Pnumonia PDF
Pnumonia PDF
PENDAHULUAN
kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik. Secara nasional
antara lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun
(Bappenas, 2010).
Sampai tahun 2010, Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dari Tujuan
Pembangunan Milenium yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: (a)
sasaran yang telah dicapai; (b) sasaran yang menunjukkan kemajuan signifikan dan
diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on track); dan (c) sasaran yang masih
memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya (Bappenas, 2010). Salah satu sasaran
dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 adalah keberhasilan pembangunan
kesehatan di Indonesia untuk menurunkan angka kematian balita dari 97 per 1.000
kelahiran pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan pada
1
tahun 2011 telah berhasil turun sampai 32 per 1.000 kelahiran. Sehingga pada tahun
2011 dari 41 negara bagian dari Asia-Pacific, Indonesia menduduki posisi ke-17
negara yang memiliki jumlah kematian anak usia dibawah 5 tahun (SDKI, 2007;
UNICEF, 2012a).
Masa lima tahun pertama merupakan masa yang sangat peka terhadap
lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulangi lagi, maka masa
balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period), jendela kesempatan
(window opportunity) dan masa kritis (critical period). Masa balita merupakan
periode penting dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dasar yang berlangsung
selanjutnya (Depkes RI, 2006). Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan
gizi dan rawan terhadap penyakit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan
2008).
kematian balita adalah salah satu indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan
masyarakat. Dari 6,9 juta kematian anak dibawah 5 tahun yang terjadi di tahun 2011
diseluruh dunia, hampir dua pertiga (64%) disebabkan karena penyakit menular
dengan kondisi seperti pneumonia, diare, malaria, meningitis, tetanus, HIV dan
(Balita) di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain (Depkes RI, 2002).
penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita. Proporsi pneumonia
sebagai penyebab kematian sebesar 15,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia
2007).
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan terjadinya pneumonia pada anak seringkali
bersamaan dengan proses infeksi pada bronkus yang biasa disebut bronchopneumonia
tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika
misalnya pada tahun 2007 terdapat 1,2 juta orang dirawat di rumah sakit dengan
pneumonia dan lebih dari 52.000 orang meninggal akibat penyakit ini, di dunia setiap
20 detik seorang anak meninggal akibat pneumonia (CDC, 2012). Daerah Eropa dan
Amerika Utara kejadian pneumonia 34- 40 kasus per 1.000 anak, kebanyakan kasus
pneumonia pada anak usia prasekolah yaitu, empat bulan sampai lima tahun
(Ostapchuk, dkk, 2004). Menurut UNICEF pada tahun 2010 dari hasil distribusi
penyebab kematian 7,6 juta balita di dunia, kontribusi terbesar adalah disebabkan
oleh pneumonia yaitu sebesar 18%, yang terjadi pada postneonatal sebesar 14% dan
2011 menyebutkan bahwa di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita
terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Lebih
dari 98% kematian balita akibat pneumonia dan diare terjadi dinegara berkembang.
dunia setiap tahunnya atau sekitar 98 anak meninggal setiap jam. Pneumonia
adalah pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Depkes RI, 2007). WHO
memperkirakan lebih dari 90% kematian anak disebabkan oleh penyakit infeksi
dengan jumlah tertinggi kasus baru pneumonia, Indonesia menempati posisi ke-enam
dengan rincian, India (43 juta), China (21,1 juta), Pakistan (9,8 juta), Bangladesh (6,4
juta), Nigeria (6,1 juta) dan Indonesia (6,0 juta) (WHO, 2008).
Angka kematian pneumonia balita di Indonesia diperkirakan masih di atas 4 per 1.000
Berdasarkan data profil Kesehatan Indonesia dari tahun 2007 sampai tahun
2010 diperoleh jumlah kasus pneumonia yang meningkat secara bermakna. Untuk
tahun 2007 jumlah kasus pneumonia pada balita sebanyak 477.420 kasus (21,52%),
tahun 2008 sebanyak 392.923 kasus (18,81%), tahun 2009 sebanyak 390.319 kasus
(22,18%), tahun 2010 sebanyak 499.259 kasus (23%), dan tahun 2011 sebanyak
480.033 kasus (20,59%). Case Fatality Rate (CFR) pneumonia paling tinggi di antara
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit yaitu tahun 2006 sebesar
2,92%, selanjutnya pada tahun 2007 sebesar 3,8%, pada tahun 2009 sebesar 6,63%
dan pada tahun 2010 sebesar 7,60%. Insiden pneumonia balita tertinggi (>4%) pada
tahun 2005 ada di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Bangka
Epidemiologi, 2010).
provinsi yang menduduki posisi ke-7 tertinggi dengan 16.688 jumlah kasus
pneumonia pada balita. Dengan jumlah kematian balita akibat pneumonia sebanyak
pneumonia. Faktor Risiko yang teridentifikasi meliputi: status gizi, berat lahir rendah,
kurangnya pemberian ASI Eksklusif, imunisasi campak dan kepadatan rumah (WHO-
meningkatkan insiden pneumonia balita yaitu umur kurang dari 2 bulan, jenis
kelamin laki-laki, status gizi kurang, berat badan lahir rendah, pemberian ASI tidak
pada balita adalah sosial ekonomi, dimana besar Risiko balita dari keluarga dengan
sosial ekonomi yang rendah untuk terkena pneumonia adalah 1,75 kali lebih besar
dibandingkan dari keluarga dengan sosial ekonomi yang tinggi. Faktor lingkungan
yang terdiri dari kepadatan rumah, ventilasi rumah, dan letak dapur. Besarnya Risiko
balita yang tinggal di rumah padat untuk terkena pneumonia 1,71 kali lebih besar
dibandingkan yang tinggal di rumah tidak padat. Untuk ventilasi rumah yang buruk,
balita akan beRisiko terkena pneumonia 1,78 kali lebih besar dibandingkan yang
tinggal di rumah dengan ventilasi rumah baik. Sedangkan untuk letak dapur, dimana
besarnya Risiko balita yang kamar tidurnya menyatu atau dekat dengan dapur untuk
terkena pneumonia adalah 1,91 kali lebih besar dibandingkan yang jauh dari dapur.
Sedangkan menurut Heda Melinda, Enny Harliany dan Nia Adriani (2010), faktor
Risiko terjadinya morbiditas pneumonia berat pada balita adalah kurangnya sinar
matahari yang masuk kedalam rumah dan balita tidak mendapat ASI secara Eksklusif.
Pada tahun 2011, Evi Risa, Hammad dan Ferliansyah menyatakan bahwa
pengetahuan ibu yang tidak baik tentang pencegahan terjadinya pneumonia pada
balita akan meningkatkan Risiko kejadian pneumonia pada anak. Susi Hartati (2011),
menyatakan di Rumah Sakit Pasar Rebo Jakarta, faktor yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia pada balita yaitu usia, riwayat pemberian ASI, status gizi,
yang dilakukan oleh Shah, et al (1996), dilakukan pada 400 anak dibawah usia 5
tahun untuk mengidentifikasi faktor Risiko pneumonia berat. Faktor Risiko yang
muncul dan signifikan yaitu usia muda, imunisasi dan berbagi kamar tidur,
pendidikan orang tua, pencemaran lingkungan, penghentian pemberian ASI pada bayi
muda, kekurangan gizi, tidak berespon terhadap pengobatan dini dan pemanfaatan
akibat ISPA. Penelitian yang dilakukan oleh Tiewsoh, et al. (2009) pada 200 anak
usia 2-60 bulan yang dirawat dengan pneumonia berat sesuai criteria dari WHO di
rumah sakit di India didapatkan faktor Risiko yang terkait dengan kegagalan
pengobatan dan memerlukan perubahan antibiotik serta lamanya hari rawat di rumah
pneumonia dan tingginya angka kematian akibat pneumonia pada balita, maka
mendukung tercapainya tujuan keempat dari MDGs tahun 2015 yaitu mengurangi
Kabupaten Karo. Jumlah kasus pneumonia pada balita yang terjadi di Kabupaten
Karo adalah 283 kasus yang menyebar di 17 kecamatan (Dinas Kesehatan Kabupaten
Karo, 2012). Dari jumlah seluruh kasus tersebut 96 kasus tercatat sebagai pasien
rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Melihat masih
tingginya kasus pneumonia di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, salah satu strategi
yang dapat dilakukan dalam upaya menurunkan kasus pneumonia adalah dengan
1.2 Permasalahan
yang masih tinggi, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor Risiko
kejadian pneumonia pada balita di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo
Tahun 2013.
status pemberian vitamin A, status gizi balita, pemberian ASI eksklusif, berat
Kabupaten Karo
Kabupaten Karo
Kabupaten Karo
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh faktor balita (status imunisasi campak, imunisasi DPT, status
pemberian vitamin A, status gizi balita, pemberian ASI eksklusif, berat badan
lahir, riwayat Asma), terhadap kejadian pneumonia pada balita di Rumah
tahun 2013.