Anda di halaman 1dari 28

Bab I

Pendahuluan

Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum. Satu dari
sepuluh pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki
keluhan utama batuk. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang
melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu dengan cara ekspirasi yang
keras. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk
menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka1.
Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, gangguan tidur,
mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Batuk dapat
juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis,
patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.
Pada keluhan batuk yang disertai darah merupakan salah satu gejala yang
paling penting pada penyakit paru. Oleh karena batuk darah mempunyai potensi
untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang terjadi, bila tidak segera ditangani
secara tepat dan intensif, batuk darah yang masif akan menyebabkan angka
kematian yang tinggi.
Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit
yang mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi
gejala ini tidak sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga muncul
gejala batuk darah, yang merupakan keadaan yang menakutkan bagi pasien dan
keluarga, hingga akan mendorong pasien untuk datang berobat.
Batuk darah ini harus segera ditangani dan dicari penyakit yang
mendasarinya dengan cepat dan tepat. Penegakan diagnosis dapat dilakukan
dengan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

1
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Batuk


Batuk dalam bahasa latin disebut tussis yang berarti refleks yang terjadi
secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membersihkan
saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk
merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma
mekanik, melindungi sistem respirasi dengan membersihkan saluran nafas baik
volunter ataupun involunter.1 Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai
gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan suatu tanda penyakit di
dalam atau di luar paru dan gejala dini suatu penyakit.
Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan.
Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari
penyakit yang menyerang saluran pernapasan mulai dari infeksi, alergi, inflamasi,
bahkan keganasan.

2.2 Klasifikasi Batuk


2.2.1 Berdasarkan Waktu
a Akut 2,3
Fase awal dan mudah untuk disembuhkan. Jangka waktunya kurang dari 3
minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan saluran napas atas:
- ISPA(common cold, sinusitis,dll) - Eksaserbasi COPD
- Pneumonia - Eksaserbasi bronkiektasis
- Emboli paru - Rinitis alergi
- Gagal jantung kongestif - Sindrom aspirasi, dll
b Subakut2,3
Fase peralihan dari akut menjadi kronis. Dikategorikan subakut bila batuk
sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.
- Gelaja post-infeksi

2
- Peradangan saluran napas persisten
- Post nasal drip (infeksi virus, bakteri, pertusis, Chlamydia spp), dll
c Kronis2,3
Batuk yang sulit untuk disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran
nafas atas dan terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis biasanya adalah tanda
adanya penyakit lain yang lebih berat
- Asma bronkial - ACE-inhibitor
- GERD - Sarcoidosis
- Eosinofilik bronkitis - Chronic interstitial pneumonia
- Bronkitis kronis - kanker paru, dll

2.2.2 Berdasarkan Produktifitas


a Batuk Berdahak4
Jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak, sehingga menyumbat
saluran pernapasan. Normalnya, orang dewasa menghasilkan mukus sekitar 100ml
dalam saluran nafas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan
gerakkan pembersihan normal silia yang melapisi saluran pernapasan. Bila
terbentuk mukus yang berlebihan, proses normal pembersihan mungkin tidak
efektif lagi, sehingga akhirnya mukus tertimbun. Lalu membran mukosa akan
terangsang, dan mukus dibatukkan keluar sebagai sputum.
Kondisi sputum bermacam-macam yaitu:
1. Purulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental dan lengket.
2. Mukopurulen yaitu kondisi sputum dalam keadaan kental, berwarna
kuning kehijauan.
3. Mukoid yaitu kondisi sputum dalam keadaan berlendir dan kental.
4. Hemoptisis yaitu kondisi sputum dalam keadaan bercampur darah.
5. Saliva yaitu Air liur.
Warna sputum juga merupakan hal penting untuk dinilai, klasifikasi warna
sputum dan kemungkinan penyebabnya menurut Price Wilson:

3
1. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan
kemungkinan berasal dari sinus atau saluran hidung bukan berasal dari
saluran napas bagian bawah.
2. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif
3. Sputum yg terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda
bronkitis /bronkhiektasis
4. Sputum kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi
5. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini
dikarenakan adanya verdoperoksidase, sputum hijau ini sering
ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum
dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi
6. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
7. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis
kronik
8. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/bronkhiektasis
9. Berdarah atau hemoptisis sering ditemukan pada Tuberculosis.
10. Berwarna-biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam
pneumonia).
11. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk
pengobatan yang efektif pada pasien bronkitis kronis.
12. Warna (mukopurulen) berwarna kuning-kehijauan menunjukkan bahwa
pengobatan dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
13. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase
14. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak
akan efektif dalam mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan
dengan adanya infeksi bakteri atau virus meskipun penelitian saat ini
tidak mendukung generalisasi itu.
15. Berbusa putih-mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.
b Batuk Kering
Batuk tanpa ada sputum yang dikeluarkan, tenggorokan terasa gatal,
sehingga merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu dan bila batuk

4
terlalu keras mungkin dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah mata
tenggorokan.
c Batuk Darah
Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung
bercak darah dan berasal dari saluran pernafasan bawah. Sinonimnya adalah
hemaptoe atau hemoptisis.5 Berdasarkan jumlah darah yang keluar dibagi
menjadi:
a. Bercak (streaking) : <15-20 ml/24 jam, darah bercampur dengan
sputum (bronkitis)
b. Hemaptosis : 20600 ml/24 jam, berdarah pada pembuluh darah
yang lebih besar, contohnya seperti: kanker, pneumonia, TB, Emboli paru.
c. Hemaptosis massif : >600 ml/24 jam, pada kanker paru, kanker pada
TB, bronkietaksis.
d. Pseudohemoptis : batuk darah dari stuktur sel napas bagian
atas (diatas laring) / di saluran cernaatas / ini dapat berupa perdarahan
buatan (factitious)
Batuk darah merupakan kegawatan paru yang paling sering terjadi diantara
betuk klinis lainnya. Tingkat kegawatannya ditentukan 3 faktor yaitu:
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darh yang dikeluarkan selama hemoptisi dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik.
3. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa
jam/hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan gawat,
karena baik bagian jalan napas maupun fungsionil paru tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total.6

2.3 Etiologi Batuk


2.3.1 Batuk
Refleks batuk dapat ditimbulkan oleh:7
Rangsangan mekanis (benda asing, debu, tumor, GERD)

5
Rangsangan kimiawi (gas, obat, dan bau-bauan)
Adanya peradangan / infeksi (pnemonia,bronkitis akut, sinusitis)
Reaksi alergi (asma)

Iritan : Penyakit paru restriktif :


Rokok Pnemokoniosis
Asap Penyakit kolagen
SO2 Penyakit
Gas di tempat kerja granulomatosa
Mekanik : Infeksi :
Retensi sekret bronkopulmoner Laringitis akut
Benda asing dalam saluran nafas Bronkitis akut
Postnasal drip Pneumonia
Aspirasi Pleuritis
Penyakit paru obstruktif : Perikarditis
Bronkitis kronis Tumor :
Asma Tumor laring
Emfisema Tumor paru
Fibrosis kistik Psikogenik
Bronkiektasis

Tabel 1. Etiologi Batuk

2.3.2 Etiologi Batuk Darah


Batuk darah lebih sering merupakan tanda dari penyakit yang mendasari
sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama.7 Penyebab
hemoptisis secara umum dapat dibagi menjadi empat, yaitu infeksi, neoplasma,
kelainan kardiovaskular dan hal lain-lain yang jarang kejadiannya. Infeksi adalah
penyebab tersering hemoptisis, tuberkulosis adalah infeksi yang menonjol.8,9

6
Tabel 2. Etiologi Batuk Darah

2.4 Mekanisme Batuk


Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut
saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen, dan efektor. Batuk dimulai dari
suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non
mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan
di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus
yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan
daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga,
lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.10
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga telinga melalui
cabang n. Arnold dari n. Vagus. N. Trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, N. Glossopharingeal, menyalurkan rangsang dari faring dan n.
Phrenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.9

7
Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di
medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh
serabut-serabut aferen n. Vagus, n. Phrenicus, n. Intercostalis dan lumbar, n.
Trigeminus, n. Facialis, n. Hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor
ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal,
dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.10

Gambar 1. Reseptor batuk.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :11
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus
besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan
esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Katup glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara
dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai
terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga

8
dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru.
Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat
serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan
intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan
pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi
tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-
bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus
merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi
fase batuk yang sebenarnya.Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret
yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara12.

Gambar 2. Fase batuk

9
2.4.1 Mekanisme Batuk Darah
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan
hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk
memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis
dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma
Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada
hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan
autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang
merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptisis. Sekitar 90% perdarahan sumbernya berasal dari
arteri bronkial dan kolateralnya yaitu arteri dan vena aksiler dan interkostal.
Sisanya 10% berasal dari arteri, vena, dan kapiler pulmonal13.
Perdarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah,
trombosit, ataupun sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan
kelainan bawaan, hampir selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor
di atas kecuali Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang
didapat, penyebabnya mungkin bersifat multiple. Oleh karena itu penyaringan
hemostasis harus meliputi pemeriksaan vaskuler, trombosit, dan koagulasi.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
a. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis,infeksi mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh dan sembab, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah
cukup untuk menimbulkan batuk darah. Terjadinya anastomose antara pembuluh
darah bronchial dan pulmo dan pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah
terjadi perdarahan. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding
bronkus yang mengalami ektasis.
b. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru, terjadi penutupan arteri, maka
terjadi anastomose. Selain itu terjadi refleks spasme dari vena di daerah tersebut,

10
akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan
terjadi batuk darah.
c. Batuk keras
Sifat khasnya bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak
bercampur di dalamnya. Batuk kerasa berulang merobek mukosa bronkus,
bronkolit yang ada saat batuk menggeser lumen, kelenjar getah bening yang
mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada bronkus yang berdekatan.
d. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti
pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis. Bila batuk darah ringan,
perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam vena pulmonalis
tinggi menyebabkan ruptur vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butiran
darah merah masuk ke alveoli.
e. Kelainan membran alveolokapiler
Kelainan pada membrane basalis alveol kapiler akibat adanya reaksi
antibody glomeruler basemen ( anti GBM Ab) kolagen tipe IV pada paru sehingga
membuat hilangnya kutuhan membrana basalis epitelial-endotelial dan
memudahkan masuknya sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli,
seperti pada Goodpastures syndrome
f. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat disebabkan oleh kavitas aktif
berdinding tebal yang sukar menutup atau oleh proses inflamasi tuberkulosis di
jaringan paru maka pembuluh darah dinding tersebut mudah pecah akibat trauma
saat batuk.
g. Invasi tumor ganas
Terjadi karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus atau berasal
dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil
pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner.
h. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.

11
2.5 Diagnosis Batuk Darah
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar-benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis
sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis
darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung14.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena hemoptisis selain
terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga
kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai
kelemahan oleh karena:15,16
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang
dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah
yang hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,
sehingga tidak ikut terhitung.
o Sebagian dari darah masuk ke dalam paru akibat aspirasi.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
a. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan
untuk mendapatkan data-data :
Jumlah dan warna darah
Lamanya perdarahan
Batuknya produktif atau tidak
Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
Sakit dada, substernal atau pleuritik
Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk

12
Wheezing, untuk menilai besarnya obstruksi
Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu17.
Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
Perokok berat dan telah berlangsung lama
Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
Hematuria yang disertai dengan batuk darah18.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut18
Keadaan Hemoptoe Hematemesis
1.Prodromal Rasa tidak enak di Mual, stomach
tenggorokan, ingin batuk distress
2.Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan
disertai batuk dapat disertai batuk
3.Penampilan Darah Berbuih Tidak berbuih
4.Warna Merah segar Merah tua
5.Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
makrofag, hemosiderin
6.Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7.Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8.Anemi Kadang-kadang Selalu
9.Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)
b. Pemeriksaan fisik15
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala atau tanda lain di luar paru yang dapat
mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan
opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi12.
o Panas merupakan tanda adanya peradangan
o Auskultasi :menonjolkan lokasi, rongki menetap, wheezing lokal,
kemungkinan penyumbatan oleh : tumor atau bekuan darah.
o Friction rub pada emboli paru atau infark

13
o Clubbing finger pada keganasan intratorakal dan supurasi intratorakal
(abses paru atau bronkiektasis)
c. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan
tempat perdarahannya.16 Salah satu komponen penting dalam
pemeriksaan untuk mengetahui penyebab pendarahan terutama
kelainan parenkim paru, misalnya kavitas, tumor, infiltrat, dan
atelektasis. Namun, gambaran foto bisa tampak normal.
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan
dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak
langsung). Pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan bakteri pewarnaan
gram, basil tahan asam (BTA). Pemeriksaan sitologi bila penderita
berusia >40 tahun dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan
terutama untuk BTA dan jamur.
Laboratorium
o Darah tepi lengkap
- Peningkatan Hb dan Ht, kehilangan darah akut.
- Leukositosis, infeksi.
- Trombositopenia, koagulopati.
- Trombositosis, kanker paru.
o CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau
pasien menerima warfarin/heparin.
o Analisis gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang
jelas dan sianosis.
Pemeriksaan bronkoskopi, sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan
berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologi tidak didapatkan kelainan
b.Batuk darah yang berulang ulang
c. Batuk darah massif, sebagai tindakan terapeutik19

14
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Batuk
Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah
pemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk
adalah :
1. Tanpa pemberian obat
Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan
oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat.19 Cukup
dengan sering minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi, dan rasa gatal. Menghindari paparan debu, minuman
atau makan yang merangsang tenggorokan, dan udara malam yang dingin.
2. Pengobatan Spesifik
Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan
terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada
hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.19
Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya.
o Asma diobati dengan bronkodilator atau kortikosteroid
o Post nasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot
hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post nasal drip
karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi dengan menghindari
lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi
antihistamin-dekongestan.19
o Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala,
modifikasi diet, dengan proton pump inhibitor, dimana dapat
menghambat produksi asam dan memungkinkan jaringan esophageal
untuk sembuh.
o Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok.
o Antibiotik diberikan pada pneumonia
o Sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid
o Batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.19
Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi

15
paru pada kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran
telinga luar.19
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti
tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan
batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan penderita.19
Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu
antitusif dan mukokinesis :
a. Antitusif 19
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan
saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi. Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer
dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas
golongan narkotik dan non-narkotik.
Antitusif yang bekerja di perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran
nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara
tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.
Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam
fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk akibat
rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk
mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain
dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur
pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian
obat anestesi topikal yaitu :
1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat
2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi
4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang

16
terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan
selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai
lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif
tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang
bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini
banyak dipakai.
Antitusif yang bekerja sentral.19
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan
yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan
non-narkotik.
Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi
sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan
sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan
kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat
nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat
dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin.
Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif.
Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu
obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60
mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik
dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini
sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan
mukosiliar.

Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini
efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-

17
20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10mg. Sedangkan anak
umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 5 mg setiap 4 jam.
Butamirat sitrat
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini
menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik
dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan
tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan
susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu
dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan
memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman
digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak
umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun
dosisnya 2x15 ml.
Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi
batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah
mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan
perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik
karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma,
retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat
batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa.
Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak
melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg
setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari
b. Mukokinesis 16
Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat
yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat
mukokinesis dikelompokkan atas beberapa golongan :
Diluent ( cairan )
Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan
sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling

18
sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage, larutan garam hipotonik
digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam
Surfaktan
Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket
mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu
dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini
lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.
Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan
viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan
thiol dan enzim proteolitik.
Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat
lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah
asetilsistein. Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-
sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung
ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek
segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek
samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil
jarang ditemukan.
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara
inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10%
setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan
larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai
aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai
efek bronkokonstriksi. Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral,
juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif
dalam mengencerkan mukus.
Enzim Proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase,
deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas

19
mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum
yang purulen.sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai
efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk
darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus.
Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak
melebihi asetilsistein.
Bronkomukotropik
Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat
ini menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan
mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus
termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma.
Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu
putih. Vicks vapo Rub mengandung berbagai minyak yang mudah
menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer.
Bronkorrheik
Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan.
Saluran napas bereaksi terhadap zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat
dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai
pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki
mukokinesis. Contoh obatnya adalah larutan garam hipertonik.
Ekspektoran
Obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran
pernapasan. Ekspetoran bekerja dengan cara merangsang selaput lendir
lambung dan selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran
napas atas sehingga menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah
pengeluaran dahak. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui :
- Refleks vagal gaster
- Stimulasi topikal dengan inhalasi zat
- Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
- Perangsangan medula
Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan

20
untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit
refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar
mukosa bronkus sebagai efferen.Termasuk ke dalam ekspektoran dengan
mekanisme ini adalah :
Amonium klorida
Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah
digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat
ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak
langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping
angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik
dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil,
masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 -
650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.
Guaifenesin ( gliseril guaiakolat ), selain berfungsi sebagai ekspektoran
obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang
menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah
dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam
dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-200 mg
setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak
2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari
Mukoregulator
Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang
mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat
yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.
- Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol
adalah metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan
menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan
mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini
ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di
epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung.

21
Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol
45-60 mg sehari.
- S-karboksi metil sistein
Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat
menurunkan viskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali
sehari. Obat ini memberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.
Mediator Otonom
Stimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah
obat-obat kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat
ini sangat kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain
bronkospasme. Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang
pengeluaran sekret. Obat beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi
dan merangsang pergerakan silia. Oleh karena itu menfaat ini dalam
mekanisme pengeluaran sekret tidak diketahui dengan jelas.

2.6.2 Batuk Darah


Pada umumnya hemoptisis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang
masif. Tujuan pokok terapi ialah17,19 :
a. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
b. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
c. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmoner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis
masif20. Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
a. Terapi konservatif21
- Menenangkan penderita dan memberitahu penderita agar jangan takut-
takut untuk membatukkan darahnya.

22
- Pasien diminta berbaring pada posisi bagian paru yang sakit atau
sedikit trendelenberg, terutama bila reflek batuk tidak adekuat untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat21
- Jaga agar jalan napas tetap terbuka, bila terdapat tanda sumbatan jalan
napas perlu dilakukan suction atau bila diperlukan pemasangan pipa
endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas bebas
sumbatan.
- Pemasangan IV line IVFD untuk pengganti cairan maupun untuk jalur
pemberian obat
- Pemberian obat hemostasis, belum jelas manfaatnya pada batuk darah
jika tidak disertai kelainan faal hemostatik.
o Tranexamic Acid
Cara kerjanya pertama dengan aktifitas antiplasminik, menghambat
aktifitas dari aktifaktor plasminogen dan plasmin. Aktifitas anti
plasminik telah dibuktikan dengan berbagai percobaan in vitro
penemuan aktifitas plasmin dalam darah dan aktifitas plasma
setempat, setelah diberikan pada tubuh manusia. Kedua dengan
aktifitas hemostatis mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit,
peningkatan kerapuan vaskuler dan pemecahan faktor koagulasi. Efek
ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya waktu pendarahan dan
lama pendarahan.
o Asam Aminokaproat
Asam aminokaproat merupakan penghambat aktivator plasminogen
dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan mengahancurkan
fibrinogen atau fibrin dan faktor pembekuan darah lain. Oleh karena
itu, asam aminokaproat dapat mengatasi pendarahan berat akibat
fibrinologis yang berlebihan. Dugaan adanya fibrinologis yang
berlebihan dapat disasarkan atas hasil tes laboratorium berupa waktu
thrombin dan protrombin yang memanjang, hipofibrinogenemia atau
kadar plasmanogen yang menurun.

23
Asam aminokaproat digunakan untuk mengatasi hematuria yang
bearasal dari kandung kemih. Prostate atau uretra pada penderita yang
mengalami rostatektomi transurethral atau suprapublik, asam
aminokoprat mengurangi hematuria pasca bedah secara bermakna.
Akan tetapi, penggunaan harus dibatasi pada penderita dengan
pendarahan berat yang penyebab pendarahannya tidak dapat
diperbaiki. Asam aminokoprat juga dapat digunakan sebagai
antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan
urokinase yang merupakan aktivator plasminogen.
o Vitamin K
Pada orang normal Vit K tidak mempunyaik aktifitas
farmakodinamik.Vit K dapat meningkatkan biosintesis beberapa
faktor pembekuan darah.
- Obat-obat dengan efek sedasi ringan dapat diberikan bila penderita
gelisah. Obat-obat penekan batuk hanya diberikan bila terdapat batuk
yang berlebihan dan merangsang timbulnya perdarahan lebih banyak.
- Transfusi darah diberikan bila hematokrit turun dibawah nilai 25-30%
atau hemoglobin dibawah 10gr% saat perdarahan masih berlansung.
Tindakan selanjutnya bila mungkin adalah menentukan asal
perdarahan dengan bronkoskopi23. Lalu menemukan penyebab dan
mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan
pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
b. Terapi pembedahan24
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan bila
sumber perdarahan telah diketahu dengan pasti, fungsi paru adekuat, dan tidak ada
kontraindikasi bedah. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan22:
- Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
- Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian
pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan
tindakan operasi.

24
- Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe
yang berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut22:
- Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti25.
- Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
- Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam
dantetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan
konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Tindakan bedah meliputi:
1. Reseksi paru, ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat
penyakit dasarnya.
o Pneumonektomi : reseksi satu paru seluruhnya
o Bilobektomi : reseksi dua lobus
o Lobektomi : reseksi satu lobus
o Wedgeresection : reseksi sebagian kecil jaringan paru
o Enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak
o Segmentektomi : reseksi segmen bronkopulmonal
2. Terapi kolaps (pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisial,
torakoplasti, frenikolisis), bertujuan untuk mengistirahatkan bagian
paru yang sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit
tersebut.22 Pendapat ini benar untuk kelainan kavitas, tetapi banyak
ditinggalkan karena komplikasinya.
o Pneumothoraks artifisial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga
pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga
tercapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps
maka bagian tersebut dapat diistirahatkan sehingga mempercepat
proses penyembuhan.

25
o Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga
peritoneum dengan tujuan menaikkn diafragma agar terjadi kolaps
pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal menyembuh.
o Paralisis nervus frenikus yaitu dengan cara anastesi lokal nervus
frenikus dibebaskan dari perlekatannya di muskulus scalenus
anterior, kemudian saraf dirusak sehingga timbul paralisis
diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan diharapkan
apeks paru dapat diistirahatkan sehingga terjadi penyembuhan.
o Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi
dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalnya
dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Hal ini dilakukan
setelah lobektomi/pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi
kemungkinan terjadinya distensi berlebihan parenkim paru yang
tersisa, dan menggurangi resiko terbentuknya fistula bronkopleural
dan empiema. Tetapi sekarang jarang dilakukan kecuali bila
direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus.
3. Lain-lain (embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization)
adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alkohol melalui kateterisasi
pada arteri bronkialis. Metode ini berhasil menghentikan pendarahan
95%, maka tindakan pembedahan mulai ditinggalkan.

26
Berikut adalah diagram penatalaksanaan pasien dengan batuk darah26

2.7 Komplikasi Batuk Darah


Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor22,27 :
i. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
ii. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
iii. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

2.8 Prognosis Batuk Darah


Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptoe yang rekuren. Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada
beberapa faktor yang menentukan prognosis22,28 :

27
a. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali
mempunyai prognosis yang lebih baik.
b. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
c. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera
dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat
menyelamatkan penderita
Menurut Crocco (1968), pasien dengan batuk darah masif (600 ml) dalam
waktu :
- Kurang dari 4 jam mempunyai mortality rate 71%
- 4-16 jam mempunyai mortalty rate 22%
- 16-48 jam mempunyai mortality rate 5%

28

Anda mungkin juga menyukai