Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

HEMOPTOE

Pembimbing :
dr. Sri Sarwosih Indah, Sp. P.

Disusun oleh :
Yohanes Adiputra
2016.04.2.0183

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2017
I. Definisi
Batuk darah atau hemoptysis adalah salah satu gejala yang
paling penting pada penyakit paru, pertama karena merupakan
bahaya potensial adanya perdarahan yang gawat yang
memerlukan tindakan segera dan intensif, dimana batuk darah
masif yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan angka
kematian yang tinggi. Kedua karena batuk darah hampir selalu
disebabkan oleh penyakit bronkopulmonal.
Batuk darah merupakan darah atau dahak bercampur darah
yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian
bawah (mulai glotis ke arah distal). Biasanya penderita menahan
batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga
menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.

II. Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia,
dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan
poliposis bronkus.
Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
Benda asing di saluran pernapasan.
Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah
menjadi :
a) Anak-anak dan remaja :
Bronkiektasis
Stenosis mitral
Tuberkulosis
b) Umur 20-40 tahun :
Tuberkulosis
Brokiektasis
Stenosis mitral
c) Umur lebih dari 40 tahun :
Karsinoma bronkogen
Tuberkulosis
Bronkiektasis
Etiologi lain hemoptisis adalah sebagai berikut :
1. Batuk darah idiopatik
Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak
diketahui penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% .
dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1.
Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-
60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi.
2. Batuk darah sekunder
Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui
penyebabnya.
a. Oleh karena keradangan, ditandai vaskularisasi arteri
bronkiale > 4% (normal1%)
1) TB:batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan
bergumpal.
2) Bronkiektasis :bercampur purulen.
3) Abses paru :bercampur purulen.
4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih.
5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir.
b. Neoplasma
1) Karsinoma paru.
2) Adenoma.
c. Lain-lain
1) Trombo emboli paru infark paru.
2) Mitral stenosis.
3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.
ASD
VSD
4) Trauma dada.

III. Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang
dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan
sputum.Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang
lebih besar.Biasanya pada kanker paru, pneumonia,
TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau
bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas
bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna
atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan
(factitious).
PURSEL :
Derajat 1 :batuk dengan perdarahan yang hanya dalam
bentuk garis-garis dalam sputum (bloodstreak)
Derajat 2 :batuk dengan perdarahan 1 30 cc
Derajat 3 :batuk dengan perdarahan 30 150 cc
Derajat 4 :batuk dengan perdarahan > 150 cc
Masif : 500-1000 cc atau lebih
IV. Patogenesis
Patogenesis batuk darah: (Alsagaff, 2010)
1. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi oleh karena:
a. Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah.
Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari
Rasmussen ini telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi
lebih membuktikan terdapat hipervaskularisasi bronkus yang
merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak
merupakan asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya
arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru
terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis
yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila
terdapat kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya
Rasmussen aneurisma pada kaverna tuberculosis yang
merupakan asal perdarahan diragukan.
b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia
dari basil tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru.
2. Batuk darah pada karsinoma paru.
Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen
bronkus atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis,
pecahnya pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke
pembuluh darah pulmoner.
3. Batuk darah pada bronkiektasis:
a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma
batuk menyebabkan perdarahan.
b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan
pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi
perdarahan.
c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding
bronkus yang mengalami ektasis.
4. Batuk darah pada bronchitis kronis:
Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang,
terobek oleh mekanisme batuk.
5. Batuk darah pada abses paru:
Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar
menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah
akibat trauma pada saat batuk.
6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:
a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis,
karena tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan
rupture vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah
merah masuk ke alveoli.
b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di
mukosa bronkus.
c. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena
bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises.
7. Batuk darah pada infark paru:
Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi
anastomose. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah
tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah
masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah.
8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:
Terjadi kelainan pada membrane basalis alveol kapiler yaitu
terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM
Ab) lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat
hilangnya keutuhan membranan basalis epithelial-endotelial dan
memudahkan masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam
alveoli.
9. Batuk darah pada infeksi jamur:
Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan
antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari
jamur.
10. Batuk darah pada batuk keras:
Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak
bercampur di dalamnya.
a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi
pada bronkus yang berdekatan.
b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser
lumennya.
c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

V. Perbedaan Hemoptoe dan Hematemesis


Faktor Hemoptoe Hematemesis
Mual dan Muntah - +
Sensasi Panas di + -
Tenggorok
Asal Penyakit paru Penyakit pencernaan atau
penyakit hati
Sputum Berbuih Tanpa Buih
Warna darah Merah cerah Coklat hingga Hitam
(darah segar)
Ph Basa Asam
Sisa Makanan - +
Anemia Jarang Sering
Tes Benzidin - +

Hemoptoe dan Hemoptisis harus dibedakan karena


mempunyai kegawatannya masing masing.
Hemoptoe :
Obstruksi total atau partial pada bronkus pasien
Sumbatan pada trakea pasien
Gagal nafas
Hematemesis :
Anemia
Shock hipovolemik
VI. Diagnosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
dahak, radiologik, bronkoskopi dan bronkografi.

1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah
adalah:
a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
b. Lamanya perdarahan.
c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
e. Apakah merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau
nyeri pleuritik.
f. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu
g. Gejala penyerta lainnya
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.
b. Auskultasi :
1) Kemungkinan menonjolkan lokasi.
2) Ronki menetap, wheezing lokal, kemungkinan
penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah.
c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru
d. Clubbing : bronkiektasis, neoplasma
3. Pemeriksaan penunjang
Pada batuk darah masif perlu dilakukan evaluasi Hb
dan faal hemostasis. Pemeriksaan dahak yang perlu
dilakukan adalah pemeriksaan sputum BTA pada
penderita tuberkulosa, sitologi sputum pada karsinoma
bronkogenik dan kultur sputum jamur.
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat
menunjukkan tempat perdarahannya.
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya
bronkiektasis, sebab sebagian penderita bronkiektasis
sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber
perdarahan dan sekaligus untuk penghisapan darah
yang keluar, supaya tidak terjadi
penyumbatan.Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan
berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan
dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah
adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
(membersihkan gumpalan darah yang keluar /
pengisapan dan untuk menghentikan perdarahan
dengan cara : iced saline lavage, instalasi topical
agent misalnya epinefrin, endobronkial
tamponade, laser fotokoagulasi)

VII. Penatalaksanaan
Tujuan pokok terapi ialah:
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh bekuan
darah (sufokasi)
2. Menghentikan perdarahan
3. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
Langkah-langkah:
1. Pemantauan menunjang fungsi vital
a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia
dan kolaps kardiovaskuler.
b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan
darah dipertimbangkan sejak awal.
c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah (15-30o) untuk
cegah aspirasi. (Trendelenberg position)
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi
atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk
tamponade perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan
pembedahan.
A. Terapi Konservatif
Menenangkan pasien dan memberitahu penderita
agar jangan takut-takut untuk membatukkan
darahnya
Penderita diminta berbaring pada posisi bagian
paru yang sakit bila refleks batuknya tidak adekuat
Jaga agar jalan napas tetap terbuka. Bila terdapat
tanda-tanda sumbatan jalan napas, perlu
dilakukan pengisapan atau bila diperlukan
dilakukan pemasangan pipa endotrakeal.
Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas
bebas hambatan
Pemasangan IV line untuk penggantian cairan
maupun untuk jalur pengobatan parenteral
Pemberian obat homeostatik belum jelas
manfaatnya pada batuk darah yang tidak disertai
kelainan faal hemostatik
Obat-obatan dengan efek sedasi ringan dapat
diberikan bila penderita gelisah. Obat penekan
refleks batuk hanya diberikan bila terdapat batuk
yang berlebihan dan merangsang timbulnya
perdarahan lebih banyak.
Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun
dibawah nilai 25-30% atau Hb dibawah 10 gr%
dan perdarahan masih terus berlangsung
B. Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada
penderita batuk darah masif yang sumber perdarahannya
telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak
ada kontraindikasi bedah. Indikasi terapi pembedahan :
Batuk darah > 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatan batuk darah tidak berhenti
Batuk darah 250 600 cc / 24 jam, Hb <10 gr%
dan batuk darah berlangsung terus
Batuk darah 250 600 cc / 24 jam, Hb > 10 gr%
dan dalam pengamatan 48 jam tidak berhenti
Tindakan bedah meliputi :
Reseksi paru : lobektomi atau pneumonektomi
Terapi kolaps : pneumoperitonium, pneumotoraks
artifisial, torakoplasti, frenikolisis ( membuat
paralise n. Phenicus)
Lain-lain : embolisasi artifisial

VIII. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari
hemoptosis, yaitu ditentukan oleh tiga faktor :
1. Terjadinya sufokasi oleh karena terdapatnya bekuan
darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya
hemoptosis dapat menimbulkan syok hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah
maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang
sehat bersama inspirasi.

IX. Prognosis
Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila
penderita mengalami hemoptosis yang rekuren. Sedangkan
pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis :
1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi
pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan
hemoptisis. Pada karsinoma bronkogenik, prognosisnya
jelek.
3. Kecepatan penatalaksanaan, misalnya bronkoskopi
yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang
beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
Menurut Crocco, pasien dengan batuk darah masif
dalam waktu :
Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%
4-16 jam mempunyai mortality rate 22%
16-46 jam mempunyai mortality rate 5%
Daftar Pustaka

1. Alsagaff, Hood. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :


Airlangga University Press.
2. Amirullah, R. 2004. Gambaran dan Penatalaksanaan Batuk Darah
di Biro Pulmonologi RSMTH. Cermin Dunia Kedokteran No.33.
3. Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f8
14f09f2373c0d805736c.pdf.
4. Nugroho, A. 2002. Hemoptisis Masif. Kesehatan Milik Semua :
Pusat Informasi Penyakit dan Kesehatan. Penyakit Paru dan
Saluran Pernafasan. www.infopenyakit.com.
5. PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan,
Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif.
Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
6. Pitoyo CW. 2006. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai