EPILEPSI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi berasal dari kata yunani epilambanien yang berarti serangan dan
menunjukan bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia
jatuh. Menurut WHO Epilepsi merupakan ganguan neurologis kronis yang dapat
terjadi disegala usia.1
Epilepsi adalah kumpulan gejala dan tanda tanda klinis yang muncul
disebabkan ganguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan
listrik abnormal yang berlebihan dari neuron neuron secara paroksismal dengan
berbagai macam etiologi.2,3 Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal
dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang
secara paroksismal yang disebabkan oleh aktivitas listrik sekelompok sel saraf diotak
yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.1,4
Banyak penderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan tidak mendapat
pengobatan yang tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang
merugikan baik bagi penderita maupun keluarga.2
Di Indonesia belum ada data epidemiologis yang pasti tetapi diperkirakan ada
900.000-1.800.000 penderita, sedangkan penanggulangan penyakit ini belum
merupakan prioritas dalam Sistem Kesehatan Nasional. Karena cukup banyaknya
penderita epilepsi dan luasnya aspek medik dan psikososial, maka epilepsi tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga keterampilan para dokter dan
paramedis lainnya dalam penatalaksanaan penyakit ini perlu ditingkatkan.1,4
Bangkitan epilepsi adalah manifesttasi klinis dari bangkitan serupa yang
berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau
tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel
saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. Lepasnya muatan
listrik yang berlebihan ini dapat terjadi di berbagai bagian pada otak dan
menimbulkan gejala seperti berkurangnya perhatian dan kehilangan ingatan jangka
2
pendek, halusinasi sensoris, atau kejangnya seluruh tubuh. Sindrom epilepsi adalah
sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi
berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus dan kronisitas.2
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis
epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan bahkan sindrom epilepsi (Markand,
2009). EEG juga dapat membantu pemilihan obat anti epilepsi dan prediksi prognosis
pasien (Smith, 2005). Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.4
Terapi utama epilepsi yaitu dengan pemberian obat-obat antiepilepsi (OAE)
untuk mengontrol kejang. Terapi pilihan lainnya termasuk perubahan pola makan,
menghindari faktor pencetus (contohnya alkohol atau kurang tidur), stimulasi nervus
vagus dan pembedahan. Terapi dimulai saat pasien mengalami kejang berulang
dengan interval kejang yang tidak menahun.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsy Foundation of America (EFA) mendefinisikan status epilepsi
sebagai kejang yang terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau adanya
dua atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran di antaranya. Definisi
ini telah diterima secara luas, walaupun beberapa ahli mempertimbangkan bahwa
durasi kejang lebih singkat dapat merupakan suatu SE. Untuk alasan praktis,
pasien dianggap sebagai SE jika kejang terus-menerus lebih dari 5 menit.(3)
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan InternationalBureau
for Epilepsy (IBE) epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang
diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi
sebelumnya.4
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat. Fungsi otak sangat
bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun hanya seberat 2%
dari berat badan orang dewasa, otak menerima 20% volume sirkulasi darah. Otak
dilindungi oleh lapisan selaput meninges.Tiga lapisan berbeda yang menyusun
meninges adalah: Duramater (tersusun atas jaringan ikat putih sebagai lapisan
terluar meninges); membran Arachnoid ( lapisan seperti jarring laba-laba); Pia
mater (melekat pada bagian terluar otak dan mengandung pembuluh darah).5
Bagian utama dari otak, dari bawah ke atas adalah sebagai berikut:
1. Batang otak terdiri dari: Medulla oblongata (bagian dari otak yang melekat
pada saraf tulang belakang); Pons dan Otak tengah. Ketiga struktur ini terdiri
4
dari substansia alba dan formasi retikular.Batang otak bekerja pada fungsi
sensorik, motorik dan refleks.Traktus spinothalamik dan kortikospinalis
merupakan traktus utama yang terdapat di bagian putih dari batang otak.
Nukleus medulla mengandung sejumlah pusat refleks: jantung, vasomotor,
pernafasan, muntah, batuk, bersin, tersedak dan menelan. Pons terdiri dari
pusat refleks yang dimediasi oleh saraf kranial ke-lima, enam, tujuh, dan
delapan. Selain itu terdapat pusat pneumotaksik yang membantu regulasi
pernafasan. Otak tengah juga memiliki pusat reflek bagi beberapa reflek saraf
kranial tertentu seperti papilari dan pergerakan mata yang dimediasi oleh saraf
ke empat dan ketiga.
2. Serebellum (otak kecil) memiliki tiga fungsi, semuanya terkait kontrol atas
otot rangka: koordinasi dari pergerakan otot secara volunter, kontrol postur,
dan mengontrol otak rangka tetap seimbang.
3. Diensephalon termasuk thalamus, hypothalamus, chiasma opticum dan badan
pineal.
4. Serebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang
terdiri dari dua sisi, hemisper otak kiri dan kanan. Permukaan otak - yang
disebut corteks serebrum- terdiri dari substansia kelabu yang terdiri dari
jutaan terminal akson yang bersinaps dengan jutaan dendrit dari neuron lain.
Di bawah korteks serebrum terletak substansi putih (alba) yang terdiri dari
sejumlah traktus. Fungsi dari masing-masing area bergantung dari struktur
dengan siapa bagian itu berhubungan. Fungsi korteks adalah sensorik (sentuh,
temperatur, posisi tubuh, penglihatan, pendengaran), motorik (untuk gerakan
sadar), dan fungsi integrasi (kesadaran, bahasa, emosi dan ingatan).5
5
Gambar 1: Menunjukkan lobus-lobus otak, area-area fungsional dan
batang otak. Struktur-struktur tersebut penting dalam berbagai fungsi
vital pada manusia.
Diperkirakan jumlah neuron pada otak orang dewasa adalah sekitar 100
milyar dan 900 milyar ganglia, berhubungan satu dengan yang lain membuat
suatu jaringan yang kompleks. Sebuah sel neuron berhubungan dengan sel-sel
lain di sekitarnya lewat sinaps antara cabang aksonnya dengan dendrite atau
badan sel sel-sel tersebut.6
6
Dalam keadaan istirahat, sel neuron mempunyai kegiatan listrik yang
disebabkan adanya potensial membrane. Membran sel terdiri dari molekul protein
yang bersifat semipermeabel hingga mudah dilalui oleh ion K tetapi sulit dilewati
oleh ion Na dan Cl. Akibatnya terdapat konsentrasi ion K yang tinggi di dalam sel
(axoplasma) dan ion Na di luar sel. Distribusi ion yang berbeda ini menyebabkan
adanya potensial membrane dan perubahan voltase ini menimbulkan impuls saraf.
Distrisbusi yang berbeda ini dipertahankam oleh sebuah mekanisme metabolic
yang disebut pompa sodium. Pompa ini akan mengatur transportasi aktif ion Na.
Kalau ada suatu rangsang pada sel neuron, maka akan tiba suatu potensial aksi
pada neuron tadi dikarenakan terjadinya perubahan voltase listrik.6
2.3 Etiologi
7
4. Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan
epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.2,7
2. 4 Klasifikasi
8
II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
A. Lena/ absens
B. Mioklonik
C. Tonik
D. Atonik
E. Klonik
F. Tonik-klonik
2.5 Patofisiologi
Pelepasan muatan listrik sel-sel otak yang berlebihan dan tidak teratur
tersebut disebabkan oleh terganggunya keseimbangan kimiawi sel-sel otak.
Keseimbangan zat-zat kimiawi ini dapat terganggu oleh berbagai faktor,
diantaranya faktor yang mempengaruhi janin, kesukaran pada waktu lahir, cedera
pada sel otak, radang otak atau selaput otak, tumor otak, atau kelainan bawaan
dan hormonal. 2,4
9
Gambar 7 : Menunjukkan sirkuit thalamokortikal dan pola EEG ketika
sadar, fase Non-Rapid Eye Movement Sleep dan pada kejang lena.
10
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.8
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisferotak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnyamisal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnyagelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambatyang timbul secara paroksimal.
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi
sumberserangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara
fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali
gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk
penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula
untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan
prosedur ini sangat diperlukanpada persiapan operasi.8
11
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.8
12
jitterness, dll). Gerakan involunter (GI) ialah suatu gerakan spontan yang
tidak disadari, tidak bertujuan, tidakdapat diramalkan dan dikendalikan oleh
kemauan, bertambah jelas waktu melakukan gerakanvolunter atau dalam
keadaan emosi dan menghilang waktu tidur.GI yang sering dijumpai pada
anakakibat gangguan ganglia basalis dan/atau serebelum mencakup tremor,
korea, atetosis, distonia danhemibalismus.
3. Hilangnya tonus atau kesadaran di tandai dengan melemahnya seluruh
anggota gerak tubuh yang terjadi secara tiba tiba (sinkop, drop attacks, TIA,
TGA, narkolepsi, attention deficit)
4. Gangguan respirasi yang menyebabkan terjadinya kekurangan O2 di dalam
otak sehingga mempengaruhi kesadaran dan juga kontrol sistem otot(apnea,
breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-
kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan
gangguan pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau
lingkungan (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma
psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic
spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi.6
2.8 Penatalaksanaan
13
pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan
utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang
timbul Antikonvulsan Utama:
14
ethosuximide ( tidak phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik tersedia di Indonesia. Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
Asam valproat
phenobarbital, pirimidone,
piracetam
2. 9 Prognosis
Prognosis pengobatan pada kasus kasus baru pada umumnya baik, pada
7080% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama.
Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan
pasien dapat menghentikan OAE.4,9
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai
berikut:
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
15
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya
pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris.7
Prognosis pada pasien adalah baik namun kemungkinan terjadinya
kejang berulang dapat terjadi dikarenakan penyebab munculnya bangkitan pada
pasien adalah idiopatik. Selain itu pasien menunjukkan perbaikan kesadaran
setelah bangkitan kejang dan kejang bersifat umum. Dan tidak menampakkan
adanya defisit neurologis yang nyata dari keluhan klinis disampaikan, dan juga
dari pemeriksaan fisik dimana menunjukkan dalam batas normal dalam
pemeriksaan status neurologi. Namun untuk menentukan secara pasti apakah
ada gambaran lesi struktural otak atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu dengan EEG yang menjadi gold standar.4,9
16
BAB III
PENUTUP
Epilepsi adalah kumpulan gejala dan tanda tanda klinis yang muncul
disebabkan ganguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan
listrik abnormal yang berlebihan dari neuron neuron secara paroksismal dengan
berbagai macam etiologi. Banyak penderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan tidak
mendapat pengobatan yang tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarga.
17
Daftar Pustaka
1. David Y.K. Eoilepsy end Seizure [online]. 2014, Maret 24 [cited on 2015,
november 1]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1184846-
overview
2. A.D.A.M.Medical Encylopedia. Epilepsy [online]. 2014, february 10 [cited on
2015, november 1]. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001714/
3. Trihono partini, Djer Mulyadi, Indawati Wahyuni. Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan anak pada tingkat pelayanan primer. IDAI: Lampung :
2013
4. IDAI. Buku ajar neurologi. Jakarta : IDAI; 2011
5. Rahardjo T B, Laporan Penilitian Faktor Faktor Resiko Epilepsi pada anak
dibawah usia 6 tahun. URL : eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri Budi Rahardjo
6. Hauser K , Longa B, Jameson F. Harrison`s Principles of Internal Medicine:
Disorder of Neurologic Disorder. 16th edition. Mc Craw- Hill, 2005.
7. CDC. Epilepsy [online]. 2012, November 16 [cited on 2015, november 1].
Available from http://www.cdc.gov/mmwr/pdf/wk/mm6145.pdf
8. Rahardjo T B, Laporan Penilitian Faktor Faktor Resiko Epilepsi pada anak
dibawah usia 6 tahun. URL : eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri Budi Rahardjo
9. Jones Royden, et al. Netters neurology. 2nd Ed. China; Elsevier; 2012.
18