Anda di halaman 1dari 1

ATAS transaksi pinjaman yang terjadi secara lintas batas negara, sangat memungkinkan terjadinya pajak berganda secara

yuridis.
Hal ini dikarenakan setiap negara yang terlibat dalam transaksi dimaksud, dapat saling mengklaim memiliki hak pemajakan atas
pembayaran bunga dari pinjaman tersebut.
Namun demikian, hak-hak pemajakan tersebut dapat dibatasi sesuai dengan P3B yang disepakati. Sebagai model yang dijadikan
dasar dalam pembuatan P3B, OECD Model dan UN Model telah mengatur ketentuan mengenai penghindaran pajak berganda atas
penghasilan berupa bunga sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 11.
Pasal 11 OECD Model dan UN Model tidak memberikan alokasi hak pemajakan atas bunga secara ekslusif, baik kepada negara
sumber penghasilan maupun negara domisili. Hal ini tercermin dari bunyi Pasal 11 ayat (1) yang menggunakan terminologi may
be taxed. Dengan demikian, masing-masing negara pihak dalam P3B memiliki hak pemajakan atas penghasilan bunga.
Akan tetapi, baik dalam OECD Model maupun UN Model, hak pemajakan negara sumber dibatasi sampai suatu persentase
tertentu dari jumlah bruto pembayaran bunga. Bedanya, OECD Model mencantumkan tarif maksimum 10% yang dapat
dikenakan oleh negara sumber penghasilan, sedangkan UN Model tidak mencantumkan suatu persentase tertentu untuk membuka
ruang diskusi dalam menentukan besaran tarif yang akan disepakati kemudian.
Dalam Pasal 11 OECD Model dan UN Model juga diatur mengenai ruang lingkup penghasilan yang masuk dalam definisi bunga.
Pasal 11 ayat (3) memberikan definisi yang cukup jelas mengenai bunga untuk tujuan P3B, di mana definisi bunga meliputi:
Penghasilan dari semua jenis tagihan utang, yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan yang mempunyai hak atas
pembagian laba maupun tidak;
Penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan pemerintah dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat utang;
Premi dan hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi, atau surat utang;
Denda atas keterlambatan pembayaran tidak diperlakukan sebagai bunga.
Dengan adanya definisi bunga yang cukup jelas tersebut maka pengertian bunga tidak lagi merujuk pada ketentuan domestik
negara-negara yang mengadakan perjanjian.
Perlu diketahui bahwa Pasal 11 OECD Model dan UN Model juga memberikan perlakukan khusus atas bunga yang diterima oleh
BUT yang bertempat kedudukan di negara sumber penghasilan. Dalam Pasal 11 ayat (4) OECD Model diatur bahwa penghasilan
bunga akan diperlakukan sebagai laba usaha jika tagihan utang yang memunculkan kewajiban pembayaran bunga itu memiliki
hubungan efektif (effectively connected) dengan BUT yang berada di negara sumber.
Namun, ketentuan Pasal 11 ayat (4) OECD Model ini berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam UN Model. Perbedaan
tersebut disebabkan Pasal 11 ayat (4) UN Model tidak hanya mengacu pada BUT, tetapi juga sebuah tempat tetap serta ketentuan
tersebut menganut prinsip limited force of attraction.
Kemudian, oleh karena Pasal 11 OECD Model dan UN Model memberikan hak pemajakan pada negara sumber penghasilan, ayat
(5) dari pasal tersebut mengatur tentang bagaimana menentukan negara sumber penghasilan atas bunga. Berdasarkan pasal
tersebut, penghasilan bunga akan dianggap bersumber (arise in) di suatu negara jika pihak yang membayar (payer) adalah subjek
pajak dalam negeri dari negara sumber tersebut.
Namun, dalam hal bunga tersebut dibebankan kepada BUT yang berada di salah satu negara yang mengadakan P3B maka bunga
tersebut dianggap timbul di negara di mana BUT tersebut berada tanpa memperhatikan bunga tersebut dibayarkan dari negara
mana, sepanjang terdapat hubungan ekonomis antara pinjaman dan bunga yang dibebankan kepada BUT.

Anda mungkin juga menyukai