PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam kondisi fisiologis, kulit normal manusia akan menjadi tempat
kolonisasi bagi sejumlah mikroorganisme komensal. Kolonisasi ini bahkan telah
dimulai segera setelah lahir. Saat berlangsungnya persalinan pervaginam, terjadi
inokulasi dari kuman Staphylococcus epidermidis, segera setelah lahir kulit
neonatus juga mendapat kolonisasi Coryneform bacteria. Dalam beberapa minggu
komposisi flora normal pada kulit bayi akan menyerupai kulit orang dewasa.1
Pioderma merupakan istilah untuk menyebut semua penyakit infeksi pada
kulit yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus, Streptococcus maupun
keduanya. Infeksi ini mencakup infeksi superfisial yang hanya mengenai lapisan
epidermis kulit, hingga infeksi yang bersifat profunda, karena meluas hingga
lapisan subkutis. Penyebab tersering dari penyakit infeksi pada kulit ini adalah
Staphylococcus aureus dan Stresptococcus B hemolyticus.2
Furunkel merupakan salah satu jenis pioderma yang banyak dijumpai di
masyarakat. Penyakit ini didefinisikan sebagai peradangan pada folikel rambut dan
jaringan disekitarnya. Infeksi Staphylococcus aureus merupakan penyebab
tersering dari penyakit ini. Bila dalam satu area tubuh ditemukan lebih dari satu lesi
furunkel maka keadaan itu disebut sebagai furunkulosis, sedangkan bila ditemukan
beberapa furunkel yang menyatu dengan beberapa puncak pada permukaan lesinya,
maka kondisi tersebut dinamakan karbunkel.1,2
Gejala utama yang dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri. Lesi kulitnya
sendiri berupa nodul eritematosa yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
tengahnya akan dijumpai adanya puncak (core) yang biasanya berupa pustul
(central necrotic). Bagian tubuh yang sering bergesekan, seperti: aksila dan bokong
merupakan tempat predileksi dari penyakit ini.2,3
Secara umum pengobatan yang diberikan berupa: (1) pengobatan topikal
pada lesi dengan kompres dan pemberian salep atau krim antibiotik. Pada kasus
dengan lesi yang sedikit, biasanya pengobatan topikal saja sudah cukup. Pada
kasus-kasus dengan jumlah lesi yang banyak, pengobatan topikal biasanya perlu
dikombinasi dengan (2) pengobatan sistemik berupa pemberian antibiotika oral.4
1.2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka masalah yang
dapat dirumuskan adalah :
Hygiene/ sanitasi
lingkungan Pemaparan bakteri invasi jaringan
Malnutrisi Makanan /
minuman
KELUARGA
PASIEN
Pelayanan Demam 7 hari, Lingkungan
kesehatan terutama pada sekolah
Jarak rumah malam hari. Demam Kebersihan
dengan disertai nyeri lingkungan
puskesmas kepala. Mual sekolah kurang
muntah(+) sulit BAB
dekat terjaga
sejak 3 hari. Lidah
kotor (+)
Komunitas
Kebersihan lingkungan di sekitar rumah baik
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi, tujuannya
yakni
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi ASPETRI
Jateng 2011).
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien. Melakukan
pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis,
dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor individual
termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan
pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
1.4.
1.5.
1.6.n