Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan
pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan1. Baru
sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian
di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan
telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan2.

Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan
antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian,
Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang
menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974,
Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa
demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar
maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD)
yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk
perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan
isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih
lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari
skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk
mengintervensi sebelum demensia terjadi.

Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi,
metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan.
Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus
demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia
lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di
Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan
19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam
perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan
stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat
hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke5.
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan
bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 %
pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun6.

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor
genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler.
DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan
juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum
dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4
akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron,
VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk
reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang
dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko
tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan
perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam
respon terhadap trauma sistem saraf pusat 10.

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian yang
mendalam tentang demensia vaskuler secara komprehensif. Diharapkan dapat meberikan
pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria diagnosis, pemeriksaan dan
pencegahan penyakit akan membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis terhadap
pasien-pasien demensia vaskuler sehingga manajemen akan lebih terarah dan terukur.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi
Demensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang
menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian. Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu
kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,
perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan
sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori
yang menonjol4.
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark,
dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke
dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan
kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko
vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).

Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :


1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis: lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori
arteri serebri posterior, dan arteri erebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
Lesi iskemik substansia alb
Infark lakuner subkortikal
Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
2. Klasifikasi

Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan


struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III (PPDGJ III).1,3
(a) Menurut Umur:1
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
(a) Menurut perjalanan penyakit:
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B,
Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
(b) Menurut kerusakan struktur otak
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan HIV-AIDS
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
o Neurosifilis
o Tipe campuran
(c) Menurut sifat klinis:
o Demensia proprius
16
o Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain

Diagnosis dan Keluhan Utama


Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR,
Demensia vaskuler (tabel 2.3),
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status mental,
dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap
peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.2
Tabel.2.3. Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
a. Afasia ( gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon
ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih
dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang
Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III
3. Epidemiologi
A. Frekuensi Internasional
Demensia vaskular adalah penyebab umum kedua dari Demensia di United States
dan Eropa, tetapi merupakan penyebab paling umum di beberapa negara bagian di
Asia.
Tingkat prevalensi demensia vaskular adalah 1,5% di negara-negara Barat dan
sekitar 2,2% di Jepang
Di Jepang, demensia vaskular menduduki tingkat 50% dari semua demensia dan
terjadi pada orang yang lebih tua dari 65 tahun.
Di Eropa, demensia vaskular dan demensia campuran menduduki tingkat sekitar
20% dan 40% dari masing-masing kasus.
Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular.
Dalam penelitian berbasis masyarakat di Australia, tingkat prevalensi untuk
demensia vaskular dan demensia campuran masing-masing 13% dan 28%.
Tingkat prevalensi demensia adalah 9 kali lebih tinggi pada pasien yang telah
mengalami stroke dibandingkan dengan yang terkontrol. Satu tahun setelah
stroke, 25% pasien mengalami perkembangan onset baru dari demensia. Dalam
waktu 4 tahun setelah stroke, risiko relatif kejadian demensia adalah 5,5%.

B. Mortalitas dan Morbiditas


Vaskular demensia dikaitkan dengan tingkat kematian lebih tinggi daripada
penyakit Alzaimer, mungkin karena koeksistensi penyakit aterosklerotik lainnya.
Studi tentang penyebab kematian pada pasien dengan demensia menunjukkan
bahwa gangguan sistem peredaran darah (misalnya, penyakit jantung iskemik)
adalah penyebab langsung kematian paling umum di demensia vaskular, diikuti
oleh penyakit sistem pernapasan (misalnya, pneumonia).
Sebuah studi tentang angka rawat inap pada pasien dengan demensia
menunjukkan bahwa orang-orang menunjukan pengembangan pada berbagai
jenis insiden demensia, termasuk demensia vaskular, ditemukan memiliki
peningkatan risiko rawat inap, termasuk rawat inap untuk ambulatory care pada
kondisi yang sensitif.

C. Jenis Kelamin
Prevalensi dari demensia vaskular lebih tinggi diderita oleh pria daripada wanita.
D. Usia
Insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia
Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun
prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe
Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia
90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home
bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler,
yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia.
Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia.
Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60
hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10
hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

4. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1)
penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab
lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia
alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan
klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya
hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam
folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat
kemungkinan penyebab demensia :
Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia2
Demensia Degeneratif Kelainan jantung, vaskuler dan anoksia
Penyakit Alzheimer Infark serebri (infark tunggak maupun
Demensia frontotemporal multipel atau infark lakunar)
(misalnya; Penyakit Pick) Penyakit Binswanger
Penyakit Parkinson (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
Demensia Jisim Lewy Insufisiensi hemodinamik
Ferokalsinosis serebral idiopatik (hipoperfusi atau hipoksia)
(penyakit Fahr) Fisiologis
Kelumphan supranuklear yang Hidrosefalus tekanan normal
progresif Kelainan Metabolik
Lain-lain Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12,
Penyakit Huntington folat)
Penyakit Wilson Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme)
Leukodistrofi metakromatik Gangguan metabolisme kronik (contoh :
Neuroakantosistosis uremia)
Trauma Tumor
Dementia pugilistica, Tumor primer maupun metastase
posttraumatic dementia (misalnya meningioma atau tumor metastasis
Subdural hematoma dari tumor payudara atau tumor paru)
Infeksi Penyakit demielinisasi
Penyakit Prion (misalnya Sklerosis multipel
penyakit Creutzfeldt-Jakob, Obat-obatan dan toksin
bovine spongiform encephalitis, Alkohol
(Sindrom Gerstmann- Logam berat
Straussler) Radiasi
Acquired immune deficiency Pseudodemensia akibat
syndrome (AIDS) pengobatan (misalnya
Sifilis penggunaan antikolinergik)
Kelainan Psikiatrik Karbon monoksida
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada
skizofrenia lanjut
Penyebab dari Demensia
Other Causes
Brain Injury 7%
4%

Vaskular Causes or
Multi-Infarct
Demensia
15%

Alzheimer's Disease
Multiple Causes 61%
13%

5. Patologi dan Patofisiologi


Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti.
Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian
telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan
melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri
posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di
otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan
defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba
bagian frontal atau basal dari forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna
hippocampus, mamillary bodies, otak tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik
perubahan - perubahan tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile)
didapatkan juga sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran
digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada
penurunan kognisi1.
Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi
adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa
patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk
trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba
sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang
patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi
infark dan substansia alba tanpa infark1.

6. Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir
ini. Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia,
Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial
ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark2.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian
menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat
terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang
berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan
leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan
mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien
yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke
terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya
berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi
tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia1.Katzman et.al
melaporkan resiko terjadinya demensia vaskuler yang dihubungkan dengan keadaan
depresi atau stres psikologik sebelumnya.
Depresi merupakan suatu sindroma premonitori untuk VaD pada pasien-pasien
stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada
otak.Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian,
dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik
bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem
saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme
otak normal, dan terdapatnya alel 4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan
pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD
ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan
Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.
Resiko yang berhubungan dengan paparan pepstisida dan pupuk telah
dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan
daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan.
hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson2.

7. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National
Institute of Neurological Disorders and Stroke, and LAssociation Internationale pour la
Recherche et LEnseignmement en Neurosciences ).
1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini
a. Demensia
b. Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit
neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot
wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll.
Yang konsisten dengan stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti
yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau
MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat
strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio
dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba
atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-
kelainan di atas.
c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih
keadaan dibawah ini
- Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang
progresif dan bersifat stepwise.
-
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
a. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan
kegiatan dan abstraksi.
Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan
sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
b. CVD yang meliputi kedua-duanya :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese,
parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri,
gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan
lesi subkortikal otak.

8. Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai
berikut :
a. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,
magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh
kelainan urologi3. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan
depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi
psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.
b. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD:
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan
kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan
motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai
pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi3.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.
c. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,
emosi labil, dan retardasi psikomotor.
d. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan
kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

9. Pemeriksaan
Pemeriksaan VaD secara umum antara lain :
A. Riwayat medis meliputi:
1. Riwayat medik umumWawancara meliputi gangguan medik yang dapat
menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup
jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes,
arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik (sifilis, AIDS ).
2. Riwayat Neurologi umumWawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke,
TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak
karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan
motorik sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan
yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang
mengarah pada VaD.
3. Riwayat NeurobehaviourInformasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi
kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan
tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrikRiwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien
mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,
halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau
sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.Keracunan logam berat, pestisida, lem
dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan
demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan
antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga, Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada
keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum, Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital,
arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis, Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau
kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak,
gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental, Pemeriksaan kognisi status mental meliputi memori,
orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis,
gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsionalAdalah pemeriksaan performa nyata penyandang
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrikPemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental
penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium., cemas
atau mengalami gejala psikotik.

10. Diagnosis Banding


Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
o Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer
dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit
serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas,
kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh
kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler
daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan
adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
o Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15
menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA
biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang
mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya
menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga
pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di
kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi
klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara
episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara
umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan
fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi
sistem karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau
kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi
seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif
untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.

o Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium
dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat,
fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat
nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan
persepsi yang menonjol.
Perbedaan klinis delirium dan Demensia.
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal cepat Lambat laun
Terdapat penyakit lain Biasanya penyakit otak
Sebab (infeksi, dehidrasi, kronik (alzaimer, demensia
guna/putus obat) vaskular)
Lamanya Berhari-hari/minggu Berbulan-bulan/tahunan
Perjalanan Sakit Naik turun Kronik progresif
Naik turun, terganggu
Taraf Kesadaran Orientasi Normal intak pada awalnya
periodik
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tidak cemas
Alam Fikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Lamban. Inkoheren, Sulit menemukan istilah tepat
Bahasa Daya Ingat inadekuat, angka pendek Jangka pendek dan panjang
terganggu nyata terganggu
Halusinasi jarang terjadi
Persepsi Halusinasi (visual)
kecuali sundowning
Normal
Retardasi, agitasi, campuran
Psikomotor Tidur Sedikit terganggu siklus
Terganggu siklus tidurnya
tidurnya
Atensi dan Kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
o Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang
sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang
menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi
(depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat
menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi
secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari
akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta
sering memiliki riwayat episode depresi.
o Skizofrenia
Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang
didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada
demensia.
o Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi
kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat
yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan.
Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait
usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori
dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara
signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.
o Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa
kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas
dan tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya
akan memberikan respon terhadap terapi antidepresan.

11. Manajemen Terapi


Terapi farmakologik
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas
penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
diberikan. Tindakan pengukuran untukpencegahan adalah penting terutama pada
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan
pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat
berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan
darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada
dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif
pada pasien demensiavaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal
menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting
mengingat antagonis reseptor -2 dapat memperburuk kerusakan fungsi
kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telahdibuktikan
tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal
itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah
otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian
vaskuler berikutnya padapasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati.
Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk
memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan
keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.

Penanganan terapi farmakologis :


1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam
jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek
samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia larena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal.
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan NASSA4. Golongan antidepresan atipikal
d. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi. Sebagian pasien demensia vaskuler dapat
hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi farmakologis:


o Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek
ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
o Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur,
kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
o Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati agitasi.

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:


A. Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
B. Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
C. Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
D. Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x
60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
E. Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
o Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
o A. Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
B. Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
C. Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg

e. Terapi non-farmakologis
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih
ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri,
pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent,
gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi
wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, tarapi
cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home, dan respite
center.
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler
dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering
muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan,
kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi
farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol
gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang
timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri),
situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya3. DepresiPasien
demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih
berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat
memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki
gangguan kognisi.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2. Menghindari tugas yang kompleks.
3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4. Konseling dengan psikiater.

Manajemen terapi non-farmakologi:


1. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4. Hindari minuman berkafein unbtuk membantu mengurangi gejala cemas dan
gelisah.

f. Terapi Psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien


dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasienbiasanya mengalami distres akibat
memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping
memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar
seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin
sedikitmenggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi
hingga kecemasanyang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran
bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya.Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukandisabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego
dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan caraberdamai dengan defek fungsi ego, seperti
menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal
untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk
masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.

g. Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh sering
juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk
pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3. Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari

12. Pencegahan
Manajemen dari faktor-faktor resiko mempunyai target pada berbagai level, tergantung
dari latar belakang medis pasien dan dimana pasien berada pada saat berlangsungnya
penyakit. Chui et. al mengusulkan suatu klasifikasi yang terintegrasi dari cedera vaskuler
otak berdasar pada strategi pengobatan. Untuk tiap kasus, klinisi harus fokus secara
sistematik pada strategi pengobatan yang spesifik, yang ditujukan pada pencegahan
primer (faktor resiko), pencegahan sekunder ( mekanisme dasar kerusakan vaskuler otak)
dan pencegahan tersier (pada kasus dimana terjadi gangguan fungsional). Klasifikasi ini
juga menekankan kebutuhan akan deteksi dini pada pasien-pasien dengan gangguan
kognisi yang minimal yang berada pada resiko uintuk berkembangnya demensia. Pasien-
pasien ini akan menerima keuntungan dari pengobatan yang agresif1.

13. Prognosis
Tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi. Pasien dengan
onset yang dini da nada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai perjalanan
penyakit yang lebih progresif.

Anda mungkin juga menyukai