Anda di halaman 1dari 9

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan

maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik (Price, 2005).


Fraktur Femur di definisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi

fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur terbuka yang disertai adanya

kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan

fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha

(Helmi, 2012)

2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan

sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,

dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh

dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan

fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005). Sebagian besar patah tulang

merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil, olahraga atau karena

jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan

dari tenaga melawan tulang, usia penderita dan kelenturan. Tulang yang rapuh

karena osteoporosis dapat mengalami patah tulang.

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinnis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstermitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna

(Smeltzer, 2005).

4. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam

setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan

sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent

jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah

eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang

rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena

tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan

darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur

femur pelvis (Suratun, dkk, 2008).


b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena

tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan

bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat

pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan

dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu

minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea,

takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk, 2008).


c. Sindrom kompartemen (Volkmanns Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam

kompartemen osteofasial yang tertutup. Sindrom kompartemen ditandai

dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang

hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak

dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai

bawah dan tungkai atas (Handoyo, 2010).


d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia

tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering

dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.

Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).


e. Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran

normal. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan

(disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan

otot (Suratum, dkk, 2008).

5. Patofisologi
Apabila terjadi terputusnya kontinuitas tulang, maka hal tersebut akan

mempengaruhi berbagai struktur yang ada disekitarnya, seperti otot dan pembuluh

darah. Akibat yang terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur yang

dapat dilihat dari tipe, luas, dan lokasi fraktur itu sendiri. Pada umumnya terjadi

edema pada jaringan lunak, perdarahan otot dan persendian, dislokasi atau

pergeseran tulang, rupture tendon, putus persarafan, kerusakan pembuluh darah,

dan perubahan bentuktulang, serta terjadinya deformitas.


Bila terjadi patah tulang maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya

terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar tulang

tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan

hebat timbul setelah fraktur.


(Smeltzer dan Bare, 2002)

6. Pathway
Terlampir

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur femur secara umum menurut Sjamsuhidajat (2005) antara

lain :

Medis
a. Obat
Pengobatan umum pada fraktur antara lain:
1) Antibiotika dosisi tinggi secara oral atau suntikkan.
2) Anti tetanus serum dan toksoid.
3) Anti-inflamasi
4) Analgetik.
b. Terapi konservatif :
1) Proteksi
2) Immobilisasi saja tanpa reposisi
3) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
4) Traksi.
c. Terapi operatif
ORIF (open reduction and internal fixation) adalah suatu bentuk pembedahan

dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.

Keperawatan

1) Atasi syok dan pendarahan, serta dijaga kepatenan jalan nafas


2) Sebelum penderita dipindahkan, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,

mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya

kedudukan fraktur.
3) Managemen nyeri

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci

kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah

trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme

trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara

sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000).
b. Pola Gordon
1) Pola kebutuhan rasa aman dan nyaman.
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area

jaringan/ kerusakan tulang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat

kerusakan saraf. Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan

warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-

tiba).
2) Pola istirahat dan tidur.
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini

dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.


3) Aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien

menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang

lain.
c. Pemeriksaan Fisik
Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur

adalah:
1) Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.
2) Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
3) Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.
d. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sjamsuhidayat (2005), pemeriksaan penunjang untuk fraktur antara

lain :
1) Bone Scan, Tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur

danmengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak


2) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
3) Arteriogram: dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

pada trauma multipel), peningkatan Sel darah putih adalah respon stres

normal setelah trauma.


5) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien fraktur femur menurut Herdman

(2009) adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot femur, gerakan fragmen

tulang, oedema dan cidera pada jaringan lunak, tindakan invasive.


b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskulerc.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur infasif dan adanya

luka terbuka.
d. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan luka terbuka,

bedahperbaikan, pemasangan pen.


e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot femur, gerakan fragmen

tulang, oedema dan cidera pada jaringan lunak, alat traksi / mobilisasi, stres

ansietas.
NOC : pain level, pain control
Kriteria hasil mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri mampu

menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari

bantuan). Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan

tanda nyeri). Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Mengatakan

nyeri hilang, menunjukan tindakan santai, mampuberpartisipasi beraktifitas

dengan tepat (Herdman, 2009)


NIC : pain managemen (1400) (Docherman dan Belechek, 2009, Dongoes,

2000)
1) Pertahankan imobilisasi bagian femur dengan tirah baring, pemberat,

gips dantraksi.
2) Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik.
3) Dorong penggunaan teknik menejemen nyeri.
4) Identifikasi aktifitas terapeutik dengan tepat untuk usia pasien,

kemampuan fisik dan penampilan pribadi.


5) Kolaborasi pemberian analgesik

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler.
NOC : Mobility level
Kriteria hasil; Klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan

kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu

untuk mobilisasi (walker).(Herdman, 2009)


NIC : Exercise therapy : ambulation (6580), (7710), Docherman dan

Belechek, 2009, Dongoes, 2000)


1) Monitoring vital sign 2)Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
2) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan.
3) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
4) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur infasif dan adanya

luka terbuka.
NOC : Risk control, Infection control
Kriteria hasil klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. Mendeskripsikan

prosespenularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaannya. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi. Jumlah leukosit dalam batas normal. Menunjukkan perilaku hidup

sehat.(Herdman, 2009)
NIC : Infection control (6540), (6545), Docherman dan Belechek, 2009,

Dongoes, 2000)
1) Pantau atau monitor tanda-tanda infeksi.
2) Monitor temperatur klien secara 4 jam
3) Anjurkan klien menjaga kebersihan pakaian, badan dan tempat tidur.
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
5) Melakukan perawatan luka atau ganti balutan luka.
6) Berikan antibiotik sesuai indikasi.
7) Pantau hasil laboraturium (DPL, hitung granulosit absolut, hasil-hasil

yang berbeda, protein serum, dan albumin).


d. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan luka terbuka,

bedahperbaikan, pemasangan pen, kawat skrup.


NOC : Tissue integrity
Kriteria hasil Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,

elastisitas,temperatur, hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka/lesi pada kulit.

Perfusi jaringan baik. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan mencegah terjadinya cedera berulang. Mampu melindungi kulit dan

mempertahankan kelembaban kulit danperawatan alami.(Herdman, 2009)


NIC : Pressure Management (6580), (63584), Docherman dan Belechek,

2009, Dongoes, 2000)


1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2) Hindari kerutan pada tempat tidur.
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


NOC : Knowledge : health behavior, disease process
Kriteria hasil pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang

penyakit,kondisi, prognosis dan program pengobatan. Pasien dan keluarga

mampumelaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar. Pasien dan

keluarga mampumenjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim

kesehatan lainnya(Herdman, 2009)


NIC : Teaching : disease process (5510), Docherman dan Belechek, 2009,

Dongoes, 2000)

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik.


2) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, resiko,

dan komplikasi dengan cara yang tepat.


3) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

mencegah komplikasi di masa yang akan datang.


4) Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberiperawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.

4. Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri pada pasien dapat berkurang
2. Pasien dapat beraktivitas dan berpindah secara bertahap dengan mandiri
3. Tidak terjadi infeksi pada pasien
4. Integritas kulit pasien dapat dipertahankan
5. Pengetahuan pasien dan keluarga meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC
Jakarta :EGC
Medika, Jakarta
Noor Helmi, Zairin, (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1,Salemba
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit (edisi 6).
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Smeltzer, C. Suzanne, Bare G. Brenda., (2005). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Alih
Bahasa: dr. H. Y. Kuncara. Jakarta: EGC
Suratun, L., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Penerbit
Trans Info Media. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai