1. Definisi Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa
terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra
hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis,
sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal duktus
hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut
dengan kolelitiasis.
2. Klasifikasi
Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu empedu dibagi
menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu kolesterol (batu kolesterol murni,
batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu kasium bilirubinat, batu hitam atau
pigmen murni), dan batu empedu yang jarang (batu kalsium karbonat, dan batu kalsium asam
lemak).
Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:
Batu Kolesterol
a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal
Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto rontgen terlihat
intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler. Batu
ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
b. Batu kolesterol campuran
Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu
mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada permukaannya terdapat
endapan pigmen kalsium.
c. Batu kolesterol ganda
Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen.
Batu pigmen
Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks
dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras, amorf, bulat, berwarna hitam
atau hijau tua. Alasannya 10 % radioopaque.
Batu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai ( 80 %), dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70%
kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit dan kalsium bilirubinat.
Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Dapat berupa batu soliter atau
multiple. Permukaanya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, da nada yang seperti
buah murbei.
Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan kecil-kecil,
dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
3. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat terjadi
dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang
dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.
c. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin, diabetes
militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi
kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan batu empedu
kolesterol.
d. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang bisa
meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla spinalis), puasa
berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat
badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah lemak,
operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan produksi garam empedu,
serta meningkatkan kehilangan garam empedu ke intestinal.
e. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik
meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai faktor
predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
f. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam desoksikolat)
dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni
meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol
empedu.
g. Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah turun
temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik fraternal.
h. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada pembentukan
batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mucus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
i. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau kehilangan
garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat kolesterol,
penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan
meningkatkan resiko batu empedu.
j. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
k. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
4. Manifestasi Klinik
Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya,
adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik,
akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun. Batu Empedu
bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan
gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat
dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis
gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa
bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan
nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.
Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat
pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan
kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan
intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu
menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat
kolik melainkan presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada
daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi
dalam, dam menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga membutuhkan
preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat
meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu
getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
Prubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut dengan clay-colored.
Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut
lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan
darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung
empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu
yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini
dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan
dapat digunakan pada prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan USG
tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil paling
akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam
keadaan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara didalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada di palpasi biasa.
USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan
pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu
kandung empedu pada US yaitu dengan acoustic shadowing dari gambaran opasitas dalam
kandung empedu. Walaupun demikian, manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif rendah.
Pada penelitian kami yang mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US didapatkan
sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi BSE disebabkan : a)
bagian distal saluran empedu tempat umumnya batu terletak sering sulit diamati akibat
tertutup gas duodenum dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar pada sejumlah
kasus BSE.
Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana,
dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemempuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi,
serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekresikan oleh
hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang
normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan
Nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi
terhadap kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak
dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan
ultrasonografi.