Anda di halaman 1dari 27

KIMIA FISIK

KESETIMBANGAN FASA

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD GOFUR LUBIS : DBD 113 189


M. RAIS AL-JAMIL : DBD 113 180
SUWANDI FRANSUTOYO : DBD 113 136
NIKO LELO : DBD 113 `123
HOTSON TOGATOROP : DBD 113 107

DOSEN PEMBIMBING :

Drs. I MADE SADIANA, M.Si.

JURUSAN PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
PALANGKARAYA
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia Nya kami masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan
tugas makalah tentang kesetimbangan fasa ini.
Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen pembimbing
mata kuliah Kimia Fisik III dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dan kepercayaan dalam penyalasaian makalah ini. Penyusun menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
bersangkutan.
Amiin..

Palangka Raya, 9 Desember 2014

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Msetode Pemecahan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Syarat-syarat kesetimbangan antara berbagai fasa dalam sistem
A. Persamaan Clapeyron
B. Persamaan Clausius-Clapeyron
C. Aturan Fasa
D. Diagram fase satu komponen
F. Diagram fase dua komponen

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fasa adalah bagian sistem yang komposisi kimia dan sifat-sifat fisiknya
seragam,yang terpisah dari bagian sistem lainnya oleh adanya bidang batas.
Perilaku fasa yang dipunyai suatu zat murni adalah sangat beragam dan
rumit,akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan
termodinamika dapat dibuat ramalan-ramalan. Pemahaman mengenai perilaku
perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibss.

Kesetimbangan fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki


komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu,
biasanya pada fasa cair dan uapnya. Selama ini pembahasan perubahan mutual
antara tiga wujud materi difokuskan pada keadaan cair. Dengan kata lain,
perhatian telah difokuskan pada perubahan cairan dan padatan, dan antara cairan
dan gas. Dalam membahas keadaan kritis zat, akan lebih tepat menangani tiga
wujud zat secara simultan, bukan membahas dua dari tiga wujud zat.

Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus


Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan
suhu.
Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult.
Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum Henry.

B. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang kesetimbangan fasa dan sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah kimia
fisik
C. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah yang digunakan pada pembuatan makalah ini


sebagai berikut:

1. Metode kajian buku yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data


yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Melakukan Browsing internet untuk mengumpulkan data-data yang


berhubungan dengan masalah yang diteliti.
BAB II
PEMBAHASAN

Fasa adalah bagian sistem yang komposisi kimia dan sifat-sifat fisiknya
seragam,yang terpisah dari bagian sistem lainnya oleh adanya bidang batas.
Perilaku fasa yang dipunyai suatu zat murni adalah sangat beragam dan
rumit,akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan
termodinamika dapat dibuat ramalan-ramalan. Pemahaman mengenai perilaku
perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibss.
Kesetimbangan fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki
komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu,
biasanya pada fasa cair dan uapnya. Selama ini pembahasan perubahan mutual
antara tiga wujud materi difokuskan pada keadaan cair. Dengan kata lain,
perhatian telah difokuskan pada perubahan cairan dan padatan, dan antara cairan
dan gas. Dalam membahas keadaan kritis zat, akan lebih tepat menangani tiga
wujud zat secara simultan, bukan membahas dua dari tiga wujud zat.

A. Syarat-Syarat Kesetimbangan Antara Berbagai Fasa Dalam Sistem

Keadaan seimbang:
a. Sistem dalam keadaan seimbang stabil
b. Sistem dalam keadaan metastabil yg lama, kemudian secara spontan menjadi
stabil
Karena keadaan seimbang pada keadaan 2, maka sifat-sifat zat seperti
tekanan, volum, dan suhu dapat ditentukan seperti pada keadaan 1.Dalam hal ini,
entropi, maupun fungsi Gibbs terkait dgn sifat-sifat yg dapat diukur secara
langsung seperti dalam keadaan seimbang stabil
Persyaratan khusus yg menentukan keadaan seimbang stabil:
1. Proses ireversibel adiabatik
2. Proses dengan suhu dan volume tetap
3. Proses dengan suhu dan tekanan tetap
4. Proses dengan entropi dan volume tetap
5. Proses dengan tekanan dan entropi tetap

Kesetimbangan antar Fasa


Jika zat cair dan uapnya dalam keadaan seimbang maka uap dikatakan dalam
keadaan jenuh jumlah molekul menguap = molekul mengembun
Keadaan seimbang berkaitan dg nilai tekanan dan suhu tertentu
T tetap p juga tetap, walau V berubah
Perubahan V karena ada molekul yg mengembun atau menguap
Jika zat dalam beberapa fase yg berada dalam keadaan seimbang
mempunyai derajat kebebasan yg < zat tsb dalam satu fase
Dapat dinyatakan secara matematis bahwa suatu persoalan dg tiga variabel yg
dinyatakan dalam 2 persamaan mempunyai derajat kebebasan : 3-2 =1
Pada gambar 8-1 dilukiskan satu zat pada dua fase a dan b dalam keadaan
seimbang. Massa total kedua fase1 kg, yaitu x kg untuk fase b dan (1-x)kg
untuk fase a.
Syarat Keseimbangannya adalah:
Suhu kedua fase sama (Ta=Tb), jika tdk dipenuhi akan ada arus panas yang
mengalir dari fase yg suhunya lebih tinggi ke fase yg suhunya lebih rendah
Tekanan kedua fase sama (pa=pb), jika tdk dipenuhi akan ada arus molekul-
molekul yang mengalir dari fase yg tekanannya lebih tinggi ke fase yg
tekanannya lebih rendah
Fungsi Gibbs jenis kedua fase sama (ga=gb), Fungsi ini tergantung suhu dan
tekanan. Jadi secara umum syarat keseimbangannya adalah

g=g g=g g=g

B. Persamaan Clapeyron
Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam kesetimbangan,
kedua fasa tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang
memiliki fasa dan ,
G = G .............................................. (2.1)
Jika tekanan dan suhu diubah dan tetap menjaga kesetimbangan, maka:
dG = dG ................................................ (2.2)

G G G G
dP dT dP dT ............... (2.3)
P T T P P T T P
Menggunakan hubungan Maxwell, jadi:
V dP S dT V dP S dT .............................. (2.4)

dP S S S
........................................... (2.5)
dT V V V

Karena:
H
S ................................................. (2.6)
T
Sehingga:
dP S
............................................... (2.7)
dT TV
Persamaan 2.7 disebut sebagai Persamaan Clapeyron. Persamaan
Clapeyron menggambarkan variasi tekanan dengan temperatur pada keadaaan
kesetimbangan atau menghubungkan ketergantungan kuantitas dari temperatur
kesetimbangan dengan tekanan. Persamaan Clapeyron tersebut dapat digunakan
untuk menentukan entalpi penguapan, sublimasi, peleburan, maupun transisi
antara dua padat. Entalpi sublimasi, peleburan dan penguapan pada suhu tertntu
dihubungkan dengan persamaan:
H sub lim asi H peleburan H penguapan .............................. (2.8)

C. Persamaan Clausius-Clapeyron
Untuk peristiwa penguapan dan sublimasi, Clausius menunjukkan bahwa
persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya
mengikuti hukum gas ideal dan mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih
kecil dari volume uap (Vg).

V V g Vl V g ............................................. (2.9)
Bila
RT
V g ................................................. (2.10)
P
maka persamaan 2.7 menjadi
dP PH v
.......................................... (2.11)
dT RT 2
dP H v
dT ..................................... (2.12)
P RT 2
H v
P2 T2
1 1
P PdP R T
T1
2
dT ..................................... (2.13)
1

P2 H v 1 1
ln ...................................... (2.14)
P1 R T2 T1

P2 H v T2 T1
ln ............................... (2.15)
P1 RT1T2
Persamaan 2.15 disebut Persamaan Clausius Clapeyron. Dengan
menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung
dengan dua tekanan pada dua suhu yang berbeda.
Bila entalpi penguapan suatu cairan tidak diketahui, harga pendekatannya
dapat diperkirakan dengan menggunakan Aturan Trouton, yaitu

H penguapan
S penguapan 88 J / K .mol .......................... (2.16)
Tdidih

D. Aturan Fasa
1. Fasa
Suatu fasa didefinisikan sebagai bagian sistem yang seragam atau
homogen di antara keadaan submarkropisnya, tetapi benar-benar terpisah dari
sistem yang lain oleh batasan yang jelas dan baik. Campuran padatan atau dua
cairan yang tidak dapat bercampur dapat membentuk fasa terpisah, sedangkan
campuran gas-gas adalah satu fasa karena sistemnya yang homogen. Simbol
umum untuk jumlah fasa adalah P.
Contoh : berapa fasa yang ada pada kesetimbangan berikut ini ?
CaCO3(s) Ca(s) + CO2(g)
Dalam persamaan diatas dua buah padatan mempunyai struktur yang
berbeda dan dipisahkan oleh batasan yang jelas. Maka seluruhnya ada tiga
fasa, yaitu dua padat dan satu gas.
Contoh :sebuah gunung es mengapung di danau, bila kita menganggap
danau, gunung es, dan atmosfir sebagai satu sistem. Berapa jumlah fasa yang
ada ?
Gunung es adalah sebuah bentuk padat dari air, danau adalah larutan air dan
atmosfer terdiri dari uap air dan gas-gas lainnya. Maka disini ada tiga fase
(padat, cair, gas).

2. Komponen
Jumlah komponen-komponen dalam suatu sistem didefinisikan sebagai
jumlah minimum dari variabel bebas pilihan yang dibutuhkan untuk
menggambarkan komposisi tiap fase dalam satu sistem.

3. Derajat Kebebasan
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel
intensif yang harus dipilih agar keberadaan variabel intensif dapat ditetapkan.
Jumlah minimum variabel intensif dapat berupa temperatur, tekanan, konsentrasi.
Simbol untuk derajat kebebasan yaitu F dan invarian bila F=0, univarian bila
F=1, bivarian bila F=2 dan seterusnya.

4. Aturan Fase Gibb


Aturan fase Gibb memberikan suatu hubungan antara derajat kebebasan
dalam suatu sistem dengan C komponen dan Pn fase. Hubungan tersebut ialah
F=CP+2
E. Diagram Fasa Satu Komponen
Perubahan fasa dari padat ke cair dan selanjutnya menjadi gas (pada
tekanan tetap) dapat dipahami dengan melihat kurva energi bebas Gibbs terhadap
suhu atau potensial kimia terhadap suhu.

Gambar 2.1. Kebergantungan energi Gibbs pada fasa fasa padat, cair dan gas
terhadap suhu pada tekanan tetap

Lereng garis energi Gibbs ketiga fasa pada gambar 2.1. mengikuti persamaan
G S
T P

Nilai entropi (S) adalah positif. Tanda negatif muncul karena arah lereng yang
turun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Sg > Sl > Ss.

F. Diagram Sistem Dua Komponen


1. Kesetimbangan Uap Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen
Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan
dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing masing komponen
adalah sama dalam fasa gas dan cairnya.
i ( g ) i (l ) .......................................... (2.17)

Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka


Pi
i ( g ) io( g ) RT ln ............................................... (2.18)
Po
dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Untuk fasa cair,
i (l ) io(l ) RT ln ai ................................................ (2.19)

Persamaan 2.17 dapat ditulis menjadi


Pi
io( g ) RT ln o
io(l ) RT ln ai ................................. (2.20)
P
Dari persamaan 2.20 dapat disimpulkan bahwa
Pi
RT ln RT ln ai ....................................................... (2.21)
Pi o
Pi
ai ........................................................................ (2.22)
Pi o
Persamaan 2.22 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas
dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas
larutan (Pi ) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari
suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
Pi xi Pi o ............................................... (2.23)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi
antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A B = A A =
B B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya
campuran benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat sifat
Hmix = 0
Vmix = 0
Smix = - R ni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah
P P1 P2

x1 P1o x2 P2o ................................................... (2.24)


Karena x2 = 1 x1, maka


P P2o P1o P2o x1 ........................................ (2.25)
Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble
point line). Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada
kesetimbangan ditentukan dengan cara
Pi
xi' .................................................. (2.26)
P
Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat digambarkan
dengan kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut.

Gambar 2.2. Tekanan total dan parsial untuk campuran benzenatoluena pada 60oC

Gambar 2.3. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena toluena pada 60oC
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan
P1o P2o
P

...................................... (2.27)
P1o P2o P1o x1o
Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.
Pada tekanan yang sama, titik titik pada garis titik gelembung dan garis
titik embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (lihat
gambar 3.4). Jika diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang
berada dalam fasa cair adalah
xv
C cair .......................................... (2.28)
l v
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah
lx
C uap .......................................... (2.29)
l v
Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan 2.28 dan
2.29 disebut sebagai Lever Rule.

2. Tekanan Uap Campuran Non Ideal


Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran campuran non ideal
ini mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam
penyimpangan hukum Raoult, yaitu
a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam
masing masing zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat ( A A, B
B > A B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (Hmix) positif
(bersifat endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume
campuran (Vmix > 0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran
etanol dan n hekasana.
Gambar 2.4. Penyimpangan positif hukum Raoult

b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam
campuran zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing masing zat ( A B >
A A, B B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (Hmix) negatif
(bersifat eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran
(Vmix < 0).. Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.

Gambar 2.5. Penyimpangan negatif hukum Raoult

Pada gambar 2.4 dan 2.5 terlihat bahwa masing masing kurva memiliki tekanan
uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau
minimum disebut sistem azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan
dengan menggunakan destilasi biasa. Pemisahan komponen 2 dan azotrop dapat
dilakukan dengan destilasi bertingkat. Tetapi, komponen 1 tidak dapat diambil
dari azeotrop. Komposisi azeotrop dapat dipecahkan dengan cara destilasi pada
tekanan dimana campuran tidak membentuk sistem tersebut atau dengan
menambahkan komponen ketiga.

3. Hukum Henry
Hukum Raoult berlaku bila fraksi mol suatu komponen mendekati satu.
Pada saat fraksi mol zat mendekati nilai nol, tekanan parsial dinyatakan dengan
Pi xi K i .............................................. (2.30)
yang disebut sebagai Hukum Henry, yang umumnya berlaku untuk zat terlarut.
Dalam suatu larutan, konsentrasi zat terlarut (dinyatakan dengan subscribe 2)
biasanya lebih rendah dibandingkan pelarutnya (dinyatakan dengan subscribe 1).
Nilai K adalah tetapan Henry yang besarnya tertentu untuk setiap pasangan
pelarut zat terlarut.

Tabel 3.1. Tetapan Henry untuk gas gas terlarut pada 25oC (K2 / 109 Pa)
Pelarut
Gas
Air Benzena

H2 7,12 0,367

N2 8,68 0,239

O2 4,40

CO 5,79 0,163

CO2 0,167 0,0114

CH4 4,19 0,569

C2H2 0,135

C2H4 1,16

C2H6 3,07

Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan dengan menggunakan


tetapan Henry. Hukum Henry berlaku dengan ketelitian 1 3% sampai pada
tekanan 1 bar. Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya
temperatur, walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair,
lelehan perak, dan pelarut pelarut organik. Senyawa senyawa dengan titik
didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik intermolekular yang
lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam cairan. Kelarutan gas dalam air
biasanya turun dengan penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit).

4. Sifat Koligatif Larutan


Sifat koligatif (colligative properties) berasal dari kata colligatus (Latin)
yang berarti terikat bersama. Ketika suatu zat terlarut ditambahkan ke dalam
pelarut murni A, fraksi mol zat A, xA, mengalami penurunan. Penurunan fraksi
mol ini mengakibatkan penurunan potensial kimia. Sehingga, potensial kimia
larutan lebih rendah daripada potensial pelarut murninya. Perubahan potensial
kimia ini menyebabkan perubahan tekanan uap, titik didih, titik beku, serta
terjadinya fenomena tekanan osmosis. Sifat koligatif diamati pada larutan sangat
encer, dimana konsentrasi zat terlarut jauh lebih kecil dari pada konsentrasi
pelarutnya (x2 <<< x1). Perubahan sifat sifat koligatif tersebut dapat dilihat
pada gambar 2.6.
P

pelarut

larutan
Po

Tfo Tf Tbo Tb
T
Tf Tb

Gambar 2.6. Sifat koligatif larutan


a. Penurunan Tekanan Uap (P)
Bayangkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah
menguap (involatile solute). Kondisi ini umumnya berlaku untuk zat terlarut
berupa padatan, tetapi tidak untuk zat cair maupun gas. Tekanan uap larutan (P)
kemudian akan bergantung pada pelarut saja (P1). Sehingga penurunan tekanan
uap dapat dinyatakan sebagai
P = P1o P1 ... (2.31)
Jika nilai P1 disubstitusi dengan persamaan 3.26, maka
P P1o x1 .P1o ..... (2.32)

P1o (1 x1 )

P P1o .x2 . (2.33)


dimana x1 = fraksi mol pelarut
x2 = fraksi mol zat terlarut
Fraksi mol (xi) adalah perbandingan jumlah mol zat i (ni) terhadap jumlah
mol total (ntotal) dalam larutan. Untuk larutan yang sangat encer, n2 << n1.
Sehingga,
n2 n
2 ......................................... (2.34)
n1 n2 n1
Dengan demikian,
n2
P = P1o . . (2.35)
n1 n2

n2
P = P1o . ..... (2.36)
n1

b. Kenaikan Titik Didih (Tb) dan Penurunan Titik Beku (Tf)


Titik didih (boiling point / Tb) normal cairan murni adalah suhu dimana
tekanan uap cairan tersebut sama dengan 1 atm. Penambahan zat terlarut yang
tidak mudah menguap menurunkan tekanan uap larutan. Sehingga, dibutuhkan
suhu yang lebih tinggi agar tekanan uap larutan mencapai 1 atm. Hal ini
mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murninya.
Dari persamaan 2.33, penurunan tekanan uap (P) dapat dinyatakan sebagai:
P1o P1 = P1o . x2 .................................... (2.37)
P1o P1
x2 = (2.38)
P1o
Menurut persamaan Clausius Clapeyron,
P2 HV T2 T1
ln = .... (2.39)
P1 RT1T2
Bila P2 = P1 dan T2 = Tb
P1 = P1o T1 = Tbo
maka persamaan Clausius Clapeyron dapat ditulis menjadi
P1 HV (Tb Tbo )
ln o = .. (2.40)
P1 RTboTb

P o P HV
ln 1 1 o 1 = Tb ....... (2.41)
P1 RT1T2

P1o P1
Pada larutan encer, sangat kecil, sehingga
P1o

P1o P1 P1o P1
ln =- ........... (2.42)
P1o P1o
Karena Tb sangat kecil, maka Tb Tbo
P1o P1 HV
- = Tb ... (2.43)
P1o

R Tbo
2

HV
- x2 = Tb ...... (2.45)

R Tbo
2

HV
n2
=- Tb .. (2.46)
n1 R Tbo
2

n2 w M
2 x 1 .............................. (2.47)
n1 M 2 w1
dengan w1 dan M1 masing masing adalah berat dan massa molar pelarut, serta
w2 dan M2 adalah berat dan massa molar zat terlarut. Jika w1 dianggap 1000
gram,
n2
m2 .M 1 ..... (2.48)
n1

HV
m2 . M1 = - Tb .... (2.49)

R Tbo
2

RT M o 2
Tb = - b 1
. m2 ................................. (2.50)
H v
Tb = Kb . m2 .......................................... (2.51)

Penambahan zat terlarut juga mengakibatkan terjadinya penurunan titik


beku (freezing point / Tf). Dengan menggunakan cara yang sama, didapat
Tf = Kf . m2 ........................................... (2.52)

c. Tekanan Osmosis ()
Pendekatan tekanan osmosis dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu
larutan terpisah dari pelarut murninya oleh dinding semi permiabel, yang dapat
dilalui oleh pelarut, tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarutnya. Karena
potensial kimia larutan lebih rendah, maka pelarut murni akan cenderung
bergerak ke arah larutan, melalui dinding semi permiabel.

pelarut larutan
murni

dinding semi permiabel

Gambar 2.7. Tekanan osmosis

Pada kesetimbangan, tekanan di bagian kiri adalah P dan tekanan di


bagian kanan adalah P + . adalah perbedaan tekanan dari kedua sisi yang
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya aliran spontan melalui membran ke
salah satu sisi.
Menurut hubungan Maxwell,
dG = - S dT + V dP ............................................. (2.53)
G S V
d =- dT + dP ... (2.54)
n n n
d = - S dT + dP ..... (2.55)

Karena = , maka
P T

d = dP .. (2.56)
0

Bila V dianggap tidak bergantung pada tekanan, maka


=
(2.57)

Menurut kesetimbangan kimia,


P
= o + RT ln ..
Po
(2.58)
P
- o = RT ln ......
Po
(2.59)
P
= - RT ln
Po
(2.60)
dimana P = P1 = tekanan uap larutan
Po = P1o = tekanan uap pelarut murni
Jika persamaan 2.57 disamakan dengan persamaan 2.60, maka
P1
- RT ln o
= ...
P1
(2.61)
Menurut Hk. Raoult
P1
x1 = ...... (2.62)
P1o
x1 = (1 x2) (2.63)
Sehingga, persamaan 2.61 menjadi
P1
- RT ln o
= ... (2.64)
P1
- RT ln x1 = ... (2.65)
RT
=- ln (1 x2) ......................... (2.66)

Pada larutan sangat encer, x2 sangat kecil sehingga ln (1 x2) - x2.
RT
=- (- x2) ..................................... (2.67)

RT
n
= V . 2 ... (2.68)
n1 n1

= R.T.C2 ............................................. (2.69)


dimana C2 adalah konsentrasi zat terlarut.

5. Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat Cair


Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat dan cair
ditemui bila komponen komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi
sama sekali tidak bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari
komponen murni yang akan keluar dari larutan yang mendingin. Sistem seperti
itu digambarkan dalam diagram fasa Bi dan Cd berikut.
Gambar 2.8. Kurva pendinginan dan diagram fasa suhupersen berat untuk sistem BiCd
Bila suatu cairan yang mengandung hanya satu komponen didinginkan,
plot suhu terhadap waktu memiliki lereng yang hampir tetap. Pada suhu
mengkristalnya padatan yang keluar dari cairan, kurva pendingina akan mendatar
jika pendinginan berlangsung lambat. Patahan pada kurva pendinginan
disebabkan oleh terlepasnya kalor ketika cairan memadat. Hal ini ditunjukkan
pada bagian kiri gambar 2.8, yaitu cairan hanya mengandung Bi (ditandai dengan
komposisi Cd 0%) pada suhu 273oC dan cairan yang hanya mengandung Cd
(ditandai dengan komposisi Cd 100%) pada suhu 323oC.

Jika suatu larutan didinginkan, terjadi perubahan lereng kurva pendinginan


pada suhu mulai mengkristalnya salah satu komponen dari larutan, yang
kemudian memadat. Perubahan lereng ini disebabkan oleh lepasnya kalor karena
proses kristalisasi dari padatan yan gkeluar dari larutan dan juga oleh perubahan
kapasitas kalor. Hal ini dapat terlihat pada komposisi 20% dan 80% Cd. Untuk
komposisi 40% Cd pada suhu 140oC, terjadi pertemuan antara lereng kurva
pedinginan Bi dan Cd yang menghasilkan garis mendatar. Pada suhu ini, Bi dan
Cd mengkristal dan keluar dari larutan, menghasilkan padatan Bi dan Cd murni.

Kondisi dimana larutan menghasilkan dua padatan ini disebut titik


eutektik, yang hanya terjadi pada komposisi dan suhu tertentu. Pada titik
eutektik terdapat tiga fasa, yaitu Bi padat, Cd padat dan larutan yang
mengandung 40% Cd. Derajat kebebasan untuk titik ini adalah 0, sehingga titik
eutektik adalah invarian. Eutektik bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana
terdapat campuran yang mengandung dua fasa padat yang berstruktur butiran
halus.

a. Pembentukan Senyawa
Komponen komponen pada sistem biner dapat bereaksi membentuk
senyawa padat yang berada dalam kesetimbangan dengan fas cair pada berbagai
komposisi. Jika pembentukan senyawa mengakibatkan terjadinya daerah
maksimum pada diagram suhu komposisi, maka disebut senyawa bertitik
lebur sebangun (congruently melting compound).
Contoh senyawa ini dapat dilihat pada diagram fas Zn Mg pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Diagram fasa Zn Mg

Selain melebur, senyawa juga dapat meluruh membentuk senyawa lain


dan larutan yang setimbang pada suhu tertentu. Titik leleh ini disebut titik leleh
tak sebangun (incongruently melting point) dan senyawa yang terbentuk
disebut senyawa bertitik lebur tak sebangun. Hal ini terjadi pada bagian
diagram fasa Na2SO4 H2O yang menunjukkan pelelehan tak sebangun dari
Na2SO4.10H2O menjadi kristal rombik anhidrat Na2SO4.
Gambar 2.10 Bagian diagram fasa Na2SO4 H2O

b. Larutan Padat
Pada umumnya, padatan murni bisa didapatkan pada saat larutan
didinginkan. Tetapi, pada beberapa sistem, bila larutan didinginkan, maka larutan
padatlah (solid solution) yang akan keluar. Contoh sistem yang membentuk
larutan padat adalah sistem Cu Ni.

Gambar 2.11. Diagram fasa Cu Ni

Pada gambar 2.11, terlihat adanya daerah dimana terdapat fasa cair
(larutan) dan fasa padat (larutan padat) yang berada dalam kesetimbangan. Garis
yang berbatasan dengan fasa cair disebut sebagai garis liquidus, sedangkan garis
yang berbatasan dengan fasa padat disebut garis solidus. Larutan padat pada
sistem ini disebut sebagai fasa . Komposisi masing masing fasa dapat
ditentukan dengan menggunakan lever rule. Kondisi fasa fasa yang ada dalam
sistem pada berbagai suhu dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12. Kondisi fasa fasa dalam sistem Cu Ni pada berbagai suhu

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Kesetimbangan fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi
yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu, biasanya pada
fasa cair dan uapnya. Dalam titik tertentu di diagram fasa, jumlah derajat
kebebasan adalah 2- yakni suhu dan tekanan; bila dua fasa dalam kesetimbangan
sebagaimana ditunjukkan dengan garis yang membatasi daerah dua fasa hanya
ada satu derajat kebebasan bisa suhu atau tekanan. Dimana Syarat
Keseimbangannya adalah:
Suhu kedua fase sama (Ta=Tb), jika tdk dipenuhi akan ada arus panas yang
mengalir dari fase yg suhunya lebih tinggi ke fase yg suhunya lebih rendah
Tekanan kedua fase sama (pa=pb), jika tdk dipenuhi akan ada arus molekul-
molekul yang mengalir dari fase yg tekanannya lebih tinggi ke fase yg
tekanannya lebih rendah
Fungsi Gibbs jenis kedua fase sama (ga=gb), Fungsi ini tergantung suhu dan
tekanan. Jadi secara umum syarat keseimbangannya adalah

g=g g=g g=g

DAFTAR PUSTAKA

Atkin, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 (Terjemahan Irma I. Kartomiharjo), Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga

Atkin, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 2 (Terjemahan Irma I. Kartomiharjo), Edisi
Keempat. Jakarta: Erlangga

Findley, A., The Phase Rule. Chapter 7, Dover Publications, New York
(1951).

Anda mungkin juga menyukai