Anda di halaman 1dari 18

KERANGKA ACUAN

PENYELIDIKAN EPIDEMOLOGI DBD

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD) mempunyai gejala demam tinggi mendadak 2-7 hari,
disertai tanda-tanda perdarahan berupa bintik-bintik merah, mimisan, perdarahan pada gusi,
muntah darah, berak darah. Pemeriksaan laboratorium dari sediaan darah hematokrit naik
20% dan trombosit <100.000/mm3 dan serologis positif. [1]

Tersangka Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah Demam 2-7 hari ditandai dengan
manifestasi perdarahan seperti uji tourniquet positif, ptekie, perdarahan pada gusi, dan
epistaksis atau mimisan.

Ambil Spesimen:
- Periksa Darah Lengkap (Trombosit & Hematokrit),
- Tes Serologi

Jika hasil positif, Lakukan Respon KLB

Beri minum yang banyak, kompres, antipiretik golongan parasetamol.

Rujuk ke Rumah Sakit bila panas tidak turun dalam 2 hari atau keadaan tambah memburuk.

Respons Pelaporan:

W1
Hasil pemeriksaan penunjang/lab

Respons Kesehatan Masyarakat:

Penyelidikan Epidemiologi
Surveilans intensif
Ambil specimen dari sebagian kasus untuk konfirmasi Lab serologi
Membentuk posko pengobatan di lapangan
Melakukan pemberantasan vektor (PSN, Foging, Larvasidasi)
KIE
I. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Pencegah terhadap menyebaran penyakit DBD

2. Tujuan Khusus
a. Menurunkan Frekuensi Penyebaran Penyakit DBD
b. Menurunkan jumlah kasus dan kematian dalam suatu penyebaran
penyakit
c. Membatasi penyebaran luasnya penyakit DBD

II. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


a. Penemuan kasus
b. Pelacakan Kasus
c. Hot Case
d. Survey Status Imunisasi Polio
e. Nomor Epid
f. Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak
g. Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari
h. Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi

III. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

a. Menerima feed back dari RS / DKK


b. Lapor pada kepala Puskesmas
c. Menyiapkan alat-alat
d. Berangkat ke lokasi
e. Lapor pada kepala desa
f. Menjelaskan maksud dan tujuan pada keluarga pasien
g. Melakukan pemeriksaan jentik aedes aegipty dan lakukan abatisasi
h. Catat hasil pemeriksaan
i. Laporkan hasil pemeriksaan ke DKK
j. Pengarsipan
IV. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
Sesuai adanya laporan kasus dari masyarakat atau bidan desa
V. SASARAN
Diwilayah kerja puskesmas Siwuluh

VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

Dilakukan kunjungan ulang apakah ada kasus baru diwilayah tersebut

VII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI


Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap ada laporan dari masyarakat /feedback
dari Rmhskt untuk dilakukan PE dan ditulis dalam buku dan form W1 dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten
Setiap minggu direkap atau laporan kalau ada kasus atau tidak ada Kasus ke Dinas Kesehatan
Kabupaten

VIII. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam
pelaksanaan penyelidikan epidemologi DBD
KERANGKA ACUAN
SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (SKD-KLB)
CAMPAK

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan
berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran yang besar dalam
upaya penanggulangannya, berdampak padasektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi
menyebar luas lintaskabupaten/kota, provinsi, regional bahkan internasional yang
membutuhkan koordinasi dan penanggulangan.

Penanggulangan KLB/wabahpenyakit menular diatur dalam UU No.4 tahun 1984 tentang


wabah penyakit menular, Permenkes no 949 tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan
SKD KLB dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan provinsi
sebagai daerah otonom yang berpengaruh terhadap penyelenggaran penggulangan
KLB/wabah serta peraturan terkait lainnya yang berhubungan dengan SKD KLB.
Dampak KLB : KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan
kematian yang besar sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak
yang terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang
cepat dan tepat, perlu diidentifikasi ancaman KLB agar dapat dilakukan peningkatan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB/wabah.
Pengertian KLB : (1) Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap
penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan
teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap
kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat; (2)
Peringatan kewaspadaan dini KLB adalah pemberian informasi adanya ancaman KLB pada
suatu daerah dalam periode waktu tertentu; (3) Deteksi dini KLB adalah kewaspadaan
terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan
secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan
perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB; (3)
Kondisi rentan KLB adalah kondisi masyarakat, lingkungan, perilaku dan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya KLB.
Ruang Lingkup : Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan
kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan
prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/wabah.

i. Tujuan penyelenggaraan Kegatan SKD KLB : Terselenggaranya kewaspadaan dan


kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB, seperti (1) Teridentifikasinya adanya
ancaman KLB; (2)Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB;
(3)Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB; (4)
Terdeteksinya secara dini adanya kondisi rentan KLB; (4) Terdeteksinya secara dini adanya
KLB; (5) Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.
Secara umum kegiatan SKD KLB meliputi :
Kajian Epidemiologi, Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian secara
terus menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian. Kajian tersebut diantaranya adalah : Data surveilans epidemiologi penyakit
berpotensi KLB; Kerentanan masyarakat spt status gizi yang buruk, imunisasi yang tdk lengkap,
personal hygiene yang buruk dll; Kerentanan lingkungan spt sanitasi dan lingkungan yang jelek;
Kerentanan pelayanan kesehatan spt sumberdaya, sarana dan prasarana yang rendah atau kurang
memadai; Ancaman penyebaran penyakitberpotensi KLB dari daerah lain; Sumber data lain
dalam jejaring surveilans epidemiologi.Sumber data surveilans epidemiologi penyakit adalah
:Laporan KLB/wabah dan hasil penyelidikan KLB, Data epidemiologi KLB dan upaya
penanggulangannya, Surveilans terpadu penyakit berbasis KLB, Sistem peringatan dini KLB di
rumah sakit.Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi adalah :Data surveilans
terpadu penyakit, Data surveilans khusus penyakit berpotensi KLB, Data cakupan program. Data
cakupan program tersebut diantaranya adalah Datalingkungan pemukiman, dataperilaku
masyarakat, data pertanian, data meteriologi dan fisika;Informasi masyarakat sebagai laporan
kewaspadaan dini; Data terkait lainnya.
Peringatan Kewaspadaan, Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan
KLB pada daerah tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3 6 bulan yang akan datang)
dan disampaikan kepada semua unitterkait di Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI, sektor
terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
terhadap KLB di unit pelayanan kesehatan dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan
masyarakat perorangan dan kelompok.Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan
terhadap penyakit berpotensi KLB dalam jangka panjang (periode 5 tahun yangakan datang)
agarterjadi kesiapsiagaan yang lebih baik serta dapat dijadikan acuan perumusan perencanaan
strategis program penanggulangan KLB.
Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb : (a) Angka kesakitan dan
atau angka kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) menunjukkan kenaikan
yang mencolok (bermakna) selama 3 kali masa observasi berturut-turut (Harian atau Mingguan),
(b) Jumlah penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan)
menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (Harian, MIngguan, Bulanan)
dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir, (c) Peningkatan CFR (case fatality
rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam waktu satu bulan dibandingkan
CFR bulan lalu, (d) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(Mingguan, Bulanan) di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun yang lalu.
Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB. Kewaspadaan dan peningkatan
kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini kondisi
rentan KLB, peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini KLB, penyelidikan epidemiologi
adanya dugaan KLB, kesiapsiagaan menghadapi KLB dan mendorong segera dilaksanakan
tindakan penggulangan KLB.

Deteksi dini kondisi rentan KLB. Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan
terhadap timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan
pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau
PWS kondisi rentan. Dalam penerapan cara surveilans epidemiologi terhadap KLB, dapat
dilakukan dengan : (1) Identifikasi kondisi rentan KLB, (2) Mengidentifikasi secara terus-
menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi
status kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di daerah, (3) Pemantauan
wilayah setempat kondisi rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data
perubahan kondisi rentan KLBmenurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun
tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-menerus
dan secara sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB, (4) Penyelidikan
dugaan kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan : Di Sarkes secara aktif
mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan
kondisi rentan oleh masyarakat,perorangan atau kelompok; Di Sarkes petugas meneliti dan
mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan perilaku masyarakat,
status kesehatan masyarakat,status pelayanan kesehatan; Petugas kesehatan mewawancarai
pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB;
Mengunjungi daerah yangdicurigai terdapat perubahan kondisi rentan.

Deteksi dini KLB. Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dengan
mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap penyakit-
penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB : (1) Identifikasi kasus berpotensi KLB.
Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK diwawancarai kemungkinan adanya penderita
lain disekitar tempat tinggal kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan kasus; (2) PWS penyakit
berpotensi KLB. Setiap UPK melakukan analisis adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor
risiko yang berpotensi KLB diikuti penyelidikan kasus; (3) Penyelidikan dugaan KLB.
Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara : Di UPK setiap petugas menanyakan kepada
setiap pengunjung UPK tentang kemungkinan adanya peningkatansejumlah penderita yang
diduga KLB pada lokasi tertentu; Di UPK setiap petugas meneliti register rawat jalan dan rawat
inap khususnya yang berkaitan dengan alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau
karakteristiklain; Petugas kesehatan mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang
mengetahui keadaan masyarakat tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka
pos pelayanan di lokasi yangdiduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah-rumah penderita yang
dicurigai memunculkan KLB.

Deteksi dini KLB dapat dilakukan melalui : pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat,
Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara lain : Orang
yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB; Petugas
kesehatan yang memeriksa penderita yangberpotensi KLB; Kepala instansi yangterkait seperti
kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api, kepala bandara udara dll serta UPK lainnya;
Nahkoda kapal, pilot dan sopir.

Kesiapsiagaan menghadapi KLB. Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM,


sistem konsultasi dan referensi, sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan
tim penanggulangan KLB serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB kabupaten/kota, provinsi
dan pusat.

Tindakan Penanggulangan KLB yang Cepat dan Tepat. Setiap daerah menetapkan
mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan dilakukan tindakan
penanggulangan dengan cepat dan tepat. Tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat
dilakukan dengan : Advokasi dan Asistensi Penyelenggaran SKD KLB Advokasi dan asistensi
tujuannya agar SKD KLB berjalan secara terus menerus dengan dukungan daripihak yang
terkait; Pengembangan SKD KLB Darurat. Untuk menghadapi ancaman terjadinya KLB
penyakit tertentu yang sangat serius dapat dikembanghkan dan atau ditingkatkan SKD KLB
penyakittertentu dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.

Peran Unit SKD KLB dan Mekanisme Kerja. Masing masing unit yang ada dijajaran
kesehatan dapat berperan sebagai berikut : (1)Peran Dinas Kesehatan Provinsi : Kajian
Epidemiologi Ancaman KLB; Peringatan Kewaspadaan Dini KLB; Peningkatan Kewaspadaan
dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB,(2)
Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan
Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB,
Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD KLB Darurat; (3)
Peran Puskesmas : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB,
Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB, (4) Peran Masyarakat
(perorangan, kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan pemantauan perubahan kondisi
rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan penyakit dengan melapor kepada
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan kewaspadan dini; Melaksanakan
penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di tengah masyarakat; Melakukan identifikasi
penderita, pengenalan tatalaksana kasus dan rujukan serta upaya pencegehan dan pemberantasan
tingkat awal

Indikator Kinerja : Indikator kinerja SKD KLB adalah : (1) Kajian dan peringatan
kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-tidanya setiap bulan dilaksanakan oleh Dikes
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Depkes RI; (2) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit
berpotensi KLB prioritas di puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium, (3) Kegiatan
penyelidikan dan penanggulangan KLB yangcepat dan tepat terlaksana kurang dari 24 jam sejak
teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB, (4) Tidak terjadi KLB yang besar dan
berkepanjangan.
KERANGKA ACUAN
PELACAKAN KASUS AFP

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Acute Flaccyd Paralysis (AFP) merupakan gejala awal dari penyakit Polio. Surveilans
kasus lumpuh layuh akut (AFP) merupakan salah satu strategi dari eradikasi polio, yaitu
melakukan pengamatan terus-menerus secara sistematis terhadap setiap kasus AFP.
Tujuannya, untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan virus polio liar di suatu
wilayah, sehingga dapat dilakukan mopping up atau upaya khusus untuk memutus
transmisi virus polio liar agar tidak menyebar ke wilayah yang lebih luas.

Konsep Surveilans AFP

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasus AFP
2 .Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-polio liar.
b. Memantau perkembangan program eradikasi polio.
c. Membuktikan Indonesia bebas polio.
III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
a. Penemuan kasus
b. Pelacakan Kasus
c. Pengumpulan Spesimen
d. Hot Case
e. Survey Status Imunisasi Polio
f. Nomor Epid
g. Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak
h. Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari
i. Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi

IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

Pelaksanaan Surveilans Aktif oleh cantact person :

1. Surveilans aktif dilakukan setiap hari, berkoordinasi dengan contact person diruangan
2. Diskusikan dengan DSA/ DSS hasil temuan
3. Segera lapor < 24 jam ke dinkes kabupaten/ kota apabila menemukan kasus AFP

Pelaksanaan Surveilans AFP di Masyarakat/ CBS

Peran Dinkes Kab./ Kota : Jelaskan Strategi CBS dan peran PKM dalam SAFP,
Koordinasi pelaksanaan SAFP di PKM, Menyiapkan bahan-bahan Densiminasi
informasi, Melatih petugas PKM dalam pelaksanaan SAFP
Peran Puskesmas : Menemukan kasus (PKM, Pustu, Poliklinik desa dan klinik swasta),
Menemukan kasus dan menyebarluaskan informasi (kader, pengobatan tradisional, PKK
pesantren, TOMA dll
Sebar luas info ke masy. (poster, leaflet, pengenalan kasus kelumpuhan dan melaporkan
lke PKM/ RS dan petugas kesehatn)
Pelacakan kasus (< 24 jam)
Lapor ke Dinkes setipa kasus AFP < 24 jam
Melakukan pelacakan bersama Dinkes
Mengamankan spesimen sebelum dikirim (kontrol suhu)
Mengirimkan laporan mingguan W2 ke Dinkes

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Sesuai adanya kasus diduga AFP
VI. SASARAN
Semua anak yang umurnya dibawah 15 tahun diwilayah kerja puskesmas Siwuluh
VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

a. Sumber data dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu


b. Sumber data dari dokter praktek , bidan, perawat, dan pelayanan kesehatan swasta
c. Masyarakat /maupun petugas desa siaga

VIII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI


Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap kasus AFP yang ditemukan , baik yang asal
dari dalam maupun luar wilayah kerja, telah dicatat daam form FP1 dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten
Setiap minggu direkap atau laporan kalau ada kasus atau tidak ada Kasus ke Dinas Kesehatan
Kabupaten

IX. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam
pelaksanaan pelacakan kasus AFP.
KERANGKA ACUAN

PENGAMBILAN SPESIMEN KASUS AFP

I. PENDAHULUAN

Bahwa perlu dilakukannya pemeriksaan spesimen pada kasus Acute Flaccyd Paralysis
(AFP) yang diduga benar-benar sudah dilakukan surveilans Epidemilogi. Surveilans kasus
lumpuh layuh akut (AFP) merupakan salah satu strategi dari eradikasi polio, yaitu
melakukan pengamatan terus-menerus secara sistematis terhadap setiap kasus AFP.
Tujuannya, untuk mendeteksi kemungkinan keberadaan virus polio liar di suatu wilayah,
sehingga dapat dilakukan mopping up atau upaya khusus untuk memutus transmisi virus
polio liar agar tidak menyebar ke wilayah yang lebih luas.sehingga secepat mungkin untuk
dilakukan pengambilan spesimen dan diteliti dilaboratorium.

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Pengambilan sampel spesimen tinja kasus AFP
2 .Tujuan Khusus

Memastikan kasus benar-benar AFP


Mengumpulkan data epid.
Ambil Spesimen
Cari kasus tambahan
Memastikan ada/ tidaknya sisa kelumpuhan pada KU 60 hari
Mengumpulkan resume medik/ pemriksaan penunjang lainnya

III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

Prosedur pelacakan

Isi format pelacakan (FP1)


Kumpulkan 2 Spesimen Tinja, yang kelumpuhannya < 2 bulan
Upayakan setiap kasus AFP mendapat perawatan medis
Mencari kasus tambahan (tanyakan : orang tua, TOMA, Kader, guru dll)
Lakukan follow up (Kunjungan ulang) 60 hari terhadap kasus dengan spesimen tidak
adekuat dan hasil lab positif virus polio vaksin

IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Pengumpulan Spesimen

Bila Kelumpuhan terjadi <= 2 bulan saat ditemukan : Isi formulir FP1, Kumpulkan 2
Spesimen Tinja
Bila Kelumpuhan terjadi > 2 bulan saat ditemukan : Isi formulir FP1, Tidak perlu ambil
spesimen, Membuat resume medik

Pengumpulan Spesimen Tinja

Perlengkapan pengumpulan spesimen


Prosedur pengumpulan Spesimen
Pengiriman Spesimen ke laboratorium
Prosedur Pengiriman Spesimen
Spesimen Adekuat

Perlengkapan pengumpulan spesimen

2 Buah pot bertutup ulir


2 Buah kantong plastik ukuran kecil (membungkus @ pot tinja)
2 Buah plastik besar : bungkus 2 pot tinja; Bungkus FP1 dan formulir pengiriman
spesimen
2 buah kertas label auto-adhesive
Pulpen dengan tinta tahan air
Cellotipe
FP1 dan FP-S1
Specimen carrier 5 cold pack
Lackban
Formulir pemantauan rantai dingin
Lembar tata cara pengumpulan spesimen

Prosedur pengumpulan Spesimen


Segera setelah dinyatakan sebagai kasus AFP (2 spesimen dengan jarak kedua
pengambilan minimal 24 jam)
Pengambilan spesimen diupayakan < 14 hari
Penderita diminta BAB di atas kertas, ambil tinja sebanyak 8 gr
Masukan tiap spesimen ke pot tinja, beris cellotipe pada badan dan tutup pot
Beri label (nomor epid, nama dan tanggal ambil spesimen)
Lapis label dengan cellotape
Setiap pot masukan ke pot kecil, kemudian dibungkus dalam 1 kantong besar
FP1 dan FP-S1 Bungkus dalam plastik besar (masukan dalam Spesimen carrier)
Masukkan dalam spesimen carrier (ditata agar tdk terguncang)

Tutup Spesimen carrier dengan lackban


Tempelkan alamat laboratorium di badan spesimen carrier

Apabila di rawat di RS : Minta bantuan petugas RS Titipkan perlengkapan, Jelaskan


prosedur pengambilan
Tidak diperoleh pada saat kunjungan lapangan : Minta bantuan orang tua, Buat perjanjian
waktu ambil (jaga suhu, ganti coldpack dengan yang beku setiap 2 hari), Jelaskan ke
orang tua cara pengambilan

Pengiriman Spesimen ke laboratorium

Sebelum dikirim ke tujuan isi formulir pematauan rantai dingin Spesimen (FPS-0)
Pengiriman oleh tim pelacak Kab/ kota atau provinsi
Kab./ kota dapat mengirim langsung ke lab. Nasional
Pengiriman dengan menggunakan jasa pengirman

Prosedur Pengiriman Spesimen

Setelah di kemas harus dikirim ke Lab. Nasional selambat-lambatnya 3 hari


Upayakan tidak pada hari libur (boleh : jika sdh konfirmasi pada pihak lab)
Bila dikirim melalui provinsi : Periksa kondisi spesimen, Menuliskan kondisi dan tanggal
pengiriman dari provinsi ke lab. Nasional, Cek Coldpack

Spesimen Adekuat

2 spesimen dikumpulkan dengan tegang waktu minimal 24 jam


Pengumpulan spesimen < 14 Hari
Berat 8 gram
Saat diterima Lab.: 2 spesimen tidak bocor, 2 spesimen volume cukup, Suhu dalam
spesimen carrier 2-8C, 2 spesimen tidak rusak.

Hot Case
3 Kategori :
A (Spe. Tdk adekuat, usai < 5 tahun, demam, kelumpuhan tidak simetris)
B (spe. Tdk adekuat & dokter mendiagnosis poliomyelettis
C (spe. Tdk adekuat & Cluster)
Cluster : 2 kasus atau lebih, satu wilayah, beda waktu kelumpuhan tidak lebih dari 1
bulan)
Kontak : usia < 5 thn, berinteraksi dengan kasus sejak kelumpuhan sampai 3 bulan
kedapan)

Prosedur pengambilan spesimen Kontak

Setiap hot case ambil 5 kontak


1 kontak ambil 1 spesimen
Beri label setiap spesimen : Nomor epid, Nama kontak, Tanggal pengambilan
Pengepekan sama dengan spesimen AFP
Kirim ke Laboratorium Nasional

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Sesuai adanya kasus untuk dilakukan pengambilan spesimen atau tinja
VI. SASARAN
Semua anak yang umurnya dibawah 15 tahun diwilayah kerja puskesmas Siwuluh

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

Dilakukan pelacakan barangkali ada kasus lain

II. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI


Petugas Survailans harus memastikan bahwa setiap kasus AFP yang ditemukan , baik yang asal
dari dalam maupun luar wilayah kerja, telah dicatat daam form FP1 dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten
Menuliskan no EP pada setiap kasus di tempat spesimen kasus AFP
Catat nama alamat dan dan tanggal kapan mengambilan spesimen dilakukan

III. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam
pelaksanaan pengambilan spesimen kasus AFP.
KERANGKA ACUAN

FOGGING FOCUS

I. PENDAHULUAN

Pengasapan atau fogging untuk memberantas nyamuk aedes aegypti penyebab demam
berdarah bisa berbahaya jika dilakukan tanpa prosedur. Selain bisa menyebabkan orang
yang menghirup gas semprotan keracunan, fogging juga berdampak buruk bagi
keseimbangan ekosistem.dengan sasaran untuk membunuh nyamuk dewasa

II. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk memberantas nyamuk aedes aegipty dewasa

2 .Tujuan Khusus
a. Agar tidak ada penyebaran lebih luas
b. Membunuh nyamuk dewasa
c. Dengan fonging maka akan meminimalkan perkembangan biakan nyamuk lebih
banyak
III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
1. Index kasus

2. PE
3.Analisa hasil PE masuk kriteria fogging, maka persiapan fogging focus
4.Membuat surat pemberitahuan pada kepala desa
5.Siapkan alat dan bahan
6. Berangkat ke lokasi
7.Lapor pada kepala desa
8.Pelaksanaan fogging focus dirumah penderita dan disekitarnya
9.Lapor hasil kegiatan pada kepala Puskesmas / DKK
IV. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

Sebagai langkah awal pengasapan/fogging dalam suatu area tertentu, dengan membuat
gambaran atau memetakan area yang disemprot. Area yang tercakup sedikitnya berjarak
200 meter di dalam radius rumah yang terindikasi sebagai lokasi dengue. Kemudian
dilakukan peringatan kepada warga terlebih dahulu untuk keluar ruamh dengan terlebih
dahulu menutup makanan atau mengeluarkan piaraan.
Berbagai bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging
fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha.
Semaentara perbandingan campuran 100 ml : 10 liter solar.
Sasaran fogging adalah semua ruangan baik dalam bangunan rumah maupun di luar
bangunan (halaman/pekarangan), karena obyek sasaran adalah nyamuk yang terbang.
Sifat kerja dari fogging adalah knock down effect yang artinya setelah nyamuk kontak
dengan partikel (droplet) isektisida diharapkan mati setelah 24 jam.
Terdapat dua macam peralatan yang digunakan untuk pengasapan atau fogging antara
lain mesin fog dan ULV (Ultra Low Volume). Mesin fog dipergunakan untuk keperluan
operasional fogging dari rumah ke rumah (door to door operation). Untuk keperluan ini
dipergunakan swing fog machine SN 11, KeRF fog machine, pulls fog dan dina fog.
Beberapa jenis peralatan ini mempunyai prinsip kerja yang sama yakni menghasilkan fog
(kabut) racun serangga sebagai hasil kerja semburan gas pembakaran yang memecah
larutan racun serangga (bahan kimia yang digunakan), menjadi droplet yang sangat halus
dan berwujud sebagai fog. Rata-rata alokasi waktu yang diperlukan dengan penggunaan
peralatan ini adalah 2-3 menit untuk setiap rumah dan halamannya. Sementara Ultra Low
Volume (ULV) menghasilkan cold fog. hasil ini didaptkan dengan mekanisme terjadinya
tekanan mekanik biasa terhadap racun serangga melewati system nozzle. Dengan alat ini
droplet racun serangga yang dihasilkan jauh lebih halus daripada fog biasa. ULV sangat
cocok dipergunakan pada area out door atau luar ruangan.
Menurut Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue dilakukan dua
siklus pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu minggu. Penentuan siklus ini
dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang
mengandung virus dengue atau nyamuk infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati.
Kemudian akan segera diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan mengisap
darah penderita viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya
penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan
yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama, agar nyamuk
baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.

Sedangkan persyaratan waktu penyemprotan menurut WHO (2003) sebagai berikut :

Kondisi yang Kondisi Kondisi yang


Waktu Pagi hari Pagi sampai tengah Pertengahan pagi
Paling baik rata-rata sampai tidak baik
(06.30-08.30) hari atau sore hari, awal
Kecepatan Tetap 0-3 km/jam pertengahan sore hari
Medium sampai
malam hari
angin
(3-13 km/jam) kuat, diatas 13 km/jam
Hujan
Tidak ada hujan Gerimis kecil Hujan lebat
Suhu udara
Dingin Sedang Panas

Dalam pelaksanaannya, kegiatan fogging dilakukan minimal oleh dua orang petugas,
dengan perhitungan setiap hari dapat menyelesaikan 30-40 rumah (1-1,5 Ha).

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN


Apabila ada kasus dan di PE dan diyatakan perlu dilakukan fogging.
VI. SASARAN
Sewilayah kerja puskesmas siwuluh yang dinyatakan perlu fogging focus

VII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN & PELAPORAN

Setelah dilakukan fogging maka diamati dan dipantau dan tetap melakukan PSN dan

Pencatatan dan pelaporan ke dinas

VIII. PENCATATAN , PELAPORAN DAN EVALUASI


Formulir hasil PE dikirim

IX. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini kami buat, untuk menjadikan pedoman dalam pelaksanaan
Fogging focus.

Anda mungkin juga menyukai