Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Tiap makhluk dalam evolusinya akan mengembangkan dirinya dengan


berbagai cara dan mekanisme dalam upaya menyesuaikan diri terhadap kondisi
kehidupan yang mungkin akan mengancamnya. Penyesuaian diri atau adaptasi
sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk tertinggi tingkat
perkembangannya. Manusia telah mengadakan evolusi dalam penyesuaian
anatomis yang bermaksud untuk melindunginya secara struktural maupun
fisiologis. Hal ini untuk membantu kebutuhan bagi afeksi, keamanan pribadi,
maka pribadi dan pertahanan terhadap efek yang mungkin akan menganggu.
Melalui proses perkembangan seseorang memerlukan berbagai teknik
psikologis guna mempertahankan dirinya. Seseorang membangun rencana
pertahanan untuk menangani baik anxietas, agresif, permusuhan, kebencian
maupun frustasi. Dengan demikian mekanisme mental berfungsi untuk
melindungi seseorang terhadap bahaya yang berasal dari impuls atau afeknya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Sigmund Freud, Mekanisme Pertahanan Ego (MPE) bersumber dari
bawah sadar (unconscious) yang digunakan Ego untuk mengurangi konflik antara
dunia internal seseorang dengan realitas eksternal. Fungsi pertama dan utama defense
mechanism adalah untuk mempertahankan diri dalam menghadapi realitas eksternal
yang penuh tantangan. Bila realitas eksternal menuntut terlalu banyak, melebihi
kapasitas diri untuk mengatasinya, maka kepribadian akan mengaktifkan defense
mechanism. Begitu pula sebaliknya, bila hasrat dan dorongan dari dalam diri terlalu
kuat, dan bila dorongan itu akan mengancam keharmonisan relasi individu dengan
realitas eksternal, maka defense mechanism akan diaktifkan untuk meredamnya.
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan ego untuk menunjukkan
proses tak sadar yang melindungi individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan
kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif
bahaya. MPE hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah
itu. Dalam teori psikoanalitik yang dikemukakan Freud, istilah mekanisme
pertahanan ego cenderung dikonotasikan negatif. Mekanisme ini dianggap maladaptif
dan patologis. Namun, setelah berkembangnya ego psychology, konsepsi mengenai
MPE telah berubah. Menurut teori ini, ego defense merupakan mekanisme psikis
yang kita perlukan untuk adaptif dengan realitas eksternal. Bila individu
menggunakan defense mechanism secara efektif dan sesuai dengan tahapan
perkembangannya, maka dikatakan individu tersebut menggunakan defense
mechanism yang matang. Bila individu menggunakan defense mechanism yang tidak
efektif dan tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya, dikatakan individu
tersebut menggunakan defense mechanism yang tidak matang, atau bahkan archaic
(primitif). Seperti yang telah dikemukakan di atas, defense mechanism adalah
mekanisme pertahanan yang diperankan oleh Ego.

B. Id,Ego, dan super ego

2
Ketiga struktur ini memiliki fungsi dan tugas masing- masing. Dalam teori itu
dikemukakan.
 Id adalah struktur kepribadian yang orisinil, bersifat impulsif dan paling
primitif. Pada mulanya, yang ada adalah Id. Id terletak di ketidaksadaran,
sehingga tidak bersentuhan langsung dengan realitas. Oleh karena itu, Id
dikenal dengan istilah pleasure principal. Pleasure principal berprinsip pada
kesenangan dan berusaha menghindari rasa sakit. Id-lah yang memunculkan
berbagai hasrat dan dorongan dasar yang kemudian menggerakkan tingkah
laku. Dua dorongan dasar yang utama adalah dorongan seksual dan dorongan
agresi. Ada kesan bahwa Id berisi segala sesuatu yang buruk dalam diri
manusia. Sesungguhnya tidak demikian. Dorongan dan hasrat dari Id, yakni
seksualitas dan agresivitas menjadi baik atau buruk, tergantung dari
pengarahan yang dilakukan. Struktur kepribadian yang bertugas
mengarahkan berbagai dorongan Id agar tidak bertentangan dengan realitas
eksternal adalah Ego.
 Ego merupakan komponen kepribadian yang bertugas sebagai eksekutor.
Sistem kerjanya memakai prinsip realistic karena struktur keperibadian ini
memang bersentuhan langsung dengan realitas eksternal. Ego mengatur
interaksi dan transaksi antara dunia internal individu dengan realiitas
eksternal. Untuk melaksanakan tugas itu. Ego memiliki tiga fungsi, yaitu
reality testing, identify dan defense mechanism. Reality testing adalah
kemampuan utama Ego, yaitu untuk mempersepsi realitas. Kemudian Ego
akan menyesuaikan diri sedemikian rupa agar dapat menguasai realitas
tersebut. Identify adalah fondasi kepribadian. Identitas terbentuk sejak awal
kehidupan, mengalami krisis di masa remaja, dan terus berkembang dalam
perjalanan hidupnya. Pembentukan identitas terjadi melalui interaksi individu
dengan orang- orang yang penting dalam kehidupannya.
 Superego merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian. Superego
merupakan struktur kepribadian (bagian dari dunia internal) yang mewakili
nilai- nilai realitas eksternal. Superego memakai prinsip idealistic (idealistic
principle), yakni mengejar hal- hal yang bersifat moralitas. Superego
mendorong individu untuk mematuhi nilai- nilai yang berlaku di realitas
eksternal. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik antara individu
dengan realitas eksternal. Superego diibaratkan sebagai “polisi internal” yang

3
mendorong kita untuk tidak melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam
realitas eksternal, dengan atau tanpa orang lain yang mengawasi.

C. Penggunaan ego sebagai mekanisme pertahanan


Energi id akan meningkat karena rangsangan sehingga akan
menimbulkan kecemasan atau pengalaman tidak menyenangkan dan menguasai
ego agar bertindak secara konkrit dalam memenuhi rangsangan tersebut sesegera
mungkin. Disisi lain super ego berusaha untuk menentang dan menguasai ego
agar tidak memenuhi hasrat dari id karena tidak sesuai dengan konep ideal. Ego
berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan
superego namun ketika kecemasan begitu menguasai ego harus berusaha
mempertahankan diri. Secara tidak sadar orang akan bertahan dengan cara
memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat
diterima dan tidak terlalu mengancam.

D. Fungsi mekanisme pertahanan


Mekanisme pertahanan digunakan sebagai pertahanan diri dalam
menghadapi realitas eksterna yang penuh tantangan. Jika relitas ekterna menuntut
terlalu banyak, melebihi kapasitas untuk mengatasinya maka kepribadian akan
mengaktifkan defense mechanism. Begitu pula sebaliknya, bila hasrat dan
dorongan dari dalam diri terlalu kuat dan bila dorongan itu mengancam
keharmonisan relasi individu dengan realitas eksterna , maka defense mechanism
akan diaktifkan untuk meredamnya.

E. Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Ego


Berdasarkan buku Dinamika Kepribadian (Arif, 2006), mekanisme pertahanan
ego dikelompokkan menjadi tiga , yakni:
1. Fantasi
Fantasi adalah keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam imajinasi.
Misalnya, seorang tidak dapat diterima dalam sebuah kesebelasan sepakbola
karena badannya terlalu kecil, lalu ia melamun mencetak gol beberapa
buah;seorang anak yang kurang pandai lalu berfantasi menjadi bintang
pelajar;seorang pedagang yang mengalami kerugian besar berpikir tentang

4
sebuah transaksi yang sangat menguntungkan, atau berkhayal memenangkan
undian harapan dengan hadiah berjuta-juta rupiah, dan sebagainya.
Fantas itu mungkin produktif, tetapi mungkin juga nonproduktif. Fantasi
produktif dapat dipakai secara konstruktif untuk mempertahankan motivasi dan
untuk menyelesaikan masalah segera, seperti dalam imajinasi yang kreatif.
Fantasi nonproduktif hanya merupakan khayalan pemuasan untuk menggantikan
kekurangan prestasti atau merupakan pemuasan kebutuhan, tetapi tidak
merangsang dan tidak menaikkan prestasi.
2. Penyangkalan
Tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan. Misalnya,
menutup mata, karena tidak berani melihat sesuatu yang ngeri; tidak mau
memikirkan tentang kematan; tidak mau menerima bahwa anaknya terbelakang;
tidak mau mengerti bahwa dirinya berpenyakit yang menakutkan;dan sebagainya.
Penyangkalan terhadap kenyataan mungkin merupakan mekanisme pembelaan
ego yang paling sederhana dan primitive. Dengan cara ini kita berhasil melindugi
diri terhadap banyak stress, akan tetapi mungkin kita terhambat dalam melihat
banyak hal yag perlu sekali untuk penyuasaian yang efektif.
3. Rasionalisasi
Berusaha untuk membuktikan bahwa perbuatannya rasional (tetap sebenarnya
tidak baik), supaya dibenarkan dan diterima. Misalnya, tidak dapat bermain bulu
tangkis kali ini karena “badan kurang enak”, “besok ada ulangan” (padahal takut
kalah); bukan korupsi, hanya menerima uang jasa, dan “toh tidak diminta” atau
“bagaimana dapat hidup dengan gaji sekarang”, “istri dan anak sedang sakit” dan
sebagainya.
Jadi, rasionalisasi itu mrmpunyai dua segi pembelaan, yaitu:
a. Membantu kita membenarkan yang kita lakukan dan yang kita percaya,
b. Menolong kita melunakkan kekecewaan yang berhubungan dengan cita-cita
yang tidak tercapai.
Kita tidak hanya dapat membenarkan perbuatan kita, akan tetapi kita merasa
bahwa itu sudah selayaknya atau seharusnya begitu demi menuntut keadilan.
Bilamana hal ini menyangkut bidang moral, maka akan terjadi dekadensi moral,
misalnya dalam hal kejujuran.
Serig sukar ditentukan bilamana kita mulai meninggalkan fakta atau masalah dan
mulai memasuki rasionalisasi.

5
Tanda-tanda rasionalisasi adalah :
a. Mencari-cari alasan untuk membenarkanperbuatan atau kepercayaannya;
b. Tidak sanggup menghadapi hal-hal yang tidak tetap atau yang bertentangan;
c. Menjadi bingung atau marah bila “alasannya” diragukan orang.
4. Identifikasi
Menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan orang atau hal
yang dikagumi. Misalnya, seorang anak kecil membaca koran, mengisap rokok
seperti ayahnya, bersolek seperti ibunya; bila perkumpulannya menang,
dikatakan “kami menang”; seorang buruh pada suatu perusahaan besar
mengatakan “produksi kami kian hari kian banyak”; pemuda-pemudi
mengidentifikasikan diri dengan “pahlawan” mereka (penyanyi, bintang film,
atlet, dan sebagainya).
Identifikasi dengan pahlawan dapat memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian anak. Rasa mampu dan harga diri menjadi lebih tinggi
karenanya. Akan tetapi, kadang-kadang identifikasi itu pun dapat memukul
kembali, misalnya mengidentifikasikan diri dengan orang yang tidak baik atau
dengan kelompok yang tidak mau menerimanya atau dengan golongan yang
prestasinya terus menerus.
Pada umunya individu mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang mirip
sekali dengannya atau yang mempunyai kualitas yang sangat diinginkan.
5. Introyeksi
Boleh dikatakan merupakan identifikasi yang primitive. Individu menerima dan
memasukkan ke dalam pendiriannya berbagai aspek keadaanyang
mengancamnya. Hal ini sudah dimulai sejak kecil, sewaktu anak itu belajar
mematuhi dan menerima sebagai miliknya beberapa nilai serta peraturan
masyarakat. Dengan demikian ia dapat mengawasi perilakunya, sehingga tidak
melakukan pelanggaran dan mendapat hukuman sebagai akibatnya.
Dalam pemerintahan dan kekuasaan diktorial maka banyak orang mengintroyeksi
nilai-nilai serta kepercayaan baru untuk melindungi diri supaya tidak
menunjukkan perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
6. Represi
Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya, menakutkan atau
menyedihkan, agar keluar dari alam sadar dan masuk ke alam tak sadar. Seorang
pemuda melihat kematian temannya waktu kecelakaan dan kemudian “lupa”

6
tentang kejadian itu (lupa seperti ini dinamakan amnesia psikogenik; ada juga
amnesia organic, seperti sesudah geger otak). Dengan hypnosis, suntikan
pentothal atau asosiasi bebas, maka pengalaman yang direpresi itu dapat
dikeluarkan dari alam tak sadar kea lam sadar. Represi itu sering tidak total dan
tidak jarang keluar lagi ke dalam impian, angan-angan, lelucon dan pada keseleo
lidah. Rasa salah dan rasa cemas yang samar-samar mungkin juga menjadi
petunjuk adanya represi yang tidak total. Represi merupakan mekanisme
pembelaan ego yang penting dalam perkembangan neurosis (menurut Freud), dan
sering dipakai bersama mekanisme lain.
Represi memegang peranan yang penting juga dalam membantu individu
mengawasi semua keinginan yang berbahaya, dan dalam mengurangi gangguan
yang timbul sebagai akibat pengalaman yang menyakitkan. Dalam hal
pengalaman traumatic yang tiba-tiba, maka represi untuk sementara waktu dapat
bekerja sebagai pembelaan sampai waktu dan faktor lain sudah dapat membuat
individu itu tidak begitu peka lagi terhadap kejadian tersebut.
Seperti mekanisme pembelaan ego yang lain, maka represi juga dapat menipu diri
sendiri; dapat dipakai secara berlebihan atau melindungi individu terhadap
masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan cara yang lebih realistic dari pada
menyingkirkannya. Represi pengalaman yang berbahaya juga menahan banyak
energy yang kemudian tidak dapat dipakai lagi buat usaha menyelesaikan
masalah hidup secara langsung.
Sebaliknya, supresi dibedakan dari represi. Dengan supresi individu secara sadar
menolak pikiranya ke luar dari alam sadarnya dan memikirkan hal yang lain.
Jadi, supresi itu tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadi
dengan sengaja, individu itu mengetahui apa yang dilakukannya.
7. Regresi
Kembali ke taraf perkembangan yang sudah dilalui, biasanya ke taraf yang
kurang matang dan dengan kurang aspirasi. Misalnya seorang anak yang sudah
tidak ngompol mulai berbuat demikian lagi atau mulai mengisap jari atau
berbicara seperti bayi, setelah ia mendapat adik. Ia merasa perhatian terhadapnya
berkurang. Atau seorang dewasa yang kalau menginginkan sesuatu, maka harus
segera ada, kalau tidak maka ia akan marah-marah seperti anak kecil. Pengantin
baru bila ada kesukaran sedikit saja dalam rumah tangganya, terus lari pulang ke

7
ibunya. Seorang dewasa yang menderita suatu penyakit badani meminta segala
macam barang dan perilakunya seperti anak kecil.
Dalam regresi, tanpa sadar, individu mencoba lagi perilaku atau cara yang
dipakainya dahulu, yaitu sewaktu ia masih kanak-kanak dan tergantung pada
orang lain, dilindungi dan tidak mempunai pikiran susah. Tetapi dalam regresi,
individu juga mundur dari kenyataa ke suatu keadaan dengan tuntutan yang
kurang, dengan cita-cita yang lebi rendah dan dengan kepuasan yang lebih mudah
tercapai.
8. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesulitan sendiri atau melemparkan kepada
orang lain keinginannya sendiri yang tidak baik. Misalnya, seorang murid tidak
lulus, karena “pak guru sentiment” padanya; seorag suai berzina karena “wanita
yang menggodanya”.
Proyeksi kelihatan palig nyata dalam kecenderungan kita untuk menyalahkan
orang lain atau menyalahkan sesuatu di luar kita mengenai kesalahan dan
kekurangan kita sendiri. Nasib dan ketidakberuntungan juga sering menjadi objek
buat proyeksi.
Proyeksi dalam hal lain adalah bila kita melemparkan kepada orang lain
keinginan dan pikiran kita sendiri yang tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan
juga pada kecenderungan kita untuk menganggap bahwa orang lain adalah seperti
kita sendiri. Misalnya bila kita jujur, maka kita anggap orang lain pun demikian;
bila kita sering menipu kita pun curiga bahwa orang lain pun tidak jujur seperti
kita.
Proyeksi mungkin berkembang dari pengalaman kita dengan pikira jelek dan
dengan keburukan kita. Proyeksi membantu kita dalam menghindari celaan dan
hukuman masyarakat. Dan bila kita menganut nilai-nilai masyarakat, maka
proyeksi akan melindungi kita terhadap menurunnya rasa harga diri. Kita melihat
lagi bahwa mekanisme pembelaan diri memang tidak realistic.
9. Penyusunan Reaksi (reaction formation)
Supaya tidak menuruti keinginan yang jelek, maka untuk menghalanginya
diambil sikap dan perilaku yang sebaliknya, tetapi secara berlebihan. Biasanya
hal ini dapat dilihat dari sikap yang sangat tidak toleran dan sama sekali tidak
proporsional. Misalnya ada orang yang fanatic dalam mengutuk perjudian dan
dalam menindas kejahatan lain, hanya agar dapat menahan kecenderungan

8
dirinya sendiri kea rah itu. Seorang istri benci pada mertuanya, lalu bersikap
hormat berlebihan terhadap mertuanya untuk menghilangkan rasa salahnya.
Bila perilaku seperti di atas ini dianggap sebagai “kewajiban”, maka keinginan
yang direpresi telah dapat dipuaskan sebagian dan pada waktu yang sama
perilaku yang jahat dapat ditahan.
Penyusunan reaksi, seperti represi, membantu kita menyesuaikan diri dan
mempertahankan perilaku yang disetujui oleh masyarakat serta untuk
menghindaro konfrontasi dengan berbagai keinginan yang tidak dapat diterima,
akan tetapi terjadi pengurangan rasa harga diri sebagai akibatnya. Karena ini pun
suatu cara penipuan diri sendiri, maka tidak jarang terjadi komplikasi, yaitu
timbul ketakutan sebagai akibatnya atau kepercayaan yang kaku dalam
penyesuaian diri, sehingga membangkitkan kekerasan dan kekasaran yang
berlebihan dalam menghadapi kesalahan orang lain.
10. Sublimasi
Nafsu yang tidak terpenuhi (terutama sexual) disalurkan kepada kegiatan lain
yang dapat diterima oleh masyarakat. Seorang yang tidak kawin dan tidak dapat
mengatasi dorongan sexualnya dengan cara lain, mungkin mendapat rasa
kepuasan dalam bidang perawatan, pendidikan, olahraga, atau kesenian. Sekarang
ini diragukan, dapatkah sublimasi itu betul-betul terjadi. Dapatkah dorongan yang
fundamental, seperti dorongan sexual itu, disublimasi? Lebih sering terdapat
represi untuk dorongan ini. Rupanya sublimasi itu merupakan penggunaan energy
umum untuk aktivitas yang baik, sehingga secara tidak langsung ketegangan
karena frustasi sexual atau dorongan lain dapat dikurangi.
11. Kompensasi
Menutupi kelmahan dengan menonjolkan sifat yang baik, atau karena frustasi
dalam suatu bidang lalu dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain
(kompensasi berlebihan/overkompensasi). Kompensasi dilakukan terhadap
perasaan kurang mampu (inferior). Karena kompensasi memperlihatkan
penyesuaian berorientasi pada tugas, maka ini adalah baik. Saying sering
kompensasi itu tidak langsung, misalnya tidak pandai sekolah, tidak dapat
turutpertandingan antar-sekolah karena lemah, tidak dapat diterima dalam suatu
pekerjaan, lantas menjadi pengebut yang ulung, anggota geng yang berani atau
menjadi anak “jagoan” yang ditakuti oleh para temannya. Ada kalanya, karena
frustasi dalam percintaan, orang itu akan makan berlebihan; karena tidak senang

9
dilampauiatau diungguli orang lain, lantas melemparkan kritik yang merusak.
Didalam masyarakat dengan persaingan yang makin lama makin keras,
kompensasi itu dapat saja merupakan cara penyesuaian yang berguna dalam
mencapai yang lebih baik lagi.
Penyesuaian diri dengan cara kompensasi sangat dirangsang oleh masyarakat
dengan persaingan yang ketat. Kita sering membandingkan diri dengan orang
lain. Kita mengukur harga diri kita dan harga diri orang lain sebagian besar
dengan kedudukan, prestasi atau kekayaan. Nilai-nilai social seperti ini membawa
kita kepada perkembangan motivasi yang kuat agar sekurang-kurangnya harus
berprestasi sama, bila mungkin lebih dari itu. Untuk menghadapi keadaan seperti
itu, maka cara kompensasi sangat berguna, akan tetapi bila akibatnya
menimbulkan kecemasan yang hebat atau menjadi keterlaluan atau mengambil
bentuk antisosial, maka kompensasi itu akan lebih banyak menghalangi dari pada
membantu.
12. Salah pindah (displacement)
Emosi dalam arti simbolik atau fantasi terhadap seseorang atau suatu benda,
dicurahkan kepada seseorang atau suatu benda lain, yang biasanya kurang
berbahaya dari pada yang semula. Contohnya : seorang anal yang dimarahi
ibunya kemudian memukul adiknya atau menendang kucingnya; seorang istri
yang berselisih dengan suaminya lalu membanting pintu rumah atau memecahkan
piring. Kritik yang merusak atau fitnahan mungkin juga merupakan gejala salah-
pindah. Seorang anak yang pernah terkunci dalam kamar yang gelap kemudian
menjadi takut terhadap semua kamar yang tertutup; keinginan akan bunuh diri
direpresi dan kemudian takut terhadap semua barang tajam. Kedua contoh yang
akhir ini sudah merupakan fobi yang timbul karena salah-pindah. Hal ini
merupakan contoh bahwa mekanisme pembelaan dapat menimbulkan gangguan
jiwa.
Melalui proses asosiasi simbolik, maka pemindahan itu menjadi sangat complex
dan menyimpang. Mangutuk biasanya dipakai untuk melepaskan berbagai
perasaan yang terkekang. Kritik yang menghancurkan dan desas-desus (gossip)
sebagai balas dendam sering merupakan cara yang terselubung dalam
menyatakan perasaan bermusuhan. Dalam hal mengkambinghitamkan seseorang,
maka salah pndah acap kali dikombinasikan dengan proyeksi. Salah pindah dapat
merupakan bea yang mahal dalam penyelesaian keadaan stress. Seorang pegawai

10
yang memindahkan kepada itrinya amarah yang dibangkitkan oleh majikannya,
mungkin dapat menghindari masalah tertentu dalam pekerjaannya, akan tetapi
hanya dengan mengorbankan ketenteraman hidup perkawinannya. Begitu pula,
bila sekelompok minoritas dipakai sebagai kambing hitam untuk mencurahkan
frustasi dan sifat permusuhan kelompok mayoritas yang dominan, maka hal ini
mungkin sekali tidak akan menyumbangkan sesuatu buat pembangunan atau
kemajuan social. Maka dari itu menghadapi dan berusaha menyelesaikan keadaan
yang menimbulkan permusuhan akan jauh lebih sehat dari pada menghindarinya
melalui salah pindah.
13. Pelepasan (undoing) atau penebusan
Meniadakan atau membatalkan suatu pikira, kecenderungan atau tindakan yang
tidak disetujui. Meminta maaf, menyesali, memberi silihan atau melakukan
penitensi dan menjalani hukuman merupakan berbagai bentuk pelepasan atau
penebusan. Misalnya seorang suami yang tidak setia memberikan bermacam-
macam hadiah kepada istrinya; seorang pedagang atau pegawai yang berbuat
tidak sesuai dengan etika, mungkin memberikan sumbangan-sumbangan yang
besar untuk bermacam-macam usaha social.
Kita semua sudah dididik sgar meminta maaf kalau bersalah dan mengganti
kerugian dalam berbagai macam bentuk. Karena ini merupakan hal pokok dalam
mempertahankan hubungan antarmanusia dan harga-diri kita, maka pelepasan itu
menjadi mekanisme pembelaan ego yang sangat berharga. Terutama bila
digabungkan dengan rasionalisasi dan proyeksi, maka pelepasan merupakan
pembelaan yang ampuh terhadap perasaan salah yang merendahkan diri.
14. Penyekatan emosional (emotional insulation)
Individu mengurangi tingkat keterlibatan emosionalnya dalam berbagai macam
bentuk. Karena ini merupakan hal pook dalam mempertahankan hubungan
antarmanusia dan harga diri, maka pelepasan menjadi mekanisme pembelaan ego
yang sangat berharga. Terutama bila digabungkan dengan rasionalisasi dan
proyeksi, maka pelepasan itu merupakan pembelaan yang ampuh terhadap
perasaan salah yang merendahkan diri kita.
Dalam keadaan frustasi yang lama lagi hebat, seperti misalnya dalam tahanan
atau pengangguran, kemiskinan dan penyakit krons, maka orang mungkin akan
putus asa, lalu menyerahkan diri kepada keadaan, serta menjadi acuh tidak acuh
(apatis). Mereka menyesuaikan diri dengan cara hidup yang lebih terbatas, tanpa

11
harapan dan tanpa keterllibatan ego. Mereka meindungi diri terhadap rasa sakit
karena kekecewaan serta frustas yang berlarut-lrut dengan cara menyerah dan
menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang diberikan oleh
kehidupan.
Penyekatan emosional dapat merupakan pembelaan penting terhadap
kekecewaan dan rasa sakit, tapi yang sebenarnya tidak perlu. Kehidupan memang
mengandung risiko yang dapat diperhitungkan dan banyak dari kita bersedia
mengambil resiko itu dengan partisipasi aktif. Biarpun tidak jarang kita kena
pukulan hebat, namun kita masih cukup kuat untuk bangun kembali dan memulai
lagi.
Di samping itu, ada pula orang yang sesudah mengalami sesuatu yang
menyakitkan, membatasi gerak-geriknya. Misalnya, seorang pemuda, setelah
putus cinta dengan pacarnya, lalu melakukan penyekatan diri, sehingga ia merasa
tidak mungkin lagi untuk berhubungan emosional yang erat. Penyekatan
erosional memberi perlindungan, tetapi dengan menjauhkan dan melepaskan diri
dari kegiatan atau keadaan yang dapat menimbulkan lagi rasa sakit seperti
dialami dahulu, namun dengan mengurangi partisipasi yang sehat dan
bersemangat dalam hidupnya.
15. Isolasi (intelektualisasi, disosiasi)
Merupakan suatu bentuk penyekatan emosional. Beban emosi dalam
suatu keadaan yang menyakitkan, diputus atau diubah (didistorsi). Rasa sedih
karena kematin seorang kekasih diurangi dengan mengatakan, misalnya: “ sudah
nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi”. Kita dapat mengurangi
rasa salah karena perbuatan yang tidak layak dengan menunjukkan relativitas
sebuah pemikiran baik atau buruk, atau pemikiran benar atau salah dalam
kebudayaan.
Dalam keadaan yang menyakitkan ada juga dengan tersenyum
mengatakan; “biarlah, tidak apa-apa”. Dalam keadaan begini, maka rasionalisasi
dan mekanisme pembelaan ego lain dapat berperan penting akan tetapi pada
isolasi, yang mencolok adalah pemutusan beban emosional yang normal dengan
cara intelektualisasi.
Isolasi tu mungkin juga timbul dalam bentuk disosiasi, yaitu tidak ada
hubungan lagi antar pemikiran dan emosi atau antara berbagai sikap yang
bertentangan. Seorang yang yakim akan demokrasi mungkin juga percaya bahwa

12
diskriminasi perlu; seorang pedagang yang kasar dan tidak jujur dapat menjadi
seorang ayah yang lemah-lembut atau seorang penyokong keadilan social. Dalam
keadaan yang extrem terjadi isolasi atau disosiasi dari sebagian ego, seperti
dalam kepribadian ganda.
16. Simpatisme
Berusaha mendapatkan simpati dengan jalan menceritakan “berbagai
kesukarannya”, misalnya penyakit atau kesusahan lain. Bila ada orang yang
menyatakan simpati kepadanya, maka rasa harga dirinya diperkuat, biarpun ada
kegagalan.
17. Pemeranan (acting out)
Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan
terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan melakukannya. Dalam keadaan
biasa hal ini tidak dilakukan, kecuali bila individu itu lemah dalam pengawasan
kesusilaannya. Akan tetapi kadang-kadang manusia mengalami keadaan yang
penuh ketegangan dan kecemasan yang begitu tinggi, sehingga setiap
tindakannya dirasakan sebagai meringankan, agar “hal itu segera selesai”.
Telah kita bicarakan bermacam-macam mekanisme pembelaan ego. Perlu
ditekankan disini, bahwa dengan mengamati satu macam tindakan saja, masih
belum dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut merupakan salah satu jenis
mekanisme pembelaan ego. Misalnya bila seseorang giat dalam suatu gerakan
social, lantas langsung dikatakan bahwa itu adalah sublimasi; atau bila seseorang
memberi derma maka itu adalah pelepasan atau tebusan. Perlu sekali
dipertimbangkan juga kepribadian orang itu serta motivasi perilakunya.
Selanjutnya kita akan membahas dekompensasi mental atau proses terjadinya
gangguan jiwa, yaitu bilamana cara-cara penyesuaian tidak lagi memadai dalam
usaha mengatasi stress.

Berdasarkan buku Dinamika Kepribadian (Arif, 2006), mekanisme pertahanan


ego dikelompokkan menjadi tiga , yakni:
 Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Matang (Mature)
1. Sublimasi
Sublimasi adalah mekanisme yang mengubah atau mentrasformasikan dorongan-
dorongan primitif, baik dorongan seksual dan agresi, menjadi dorongan yang
sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku di realitas eksternal.

13
Misalnya: dorongan seksual diubah menjadi dorongan kreatif untuk menghasilkan
karya seni; dorongan agresi diubah menjadi daya juang untuk mencapai suatu
tujuan.

2. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk mengatasi suatu kekurangan dalam suatu
bidang dengan cara mengupayakan kelebihan di bidang lain.
Misalnya: seseorang yang tidak memiliki prestasi akademik yang baik memiliki
prestasi olahraga yang sangat baik.

3. Supresi
Supresi merupakan satu- satunya mekanisme pertahanan ego yang dilakukan
secara sadar. Supresi merupakan upaya peredaman kembali suatu dorongan
libidinal (dorongan Id) yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal.
Peredaman dorongan ini dianggap telah melalui suatu pertimbangan rasional.
Contoh: salah seorang teman Anto menyinggung dan membangkitkan amarah dan
dorongan agresinya. Namun, Anto meredam kembali dorongan untuk bertindak
agresi secara impulsif karena akan mengakibatkan dampak yang serius pada relasi
saya dengannya. Kemudian, Anto memilih untuk mengungkapkan perasaan secara
asertif di waktu yang lebih tepat.

4. Humor
Melalui humor, seseorang dapat mengubah penghayatan akan suatu peristiwa yang
tidak menyenangkan menjadi menyenangkan. Humor juga dapat berfungsi
menyalurkan agresivitas tanpa bersifat destruktif.
Misalnya: menertawakan diri sendiri ketika apa yang dikehendaki tidak tercapai.

 Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Tidak Matang (Immature)


1. Represi
Represi adalah upaya meredam suatu dorongan libidinal yang berpotensi konflik
dengan realitas eksternal. Yang membedakannya dengan supresi adalah represi
dilakukan tanpa membiarkannya sadar terlebih dahulu. Oleh karena dorongan
yang diredam ini tidak melalui kesadaran, orang yang bersangkutan tidak
mungkin mengolahnya secara rasional.

14
Contoh: seseorang yang kurang asertif mungkin akan lebih sering mengggunakan
represi untuk meredam kemarahan dan agresivitanya ketika ia tidak berani
menolak hal- hal yang tidak disukainya. Dari luar kelihatan sabar, tetapi
diketidaksadarannya dipenuhi gejolak amarah.
Dibutuhkan energi psikis yang lebih besar untuk melakukan represi
dibandingkan dengan supresi. Hal ini dapat menyebabkan kepribadian melemah.
Saat kepribadian semakin lemah, represi yang dilakukan semakin tidak efektif.
Dorongan yang hendak diredam seringkali lolos dengan berbagai cara. Misalnya:
fenoma slip of the tongue, yaitu ketika suatu ucapan yang netral menjadi agresif
ataupun porno. Fenomena latah juga termasuk di dalamnya. Orang yang
sungguh- sungguh latah akan mengucapkan kata- kata porno saat ia latah.

2. Proyeksi
Proyeksi merupakan mekanisme di mana seseorang secara psikis menolak dan
mengeluarkan bagian diri yang tidak dikehendakinya. Bagian yang tidak
dikehendaki ini tampil pada orang lain. Orang yang melakukan proyeksi tidak
dapat mengenali tampilan yang dilihatnya pada orang lain sebagai bagian dari
dirinya.
Contoh: seseorang yang tidak mengenal hasrat seksual yang bergejolak dalam
dirinya akan melihat kebanyakan orang lain berpikir dan bertingkah laku porno.

3. Introyeksi
Mekanisme ini dilakukan dengan cara “mengambil alih” suatu ciri kepribadian
yang ditemukannya pada orang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan
struktur kepribadian pada orang yang bersangkutan.
Contoh: dalam beberapa organisasi tertentu, senior sering memberikan tekanan
psikis yang sangat berat kepada anggota baru. Dalam kondisi stress berat,
anggota baru tersebut akan lebih mudah mengintroyeksikan tindakan seniornya
ini. Untuk perlindungan diri, para anggota baru tersebut mengubah salah satu
struktur kepribadiannya, serupa dengan senior yang “menyiksanya”.

4. Reaksi Formasi
Reaksi formasi merupakan suatu upaya melakukan hal yang sebaliknya untuk
melawan suatu dorongan internal yang dapat menimbulkan konflik.

15
Contoh: seorang yang memiliki hasrat seksual yang tinggi berlaku seolah- olah
dia sangat membenci segala sesuatu yang berbau seks.

5. Undoing
Undoing adalah upaya simbolik untuk membatalkan suatu impuls yang telah
terwujud menjadi tingkah laku. Hal ini biasanya dilakukan dengan melakukan
ritual tertentu.
Contoh: seseorang tidak dapat menahan diri untuk melakukan masturbasi.
Kemudian dia menyesal dan melakukan upaya untuk “membersihkan”
pelanggaran yang dia lakukan dengan suatu ritual, misalnya mandi dan mencuci
tangan. Hal ini akan berulang kali dilakukannya bila dia mengulang perbuatan
masturbasi.

6. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah upaya mendistorsikan persepsinya akan suatu realitas.
Pikiran akan memberikan alasan- alasan yang kelihatannya masuk akal. Hal ini
dilakukan agar suatu kenyataan yang semula berbahaya dan dapat mengguncang
kepribadiannya, menjadi lebih mudah diterima.
Misalnya: bagi seorang yang self-esteemnya rapuh, penolakan cinta dari lawan
jenis akan mengguncang kepribadiannya. Orang yang bersangkutan kemudian
melakukan rasionalisasi dengan mendistorsikan kenyataan. Dia beranggapan
bahwa lawan jenis tersebut menolaknya karena merasa tidak layak untuk menjadi
kekasihnya.

7. Isolasi
Isolasi merupakan suatu cara untuk meredam suatu aspek yang dianggap paling
berbahaya. Akibatnya, kepribadian menghayati pengalaman tersebut secara
parsial tidak utuh. Seorang yang harmonis dengan realitas eksternal dapat
menghayati pengalaman hidupnya secara utuh. Keutuhan itu dapat dilihat dari
aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan konatif (tingkah laku).
Misalnya: ketika seorang mendapat bonus gaji, orang tersebut akan memikirkan
hal- hal yang menyenangkan. Perasaan akan gembira dan wajahnya berseri- seri
pada hari itu. Pada orang yang melakukan isolasi, contoh: seseorang yang tidak
sanggup menerima kenyataan bahwa orang yang paling dikasihinya meninggal

16
tidak merasa sedih dan tidak menunjukkan kesedihan. Yang ada hanyalah
perasaan hampa. Sesungguhnya kesedihan yang dialami orang tersebut sangat
besar, lebih besar dari yang sanggup ditanggungnya sehingga ia memendamnya.
Hal ini tidak sehat karena akan mengganggu kepribadian di masa yang akan
datang.

8. Intelektualisasi
Mekanisme ini terlalu menonjolkan aspek inteleknya secara berlebihan.
Tujuannya untuk mengkompensasi bagian kepribadian lain yang kurang.
Contoh: seorang yang kurang terampil menjalin relasi sosial yang hangat dengan
orang lain, memperlihatkan upaya yang terlalu besar untuk menonjolkan
kepintarannya.

9. Displacement
Displacement dilakukan dengan cara mengganti objek yang menjadi sasaran
kemarahan.
Misal: seseorang sangat marah terhadap atasannya karena penghinaan yang
dilakukan sang atasan. Namun, karena tidak mungkin melampiaskan
kemarahannya, dia mengalihkan dorongan tersebut kepada orang lain. Misalnya
kepada bawahannya yang mungkin hanya melakukan kesalahan kecil.

10. Denial
Denial merupakan suatu mekanisme dengan menyangkal bahwa suatu peristiwa
sungguh- sungguh terjadi. Hal ini dilakukan karena tidak sanggup menerima
kenyataan tersebut.

11. Regresi
Regresi artinya mundur secara mental dari suatu tahap perkembangan. Hal ini
dilakukan karena seseorang tidak sanggup atau mengalami kesulitan untuk maju
ke tahap perkembangan selanjutnya.
Misalnya: seorang bapak paruh baya yang tidak merasa dengan dirinya yang
semakin tua, kembali ke fase phallic. Sehingga ia akan menunjukkan kegenitan
dan seductiveness.

17
 Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Primitif (Archaic)
1. Splitting
Splitting adalah mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya
menangani berbagai pengalaman yang dialaminya. Splitting membagi suatu objek
atau pengalaman menjadi dua, yakni baik dan buruk. Mekanisme ini tidak
mampu melihat daerah “abu- abu” di antaranya. Secara primitif, hal yang
menyenangkan akan dihayati baik sedangkan yang tidak menyenangkan akan
dihayati tidak baik. Semakin tumbuh dan kepribadian semakin matang, spiltting
jarang dilakukan. Mekanisme pertahanan ini biasanya dilakukan oleh orang
dengan gangguan mental yang berat.

2. Projective Identification
Defense mechanism ini jarang ditemui pada kepribadian yang cukup matang.
Mekanisme ini akan lebih sering ditemukan dalam kepribadian yang sangat
terganggu, misalnya pada pasien skizofrenia.

3. Primitive Idealization
Mekanisme ini dilakukan untuk mempertahankan harga diri mendasarnya (basic
self- esteem) ketika mengalami ancaman. Hal ini dilakukan dengan
mengidealisasikan orang lain dan kemudian mengembangkan kesatuan dengan
orang tersebut. Orang yang diidealisasikan akan dipandang sepenuhnya memiliki
nilai- nilai positif dan tidak memiliki nilai- nilai negatif sama sekali. Fantasi
kesatuan dengan orang tersebut akan membantu menambal harga diri yang
terluka.
Contoh: seseorang perempuan yang semasa kecilnya tidak pernah mendapat
kasih sayang dari orangtua, kemudian mengidealisasikan suaminya. Suaminya
dianggap sangat sempurna walaupun kenyataannya sangat kontras dengan
idealisasinya tersebut.

4. Omnipotence
Arti omnipotence adalah maha kuasa. Orang yang menggunakan mekanisme ini
menganggap dirinya maha kuasa dan mampu melakukan apapun juga, tidak takut

18
atau kuatir pada apapun juga. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh bayi pada
fase oral.

5. Manic Defense
Mekanisme pertahanan ego ini dikembangkan oleh Melanie Klein. Menurut
Klein, setiap orang memiliki dua posisi mental. Pertama adalah paranoid-
schizoid position, di mana seseorang merasa terpisah dari orang lain. Dia tida
dapat menghargai sepenuhnya keberadaan orang lain. Orang lain dipandang
sebagai objek- bukan subjek. Orang lain dipandang sebagai ancaman bagi diri
atau sarana pemuas kebutuhan semata. Posisi kedua adalah depressive position,
yaitu ketika seorang sepenuhnya menyadari keberadaan orang lain dan memiliki
ketergantungan terhadap mereka. Memandang orang lain sebagai subjek yang
juga memiliki perasaan dan pengalaman- pengalaman manusiawi yang serupa.
Menurut Klein, kita beralih dari satu posisi ke posisi yang lain. Saat berada dalam
posisi paranoid-skizoid kita cenderung menyakiti orang, baik dengan tindakan
aktual maupun khayalan. Saat berada dalam posisi depresi, kita menyadari bahwa
kita telah menyakiti orang lain. Kesadaran ini menimbulkan perasaan bersalah
dan takut kehilangan orang tersebut.
Pada manic defense, seseorang menyangkal bahwa ia sangat tergantung pada
orang yang dilukainya. Ia menyangkal takut kehilangan orang tersebut atau
menyangkal telah melakukan hal yang merugikan orang tersebut. mekanisme
manic defense bersikukuh pada fantasi bahwa ia akan tetap bahagia seorang diri
dan tidak membutuhkan orang lain.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif I S. Pandangan Topografis dan Pandangan Struktural Tentang
Kepribadian. In:Rose Herlina, Eds. Dinamika Kepribadian. Bandung: Refika
Aditama; 2006:13-24.
2. Arif I S. Defense Mechanism. In:Rose Herlina, Eds. Dinamika Kepribadian.
Bandung: Refika Aditama; 2006:31-44.

20

Anda mungkin juga menyukai