Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lemak

Lipida adalah senyawa organik yang terdapat di dalam mahluk hidup yang

tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam pelarut nonpolar seperti heksan,

dietileter. Komponen utama lipida adalah lemak, lebih 95% lipida adalah lemak.

Lemak adalah triester asam lemak dan gliserol. Nama kimia dari lemak adalah

triasilgliserol (TAG) dan nama lain yang sering digunakan adalah trigliserida

(McKee dan McKee, 2003). Struktur kimia lemak dapat dilihat pada Gambar 2.1.

H
O

H C O C (CH 2 ) 14 CH3 ............() palmitat atau posisi sn-1
O

H C O C (CH 2 ) 16 CH 3 ..............() stearat atau posisi sn-2
O

H C O C (CH 2 ) 14 CH 3 ................() palmitat atau posisi sn-3

H
1,3 dipamitoil, 2 stearoil gliserol

Gambar 2.1 Struktur kimia lemak (triasilgliserol) (sumber: OKeefe, 2002;


Berry, 2009)

Keterangan: R C disebut dengan gugus asil, yang mengikat molekul gliserol


dengan 3 asam lemak. Contoh: palmitat, stearat, palmitat maka
struktur kimia tersebut disebut 1,3-dipalmitoil-2-stearoil gliserol.
sn : stereospesific numbering

Lemak dapat dibagi berdasarkan komposisi asam lemak yang

dikandungnya yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Lemak jenuh adalah lemak

Universitas Sumatera Utara


yang mengandung asam lemak jenuh lebih dari 60%, sedangkan lemak tak jenuh

mengandung asam lemak tak jenuh diatas 60%. Biasanya lemak nabati adalah

lemak tak jenuh dan cair pada suhu kamar sehingga disebut minyak kecuali

minyak kelapa dan minyak inti sawit karena banyak mengandung asam lemak

rantai sedang. Sebaliknya, lemak hewani termasuk lemak jenuh dan berwujud

padat pada suhu kamar dan disebut sebagai lemak kecuali minyak ikan karena

mengandung banyak asam lemak tak jenuh (McKee dan McKee, 2003).

Sifat kimia, fisika dan biokimia (metabolisme dan sifat aterogenik) dari

suatu lemak ditentukan oleh komposisi dan posisi (sn-1, 2 dan 3) asam lemak

yang teresterkan di dalam molekul lemak (triasilgliserol). Walaupun 2 produk

minyak nabati atau lemak hewani memiliki komposisi asam lemak yang sama

belum tentu memiliki sifat aterogenik yang sama. Perbedaan sifat ini terjadi

karena metabolismenya dan cara mempengaruhi kadar lipoprotein kolesterol

dalam darah berbeda (Brucker, 2008a; Silalahi dan Nurbaya, 2011).

Sebagai bagian dari makanan, minyak dan lemak mempunyai fungsi

nutrisi dan peranan fungsional. Berdasarkan segi ilmu gizi, lemak dan minyak

mempunyai lima fungsi yakni, sebagai (1) bahan pembentuk struktur sel, (2)

sumber asam lemak esensial, (3) pelarut vitamin A, D, E dan K, (4) mengontrol

lipida dan lipoprotein serum dan (5) sumber energi. Minyak dan lemak komponen

pangan yang paling banyak mengandung energi sebesar 9 kal/gram, sedangkan

protein dan karbohidrat mengandung energi kira-kira setengahnya. Lemak juga

membantu penyerapan vitamin yang larut di dalam lemak; vitamin A, D, E dan K.

Beberapa asam lemak berfungsi sebagai bahan baku untuk mensintesis

Universitas Sumatera Utara


prostaglandin yang mengatur berbagai fungsi fisiologis. Lemak sangat vital untuk

pertumbuhan dan perkembangan pada manusia (Silalahi, 2006).

2.2 Asam Lemak

Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus yang terdiri dari

jumlah atom karbon genap (4,6,8 dan seterusnya) dan diperoleh dari hasil

hidrolisis lemak. Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan

panjang rantai asam lemak, tingkat kejenuhan, dan bentuk isomer geometrisnya.

Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek

(short chain fatty acid = SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8,

asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain

fatty acid = MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14

atau lebih (long chain fatty acid = LCFA). Semakin banyak rantai C yang dimiliki

asam lemak, maka titik lelehnya semakin tinggi (Silalahi dan Nurbaya, 2011;

Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas; asam lemak jenuh

(SFA) karena tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal

(MUFA) hanya memiliki satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak

(PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap

yang dimiliki asam lemak, maka semakin rendah titik lelehnya (Silalahi, 2000;

Silalahi dan Tampubolon, 2002).

Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam

lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon

melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon

Universitas Sumatera Utara


akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer

cis (berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berseberangan).

Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk

selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak

tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis

karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak

sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam

lemak jenuh (Silalahi, 2000; Silalahi dan Tampubolon, 2002).

2.3 Metabolisme Minyak dan Lemak

Metabolisme lemak ditentukan oleh komposisi dan distribusi asam-asam

lemaknya pada molekul gliserol. Berdasarkan segi nutrisi perbedaan ini akan

mempengaruhi penyerapannya dalam sistem pencernaan. Metabolisme lemak di

dalam pencernaan manusia dapat dilihat pada Gambar 2.2. Pada kondisi yang

baik, sekitar 95% lemak diserap. Lipase adalah enzim yang berperan dalam

metabolisme lemak. Enzim ini berasal dari mulut, lambung dan kelenjar

pankreas. Pada bayi dengan sistem pencernaan yang masih belum sempurna

terdapat lipase pankreas yang rendah, garam empedu juga rendah, tetapi aktivitas

lipase air liur yang tinggi. Pada umumnya hidrolisis lemak pada bayi terutama

oleh lipase air liur tetapi pada orang dewasa hidrolisis didominasi oleh lipase

pankreas. Pada lambung dengan bantuan enzim lipase baik yang berasal dari

mulut dan lambung. Enzim-enzim ini memecahkan triasilgliserol yang

mengandung asam lemak rantai pendek dan rantai sedang menjadi asam lemak

bebas, diasilgliserol dan monoasilgliserol. Lipase air liur cenderung

Universitas Sumatera Utara


menghidrolisis asam lemak pendek dan sedang pada posisi sn-3, sehingga

menghasilkan 1,2-diasilgliserol dan asam lemak bebas (Silalahi, 2006; Willis, et

al., 1998).

TAG Mulut Lipase air liur


MCFA
(C12) LCFA, MAG,
MCFA DAG, FFA
(C12)
Hati Lambung Lipase lambung
MCFA
(C12) LCFA, MAG,
Jaringan DAG, FFA
Usus halus Lipase pankreatik

FFA dari LCFA, 2-MAG

Jantung Lapisan mukosa usus


Sistem limpatik

Gambar 2.2 Metabolisme dan transportasi triasilgliserol pada manusia


(sumber: Willis, et al., 1998)
Keterangan :
TAG: Triasilgliserol; DAG: Diasilgliserol; MAG: Monoasilgliserol; MCFA:
Medium chain fatty acid (asam lemak rantai sedang); LCFA: Long chain fatty
acid (asam lemak rantai panjang); FFA: Free fatty acid (asam lemak bebas)

Pada lambung lemak dihidrolisis oleh lipase lambung yang spesifik

menghidrolisis asam lemak sedang pada posisi sn-1,3 sehingga akan

menghasilkan asam lemak bebas, monoasilgliserol dan diasilgliserol (bila asam

lemak rantai panjang yang berada pada posisi sn-1 atau sn-3). Oleh karena lemak

dapat bertahan dalam lambung selama 24 jam, maka sebagian triasilgliserol

dapat dicerna dan menyerap asam lemak yang dibebaskan. Asam lemak rantai

pendek dan sedang lebih mudah larut dalam media berair sehingga dapat

diabsorbsi di lambung langsung memasuki sirkulasi darah melewati vena porta

Universitas Sumatera Utara


dan sampai ke hati tempat asam dioksidasi menghasilkan energi dalam waktu

singkat. Sebaliknya, asam lemak rantai panjang tidak terpengaruh oleh enzim

lipase sampai memasuki usus halus (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Lipase dari kelenjar pankreas dan asam empedu bercampur dalam saluran

empedu; akhirnya keduanya sampai di usus halus. Lemak bersifat hidrofobik

sehingga diperlukan media yang akan membawanya lewat saluran pencernaan

dengan bantuan asam empedu melalui emulsifikasi dalam bentuk misel.

Emulsifikasi memperbaiki pencernaan dan penyerapan karena butiran lemak besar

dipecah menjadi butiran kecil, dengan demikian luas permukaan bertambah

(Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

Pada usus halus, lipase pankreas mencerna lemak menjadi

monoasilgliserol dan asam lemak. Lipase pankreas yang aktif pada orang dewasa

lebih spesifik menghidrolisis asam lemak pada posisi sn-1,3 dan sedikit lebih

cenderung pada posisi sn-1. Lipase ini juga lebih cenderung menghidrolisis asam

rantai pendek dan sedang walaupun dapat menghidrolisis asam lemak rantai

panjang. Sesudah terjadi hidrolisis, asam lemak dan 2-monoasilgliserol

membentuk suatu misel dengan garam-garam empedu dan diabsorbsi melalui

lapisan mukosa usus. Pada sel diding usus 2-MAG dan asam lemak dibentuk

kembali menjadi lemak dan selanjutnya diangkut dalam bentuk kilomikron ke

aliran darah (Silalahi, 2006; Willis, et al., 1998).

2.4 Nilai Gizi Lemak Berdasarkan Komposisi Asam Lemak

Nilai gizi lemak ditentukan oleh komposisi dan distribusi asam-asam

lemaknya pada molekul gliserol. Sebagai zat gizi lemak berfungsi sebagai sumber

Universitas Sumatera Utara


energi dan sumber asam lemak esensial. Konsumsi seluruh lemak yang dianjurkan

adalah tidak lebih 30% dari total energi jika konsumsi lebih dari 30% dapat

memicu munculnya berbagai penyakit antara lain obesitas (kegemukan),

peningkatan kolesterol (cholesterolemia) yang merupakan salah satu faktor resiko

dari PJK dan stroke. Pengaruh negatif dari konsumsi lemak terutama yang

berkaitan dengan sifat aterogenik (penyempitan pembuluh darah) dapat dicegah

antara lain dengan mengurangi konsumsi lemak dibawah 30% dari total energi,

tetapi akan lebih baik meningkatkan jumlah asam lemak tak jenuh supaya tercapai

komposisi jenis asam lemak yang ideal. Asam lemak jenuh rantai panjang yang

banyak akan meningkatkan kolesterol darah. Sebaliknya, PUFA dapat

menurunkan kadar kolesterol LDL (Griel dan Etherton, 2006; Wardlaw, 2003).

Untuk memenuhi jumlah lemak sebanyak 30%, maka golongan asam

lemak SFA, MUFA dan PUFA masing-masing menyumbangkan 10% dari total

energi. Jadi, komposisi asam lemak dalam diet yang bernilai gizi ideal adalah jika

perbandingan SFA : MUFA : PUFA adalah 1:1:1 (Griel dan Etherton, 2006;

Silalahi, 2000; Silalahi, 2006; Wardlaw, 2003). Perbandingan SFA, MUFA dan

PUFA dapat juga dinyatakan dalam bentuk persentase sehingga perbandingannya

adalah 33,33% : 33,33% : 33,33%. Nilai gizi minyak nabati dan lemak hewani

dapat ditentukan dengan menghitung nilai penyimpangan dari persentase yang

ideal (33,33%) tiap golongan asam lemaknya. Rumus menghitung nilai

penyimpangan adalah jumlah nilai mutlak [] dari selisih antara persentase setiap

golongan asam lemak dengan nilai ideal (33,33%) (Silalahi, dkk., 2011; Silalahi,

2011).

Universitas Sumatera Utara


Asam lemak esensial linolenat (C 18:3), asam lemak eikosapentanoat

(eicosapentaenoic acid = EPA, C 20:5) dan asam lemak dokosaheksaenoat

(docosahexanoic acid = DHA, C 22:6) adalah golongan PUFA yang dikenal

sebagai omega-3. Hasil metabolit EPA dan asam arakidonat (AA, C 20:4)

mempunyai sifat fisiologis yang berlawanan. EPA yang dikonsumsi (yang berasal

dari minyak ikan) akan menggantikan posisi AA dari membran semua sel dan

menyebabkan keadaan fisiologis yang cenderung menghasilkan eikosanoida yang

memiliki sifat-sifat antitromboktif dan antiinflamasi. Eikosanoida dari AA yang

berasal dari kelompok omega-6 (linoleat, C 18:2) memiliki sifat yang sebaliknya.

Berdasarkan sifat ini, resiko aterosklerosis dan PJK dapat dicegah oleh golongan

omega-3 apabila perbandingan omega-6 dan omega-3 adalah 6:1 (Silalahi, 2006a;

Wijendran dan Hayes, 2004). Disamping itu, pemberian EPA pada penderita

diabetes bermanfaat untuk mengontrol kadar gula darah (Tallon, 2007).

Asam lemak tak jenuh bentuk trans sebaiknya tidak terdapat dalam

minyak nabati dan lemak hewani karena tidak hanya meningkatkan LDL tetapi

juga menurunkan HDL, sedangkan asam lemak jenuh rantai panjang hanya

meningkatkan LDL tanpa mempengaruhi HDL. Oleh karena itu, pengaruh asam

lemak trans jauh lebih buruk dibanding asam lemak jenuh rantai panjang

(Silalahi, 2006; Silalahi dan Nurbaya, 2011).

2.5 Sifat Aterogenik Lemak Berdasarkan Posisi pada sn-2

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization =

WHO), menunjukkan bahwa penyakit kronis penyebab kematian adalah sebesar

60% secara global di dunia dan setengahnya disebabkan oleh PJK dan sisanya

Universitas Sumatera Utara


disebabkan terutama oleh penyakit kanker, paru dan diabetes. Di Indonesia, PJK

meningkat dari 18% menjadi 28% sebagai penyebab kematian antara tahun 1995

dan 2002 (Dewi, et al., 2010).

Peranan gizi yang tepat dalam pencegahan PJK perlu diperhatikan

terutama pada asupan diet. Beberapa faktor yang berkaitan dengan PJK adalah (1)

total kalori yang dikonsumsi, (2) banyaknya konsumsi karbohidrat, (3) peminum

alkohol, (4) jenis lemak dalam diet, (5) banyaknya oksidasi pada diet dan

oxidative stress pada individu, (6) mineral, vitamin dan serat dalam diet, (7) jenis

protein yang dikonsumsi. Akan tetapi yang paling dominan memberikan pengaruh

terhadap PJK adalah lemak karena dapat menyebabkan hipertrigliseridemia atau

tingginya kadar lemak dalam darah. Hipertrigliseridemia dapat membentuk plak

pada pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah menyebabkan terjadinya

aterosklerosis (Bruckner, 2008).

Jenis asam lemak mempengaruhi konsentrasi LDL dan HDL dalam darah

(Uauy, 2009). Jenis asam lemak berdasarkan golongannya ditentukan oleh (1)

SFA yaitu asam lemak miristat dan palmitat yang dapat meningkatkan LDL (2)

MUFA yaitu oleat tidak mempengaruhi LDL, (3) PUFA meliputi omega-6 (asam

linoleat dan arakidonat) dan omega-3 (asam linolenat, eikosapentaenoat atau EPA,

dan dokosaheksanoat atau DHA) yang dapat menurunkan LDL, dan (4) asam

lemak trans (asam elaidat) yang dapat meningkatkan LDL sekaligus menurunkan

HDL (Silalahi dan Nurbaya, 2011; Uauy, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Mengkonsumsi banyak asam lemak jenuh rantai panjang terutama yang

mengandung asam palmitat dapat meningkatkan resiko terhadap PJK. Hal ini

telah dibuktikan terhadap penderita PJK yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Asam lemak jenuh dan penyakit jantung koroner

Jumlah Lama Penelitian


Penelitian Kesimpulan
Pasien (tahun)
Seven Countries 12.770 5,10,15 Korelasi yang kuat antara kolesterol
Study pria total terhadap persentase asupan
energi dari SFA
Japan-Honolulu 11.900 Tak terdefenisi Adanya korelasi antara peningkatan
San Francisco pria konsumsi SFA dengan peningkatan
Study serum kolesterol dan peningkatan
kematian akibat PJK
Ireland-Boston 1.001 pria 20 Kematian pasien akibat PJK akibat
Diet-Heart asupan tinggi terhadap SFA dan
Study tingkat serum kolesterol yang tinggi
Nurses Health 80.082 14 Hubungan yang positif antara
Study wanita persentase asupa energi dari SFA
dan peningkatan resiko PJK
Sumber : White (2009)

Asam lemak jenuh yang paling banyak terdapat dalam diet adalah asam

palmitat (C 16:0) baik produk nabati (minyak kelapa sawit) maupun hewani (keju,

sosis, ham, daging kalengan, dll). Asam lemak ini mempunyai potensi yang kuat

dalam meningkatkan LDL. Asam lemak jenuh lainnya, asam miristat (C 14:0),

terdapat dalam jumlah yang lebih rendah dalam diet, tetapi mempunyai potensi

yang lebih kuat daripada asam palmitat dalam meningkatkan LDL. Asam lemak

rantai pendek (< 10 rantai karbon) dan sedang tidak mempengaruhi kadar

kolesterol darah. Sifat ini terjadi karena asam lemak rantai pendek dan sedang

dapat diserap dan langsung ke hati melalui vena porta dan cepat diubah mejnadi

kalori, tidak berada di dalam srikulasi darah. Sedangkan asam stearat (C 18:0),

Universitas Sumatera Utara


tidak meningkatkan kolesterol LDL karena asam stearat dengan cepat diubah

menjadi asam oleat (C 18:1) setelah memasuki tubuh (Decker, 1996; Grundy,

1999; Uauy, 2009, White, 2009).

Pada minyak nabati, SFA banyak ditemukan pada posisi sn-1,3 sedangkan

untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada posisi sn-2. Sebaliknya pada

lemak hewani, banyak ditemukan SFA pada posisi sn-2. Perbandingan posisi

asam lemak pada minyak nabati dan lemak hewani ini membedakan pengaruhnya

terhadap resiko PJK (Forsythe, et al., 2007; Berry, 2009).

2.6 Penentuan Komposisi Asam Lemak

Pemisahan dengan menggunakan alat kromatografi gas adalah proses

pemisahan dimana fase geraknya berupa gas dan fase diamnya dapat berupa suatu

cairan atau zat padat atau kombinasi zat padat dan cair (Ditjen POM, 1995;

Silalahi, 1995). Komposisi asam lemak pada beberapa minyak nabati dan lemak

hewani dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Pemisahan dengan menggunakan alat kromatografi gas merupakan metode

yang baik menentukan komposisi asam lemak dari minyak dan lemak, dalam hal

ini asam lemak dari triasilgliserol diubah menjadi bentuk metil esternya yang

lebih mudah menguap sehingga mudah di analisis dengan kromatografi gas. Metil

ester asam lemak tersebut terbawa oleh fase gas (biasanya gas helium) melalui

kolom dimana terjadi proses pemisahan. Kemudian masing-masing metil ester

keluar dari kolom ke detektor dan diidentifikasi sebagai kromatogram yang terdiri

dari puncak dari masing-masing metil ester (Adnan, 1995; Kenneth, 1990; Paquot

dan Hautfenne, 1987; Silalahi, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2 Komposisi asam lemak bersumber dari beberapa minyak nabati
dan lemak hewani pada umumnya
Asam Minyak Nabati (%) Lemak Hewani (%)
Lemak Kelapa K. Sawit Jagung Kedele Sapi Ayam Babi Kambing
8:0 7,60-10,57
10 : 0 7,30-8,55 0,04-0,50
12 : 0 48,20-49,00 0,10-0,49 0,21-0,34 0,10-2,41 0,33-1,76
14 : 0 16,60-19,80 1,00-2,20 << << 4,36-7,82 0,74-2,26 0,98-1,07 3,80-4,53
SFA

16 : 0 7,09-8,00 44,30-49,77 10,90-27,21 10,60-26,89 25,00-29,40 13,05-27,24 20,06-25,00 47,17-53,16


17 : 0 << 1,74-2,00 <<
18 : 0 1,21-3,80 2,49-4,60 1,41-2,00 3,31-4,00 20,00-31,26 3,44-5,56 13,95-20,00 23,00-24,50
20 : 0 << << << << 0,30-1,00
14 : 1 2,34-3,00
MUFA

16 : 1 << << << 1,40-2,00 7,01-7,17 <<


18 : 1 3,17-5,00 32,14-38,70 21,61-25,40 16,63-25,45 20,53-39,91 26,35-38,35 40,74-47,46 26,85-27,79
20 : 1 << <<
18 : 2 0,74-2,50 10,50-12,21 47,80-59,60 42,12-53,70 << 15,90-16,36 12,00-14,94 4,07-5,00
PUFA

18 : 3 0,18-0,30 1,20-1,60 1,60-7,42 1,50-1,70

Sumber : Doyle (2004); Sardjono (1999); Silalahi (2007); Stolyhwo (2007)


Keterangan :
C 8:0 : Asam kaprilat C 16:0 : Asam palmitat C 16:1 : Asam palmitoleat
C 10:0 : Asam kaprat C 17:0 : Asam margarat C 18:1 : Asam oleat
C 12:0 : Asam laurat C 18:0 : Asam stearat C 20:1 : Asam gadoleat
C 14:0 : Asam miristat C 20:0 : Asam arakidat C 18:2 : Asam linoleat
C 15:0 : Asam pentadekanoat C 14:1 : Asam miristoleat C 18:3 : Asam linolenat

2.7 Penentuan Jenis Asam Lemak pada Posisi sn-2 pada Triasilgliserol

Enzim lipase sangat penting dalam metabolisme lemak dalam tubuh.

Proses pemecahan lemak (fat splitting) melepaskan asam lemak dari struktur

triasilgliserol yang dapat terjadi dengan enzim lipase spesifik pada posisi sn

tertentu (Aehle, 2004). Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya dapat

dilihat pada Tabel 2.3.

Reaksi hidrolisis dengan menggunakan enzim lipase lebih efisien dan

mudah dikontrol karena dan enzim lipase spesifik pada posisi tertentu sehingga

dapat mengubah produk lemak dan distribusi asam lemak sesuai dengan yang

diinginkan. Apabila reaksi hidrolisis dilakukan dengan penggunaan zat kimia

Universitas Sumatera Utara


maka akan menghasilkan produk lemak dengan distribusi asam lemak yang acak

yaitu akan menghidrolisis pada semua posisi sn dalam produk lemak.

Tabel 2.3 Klasifikasi enzim lipase berdasarkan spesifikasinya

Klasifikasi Lipase
Spesifikasi Sumber
enzim lipase Komersil
Monoasilgliserol Jaringan lemak pada tikus
Spesifik pada
Mono- dan Diasilgliserol Penicillium camembertii
substrat
Triasilgliserol Penicillium sp.
Pankreas babi
Mucor miehei
Posisi sn-1,3 Aspergillus niger Lipase AP6
Regiospesifik
Thermomyces lanuginose Lipozym TL IM
Rhizomucor meihei Palatase M
Posisi sn-2 Candida antartica A Novozym 435
Penicillium expansum
Nonspesifik - Aspergillus sp.
Pseudomonas cepacia
Penicillium roqueforti
Asam lemak rantai
Lambung bayi
pendek
Asilspesifik pada Getah Carica papaya
lemak Asam lemak jenuh cis-9 Geotrichum candidum
Asam lemak jenuh rantai
Botrystis cinerea
panjang
Humicola lanugunose
Posisi sn-1
Pseudomonas aeruginose
Stereospesifik
Fusarium solani cutinase
Posisi sn-3
Lambung kelinci
Sumber : Aehle (2004); Villeneuve dan Foglia (1997)

Prinsip dilakukan proses hidrolisis enzimatik bertujuan untuk

menghasilkan produk monogliserida, digliserida atau gliserol dan asam lemak

bebas dari posisi sn yang diinginkan dengan penambahan enzim lipase dengan

spesifikasi tertentu pada minyak dan lemak dengan adanya air (Aehle, 2004).

Reaksi hidrolisis dengan enzim lipase dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara


CH2OCO(CH2)16CH3 CH2OH + (CH2)16 CH3CO2H
lipase
CHOCO(CH2)14CH3 + 3H2O CHOCO(CH2)14CH3
CH2OCO(CH2)12CH3 CH2OH + (CH2)12 CH3CO2H

Triasilgliserol 2-Monoasilgliserol Asam lemak bebas sn-1,3


Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis enzimatik triasilgliserol (sumber: Aehle, 2004)

Berdasarkan reaksi hidrolisis pada Gambar 2.3, hidrolisis triasilgliserol

secara enzimatik dengan enzim lipase yang spesifik pada posisi sn-1,3 adalah

dengan menghidrolisis triasilgliserol pada posisi sn-1,3 sehingga akan

menghasilkan produk 2-MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi

sn-1,3. Kemudian dipisahkan dengan larutan polar yang mengikat 2-MAG,

ataupun disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu untuk memisahkan 2-

MAG dan asam lemak bebas dari asam lemak pada posisi sn-1,3. Setelah terpisah,

asam lemak bebas pada posisi sn-1,3 dimetilesterkan untuk diinjeksikan dalam

alat Kromatografi Gas. Hasil pengurangan total asam lemak dan asam lemak

bebas adalah nilai produk 2-MAG (Satiawihardja, 2001; Silalahi, 1999a).

Distribusi asam lemak pada triasilgliserol dari beberapa jenis minyak nabati dan

lemak hewani dapat dilihat dari Tabel 2.4. Berdasarkan Tabel 2.4, pada minyak

nabati (minyak coklat, kelapa sawit, kacang tanah) SFA sangat banyak ditemukan

pada posisi sn-1,3 sedangkan untuk MUFA dan PUFA banyak ditemukan pada

posisi sn-2. Sebaliknya pada lemak hewani (lemak babi), banyak ditemukan SFA

pada posisi sn-2. Perbandingan posisi asam lemak pada minyak nabati dan lemak

hewani ini membedakan pengaruhnya terhadap resiko PJK (Berry, 2009;

Forsythe, et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.4 Posisi asam lemak (%) pada triasilgliserol dari beberapa jenis
minyak nabati dan lemak hewani

Asam lemak
Minyak nabati / Triasilgliserol
Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat
Lemak hewani *) atau posisi sn
(C 16:0) (C 18:0) (C 18:1 n-9) (C 18:2 n-6)
TAG 24 35 36 3
Minyak coklat sn-1 34 50 12 1
(POS, SOS, POP) sn-2 2 2 87 9
sn-3 37 53 9 Sangat sedikit
TAG 45 4 38 10
Kelapa sawit sn-1 60 3 27 9
(POP, POO, POL) sn-2 13 Sangat sedikit 68 18
sn-3 72 8 14 3
TAG 8 2 50 35
Minyak kacang
sn-1 14 5 59 19
tanah
sn-2 2 Sangat sedikit 59 39
(OOL, POL, OLL)
sn-3 11 5 57 10
TAG 32 10 23 3
Mentega sn-1 20 15 26 2
(PPB, PPC, PPO) sn-2 32 7 17 2
sn-3 20 15 26 2
TAG 26 15 40 10
Lemak babi sn-1 22 7 50 11
(SPO, OPL, OPO) sn-2 58 1 15 8
sn-3 15 5 52 12
TAG 24 7 24 3
Susu sapi sn-1 34 10 30 2
(POO, OPO) sn-2 32 10 19 4
sn-3 5 1 23 2
TAG 27 7 36 11
Air susu ibu sn-1 16 15 46 11
(OPO, OPL, PPO) sn-2 65 3 13 7
sn-3 6 2 50 15
Sumber : Berry (2009)
Keterangan :
P: asam palmitat; L: asam linoleat; O: asam oleat; B: asam butirat; S: asam
stearat; C: asam kaproat; *): struktur triasilgliserol dominan pada sumber terdapat
pada formasi dalam kurung

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai