PENDAHULUAN
Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan
pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan1. Baru
sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian
di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan
telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan2.
Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan
antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian,
Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang
menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974,
Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa
demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar
maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD)
yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk
perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan
isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih
lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari
skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk
mengintervensi sebelum demensia terjadi.
Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi,
metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan.
Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus
demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia
lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di
Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan
19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam
perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan
stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat
hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke5.
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan
bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 %
pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun6.
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor
genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler.
DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan
juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum
dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4
akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron,
VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk
reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang
dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko
tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan
perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam
respon terhadap trauma sistem saraf pusat 10.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian yang
mendalam tentang demensia vaskuler secara komprehensif. Diharapkan dapat meberikan
pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria diagnosis, pemeriksaan dan
pencegahan penyakit akan membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis terhadap
pasien-pasien demensia vaskuler sehingga manajemen akan lebih terarah dan terukur.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Demensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang
menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian. Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu
kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,
perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan
sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori
yang menonjol4.
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark,
dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke
dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan
kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko
vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).
C. Jenis Kelamin
Prevalensi dari demensia vaskular lebih tinggi diderita oleh pria daripada wanita.
D. Usia
Insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia
Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun
prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe
Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia
90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home
bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler,
yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia.
Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia.
Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60
hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.
4. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1)
penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab
lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan
klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam
folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat
kemungkinan penyebab demensia :
Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia2
Demensia Degeneratif Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia
Penyakit Alzheimer Infark serebri (infark tunggak maupun
Demensia frontotemporal multipel atau infark lakunar)
(misalnya; Penyakit Pick) Penyakit Binswanger
Penyakit Parkinson (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
Demensia Jisim Lewy Insufisiensi hemodinamik
Ferokalsinosis serebral idiopatik (hipoperfusi atau hipoksia)
(penyakit Fahr) Fisiologis
Kelumphan supranuklear yang Hidrosefalus tekanan normal
progresif Kelainan Metabolik
Lain-lain Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12,
Penyakit Huntington folat)
Penyakit Wilson Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme)
Leukodistrofi metakromatik Gangguan metabolisme kronik (contoh :
Neuroakantosistosis uremia)
Trauma Tumor
Dementia pugilistica, Tumor primer maupun metastase
posttraumatic dementia (misalnya meningioma atau tumor metastasis
Subdural hematoma dari tumor payudara atau tumor paru)
Infeksi Penyakit demielinisasi
Penyakit Prion (misalnya Sklerosis multipel
penyakit Creutzfeldt-Jakob, Obat-obatan dan toksin
bovine spongiform encephalitis, Alkohol
(Sindrom Gerstmann- Logam berat
Straussler) Radiasi
Acquired immune deficiency Pseudodemensia akibat
syndrome (AIDS) pengobatan (misalnya
Sifilis penggunaan antikolinergik)
Kelainan Psikiatrik Karbon monoksida
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada
skizofrenia lanjut
Penyebab dari Demensia
Other Causes
Brain Injury 7%
4%
Vaskular Causes or
Multi-Infarct
Demensia
15%
Alzheimer's Disease
Multiple Causes 61%
13%
6. Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir
ini. Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia,
Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial
ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark2.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian
menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat
terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang
berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan
leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan
mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien
yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke
terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya
berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi
tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia1.Katzman et.al
melaporkan resiko terjadinya demensia vaskuler yang dihubungkan dengan keadaan
depresi atau stres psikologik sebelumnya.
Depresi merupakan suatu sindroma premonitori untuk VaD pada pasien-pasien
stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada
otak.Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian,
dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik
bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem
saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme
otak normal, dan terdapatnya alel 4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan
pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD
ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan
Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.
Resiko yang berhubungan dengan paparan pepstisida dan pupuk telah
dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan
daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan.
hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson2.
7. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National
Institute of Neurological Disorders and Stroke, and LAssociation Internationale pour la
Recherche et LEnseignmement en Neurosciences ).
1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini
a. Demensia
b. Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit
neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot
wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll.
Yang konsisten dengan stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti
yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau
MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat
strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio
dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba
atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-
kelainan di atas.
c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih
keadaan dibawah ini
- Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang
progresif dan bersifat stepwise.
-
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
a. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan
kegiatan dan abstraksi.
Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan
sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
b. CVD yang meliputi kedua-duanya :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese,
parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri,
gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan
lesi subkortikal otak.
8. Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai
berikut :
a. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,
magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh
kelainan urologi3. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan
depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi
psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.
b. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD:
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan
motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai
pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi3.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.
c. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,
emosi labil, dan retardasi psikomotor.
d. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan
kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.
9. Pemeriksaan
Pemeriksaan VaD secara umum antara lain :
A. Riwayat medis meliputi:
1. Riwayat medik umumWawancara meliputi gangguan medik yang dapat
menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup
jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes,
arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik (sifilis, AIDS ).
2. Riwayat Neurologi umumWawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke,
TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak
karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan
motorik sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan
yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang
mengarah pada VaD.
3. Riwayat NeurobehaviourInformasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi
kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan
tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrikRiwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien
mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,
halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau
sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.Keracunan logam berat, pestisida, lem
dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan
demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan
antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga, Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada
keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum, Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital,
arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis, Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau
kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak,
gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental, Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori,
orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis,
gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsionalAdalah pemeriksaan performa nyata penyandang
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrikPemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental
penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium., cemas
atau mengalami gejala psikotik.
o Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium
dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat,
fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat
nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan
persepsi yang menonjol.
Perbedaan klinis delirium dan Demensia.
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal cepat Lambat laun
Terdapat penyakit lain Biasanya penyakit otak
Sebab (infeksi, dehidrasi, kronik (alzaimer, demensia
guna/putus obat) vaskular)
Lamanya Berhari-hari/minggu Berbulan-bulan/tahunan
Perjalanan Sakit Naik turun Kronik progresif
Naik turun, terganggu
Taraf Kesadaran Orientasi Normal intak pada awalnya
periodik
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tidak cemas
Alam Fikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Lamban. Inkoheren, Sulit menemukan istilah tepat
Bahasa Daya Ingat inadekuat, angka pendek Jangka pendek dan panjang
terganggu nyata terganggu
Halusinasi jarang terjadi
Persepsi Halusinasi (visual)
kecuali sundowning
Normal
Retardasi, agitasi, campuran
Psikomotor Tidur Sedikit terganggu siklus
Terganggu siklus tidurnya
tidurnya
Atensi dan Kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
o Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang
sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang
menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi
(depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat
menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi
secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari
akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta
sering memiliki riwayat episode depresi.
o Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang
didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada
demensia.
o Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi
kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat
yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan.
Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait
usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori
dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara
signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.
o Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa
kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas
dan tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya
akan memberikan respon terhadap terapi antidepresan.
e. Terapi non-farmakologis
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,
pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent,
gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi
wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, tarapi
cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home, dan respite
center.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler
dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering
muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan,
kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi
farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol
gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang
timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri),
situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya3. DepresiPasien
demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih
berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat
memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki
gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2. Menghindari tugas yang kompleks.
3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4. Konseling dengan psikiater.
f. Terapi Psikososial
g. Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh sering
juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk
pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3. Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari
12. Pencegahan
Manajemen dari faktor-faktor resiko mempunyai target pada berbagai level, tergantung
dari latar belakang medis pasien dan dimana pasien berada pada saat berlangsungnya
penyakit. Chui et. al mengusulkan suatu klasifikasi yang terintegrasi dari cedera vaskuler
otak berdasar pada strategi pengobatan. Untuk tiap kasus, klinisi harus fokus secara
sistematik pada strategi pengobatan yang spesifik, yang ditujukan pada pencegahan
primer (faktor resiko), pencegahan sekunder ( mekanisme dasar kerusakan vaskuler otak)
dan pencegahan tersier (pada kasus dimana terjadi gangguan fungsional). Klasifikasi ini
juga menekankan kebutuhan akan deteksi dini pada pasien-pasien dengan gangguan
kognisi yang minimal yang berada pada resiko uintuk berkembangnya demensia. Pasien-
pasien ini akan menerima keuntungan dari pengobatan yang agresif1.
13. Prognosis
Tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi. Pasien dengan
onset yang dini da nada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai perjalanan
penyakit yang lebih progresif.