korporat. Ada banyak contoh perusahaan yang sesudah
memahami ciri-ciri lingkungan dan kewirausahaan yang dibutuhkan-- telah mengadopsi
versinya sendiri tentang proses implementasi, untuk meluncurkan usaha baru sehingga
mencapai sukses.

Salah satu contoh perusahaan itu, yang sudah sangat dikenal, adalah Minnesota Mining
and Manufacturing (3M). Sesudah meraih banyak sukses kewirausahaan, 3M lalu
membolehkan para karyawannya untuk mengabdikan sebagian waktu mereka untuk
proyek-proyek independen. Hal ini memungkinkan divisi-divisi perusahaan untuk memenuhi
sebuah tujuan penting: membangkitkan persentase penjualan yang signifikan dari produk-
produk baru, yang diperkenalkan ke pasar dalam lima tahun terakhir.

Salah satu aktivitas kewirausahaan yang paling sukses adalah pengembangan Post-It
Notes oleh wirausahawan Arthur Fry. Usaha ini bermula dari kejengkelan Fry, akibat
potongan-potongan kertas yang menandai lagu-lagu doa di gerejanya terus-menerus jatuh,
ketika ia sedang bernyanyi.
Sebagai insinyur kimia di 3M, Fry mengetahui adanya hasil temuan seorang ilmuwan,
Spencer Silver, tentang zat perekat dengan daya rekat sangat rendah. Bagi perusahaan, itu
adalah ciri produk perekat yang buruk. Namun, ciri itu justru menjadi solusi yang sempurna
bagi problem yang dihadapi Fry, yakni ia butuh suatu penanda dengan daya rekat ringan,
yang mudah dilepas saat sudah tidak dibutuhkan.

Tetapi kemudian, untuk memperoleh izin dari perusahaan untuk mengkomersialkan ide itu
tenyata lumayan sulit. Sampai akhirnya, beberapa contoh produk didistribusikan kepada
para sekretaris di dalam lingkungan 3M, serta perusahaan-perusahaan lain, yang lalu
menghasilkan permintaan besar. Sehingga ujung-ujungnya, 3M pun mulai menjual produk
itu dengan nama Post-it.

Unit Bisnis Independen

Sementara itu, IBM juga memutuskan bahwa kewirausahaan korporat akan membantu
memacu pertumbuhan perusahaan. IBM mengembangkan konsep unit bisnis independen,
di mana setiap unit adalah organisasi terpisah dengan dewan direktur mini, serta otoritas
pengambilan keputusan yang otonom tentang berbagai isu manufaktur dan pemasaran.

Unit-unit bisnis itu telah mengembangkan produk-produk seperti anjungan tunai mandiri
(ATM) untuk bank-bank, robot-robot untuk industri, dan komputer pribadi (PC) IBM.
Unit bisnis terakhir diberi kebebasan penuh dengan amanat untuk memasukkan IBM ke
pasar PC. Wirausahawan korporat Philip Estridge memimpin kelompoknya untuk
mengembangkan dan memasarkan PC tersebut, dengan menggunakan tenaga penjualan
IBM dan pasar retail. Ia melanggar beberapa aturan operasional yang paling ketat pada
waktu itu di IBM.

Beberapa kisah sukses ini menunjukkan, problem-problem kewirausahaan korporat


sebetulnya bisa ditanggulangi. Sedangkan, pengimplementasian kewirausahaan korporat
dapat menjurus ke munculnya produk-produk baru, pertumbuhan, serta pengembangan
lingkungan dan budaya perusahaan yang sepenuhnya baru. (Diolah dari berbagai
sumber) ***
Jakarta, Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai