Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN)

antara lain disebutkan: pertama, setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 5

Ayat (1)). Kedua, setiap warga negara yang berusiah tujuh sampai

dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6

Ayat (1)). Ketiga, pemerintah dan pemerintah daerah wajib

memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin

terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara

tanpa diskriminasi (Pasal 11 Ayat (1)). Keempat, pemerintah dan

pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna

terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia

tujuh sampai dengan lima belas tahun (Pasal 11 Ayat (2)).

Janji pemerintah tersebut sudah sesuai dengan Konvensi

Internasional Bidang Pendidikan yang dilaksanakan di Dakkar,

Senegal, Afrika, 2000. Konvensi menyebutkan, semua negara

diwajibkan memberikan pendidikan dasar yang bermutu secara gratis

kepada semua warga negaranya. Selanjutnya, dalam masa kampanye

legislatif dan calon presiden (capres), pendidikan menjadi komoditas

yang ditonjolkan. Semua capres menjajikan pembenahan sektor


2

pendidikan. Yang belum jelas, komitmen menyentuh akar

permasalahan dalam bidang pendidikan dan skenario mengatasi

berbagai permasalahan itu.

Mengacu Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) dan (2), UU

SPN No. 20/2003, dan kesepakatan dalam Konvensi Internasional

Bidang Pendidikan di Dakkar tahun 2000, masyarakat bisa

mempunyai tanggapan, pendidikan dasar akan gratis (Kompas,

31/8/2003). Padahal kenyataannya, siswa masih dikenai berbagai

pungutan, baik di sekolah swasta maupun sekolah negeri. Bahkan

ditengarai, Komite Sekolah yang semestinya berfungsi sebagai

lembaga pengontrol sekolah malah memberikan justifikasi bagi

berbagai pungutan yang diadakan sekolah (Kompas, 2/8/2004).

Kemudian pemberian subsidi biaya oleh pemerintah tidak serta-merta

menggratiskan pendidikan bagi warga. Di Jawa Timur, misalnya,

pemerintah provinsi dan kabupaten memberi subsidi sebesar Rp.

15.000 untuk SD-MI (Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah) dan

Rp. 20.000 untuk SLTP-Mts (Madrasah Tsanawiyah). Ini berarti di

sekolah-sekolah yang membiayai penyelenggaraan pendidikan lebih

dari Rp. 15.000 dan Rp. 20.000 per siswa, ada kemungkinan besar

orang tua atau wali siswa harus menanggung kekurangan biaya.

Padahal, ada banyak sekolah (baik negeri maupun swasta) yang

menganggarkan unit cost di atas Rp. 15.000 dan Rp. 20.000,-


3

Program pemberian subsidi biaya minimal pendidikan dasar bisa

menimbulkan dua macam kekecewaan. Pertama, sebagian

masyarakat yang sudah terlanjur berharap pada pendidikan gratis

untuk anak yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun akan kecewa

karena ternyata orang tua atau wali siswa masih harus membayar

iuran pendidikan. Sekali lagi, mereka akan beranggapan, yang

dilaksanakan hanya penggantian istilah dan permainan kata-kata

(SPP-Sumbangan Pembinaan Pendidikan-ditiadakan, juga iuran BP3-

Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan-tidak diberlakukan.

Namun ternyata tetap masih ada biaya yang harus dikeluarkan).

Kedua, orang tua (terutama dari kalangan miskin) makin tercekik

dengan berbagai biaya tambahan mulai dari seragam, buku pelajaran,

uang les, dan sebagainya. Sehingga dalam lingkaran setan

kemiskinan pendidikan siswalah yang menjadi korban pada tataran

yang paling menderita karena jika siswa tidak mampu membayar

berbagai biaya tambahan itu, maka terancamlah kesinambungan

pendidikannya.

Pembiayaan pendidikan yang tanggung-tanggung oleh

pemerintah akan menimbulkan (atau makin mengukuhkan)

kesenjangan di masyarakat.

Minimnya tanggung jawab dan peran pemerintah dalam bidang

pendidikan makin mengukuhkan segregasi siswa berdasarkan status

sesio-ekonomi yakni, siswa-siswi dari keluarga miskin mendapat


4

subsidi pemerintah tidak akan mampu menanggung kekurangan biaya

sehingga mereka akan terpaksa mencari dan terkonsentrasi di

sekolah-sekolah yang minimalis, dimana biaya operasional per anak

tidak (jauh) melebihi unit cost yang sudah ditentukan. Sementara itu

siswa-siswi dari kelas menengah dan atas bebas memilih sekolah

dengan sarana dan prasarana yang memadai. Selanjutnya, karena

sekolah-sekolah ini mendapat iuran pendidikan memadai dari siswa,

sekolah-sekolah ini akan mempnyai lebih banyak keleluasaan untuk

makin membenahi diri dan meningkatkan mutu pendidikan. Walaupun

besarnya anggaran tidak menjamin peningkatan mutu pendidikan di

suatu sekolah. Namun, kekurangan anggaran hampir pasti amat

menghambat peningkatan mutu pendidikan. Karena itudalam jangka

waktu panjang, disparitas sekolah miskin dan kaya serta anak miskin

dan kaya akan makin lebar. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan

kalau suatu saat hari akan terjadi sekolah miskin harus ditutup karena

sudah tidak mampu lagi membiayai penyelenggaraan pendidikan. Dan

akibatnya efek kemiskinan dalam pendidikan juga memperlebar jurang

antara kota dan desa (Pendidikan dan Kemiskinan Kita, Frietz

Tambunan, Kompas, 20/7/2004).

Berkaitan dengan apa yang dipaparkan di atas, maka perlu pula

diketahaui bahwa selama empat tahun terakhir banyak masalah yang

muncul dan menjadi sorotan tajam masyarakat, karena sebelumnya

tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah.


5

Dan salah satu masalah menarik yang menjadi topik pembicaraan

hangat dikalangan masyarakat ialah masalah kualitas pendidikan di

negara kita.

Bambang Sudibyo, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)

Republik Indonesia dalam menanggapi berbagai sorotan rendahnya

mutu pendidikan kita, mengatakan bahwa penilaian masyarakat

tentang rendahnya mutu pendidikan kita secara keseluruhan mungkin

itu ada benarnya, sebab kita akui bahwa selama krisis yang bersifat

multidimensional melanda negara kita selama tiga tahun terakhir ini

banyak bidang kehidupan masyarakat yang mengalami kemunduran,

termasuk didalamnya bidang pendidikan. Ditambahkan pula oleg

beliau bahwa penilaian itu harus ditanggapi secara wajar, sebab bila

dinilai dari segi institusinya kenyataannya masih ada beberapa

institusi pendidikan di negara kita yang mampu bersaing di dunia

internasional. Katakanlah beberapa institusi pendidikan tinggi di

negara yang berada di peringkat empat besar ASEAN dan bahkan

ASIA. Bahkan secara jujur juga harus dilihat bahwa pada lomba

bidang fisika internasional yang diselenggarakan di Bali pada tahun

yang lalu lalu, utusan Indonesia meraih beberapa peringkat teratas.

Jadi dalam menilai masalah mutu pendidikan di negara kita lebih

banyak dilihat dan dihubungkan dengan kondisi negara kita yang

masih dalam keadaan krisis, tetapi bukan berarti kita tidak berusaha
6

untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

terutama masalah pendidikan (Kompas, 12 Januari 2006).

Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau selama ini

masalah pendidikan tetap saja menjadi tema perbincangan yang

menarik untuk disimak dan dianalisis, karena didalamnya banyak

faktor yang langsung dapat mempengaruhi peningkatan kondisi

kehidupan suatu masyarakat bahkan suatu bangsa.

N.A. Negra (1982:4) mengatakan bahwa : tingkat kemajuan

suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki

oleh masyarakat atau bangsa yang bersangkutan.

Berkaitan dengan pandangan diatas, maka tidak mengherankan

pula, manakala ada suatu negara yang dalam program

pembangunannya selalu memberi skala proritas utama dengan dana

dan anggaran yang cukup besar terhadap bidang pendidikan. Usaha

untuk meningkatkan kualitas pendidikan ini memerlukan perhatian dan

dukungan yang kuat dari semua pihak yang terkait baik dari kalangan

orang tua, kalangan pendidik, masyarakat dan pemerintah.

Konsep pemikiran yang dikemukakan diatas pada dasarnya

bertolak dari paradigma bahwa masyarakat khususnya orang tua

siswa sebenarnya memikul tanggungjawab terhadap

penyelenggaraan pendidikan. Sehingga berkewajiban pula untuk

berpartisipasi dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini

merupakan implikaso logis dari tanggungjawab masyarakat terhadap


7

penyelenggaraan pendidikan seperti yang selama ini kita anut, dimana

masyarakat merupakan satu di antara tiga tri pusat penyelenggara

pendidikan.

Sebagai salah satu lembaga yang bertanggungjawab terhadap

penyelenggaraan pendidikan, maka sewajarnya apabila masyarakat

juga turut serta memberikan dukungan dan konstribusi material

kepada upaya meningkatkan kesejahteraan guru sekaligus membantu

pemerintah dalam menjawab berbagai tuntutan dari kalangan

masyarakat itu sendiri. Dalam rangka ini, maka perlu ada usaha untuk

menggali sumber-sumber yang dalam masyarakat yang dapat

dimanfaatkan untuk dapat membantu pemerintah dalam pengadaan

dana guna meningkatkan kualitas proses belajar, yang pada gilirannya

juga akan menentukan kualitas luarannya.

Mashadi (2000:3) dalam kaitan ini mengatakan bahwa dalam

usaha meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, maka banyak

potensi atau sumber-sumber keuangan yang dapat digali dari

masyarakat untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi

kekurangan dana untuk sektor tersebut.

Hal ni senada juga yang dikemukakan oleh E. Koswara (2000:4)

yang mengatakan bahwa ada bebeerapa konsep pemikiran yang

perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar

termasuk pada tingkat pra sekolah dasar, yaitu dengan menggali

sumber-sumber pendanaan yang ada dalam masyarakat dengan


8

sistem subsidi silang yang diharapkan dapat merangsang para guru

untuk meningkatkan kemampuan profesinya.

Berangkat dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas,

maka kiranya bukan saatnya lagi untuk mencari kambing hitam guna

membenarkan cara-cara yang tidak bertanggungjawab dalam

pengelolaan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan mutu

pendidikan. Kini yang penting sekarang ialah bagaimana orang tua

siswa menunjukan keikutsertaannya dalam wujud partisipasi langsung

melalui sekolah maupun melalui wadah berhimpunnya orang tua di

tiap-tiap sekolah misalnya seperti dulu dikenal dengan istilah Badan

Pambantu Penyelenggara Pendidikan (BP-3) (SK Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Nomor 0239/U/Kep./93) yang sekarang telah diganti

dengan istilah Komite Sekolah berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga yang disebut: Komite/Dewan

Sekolah/Majelis Madrasah SD/MI Nomor: 006/106.17 Tanggal 26

Sepember 2002.

Tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun banyak sorotan

mengenai pungutan dana melalui wadah berhimpunnya oraganisasi

tersebut, namun diliat dai fungsinya sebagai wadah keikutsertaan

masyarakat khususnya orang tua siswa untuk meningkatkan kualitas

pendidikan terutama peningkatan kualitas proses belajar mengajar,

maka tampaknya keberadaan Badan ini amat sangat urgen di setiap


9

lembaga pendidikan baik ditingkat pra sekolah (Taman Kanak-Kanak)

maupun di tingkat Sekolah Dasar, sampai sekolah lanjutan.

Kalau konsep pemikiran yang dikemukakan di atas diterima

sebagai sebuah konsep yang dapat menjembatani kekosongan yang

terjadi selama ini terhadap pemikiran untuk meningkatkan kualitas

pendidikan, maka sangat beralasanlah jika masalah mengenai

peranan Komite dalam usaha meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar ini diangkat sebagai judul penelitian ilmiah, dengan harapan

kiranya masalah yang selama ini menjadi polemik dapat diperoleh

pemecahan masalahnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas,

maka masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Tanggapan Orang Tua

Siswa Terhadap Peranan Komite Sekolah Dalam Meningkatkan

Kualitas Proses Belajar Mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah: untuk

mengetahui tanggapan orang tua siswa terhadap peranan komite

sekolah dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pada


10

SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu

Utara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam rangka penerapan

Otonomi Daerah untuk mencari dan menggali berbagai potensi atau

sumber-sumber keuangan yang ada dalam masyarakat guna

meningkatkan kualitas pembelajaran sebagai salah satu faktor yang

mendukung pembangunan sumber daya manusia untuk

kepentingan pembangunan.

2. Sebagai bahan referensi bagi pihak khususnya guru dalam

memperjuangkan hak-hak mereka untuk hidup layak sebagaimana

profesi lainnya yang ada dalam masyarakat terutama untuk

mengembalikan penghargaan masyarakat terhadap profesi guru ke

profesi semula.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan oleh

peneliti lainnya yang ingin meneliti persoalah yang sama namun

dengan ruang lingkup kajian yang lebih mendalam.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tanggapan

Secara etimologis, tanggapan berarti tanggapan, sikap,

pengetahuan (W.J.S Poerwardaminta, 1986:271). Sedangkan secara

terminology, tanggapan adalah tanggapan seseorang terhadapa suatu

persoalan yang diketahuinya terjadi disekitarnya yang berwujud setuju

atau tidak setuju, positif atau negatif, senang atau tidak senang,

menerima atau tidak menerima dan seterusnya. Tanggapan selalu

berkaitan dengan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam

masyarakat. Oleh karena dalam pengertiannya yang umum, tanggapan

sering disamakan artinya dengan tanggapan, yaitu bagaiman

tanggapan seseorang terhadap suatu masalah yang terjadi

disekitarnya.

Yang dimaksudkan dengan tanggapan dalam penelitian ini ialah

tanggapan, sikap, dan pengetahuan orang tua siswa pada SDN Nomor

089 Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara terhadap

keberadaan Komite Sekolah pada sekolah tersebut, sebagai wadah

perhimpunannya orang tua siswa untuk turut berpartisipasi secara

efektif dalam pengelolaan pendidikan. Selain itu, keikutsartaan orang

tua siswa melalui Komite Sekolah ini, juga sebagai manifestasi dari
12

tanggung jawab orang tua (keluarga) dalam penyelenggaraan

pendidikan, seperti selama ini difahami oleh masyarakat.

B. Pengertian Orang Tua

Penegrtian orang tua dalam tulisan ini adalah Bapak dan Ibu.

Dalam pengertian yang sederhana, orang tua dalam konsep ilmu

pendidikan adalah pendidik di rumah. Mereka yang memimpin dan

bertanggung jawab penuh dalam mengelola urusan keluarga atau

rumah tangga (Abustam, 1996:20).

Sebagai pemimpin dan penanggung jawab kehidupan dalam

keluarga atau rumah tangga, orang tua dibebani hak dan kewajiban.

Kewajiban mereka dianggap penting adalah kewajiban mendidik anak

keturunannya agar menjadi orang yang berguna bagi dirinya, bagi

keluarganya, bagi agamanya, dan bagi bangsa dan negaranya.

Di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai

pendidik dalam keluarga atau rumah tangga, orang tua harus banyak

memberikan banyak pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai

yang dapat dijadikan bekal bagi anak-anaknya.

Banyak faktor yang mempengaruhi proses pendidikan di dalam

keluarga, diantaranya adalah faktor latar belakang orang tua itu sendiri

menyangkut pendidikannya, nilai-nilai yang dimilikinya, pekerjaannya,

adat istiadatnya, lingkungan kerja dan masyarakatnya, dan sebagainya.


13

Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap bentuk

proses dan pola yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik atau

mengasuh anak.

Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang perlu dikemukakan

sehubungan denga praktek pendidikan dan pengasuhan dalam hal ini,

ialah bahwa orang tua cenderung membedakan perilaku yang

diinginkan bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Anak-anak

perempuan cenderung diarahkan keperilaku ekspresif seperti

kepatuhan, kerapihan, kebersihan, penuh kasih sayang dan hal-hal lain

yang serupa. Sementara itu anak laki-laki cenderung diarahkan

keperilaku yang instrumental, seperti kerja keras, displin, agresif,

motivasi ingin tahu besar, kemandirian, teguh, dan sifat-sifat sejenis

lainnya (Abustam, 1986: 14-15).

Kecenderungan lain terkait dengan pola pengasuhan adalah

praktek pengasuhan terkait dengan posisi sosiokultural orang tua. Ada

kecendrungan orang tua dengan latar belakang sosial ekonomi lapisan

bawah menanamkan nilai-nilai dengan kategori kesetiaan, kepatuhan,

atau perilaku konformitas/depedensi.

Sementara keluarga kategori sosial ekonomi menengah ke atas

cenderung menanamkan perilaku kemandirian (Abustam, 1996:).

Selanjutnya struktur keluarga yang terbentuk dapat pula mempengaruhi

pola hubungan antara orang tua dengan anak. Pada garis besarnya

ada 3 pola hubungan antara orang tua dengan anak, yaitu :


14

Pola pertama, adalah pola penguasa tunggal, cenderung ingin

memerintahkan keinginannya, dan ajaran-ajarannya kepada anaknya.

Pola ini mungkin akan cepat menanamkan ajaran-ajaran itu ke dalam

jiwa anak, akan tetapi pola itu mematikan kepercaan anak pada dirinya

sendiri. Selain itu, dapat pula memadamkan inisiatif dan kreativitas

yang amat diperlukan dalam kehidupan selanjutnya. Pola ini lebih

banyak dijumpai pada struktur keluarga luas (extended famili) dengan

jumlah anggota yang besar (large size famili). Orang tua (salah satu

ayah dan ibu) sebagai leader. Memegang kekuasaan tertinggi akan

mengendalikan semua anggota yang banyak jumlahnya.

Pola kedua, memberikan kelonggaran yang banyak, yaitu inisiatif

dan kreativitas anak ditumbuhkembangkan, orang tua mengawasi dari

belakang. Bahayanya, tidak semua masalah yang dihadapi anak dapat

diketahui oleh orang tua. Selain dari itu, kalau orang tua lalai

mengawasi karena kesibukan-kesibukannya, dimana keduanya (ayah

dan ibu) bekerja di luar rumah, ditambah dengan berbagai kesibukan

sosial lainnya, anak-anak menjadi lepas kendali, biasa-biasa berprilaku

menyimpang yang akhirnya mengganggu pendidikannya. Pola ini

banyak melanda struktur keluarga inti, diminta kedua orang tua yang

berperan sebagai leader di dalam keluarga, tetapi sangat sibuk

dengan peran instrumentalnya di luar rumah mencari nafkah, ditambah

dengan berbagai peran sosial lainnya, misalnya dalam berbagai

organisasi sosial.
15

Pola ketiga, adalah pola dimana orang tua bersikap dan

membuat sebagai kawan terhadap anaknya. Tidak banyak orang tua

yang mampu mengambil sikap yang demikian itu. Sikap itu memerlukan

usaha orang tua masuk ke dalam dunia pikiran anak-anak (terutama

yang ramaja), menghayati apa yang mereka hayati. Pola ini mungkin

dapat dilaksanakan pada keluarga inti, dimana kedua orang tua tidak

terlalu sibuk, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk memberikan

perhatian kepada anak-anaknya. Pola pengasuhan seperti ini banyak

ditemui pada keluarga yang hanya memiliki anak dua atau tiga saja,

dalam arti jumlah anggota keluarga tidak terlalu banyak.

Menurut hasil penelitian White dan kawan-kawan (Dalam

Dimyati, 1989:100), praktek-praktek tertentu dalam mendidik anak

cenderung mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial dan

kecakapan kognitif pada anak-anak.

Praktek-praktek tersebut meliputi, menciptakan lingkungan

keluarga yang longgar dan semarak, tanggap terhadap kebutuhan dan

minat anak, menyambut dan berbicara dengan anak-anak tentang hal-

hal yang menarik minat dan perhatiannya.

Selama dua dasawarsa Diana Baumrid mengadakan penelitian

tentang gaya displin orang tua. Dia menidentifikasikan 3 (tiga) gaya

disiplin tersebut yaitu :


16

1. Gaya Authoritative

Orang authoritative, sifatnya tegas, menurut dan mengawasi,

tetapi juga konsisten, penuh kasih sayang dan komunikatif. Mereka

suka mendengarkan dan menjelaskan peraturan-peraturan yang

dibuatnya. Terkadang mereka menghukum tetapi lebih suka

menghadiahi dan memuji perilaku yang baik dari pada menghukum

perilaku tidak baik. Anak-anak mereka ternyata lebih puas, percaya

pada diri sendiri, mantap dan mempunyai harga diri yang tinggi.

Anak-anak ini mempunyai prestasi yang tinggi dan dapat bergaul

dan bekerjasama dengan baik. Anak yang dididik seperti ini memiliki

kemandirian yang tinggi dalam belajar, dalam arti memiliki

kemampuan sendiri tanpa harus disurh oleh orang tua. Dengan

kemandirian yang dimiliki tersebut dapat menunjukan hasil yang

tinggi pula.

2. Gaya Authoritarian

Orang tua yang di authoritarian juga suka mengawasi, tetapi

tidak mau mendengarkan anak-anak mereka, mereka tidak begitu

banyak berpartisipasi dalam aktivitas anak-anak mereka, mereka

lebih bersifat lugas dan dingin. Perintah dan hukuman adalah rutin,

berlangsung dari hari ke hari. Dari gaya seperti ini, ternyata bahwa

anak-anak mereka pada umumnya tidak bahagia dan cenderung

menarik diri pergaulan, suka menyendiri disamping itu sulit bagi

mereka untuk mempercayai pihak-pihak lain dan prestasi belajar


17

mereka di sekolah pun rendah. Mereka melakukan belajar jika

diperintah atau di paksa, kalaupun mereka melakukannya sendiri

karena hanya digerogoti perasaan takut yang berlebihan akibatnya

belajar bagi mereka merupakan suatu keterpaksaan, sehingga

akibatnya juga prestasi mereka rendah.

3. Gaya Permissive

Orang tua yang permissive atau longgar berlainan sekali

dengan kedua corak orang tua tersebut di atas. Mereka juga tidak

yakin akan kemampuan mereka, mereka sendiri sebagai orang tua

dan sebagai akibatnya mereka itu tidak konsisten. Anak-anak

mereka ternyata tidak mempunyai perasaan diri sendiri, dan tidak

bahagia, khususnya anak-anak laki-laki ternyata berprestasi

akademik rendah. Gaya permissive ini sifatnya terlalu banyak

mencampuri anak atau terlalu banyak membantu anak, akibatnya

anka tidak bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

Anak selalu merasa tidak memiliki kemampuan, sehingga setiap

tugas atau pekerjaan rumah selalu diserahkan kepada orang lain

terutama orang tua di rumah.

C. Peranan Orang Tua dalam Meningkatkan Kualitas Belajar

Secara singkat dapat dikemukakan berdasarkan berbagai

sumber laporan bahwa, orang tua dapat dan perlu membantu perbaikan
18

kualitas belajar siswa dan mereka dapat melibatkan diri untuk maksud

tersebut.

Perluasan peranan orang tua bagi usaha perbaikan mutu

belajarperlu diperluas tidak terbatas pada hal-hal yang berada diluar

sekolah dan hal-hal berurusan dengan penyediaan fasilitas belajar saja.

Orang tua dapat dilibatkan dalam banyak ukuran sekolah dari proses

perencaan sampai proses pelaksaan dari hari ke hari (Abustam, 1996).

Oleh karena itu, perangkat kelembagaan perlu dipersiapkan guna

menerapkan perluasan peranan tersebut.

Usaha perluasan pereanan orang tua baik secara individual

maupun lewat organisasi orang tua kiranya perlu memanfaatkan

temuan-temuan dan pandangan para ahli/pakar mengenai mutu dan

hasil belejar di sekolah.

Lavin (1985) mengemukakan bahwa salah satu penentu

keberhasilan belajar akademik itu adalah faktor tingkat sosial ekonomi

orang tua yang ternyata berhubungan dengan dorongan dan motivasi

berprestasi pada anak-anak, atau sering juga disebut achievement

volume.

Motivasi berprestasi tinggi terkait dengan tingkat sosial ekonomi

yang tinggi pula. Beroperasinya dorongan berprestasi itu mencakup :

1. Pandangan terhadap kemungkinan melakukan manipulasi

lingkungan yaitu bahwa lingkungan ini dapat di ubah, dan


19

2. Kesediaan menunda kenikmatan yang sifatnya segera atau

sementara dengan memperhatikan pertimbangan dan dampak

jangka waktu yang lebih panjang.

Temuan Levin ini memiliki arti penting bagi usaha perbaikan

sekolah dengan mengusahakan baik anak-anak maupun orang tua

agar mengembangkan nilai-nilai prestasi tersebut. Kajian sosiologis

tentang perbedaan prestasi belajar antara anak laki-laki dan anak

perempuan perlu pula mendapat perhatian.

Praktek pengasuhan anak di dalam keluarga seperti yang

dikemukakan dalam aspek sosiologis keluarga, cenderung

membedakan dari perilaku yang diinginkan bagi anak laki-laki dan

anak-anak perempuan (Abustam, 1996).

Anak-anak perempuan cenderung diarahkan ke perilaku

ekspresif seperti kepatuhan, kerapihan, kebersihan, penuh kasih

sayang dan hal-hal lain yang serupa. Sementara itu anak-anak laki-laki

cenderung diarahkan ke perilaku instrumental, seperti kerja keras,

disiplin, agresif, dorongan ingin tahu besar, teguh dan lain-lainnya.

Perilaku instrumental ternyata yang diharapkan digunakan

sekolah. Oleh sebab itu, banyak hal yang terjadi di sekolah akan lebih

menguntungkan ank laki-laki dibandingkan anak perempuan. Praktek

pengasuhan anak perlu dipikirkan bagi usaha untuk meningkatkan mutu

pendidikan anak-anak secara keseluruhan tanpa membedakan anak

laki-laki dan anak perempuan.


20

Kecenderungan lain terkait dengan pola pengasuhan adalah

praktek pengasuhan yang terkait dengan posisi sosiokultural orang tua.

Informasi yang banyak di singgung adalah kecenderungan orang tua

dalam latar belakang sosial ekonomi lapisan bawah menanamkan nilai-

nilai dengan kategori kesetiaan, kepatuhan atau perilaku

konformitas/dependensi.

Di lain pihak, keluarga kategori lapisan menengah ke atas

cenderung menanamkan perilaku kemandirian (Abustam, 1996).

Sekolah-sekolah dalam berbagai praktek kurikulernya cenderung

mendorong penggunaan pola perilaku kemandirian ini dan tuntutan

demikian bagi sebagian anak berada di luar yang biasa mereka alami di

lingkungan keluarga. Anak-anak ini akan mengalami penyesuaian

perilaku yang relatif lebih lama. Sebagai akibatnya adalah banyaknya

kegagalan anak-anak dari latar belakang dengan kebiasaan nilai

komformitas. Anak-anak yang biasa di siplin dengan pola perilaku

indenpedensi mereka berhasil akan lebih memahami berbagai tuntutan

di sekolah dan kecenderungan mereka berhasil akan lebih besar.

Informasi lain yang perlu diperhatikan adalah temuan yang

dikemukakan Johnstones (1983) dalam Suyata (1996) untuk anak-anak

sekolah dasar kelas empat. Temuan ini tentu saja perlu

diimplementasikan secara berhati-hati bagi pemahaman usaha

peningkatan mutu siswa sekolah dasar. Kajian mereka menemukan

bahwa latar belakang keluarga memiliki dampak bervariasi terhadap


21

kemampuan atau hasil belajar anak untuk berbagai ragam mata

pelajaran. Kegiatan membaca di rumah ternyata memiliki dampak yang

besar terhadap prestasi belajar anak. Kemampuan variasi prestasi anak

oleh latar belakang keluarga memang kecil maknanya walaupun

dampak itu sistematis.

Johntones dan Jiyono memberikan keterangan lebih jauh bahwa

prestasi belajar anak pada dasarnya perlu dipahami dengan

memperhatikan komponen sekolah, keluarga dan individual anak-anak

tersebut. Implikasinya dari ini adalah perlunya kerjasama antar sekolah

dan keluarga dalam memberikan perlakuan pendidikan terhadap anak-

anak tersebut.

Kneeves seperti dikutip Suyata (1996) menyebutkan sejumlah

dimensi latar belakang keluarga yang memiliki dampak bervariasi atas

dimensi dan ragam substansi belajar terhadap prestasi belajar anak.

Dimensi tersebut adalah :

1) Faktor-faktor struktural seperti lingkungan fisik dan

lingkungan umumnya,

2) Dimensi proses,

3) Dimensi sikap personal, seperti perlakuan orang tua dan

orang-orang penting lainnya bagi anak.

Faktor yang termasuk struktural antara lain, mengenai latar

belakang pendidikan dan pekerjaan orang tua, pemilikan barang-

barang tertentu dirumah, jumlah anggota keluarga, bahasa yang


22

digunakan, dan faktor-faktor yang relatif statis lainnya. Faktor-faktor ini,

terutama yang terkait dengan hal-hal yang sifatnya materi, ketersediaan

dan akibatnya, belum memberikan jaminan yang dapat mendorong

kegiatan belajar anak dari latar belakang tersebut. Aspek sosial dan

kultural lebih dilihat sebagai faktor penting bagi variasi pencapaian

belajar anak-anak. Faktor proses meliputi faktor-faktor berupa kegiatan

yang memiliki kegiatan langsung dengan kegiatan belajar, antara lain

meliputi kegiatan anak belajar dirumah, keterlibatan orang tua dan

keluarga lainnya dalam belajar anak, kegiatan anak dirumah

menyangkut membaca dan mendengarkan, dan lain-lain. Faktor

kategori ini sangat penting dalam mendorong kegiatan dan usaha

belajar anak-anak dirumah.

Faktor dimensi aspirasi pendidikan dan pekerjaan untuk

anak-anak menjadi faktor yang ketia yang memiliki dampak terhadap

prestasi belajar mereka.

Keluarga yang menanamkan tingkat aspirasi yang tinggi

dalam hal cita-cita pendidikan dan pekerjaan akan terkait dengan

prestasi belajar anak-anak tersebut. Informasi selama ini

mengisyaratkan bahwa tinggi rendahnya tingkat aspirasi pendidikan

dan pekerjaan terkait erat dengan tingkat sosial ekonnomi orang tua.

Masalahnya adaalah seberapa jauh dorongan meningkatkan aspirasi

pendidikan dan pekerjaan ini dapat juga dikembangkan dikalangan

keluarga dan anak-anak ketegori sosial ekonomi lapisan bawah.


23

Suatu perumpamaan, keluarga mendorong anak-anak

memasuki kelompok teman sebaya (peer-group membership) dari

kategori sosial ekonomi setingkat dengan keterlibatan tersebut aspirasi

anak tentang pendidikan dan pekerjaan akan berkembang. Kesulitan

mengembangkan aspirasi dikalangan lapisan sosial ekonomi bawah

boleh jadi berasal dari keterbatasan kondisi mereka menyebabkan

mereka keluar dari lingkaran setan keterbatasan tersebut.

Dewasa ini permasalahan yang menyangkut pola

pengasuhan yang diterapkan dalam keluarga dapat dilihat sebagai

cerminan strata sosial dari keluarga yang bersangkutan. Ini berarti

perbedaan strata sosial membawa akibat terhadap perbedaan pola

pengasuhan.

Dimana hal tersebut mulai diperbincangkan. Implikasi dari

permasalahan ini mengarah kepada adanya sejumlah penetrasi

komponen pengasuhan dari satu srata ke strata lain mulai terlihat.

Kontroversi antara perbedaan antar-strata dan intra strata semakin

banyak dibahas. Konsekwensi lebih lanjut adalah pola pengasuhan

yang kondusif bagi kebutuhan sekolah.

Menurut Abustam (1996) sekurang-kurangnya ada lima hal

yang perlu diperhatikan sehubungan dengan usaha perbaikan kualitas

sekolah yaitu :

1. Adanya pemahaman mengenai perbaikan seperti tujuan kualitatif

yang akan dicapai dan mengukur kemajuan pencapaiannya;


24

2. Perubahan kualitatif di kelas hanyalah akan terjadi bilamana guru

menerimanya, guru siap melaksanakan, dan guru menerimanya

sebagai milik mereka sendiri;

3. Kapasitas para guru bervariasi dalam melakukan perubahan dan

melaksanakannya secara cepat;

4. Perubahan-perubahan kualitatif di kelas secara kuantitatif sering

sukar terjadi;

5. Perubahan kuantitatif itu tidak selalu linear dan bersinggung.

Hal-hal tersebut perlu diperhatikan dalam mengembangkan

peranan orang tua dan BP3 bagi peningkatan mutu sekolah. Terutama

dalam hal perencanaan dan pelaksanaannya. Selain itu dianjurkan pula

1. Sekolah mengkomodasikan kelebihan-kelebihan yang berasal dari

keluarga untuk menunjang kegiatan belajar mengajar disekolah;

2. Sekolah perlu secara aktif melakukan modifikasi praktek pelayanan

menimbulkan yang dapat menimbulkan rangsangan belajar bagi

anak-anak sesuai kebiasaan belajar yang telah mereka miliki;

3. Sekolah perlu secara aktif melakukan intervensi agar keluarga

khususnya orang tua siswa dapat dan berinisiatif terhadap

perbaikan sekolah dan pelajaran untuk kebaikan bagi anak-anak

mereka;

4. Sekolah perlu mendorong mengembangkan upaya bersama orang

tua bagi internal sekolah maupun antar sekolah, (Abustam, 1996).


25

Banyak potensi bagi perkembangan mutu sekolah berada di

luar sekolah dan di luar lingkungan keluarga. Mereka ini dapat

dimobilisasikan oleh kerjasama antar sekolah, antar orang tua, dan

antar sekolah dan orang tua.

Lewat kerja berbagai pihak, perbaikan mutu pendidikan

dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan media elektronik dan

media lainnya, walaupun juga berbagai tantangan tetap menghadang.

Para sosiologi memandang pendidikan sebagai salah satu

prinsip paling penting untuk mengembangkan dan mengendalikan

karakteristik individu dalam masyarakat yang berskala besar dan

modern. Demikian pula pendidikan formal memiliki pengaruh penting

terhadap stabilitas dan perubahan sosial.

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi tingkat pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan bahkan

perilaku manusia.

Armer dan Youtz (1971) melihat pendidikan dari teori

pembangunan sosial ekonomi, menyatakan bahwa pendidikan

merupakan suatu sumber yang dapat menyebabkan perubahan sosial

budaya, sehingga mampu meningkatkan moral manusia, merubah

sikap kearah yang positif, dan perilaku manusia secara umum.

Selanjutnya, Armer dan Youts menyatakan bahwa

pendidikan formal terutama orang bersekolah memiliki pengaruh yang

kuat dan langsung terhadap orientasi nilai. Dikatakan pula sekolah


26

sebagai salah satu institusi membentuk pengalaman-pengalaman, nilai-

nilai, kepercayaan, dan tanggapan manusia.

Swan dan Steep (1974) menyatakan bahwa pendidikan

adalah proses bukan produk, pada umumnya program pendidikan itu

adalah mengajar manusia berfikir.

Faure et al (1972) menyatakan bahwa pendidikan

menjadikan masyarakat memperbesar fungsinya dalam mengolah

energi secara produktif, sedangkan menurut Semiawan (1993)

dikatakan bahwa pendidikan bertugas mengembangkan semua

kemampuan manusia (all human powers).

Selanjutnya Arif (1990) mengemukakan bahwa pendidikan

dibutuhkan untuk membina keluarga, masyarakat, dan lembaga dimana

manusia beraktivitas. Pendidikan mengembangkan pikiran manusia

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik jasmani maupun rohani.

Berdasarkan pengertian dan uraian pendidikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan sangat menentukan dan berpengaruh

terhadap tingkat pengetahuan, kemampuan, sikap, dan nilai-nilai serta

prilaku manusia dalam lingkungan penerapannya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

D. Pengertian Komite Sekolah

Secara etimologi, kata komite berarti panitia, yaitu orang-

orang yang melaksanakan tugas tertentu, terutama yang ada

hubungannya dengan pemerintahan (Trisno Yuwono, 1990:329)


27

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa

komite sekolah adalah susunan orang yang diberi tugas tertentu untuk

melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dan dalam waktu tertentu pula.

Artinya, jika pekerjaan tertentu itu telah selesai dilaksanakan dalam

waktu yang ditentukan, maka panitia tadi juga bubar.

Kaitannya dengan sekolah, maka yang dimaksud dengan

komite sekolah adalah panitia, yaitu orang-orang yan ditetapkan untuk

membantu melaksanakan atau menyelenggarakan tugas pendidikan

terutama dari segi program dan pembiayaan utnuk jangka waktu yang

ditentukan yang biasanya hanya berlangsung selama 2-3 tahun, dan

sesudahnya dapat diganti lagi oleh orang lain dan mungkin juga dengan

susunan yang berbeda. Keberadaan istilah Komite Sekolah ini baru

diperkenalkan pada awal tahun 2002 bersamaan dengan semakin

gencarnya tuntutan masyarakat terhadap perlunya kembali

mengikutsertakan pihak masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.

Seperti diketahui bahwa tanggung jawab pelaksanaan

pendidikan pada dasarnya adalah merupakan tanggung jawab bersama

sekolah, pemerintah dan masyarakat, sehingga sangat beralasan

apabila masyarakat khususnya para orang tua siswa dilibatkan secara

optimal dalam suatu kegiatan dan pengelolaan pendidikan, baik

pendidikan formal, informal maupun nonformal.

Komite Sekolah lahir sebagai salah satu efek negatif yang

ditimbulkan oleh kinerja Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan


28

yang lebih dikenal dengan istilah BP-3. Bahwa selama ini BP-3 hanya

menjadi simbol keikutsertaan masyarakat khususnya para orang tua

siswa dalam penyelenggara pendidikan persekolahan, sebab hanya

dijadikan sumber pemerolahan dana yang cukup besar jumlahnya

namun tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana

yang diharapkan oleh masyarakat karena sering disalahgunakan. Hal

ini dimungkinkan karena hampir tidak melibatkan pihak orang tua dalam

penyusunan program dan pengalokasian dana yang diperoleh dari para

orang tua siswa, sebab pengelola dana adalah para guru disetiap

sekolah. Misalnya jabatan bendahara selalu dipercayakan kepada guru

dan penggung jawab selalu kepada Kepala Sekolah, maka tidak

mengherankan apabila ada sekolah yang BP-3nya sudah ada sejak

berdirinya, namun kondisi fisik bengunannya tetap begitu-begitu saja

begitu pula mengenai kualitas proses belajar mengajarnya dari tahun

ke tahun tidak ada peningkatan karena fasilitas pendukung kegiatan

proses belajar mengajar tidak ada, sementara dana BP-3 tetap

dipungut setiap bulan dan setiap tahunnya dengan jumlah yang cukup

besar. Dengan adanya Komite Sekolah diharapkan kondisi seperti

digambarkan di atas tidak aakan terulang lagi, sebab para pengurus

Komite Sekolah selanjutnya adalah para orang tua siswa.\


29

E. Pengertian Partisipasi

Secara etimologis, partisipasi berarti hal turut berperanserta

disuatu kegiatan, keikutsertaan, peranserta, berpartisipasi,

berperanserta (di suatu kegiatan), ikut serta seluruh masyarakat harus

menyukseskan pembanguna bangsa dan negara (W.J.S.

Poerwadarminta, 1989:650).

Menurut Bettacharya dan Mugiarto (1984:85) bahwa

partisipasi adalah kesediaan untuk membantu keberhasilan suatu

program yang sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan

kepentingan sendiri.

Pendapat senada diungkapkan Haryono (1982:87) yang

mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan yang dilakukan manusia dengan sadar dengan

mengikutsertakan baik jiwa raga maupun harta bendanya untuk

mendukung terlaksananya suatu kegiatan tertentu baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam rangka mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

Menurut Abdullah (1990:68) bahwa partisipasi masyarakat

dapat dilakukan melalui individu sendiri, peran lembaga/organisasi yang

kurang mampu menjalankan perannya, para pemimpin atau aparat

yang memiliki kewenangan atau kepada lembaga dan pemimpin yang

tidak dapat melaksanakan kebijakannya sesuai dengan harapan

masyarakat, dengan tujuan untuk membantu memperlancar atau


30

memaksimalkan pelaksanaan tugas, fungsi dan peran yang diberikan

kepadanya.

Pada dekade tahun 50-an dinegara kita pernah digelar suatu

konsep partisipasi yang ditujukan untuk mengikutsertakan masyarakat

dalam proses pembagunan diberbagai aspek dengan ditujukan untuk

menekan membengkaknya desain hegemonistik dan manipulasi yang

sangat merugikan keuangan negara. Dasar pemikiran yang

berkembang pada saat itu ialah bahwa dengan mengikutsertkan

seluruh komponen mayarakat dalam pembangunan dan krisis yang

muncul disamping sebagai kerangka pemikiran yang melahirkan

nuansa baru, kekuatan baru, yakni kekuatan masyarakat.

Partisipasi dapat diketahui dalam bentuk transitif dan

intrasitif. Dalam bentuk transitif berarti mengacu pada suatu tujuan atau

suatu target khusus. Sebaliknya dalam bentuk intransitif dimana

seseorang ikut dalam suatu proses kegiatan tanpa memperhatikan

tujuan terlebih dahulu.

Selain yang dikemukakan diatas, ada juga partisipasi yang

bersifat vertical dan yang bersifat horizontal.

Partisipasi vertical adalah partisipasi yang dilakukan oleh

bawahan terhadap atasan atau masyarakat terhadap pemerintah,

sedangkan partisipasi horizontal adalah partisipasi yang dilakukan oleh

orang-orang secara timbal balik yakni diantara mereka yang memiliki

derajat atau status sosial yang sama.


31

Menurut Jamaica (dalam Ndraha, 1990:105) bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam masyarakat

untuk melakukan sesuatu, yaitu :

1. Partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal

atau sudah ada dalam masyarakat yang bersangkutan.

2. Pertisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada kegiatan yang

bersangkutan.

3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu mungkin memenuhi

kepentingan masyarakat setempat.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa

partisipasi adalah keterlibatan individu atau masyarakat untuk berbuat

sesuatu dengan maksud agar apa yang diinginkan dapat terwujud

seperti yang diharapkan sebelumnya. Kaitannya dengan peningkatan

kualitas pendidikan, maka partisipasi yang dimaksud dalam hal ini ialah

turut sertanya masyarakat khususnya para orang tua siswa dalam

proses dan penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan

pendidikan yang diharapkan.

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah : Bahwa Peranan

Komite sangat penting artinya dalam meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan

Masamba Kabupaten Luwu Utara.


32

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara. Sekolah ini merupakan

slah satu sekolah dasar yang menjadi favorit orang tua siswa untuk

memasukkan anaknya disekolah tersebut yang berada di wilayah

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara.

Keputusan memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian

dilakukan secara purposif, yaitu peneliti secara sengaja menetapkan

sekolah ini sebagai lokasi penelitian karena didasarkan pada

pertimbangan efisiensi. Artinya, dengan mengadakan penelitian pada

sekolah ini, maka segala dana, daya, dan waktu dapat dihemat

seminimal mungkin.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada dasarnya merupakan obyek yang menjadi

sasaran penelitian. Oleh sebab itu, seorang peneliti sebaiknya

memiliki keyakinan yang jelas mengenai keadaan populasi sehingga

sasaran kegiatan penelitian benar-benar sesuai sasaran yang

diinginkan.
33

Apa yang dimaksud populasi, tenyata banyak pendapat yang

dikemukakan oleh para ahli dengan sudut pandang yang berbeda

antara satu dengan yang lainnya. Namun apabila diperhatikan dengan

seksama tampak jelas bahwa inti berbagai pendapat tersebut

mengandung pengertian yang sama.

Sutrisni Hadi mengemukakan bahwa Populasi adalah seluruh

penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki (Sutrisni Hadi,

1980:220)

Ambo Enre Abdullah (1984:101) mengatakan bahwa Populasi

adalah kelompok yang menjadi sasaran perhatian peneliti dalam

usaha memperoleh informasi dan menarik kesimpulan.

Sedangkan yang dimaksud populasi menurut Sudjana ialah

totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung ataupun

pengukuran kuantitatif daripada karateristik tertentu mengenai

sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas dan ingin dipelajari sifat-

sifatnya (Sudjana, 1984:5).

Memperhatikan ketiga pendapat di atas, dapat dipahami bahwa

yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan dari individu-

individu yang merupakan obyek penelitian dalam kaitan untuk

memperoleh informasi-informasi dalam rangka mengelola dan

menganalisis data penelitian. Atau dengan kata lain bahwa populasi

adalah seluruh penduduk yang menjadi obyek atau sasaran

penelitian.
34

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikutip di atas, maka

penelitian ini mengambil populasi dari orang tua siswa SDN Nomor

089 Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara yang

berjumlah 124 orang. Gambaran mengenai populasi penelitian ini

diketahui dari jumlah siswa pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara yang selengkapnya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 : Jumlah siswa SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan


Masamba sampai dengan Bulan April Tahun Peajaran 2016/2017
NO KELAS LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. I 8 10 18
2. II 9 10 19
3. III 9 11 20
4. IV 12 9 21
5. V 13 8 21
6. VI 16 8 24
JUMLAH..... 66 58 124
Sumber : Laporan Bulanan April 2017

2. Sampel

Untuk mengetahui secara jelas apa yang dimaksud dengan

sampel, berikut ini dikemukakan pendapat beberapa ahli.

Ambo Enre Abdullah (1984:101) mengatakan bahwa

sampel adalah kelompok yang representatif dari sejumlah populasi

yang akan berperan sebagai responden dalam suatu penelitian.


35

Sementara itu Koentjaraningrat (1984:102) mengemukakan

tentang pengertian sampel bahwa sampel adalah bagian-bagian

dari keseluruhan yang menjadi obyek sesungguhnya dari suatu

penelitian dan itulah yang disebut sampel.

Kedua pendapat yang dikutip di atas mengandung arti

bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah unit-unit terkecil yang

ada dalam suatu populasi yang ditetapkan atau dipilih secara

representatif mewakili populasi.

Untuk mengetahui bagaimana tehnik yang digunakan dalam

menetapkan besarnya sampel, berikut ini dikemukakan prosedur

kerja sampling dalam penelitian ini yaitu mulai dari tehnik

penetapan besarnya sampel sampai dengan prosedur kerja

sampel.

a. Tehnik Penetapan Sampel

Suatu hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan

dan penentuan besarnya sampel, ialah mutlak diperlukan

keabsahannya, sehingga benar-benar sampel tersebut secara

valid dapat representatif mewakili seluruh populasi yang

menjadi obyek penelitian.

Berkorelasi dengan hal diatas, adalah sangat penting

dikemukakan pendapat Sudjana mengenai tehnik pengambilan

sampel sebagai berikut


36

... selain harus mengumpulkan data yang benar,

samplingpun harus dilakukan dengan benar-benar mengikuti

cara yang dapat dipertanggungjawabkan agar kesimpulannya

dapat dipercaya. Dengan perkataan lain, sampel harus

representatif dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya

tercermin pula dalam sampel yang diambil (Sudjana. 1984:5)

Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa di dalam

menentukan besarnya sampel yang diambil harus dilakukan

secara hati-hati sehingga proses kerjanya dapat dipertanggung-

jawabkan secara ilmiah.

Winarno Surachmad dalam hal ini mengatakan bahwa

nila populasi cukup homogen, maka terhadap populasi

dibawah 100 dapat digunakan sampel sebesar 50% dan di atas

100 dapat digunakan sampel sebesar 15% (Winarno

Surachmad, 1975:100)

Sedangkan Sutrisno Hadi (1980:221) mengatakan bahwa

berapa besar yang sebaiknya proporsi sampel kita selidiki,

tergantung kepada macam-macam pertimbangan, misalnya

saja jika ada pengetahuan bahwa keadaan populasi adalah

homogen, mengambil sampel yang terlalu besar hampir-hampir

tidak ada gunanya. Pendapat lain mengenai penetapan

besarnya sampel ialah seperti dikemukakan oleh Masri

Singarimbun dan Sofian Effendy (1984:106) bahwa:


37

....besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan adapula

peneliti yang lain mengatakan bahwa besarnya sampel

minimum 5% dari jumlah satuan elementer (elementer units).

Makna yang terkandung dari ketiga pendapat yang dikutip

diatas, adalah bahwa ternyata tidak terdapat kesamaan

pandangan diantara para ahli mengenai berapa sebaiknya

besarnya sampel yang diambil dari jumlah populasi, akan tetapi

sangat tergantung pada karateristik atau ciri-ciri khas dari

obyek dan tujuan penelitian.

Memperhatikan karateristik populasi yang sifatnya

heterogen, maka sampel dipilih dengan menggunakan tehnik

purposif, yaitu peneliti secara sengaja menentukan jumlah

sampel dengan tetap memperhatikan sifat karateristiknya, yaitu

diambil sebanyak 2 orang dari petani, 2 orang PNS, 2 orang

POLRI/TNI, 2 orang wiraswasta. Dengan demikian, maka

jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 8 oran

b. Proses Kerja Sampling

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa penetapan

besarnya sampel dilakukan denga tehnik sampel purposif,

maka proses kerja sampel yang dilakukan dalam penelitian ini

ialah setiap unit sampel dipilih 2 orang, sehingga setiap unit

mendapat wakil yang dianggap reprensentatif dijadikan sebagai


38

sampel. Kecuali dalam kegiatan wawancara, maka setiap

kelompok hanya diwakili dua orang saja.

Untuk memperlancar wawancara, peneliti sebelumnya

telah menyiapkan daftar atau lembar pertanyaan yang akan

digunakan dalam wawancara.

C. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk mendapat data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

maka digunakan tehnik observasi, tehnik wawancara, tehnik angket,

dan tehnik dokumentasi.

1. Tehnik Observasi

Tehnik observasi dalam penelitian ini dipergunakan terutama

dalam kegiatan pendahuluan, baik pada tahap penjajakan tentang

kemungkinan atau tidaknya melakukan penelitian sekaitan dengan

ketersediaan data maupun pada tahap pengamatan terhadap jenis

responden dan informasi yang dapat memberikan data dan

keterangan yang dibutuhkan.

Tehnik observasi dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

menetapkan apakah masalah yang diangkat dalam judul penelitian ini

layak untuk diteliti atau tidak, dan sejauh mana urgensi dan

kontribusinya terhadap perbaikan atau peningkatan partisipasi

masyarakat terhadap perbaikan kualitas belajar mengajar dan

khususnya dalam kerangka pemikiran untuk meningkatkan

kesejahteraan guru.
39

2. Tehnik Wawancara

Dalam rangka pengumpulan data dan informasi dengan

menggunakan tehnik ini, penulis lebih mengarahkan untuk menjaring

informasi mengenai keterangan atau jawaban kelompok responden

mengenai bagaimana bentuk partisipasi orang tua dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan guru pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara.

Untuk memudahkan pelaksanaan wawancara dengan para

informan, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan pertanyaan-

pertanyaan secara terstruktur dan sistematis. Hal ini dimaksudkan

agar kegiatan wawancara tidak terlalu menyita waktu dan tenaga dari

para informan dan pewawancara sendiri. Informasi yang diperoleh

dalam wawancara ini adalah data yang bersifat deskriptif namun

sangat diharapkan untuk memperkuat tingkat validitas hasil penelitian.

3. Tehnik Dokumentasi

Tehnik dokumentasi ini merupakan salah satu tehnik

pengumpulan data dengan mengadakan atau melakukan pencatatan

data (terutama data tertulis) dari sumber-sumber resmi. Tehnik

dokumentasi ini merupakan salah satu tehnik yang sering

dipergunakan dalam suatu penelitian. Hal ini disebabkan karena

tehnik ini memiliki kelebihan tersendiri dibanding dengan jenis tehnik

lainnya, seperti dikemukakan oleh Sanapiah Faisal bahwa: metode

dokumentasi ini sumber informasinya berupa bahan-bahan tertulis


40

atau tercatat. Dalam metode ini petugas pengumpul data tinggal

mentrasfer bahan-bahan tertulis yang relevan pada lembar isian yang

telah disiapkan untuk itu, agar merekam sebagaimana adanya

(Sanapiah Faisal 1981: 42-43).

Pendapat di atas mengandung arti bahwa penggunaan tehnik

dokumentasi hanya terbatas pada data-data yang bersifat tertulis saja.

Di samping itu tehnik ini hanya merupakan data pelengkap dan data

pendahuluan, yang maksudnya adalah untuk menjajaki sumber-

sumber informasi yang dianggap relevan dengan berbagai masalah

dalam rangka persiapan penelitian selanjutnya.

Dalam penelitian ini pengguna tehnik dokumentasi

dipergunakan untuk memperoleh data tentang jumlah siswa (untuk

mengetahui berapa jumlah orang tua yang menjadi populasi

penelitian), dan jumlah guru.

D. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari unit-unit

penelitian, yaitu data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara

dengan para informan.


41

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data

dokumentasi, yaitu data mengenai jumlah siswa (jumlah orang tua

siswa) dan jumlah guru.

E. Tehnik Analisa Data

Memperhatikan jenis penelitian ini termasuk dalam kategori

penelitian yang bersifat normatif, maka semua data dan informasi yang

diperoleh melalui penelitian lapang akan dianalisis baik secara

kuantitatif maupun secara kualitatif. Terhadap data yang bersifat

informatif akan dianalisis secara kualitatif. Sedangkan data yang

bersifat angka-angka akan dikuantifikasi dan dianalisis secara

kuantitatif dengan menggunkan tehnik persentase dengan rumus :

P ----------------- x 100%

Keterangan :

P = Persentase

F = Jumlah Jawaban yang Ada

N = Jumlah Responden
42

BAB IV

PENYAJIAN DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

Data yang disajikan pada bagian ini ialah data lapang yang

diperoleh melalui teknik angket. Setiap data yang disajikan dari hasil

angket langsung dipersentase dan dibahas secara detail sehingga

mendekati kebenaran ilmiah yang diharapkan.

Lebih jelasnya mengenai tanggapan orang tua siswa terhadap

peranan Komite dalam membantu meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan

Masamba Kabupaten Luwu Utara dapat ditelaah pada jawaban

responden melalui angket yang disajikan secara berturut-turut berikut

ini.

Tabel 2 : Apakah Bapak/Ibu setuju apabila diadakan pungutan secara


resmi setiap bulanya dari orang tua siswa untuk
membantu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar
pada SDN Nomor 089 Masamba.

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Setuju 8 100
b. Kurang setuju - -
c. Tidak setuju - -
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer diolah.


43

Tampak pada tabel di atas bahwa seluruh responden (100%)

mengatakan setuju dilakukan pemungutan setiap bulannya apalagi

pemungutan tersebut diperkuat dengan Peraturan Daerah (PERDA).

Artinya, bahwa orang tua siswa dengan sukarela member

sumbanganuntuk meningkatkan kualitas belajar mengajar, namun

dengan catatanharus dikuatkan dengan dukungan Pemerintah Daerah

agar dana itu tidak diselewengkan penggunaannya.

Harapan masyarakat agar pemungutan tersebut diperkuat

dengan PERDA dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3 : Apakah Bapak/Ibu setuju apabila pungutan dana dari


partisipasi orang tua siswa untuk meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar diperkuat dengan Peraturan
Daerah (PERDA) ?

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Setuju 4 50
b. Tidak setuju 2 25
c. Tidak menjawab 2 25
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer yang diolah.

Memperhatikan jawaban responden seperti pada tabel 3 di atas

tampak dengan jelas bahwa 4 (50%) responden menjawab bahwa

pungutan yang dilakukan sebaiknya diperkuat dengan peraturan

daerah dengan tujuan agar tidak muncul keraguan dan kecurigaan

dari masyarakat, sehingga secara hokum, iuran dana tersebut dapat


44

dipertanggung-jawabkan. Sedangkan 2 (25%) orang responden tidak

setuju dengan alasan, yang penting yang mengelolah dana tersebut

bersikap jujur dimana dana tersebut digunakan sesuai dengan

peruntukannya, maka tidak perlu dibuatkan peraturan. Sedangkan 2

(25%) orang responden lainnya tidak member jawaban. Mengenai

bagaimana cara pemungutan dilakukan mengingat kemampuan

ekonomi orang tua siswa tidak sama, responden mengatakan bahwa

sebaiknya jumlah pemungutan tersebut tidak lebih dari Rp. 7.500,-

setiap bulannya. Dengan catatan bagi orang tua yang tidak

mampu/miskin tidak berlaku mutlak pemungutan tersebut.

Selengkapnya mengenai masalah tersebut dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4 : Apakah Bapak/Ibu setuju kalau jumlah pungutan untuk


membantu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar
sebesar Rp. 10.000,- ?

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Setuju 6 75
b. Tidak setuju 2 25
c. Tidak menjawab - -
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer yang diolah.

Memperhatikan tabel di atas, maka tampak bahwa pada

umumnya, yaitu 6 orang responden (75%) menyatakan setuju bahkan


45

diantaranya ada yang mengusulkan agar jumlah sebesar itu bias

ditambah sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat. Sedangkan

yang menjawab tidak setuju sebanyak 2 orang responden (25%),

mereka mengemukakan bahwa sebaiknya dikecualikan bagi kelompok

orang tua yang kurang/tidak mampu. Sebab kenyataan di lapangan

menunjukan bahwa masih banyak warga masyarakat kita yang hidup

dibawah garis kemiskinan sehingga bagi kelompok masyarakat ini

tidak perlu dikenakan pungutan untuk pembiayaan pendidikan

khususnya untuk peningkatan kualitas proses belajar mengajar,

karena kelompok ini jika ada dana justru harus disubsidi atau diberi

bantuan.

Selanjutnya, mengenai bentuk iuran komite dalam

meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, apakah dipungut

langsung dari para orang tua siswa setiap bulannya, ataukah dibayar

sekaligus untuk satu tahun, ataukah bias dicicil oleh orang tua siswa.

Selengkapnya informasi mengenai hal ini dapat dilihat dari

jawaban responden melalui pertanyaan dalam angket seperti dibawah

ini.
46

Tabel 5 : Apakah Bapak/Ibu setuju jika pungutan untuk meningkatkan


kualitas proses belajar mengajar dibayar langsung
satukaligus oleh para orang tua siswa atau untuk satu
tahun atau dicicilkan ?

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Dibayar satu kali 2 25
b. Dibayar tiga kali 2 25
c. Dibayar setiap bulan 4 50
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer yang diolah.

Apabila tabel 5 di atas diperhatikan, tampak bahwa dari 8 orang

responden, 2 orang (25%) yang mengatakan dibayar sekaligus untuk

satu tahun. Yang member jawaban dicicil sebanyak tiga kali sebesar 2

(25%) orang dan menjawab dibayar cicil setiap bulan sebanyak 4

(50%) orang. Namun menurut hemat penulis bahwa jika cara kedua ini

diterima, maka masalahnya ialah tunjangan kesejahteraan guru di

bayar setiap bulanya sementara sumber pendanaan hanya diperoleh

sekali dalam setahun, hal mana akan menyulitkan pengelolaannya

kelak.

Dalam pengelolaan dana inipun menimbulkan pertanyaan,

siapa atau lembaga mana sebaiknya dipercaya untuk mengelolahnya.

Dari berbagai informasi diperoleh data seperti disajikan sebagai

berikut ini.
47

Tabel 6 : Menurut Bapak/Ibu, siapakah yang dipercayakan untuk


mengelola dana yang diperoleh dari masyarakat untuk
meningkatkan proses belajar mengajar tersebut ?

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Bendahara Sekolah - -
b. Kepala Sekolah - -
c. Komite/Dewan Sekolah 8 100
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer yang diolah.

Memperhatikan tabel di atas, tampak dengan jelas bahwa dari

8 orang menyatakan sebaiknya yang mengelola dana tersebut adalah

Komite/Dewan Sekolah dengan alas an bahwa Komite/Dewan

Sekolah ini lebih bertanggung jawab penuh atas pengelolaan

pendidikan pada sekolah ini, sehingga pengalokasian dana yang

berasal dari orang tua siswa dapat diperuntukan sesuai kebutuhan

terutama untuk peningkatan kualitas belajar mengajar. Sedangkan

menjawab dipercayakan mengelolah dana tersebut adalah Bendahara

Sekolah, tidak seorang pun dengan alas an bahwa dana tersebut

berasal dari orang tua siswa, maka sudah seyogyanya dikelolah oleh

Komite Sekolah sebagai wadah berhimpunnya para orang tua siswa

dalam penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tersebut, dengan

harapan pula bahwa alokasi dana untuk peningkatan kualitas belajar

mengajar ditetapkan secara proporsional dan tidak diselewengkan

penggunaannya. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat khususnya

para orang tua siswa yang telah dengan ikhlas mengeluarkan dana
48

tersebut dapat mengetahui secara benar untuk apa dana tersebut

diperuntukan.

Selanjutnya mengenai berapa besar jumlah yang

prersentasekan khusus untuk peningkatan kualitas belajar mengajar,

apakah seluruh dana yang diperolh diposkan untuk peningkatan

kualitas proses belajar mengajar ataukah tidak, misalnya sebagiannya

disisihkan untuk peningkatan kesejahteraan guru dan dana keperluan

lain. Secara jelasnya dapat dilihat dari pernyataan responden seperti

tampak pada tabel dibawah ini.

Tabel 7 : Menurut Bapak/Ibu, bagaimana pengalokasian dana yang


diperoleh dari sumbangan orang tua siswa untuk
meningkatkan proses belajar mengajar tersebut ?

JAWABAN RESPONDEN FREKUENSI PERSENT. (%)


a. Seluruhnya (100%) 2 25
b. 75 % 4 50
c. 50 % 2 25
Jumlah 8 100

Sumber : Data primer yang diolah.

Tampak pada tabel 7 di atas, bahwa ada 2 orang responden

(25%) yang menyatakan bahwa sebaiknya seluruh dana yang

diperoleh dari iuran orang tua siswa dibayarkan untuk peningkatan

kualitas proses belajar mengajar, sehingga benar-benar para guru

dapat berkonsentrasi penuh untuk melaksanakan kegiatan proses

belajar mengajar.
49

Berbeda dengan pernyataan di atas, 4 orang responden (50%)

menyatakan bahwa 75% dari dana yang diperoleh dari sumbangan

masyarakat (orang tua siswa) diperuntukan untuk peningkatan

kualitas proses belajar mengajar, seperti misalnya untuk tunjangan

kesejahteraan guru, biaya pengadaan alat dan keperluan lain.

Sedangkan yang lainnya yaitu bawah cukup 50% saja dari dana yang

peroleh itu yang diperuntukan untuk peningkatan kualitas proses

belajar mengajar dengan alas an bahwa, masih banyak kebutuhan

lain yang diperlukan dalam proses belajar anak, sehingga tidak perlu

lagi sedikit-sedikit dimintakan lagi iuran yang kadangkala

menimbulkan kesan negatif utamanya dari kalangan orang tua siswa.

Artinya, bahwa dengan dana yang sudah ada dan jelas sumber dan

penggunaannya, sebaiknya yang mengelola dana itu harus secara

bijak dan arif dalam mengalokasikan segala kebutuhan proses belaja

anak. Para gurupun diharapkan agar dapat menahan diri dan

menyadari bahwa tugas mengajar itu sudah cukup apabila di samping

pendapatan dari gaji tetap di tambah dengan bantuan dari

masyarakat, dan hal itu akan ditinjau setiap tahun sesuai dengan

keadaan dan kemampuan ekonomi orang tua siswa.

B. Pembahasan

Memperhatikan hasil persentase data di atas, maka tampak

bahwa pada umumnya orang tua siswa yang menjadi responden


50

penelitian memberikan jawaban yang positif terhadap pentingnya

orang tua siswa berpartisipasi untuk peningkatan kualitas proses

belajar mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan

Masamba kabupaten luwu Utara.

Partisipasi orang tua siswa tersebut terutama dapat dilakukan

dalam bentuk sumbangan materi, yaitu berupa iuran bulanan sebesar

Rp. 10.000,-. Sebagian besar responden mengatakan sistem

pembayarannya dibayar setiap tiga bulan (2 orang) dan yang

menjawab dibayar satu kali selama setahun 2 orang juga. Ini berarti

bahwa pada umumnya responden setuju dilakukan pemungutan dana

dari setiap orang tua siswa asalkan untuk peningkatan kualitas proses

belajar mengajar pada sekolah tersebut.

Apabila dicermati secara seksama mengenai sejauhmana

partisipasi orang tua siswa terhadap upaya peningkatan kualitas

proses belajar mengajar, maka sebenarnya sejak dahulu telah tampak

bahkan dari berbagai informasi yang ditemukan di masyarakat, pada

umumnya mereka menyatakan perlu memberikan dukungan yang

besar terhadap upaya untuk peningkatan kualitas proses belajar

mengajar, sebab hal itu dianggapnya sebagai salah satu wujud dari

perhatian masyarakat khususnya kalangan orang tua siswa terhadap

pembangunan di bidang pendidikan dan masa depan anak-anaknya.

Sebenarnya wadah yang menghimpun masyarakat dalam hal

ini para orang tua siswa telah lama ada dan difungsikan di setiap
51

sekolah, muali dari jenjang pendidikan pra sekolah, sekolah dasar

sampai ke jenjang pendidikan lanjutan atas yang dulu di kenal dengan

istilah BP-3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan), yang

dibentuk berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 0293/U/93 tertanggal 5 Agustus 1993. Istilah BP-

3 tersebut sekarang diganti dengan Komite/Dewan Sekolah.

Meskipun badan tersebut hanya sebagai pembantu dalam

rangka penyelenggaraan pendidikan, namun dalam perjalanannya

telah memberikan konstribusi yang cukup berarti bagi upaya

memperbaiki dan memperlancar kegiatan proses belajar mengajar di

sekolah. Badan ini merupakan wadah berhimpunnya para orang tua

siswa di setiap sekolah yang fungsinya memberikan sumbangan

pemikiran dan sumbangan materi guna membantu masyarakat dan

pemerintah dalam upaya perbaikan pelaksanaan kegiatan proses

belajar mengajar, seperti ditegaskan dalam pasal 2 Keputusan

menteri Nomor : 0293/U/93 bahwa BP-3 bertujuan membantu

kelenacaran penyelengaraan pendidikan di sekolah dalam upaya ikut

memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan

pendidikan nasional dengan mendayagunakan kemampuan yang ada

pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Ketentuan di atas mengandung arti bahwa komite/Dewan

Sekolah merupakan badan yang khusus dibentuk dengan tujuan untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat untuk turut serta membantu


52

kelancaran penyelenggaraan pendidikan di setiap sekolah, khususnya

dalam membantu kelancaran dan meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar sehingga tujuan umum pendidikan yang telah

dicanangkan dalam Garis-Garis Besar haluan Negara (GBHN) dapat

tercapai secara optimal seperti yang diharapkan.

Sumbangan yang berasal dari Komite/Dewan Sekolah dalam

bentuk dana, disamping untuk meningkatkan proses belajar mengajar,

juga terutama dialokasikan untuk peningkatann kesejahteraan guru,

pengadaan gedung atau ruang kelas, pemeliharaan dan perbaikan

fisik gedung, pengadaan dan perbaikan mobile dan keperluan lainya

yang kesemuanya berujung pada upaya untuk meningkatan kualitas

proses belajar mengajar. Dan pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba, pengelolaan dana yang diperoleh dari iuran

orang tua siswa telah dikelola oleh komite/Dewan Sekolah. Dan para

orang tua siswa telah turut berpartisipasi aktif memberikan dukungan

dan masukan bagi upaya peningkatan kualitas proses belajar

mengajar dan pengembangan sekolah ini untuk masa yang akan

datang.

Dari hasil wawancara penulis dengan Jamaluddin, salah

seorang anggota Komite/Dewan Sekolah SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba, bahwa pada bulan November yang lalu

sekolah mengundang orang tua siswa dalam rapat Komite/Dewan

Sekolah dan para orang tua siswa banyak memberikan masukan dan
53

konstribusi pemikiran demi pengembangan sekolah ini pada masa

yang akan datang sehingga mampu bersaing dengan sekolah-sekolah

lainnya yang ada di Kecamatan Masamba kabupaten Luwu Utara.

Hal senada dikemukakan pula oleh Hamka, Ketua

Komite/Dewan Sekolah SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan

Masamba, bahwa dalam setiap rapat Komite/Dewan Sekolah

diputuskan bahwa dari jumlah dana yang dikumpulkan setiap

tahunnya, bidang kesejahteraan guru selalu memperoleh jumlah yang

cukup besar yaitu sekitar 75% sedangkan lebihnya diperuntukan

untuk kebutuhan lainnya (Wawancara, 16 Februari 2008).

Memperhatikan beberapa wawancara seperti dikemukakan di

atas, tampak dengan jelas bahwa masyarakat selama ini melalui

wadah organisasi orang tua yaitu BP-3 yang sekarang dikenal dengan

istilah Komite/Dewan Sekolah telah ikut serta berpartisipasi dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan guru dsetiap sekolah. Hal ini

merupakan salah satumanifestasi dari tanggung jawab orang tua dan

masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan.

Meskipun demikian dana yang diperoleh dari iuran Komite

disetiap sekolah tampaknya belum mampu menutupi kebutuhan

pengelolaan pendidikan khususnya kegiatan proses belajar mengajar,

disebabkan jumlah sumbangan melalui Komite/Dewan Sekolah masih

sangat terbatas, yaitu sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi

orang tua siswa. Oleh karena itu diperlukan beberapa upaya lain yang
54

diharapkan dapat menambah jumlah dana yang dibutuhkan untuk

pengelolaan pendidikan tersebut.

Dari hasil wawancara penulis dengan Sujarno, salah satu orang

tua siswa, mengatakan bahwa mungkin ada baiknya apabila para

orang tua siswa diikutsertakan secara optimal dalam rangka

penyelenggaraan pendidikan. Dari segi pengadaan dana misalnya,

banyak upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan cara mencari

sumber-sumber keuangan potensial yang ada didalam masyarakat itu

sendiri dalam bentuk pemungutan secara langsung yang disahkan

oleh pemerintah (Wawancara, 19 April 2008).

Pemikiran di atas merupakan suatu terobosan baru dalam

upaya lebih meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap

pengelolaan pendidikan sehingga semua kebutuhan khususnya untuk

dana bagi kesejahteraan guru dapat terpenuhi dan langsung secara

aman setiap tahunnya tanpa harus menunggu kucuran dana bantuan

dari pemerintah.

Memperkuat pendapat di atas, Alimin (Wawancara, 19 April

2008) mengatakan bahwa pemerintah daerah harus memiliki

keberanian untuk mendorong masyarakat agarberpartisipasi lebih

besar lagi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya untuk

meningkatkan kesejahteraan guru supaya dapat melaksanakan

tugasnya dengan optimal.


55

Upaya yang dimaksud tersebut ialah dengan meminta setiap

instansi baik instansi pemerintahan maupun instansi swasta terutama

badan-badan keuangan milik pemerintah pusat dan daerah untuk

menyisihkan sedikit pendapatannya setiap bulan untuk perbaikan

kualitas pendidikan yang dikukuhkan dalam bentuk Peraturan Daerah

(PERDA).

Sejalan dengan pandangan di atas, Darwis (wawancara, 19

April 2008) salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Masamba

mengatakan bahwa jika pemerintah benar-benar memiliki komitmen

yang tinggi terhadap penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan guru dapat melaksakan tugasnya

secara maksimal, maka pemerintah jangan hanya berani

mengesahkan pemungutan karcis sepak bola atau sumbangan

kebersihan setiap bulan dalam bentuk Perda, namun tidak berani

membuat Perda untuk pemungutan dana bagi kesejahteraan guru. Hal

ini yang mengherankan masyarakat bahwa sampai sekarang belum

ada keinginan pemerintah untuk ikut membantu kecerdasan

kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh alinea IV

Pembukaan UUD 1945.


56

C. Beberapa Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

proses belajar mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba

Untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar

khususnya pada SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan Masamba

Kabupaten Luwu Utara, oleh para guru dilakukan beberapa langkah,

yaitu :

1. Membentuk Komite/Dewan Sekolah sebagai wadah

berhimpunnya para orang tua siswa yang diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi upaya pengembangan dan

peningkatan kualitas Sokalah ini pada masa yang akan datang.

2. Meminta dukungan dalam bentuk bantuan dari Pemerintah

Daerah baik bantuan berupa dana dan terutama bantuan tenaga

pengajar.

3. Mengadakan usaha-usaha yang halal seperti sumbangan dari

masyarakat dalam hal ini para orang tua siswa untuk mendukung

berbagai kegiatan di sekolah ini seperti pengadaan lomba-lomba

dan sebagainya.

D. Beberapa Faktor Penghambat

Pemikiran tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan

untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar pada SDN Nomor 089

Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara, sebenarnya


57

selalu merupakan bahan kajian dari Komite/Dewan Sekolah dan para

guru, mengingat setiap tahunnya tampak bahwa kuatnya persaingan

di antara sekolah yang ada di Kabupaten Luwu Utara khususnya di

Kecamatan Masamba.demikian pula masalah rendahnya kualitas

proses belajar mengajar yang selalu menjadi sorotan masyarakat.

Namun kenyataannya bahwa ternyata masalah itu selalu saja

berpulang kepada kualitas mengajar guru sebagai salah satu factor

penyebabnya. Namun lagi-lagi persoalan itu jawabannya ialah

masalah gaji guru yang belum memenuhi standard untuk dapat hidup

layak, sehingga meskipun telah dilakukan upaya secara maksimal,

dalam pelaksanaannya selalu saja diperhadapkan pada beberapa

kendala, diantaranya :

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya pendidikan bagi anak dan masa depannya;

2. Masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat sehingga

menyebabkan dukungannya secara materialpun sangat terbatas;

3. Tidak adanya kemauan (political will) pemerintah untuk

memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

pembentukan sector pendidikan khususnya terhadap perbaikan

tunjangan guru dalam rangka meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar dan iuran pendidikan khususyana pada tingkat

sekolah lanjutan.
58

Beberapa konsep pemikiran seperti dikemukakan di atas

kiranya masih sulit dilaksanakan mengingat sampai sekarang ini

kondisi politik yang berkembang belum secara kondusif menciptakan

suasana aman yang memungkinkan perhatian pemerintah dan

masyarakat untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar

khususnya pada tingkat pra sekolah, akibat terbatasnya dana yang

dimiliki pemerintah. Namun demikian bukan berarti bahwa pemerintah

tidak memperhatikan masalah peningkatan kualitas proses belajar

mengajar ini, sebab masalh ini sangat banyak ditentukan oleh kualitas

atau kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pengajar.

Harus disadari bahwa maalah kualitas proses belajar mengajar

ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh banyak

factor, diantaranya terutama adalah factor kesejahteraan guru yang

sampai sekarang ini masih menjadi salah satu masalah mendasar

yang selalu menjadi sorotan tajam banyak kalangan.

Dengan tidak mengurangi keinginan pemerintah dan

masyarakat yang mengharapkan agar kualitas pendidikan di Negara

kita terus ditingkatkan mengingat masih kurangnya kemampuan

pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar ini, namun manakala masyarakat memiliki komitmen moral

dan tanggung jawab yang sunguh-sungguh terhadap masalah ini,

penulis berpendapat bahwa hal itu dapat saja dilakukan tanpa harus
59

menunggu uluran tangan pemerintah yang memang dananya sangat

terbatas.

Bertolak dari masalah-masalah tersebut, maka jelas bahwa

pemikiran bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh orang tua

siswa untuk menigkatkan kualitas proses belajar mengajar pada SDN

Nomor 089 Masamba Kecamatan Masamba, maka yang penting

adalah kemampuan keras para orang tua siswa bersama

komite/Dewan Sekolah, dan para guru untuk memberikan dukungan

baik materiil maupun moril demi peningkatan dan pengembangan

kualitas kegiatan dan pengelolaan Sekolah ini secara keseluruhannya.


60

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dibahas diatas,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa: dalam meningkatkan kualitas

proses belajar mengajar khususnya pada SDN Nomor 089 Masamba

Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara, maka partisipasi orang

tua siswa melalui wadah Komite Sekolah masih sangat urgen. Oleh

karena itu, maka partisipasi orang tua siswa tidak hanya dilakukan

dalam bentuk materi saja, akan tetapi dalam bentuk pemikiran yang

kesemuanya sangat berguna bagi upaya pengembangan sekolah ini

khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar pada SDN Nomor 089 Masamba Kecamatan Masamba

yaitu, mengikutsertakan para guru pada berbagai pelatihan/penataran,

membentuk Komite/Dewan Sekolah sebagai wadah berhimpunnya

orang tua siswa untuk mendapatkan bantuan atau dukungan dana

dalam rangka pengadaan fasilitas pendidikan dan pengajaran,

meminta bantuandana dan tenaga pengajar dari pemerintah serta

mengadakan usaha atau kegiatan seperti lomba melukis, mewarnai,

tari-tarian, olahraga dan lain-lain.

Adapun faktor penghambat dalam pelaksanaan konsep

pemikiran tersebut adalah terutama menyangkut kesadaran


61

masyarakat yang masih rendah terhadap urgensi pendidikan bagi

anak-anak dan masa depannya. Kemauan atau komitmen moral

pemerintah selaku pengambil keputusan untuk memberikan perhatian

yang cukup bagi usaha meningkatkan kesejahteraan guru; kondisi

sosial ekonomi dan politik yang tidak stabil, lebih-lebih dengan

rendahnya pendapatan masyarakat.

B. Saran

1. Disarankan kepada pemerintah daerah agar anggaran untuk

pendidikan dalam APBD setiap tahunnya diberi porsi yang cukup,

sebab jangan kita berharap banyak peningkatan kualitas

pendidikan dapat meningkat apabila tidak didukung oleh dana dan

sumber daya yang memadai.

2. Disarankan agar lebih baik masyarakat pro-aktif dalam

memberikan dukungan materil dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan guru dan perbaikan kualitas anak-anak di sekolah.

3. Disarankan kepada pemerintah daerha khususnya kepada

Kancam Diknas Kecamatan Masamba agar merespon keinginan

masyarakat untuk memberikan bantuan dana kepada setiap

sekolah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru melalui

partisipasi aktif dari warga masyarakat, sebagai salah satu

pertanggungjawabannya terhadap penyelenggaraan pendidikan

yang selama ini dianut oleh seluruh masyarakat.


62

DAFTAR PUSTAKA

Anonim; UUD 1945, P-4, GBHN 1998, Kewaspadaan Nasional, Bahan


Penataran,Departemen Penerangan R.I., Jakarta.

Anwar Sinare, 1998; Pengantar Pendidikan (Diklat), STKIP Cokroaminoto


Palopo.

Abdullah Nashih Ulwan, 1992; Pendidikan Anak Menurut Islam-


Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.

Ali Furchan, 1984; Pengantar Praktis Metode Penelitian, Usaha Nasional,


Surabaya.

Amir Daien Indrakusuma, 1987; Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan,


Usaha Nasional, Surabaya.

Becker, Gary S, 1975; Human Capital. A Theiritical End Empirical


Analysis, With Special Reference To Education, Chicago,
The University Of Chicago.

Batubara, C, 1991; Peranserta Generasi Muda Dalam Meningkatkan


Kualitas SDM Menuju Kebangkitan Nasional II, Makalah
disampaikan pada Mubes III Gnerasi Muda MKGR, 6 Mei
1991, Jakarta.

Frans Magnis Suseni, 1990; Filsafat Etika, Suatu Kajian Praktis,


Gramedia, Jakarta Langgasa, Harian Fajar, 4 Maret 2002 ----
--------, Harian Fajar, 7 Mei 2002.

M. Noor Syam, dkk, 1990; pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha


Nasional, Surabaya.

Mashadi, 2000; Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Meningkatkan


Kesejahteraan Guru (Makalah), STKIP Cokroaminoto
Palopo.

N.A. Negel, 1984; Pengantar Ilmu Pendidikan Bina Aksara, Jakarta.


63

Paisal, 2000; Strategi Peningkatan Kesejahteraan Guru Melalui Partisipasi


Masyarakat (Makalah), STKIP Cokroaminoto Palopo.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1990 tentang pendidikan


Tinggi direktorat Jendral Pendidikan Tinggi-Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Jakarta.

Roestinah dan Yumiati Suharto, 1985; Profesi Keguruan, FIP-IKIP,


Malang.

Sanapiah Faisal, 1983; Metodologi Penelitian Pendidikan, Usaha


Nasional, Surabaya.

Soli Abimanyu, 1986; Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi,


Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Suryadi, 1994; Pengaruh Pendidikan Terhadap Tingkat Pendapatan


Masyarakat (Studi pada Masyarakat Pesisir di Kabupaten
Sinjai) (Skripsi), Fekon Universitas 45, Ujung Pandang.

Sudirman N, et all, 1991; Ilmu Pendidikan: Kurikulum, Program


Pengajaran, Efek Intruksional dan Pengiring, CBSA, Metode
Mengajar, Media Pendidikan, Pengelolaan Kelas dan
Evaluasi Hasil Belajar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sumanto, Wasty, 1983; Ilmu Pendidikan dan Perkembangannya, Usaha


Nasional, Surabaya.

Siswanto, Budi Tri, 1994; Pengaruh Bimbingan Kejuruan Terhadap


Motivasi Kerja dan Prestasi Belajar (Jurnal Kependidikan)
Nomor 3 Tahun XXIV, Lembaga Penelitian KIP Yogyakarta.

Tri Yuwono dan Pius Abdullah, 1994; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Praktis, Arkola, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai