Oleh Kelompok 8:
Jurusan Akuntansi
B. Fraud
Fraud merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja memanfaatkan sesuatu tidak
pada tempatnya yang mengakibatkan kerugian dan untuk kepentingan diri sendiri dan/atau
kelompok. Apabila ditinjau dari definisi tersebut, maka fraud itu sendiri terdiri dari 3 (tiga)
unsur yang harus terpenuhi, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja,
unsur kecurangan itu sendiri dan menimbulkan keuntungan bagi diri sendiri dan/atau
kelompok dan kerugian bagi pihak lain.
Fraud Dalam KUHP:
1. Pasal 362 tentang Pencurian
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk
C. Fraud Tree
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), mencari atau menemukan
penyimpangan dalam suatu organisasi sangat sulit sebab penyimpangan memiliki sifat dasar
yang tertutup. Oleh karena itu, ACFE membuat suatu klasifikasi mengenai kemungkinan
kecurangan yang diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam yang sering disebut dengan Fraud
Tree:
a. Penyimpangan Aset/Asset Missappropriation, yaitu penjarahan (baik pencurian maupun
penggunaan untuk kepentingan pribadi) atas dana-dana (kas maupun non-kas) tanpa
seijin perusahaan dan tidak masuk ke perusahaan baik secara fisik maupun secara
administrative.
Asset Missappropriation dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu Cash
Missappropriation dan Non-cash Missappropriation, namun dalam prosesnya Asset
Missappropriation dapat dilakukan dalam 3 (tiga) bentuk meliputi:
Skimming
E. Fraud Triangle
Hipotesis yang telah dikembangkan oleh Donald R. Cressey dalam penelitiannya yang
bertajuk Fraud Examiner Frauds (edisi 2006) telah mengenalkan kepada kita tentang
Fraud Triangle yang merupakan 3 (tiga) elemen yang muncul bersamaan dan mendorong
terjadinya kecurangan, antara lain:
1. Tekanan yang dirasakan (Pressure). Konsep yang penting di sini adalah Perseived non-
shareable financial need yakni tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan
akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi dengan orang lain. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Cressey juga menemukan bahwa non-shareable problems yang dihadapi
oleh para pelaku fraud timbul dari situasi yang dapat dibagi menjadi 6 (enam) kelompok:
- Pelanggaran dianggap berasal dari kewajiban/Violation of Ascribed Obligation;
- Masalah yang timbul berasal dari kegagalan personal/Problems resulting from
personal failure;
- Pembalikan Bisnis/Business reversals;
- Keterpurukan dalam kesendirian/Physical isolation;
- Upaya mendapatkan status/Status gaining; dan
- Hubungan majikan-karyawan/Employer-employee relations.
F. Korupsi
Tingkat korupsi di Indonesia sudah berada pada taraf yang sangat memprihatinkan. Korupsi
telah terjadi di segala lini, dari level individual sampai dengan level nasional, dari level
personal hingga pada tingkat berjamaah atau konspirasi. Hal tersebut didukung dengan
laporan yang telah dirilis oleh lembaga Transparency International yang menyebutkan
bahwa pada Tahun 2016 Indonesia berada di peringkat 90 dari 176 negara di dunia untuk
kategori negara yang bersih dari korupsi dengan nilai Corruption Perceptions Index (CPI)
sebesar 37 dari 100 (nilai 0 menunjukkan tingkat korupsi yang tinggi/ negara paling korup
dan nilai 100 menunjukkan tingkat korupsi yang terendah/ negara paling bersih dari
korupsi).
Pengertian korupsi secara global berbeda-beda, namun secara umum makna dari korupsi
adalah penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak lain
untuk keuntungan pribadi dan/ atau orang lain.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Korupsi artinya: penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, dsb) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Karyono (2013:2) menyebutkan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang
dapat merugikan kepentingan umum/ public atau masyarakat luas untuk kepentingan
pribadi atau kelompok tertentu.
Tuanakota mendefinisikan korupsi berdasarkan pendekatan psikologis (2010: 224) yaitu
penyalahgunaan wewenang jabatan untuk keuntungan pribadi. Di dalam peraturan Undang-
undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 pasal 2
menyebutkan bahwa korupsi adalah tindakan orang yang melawan hukum dengan
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dari segi materiil
perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan
masyarakat.