JNC Viii
JNC Viii
PENDAHULUAN
1
Oleh karena itu, dalam referat ini akan dibahas mengenai hipertensi serta
butir-butir rekomendasi pengelolaan penyakit hipertensi yang tercantum dalam
JNC 8, sebagai upaya pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan sesuai standar
kompetensi dokter pelayanan primer.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten
ditandai dengan tekanan sistolik 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik 90
mmHg.4
2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks
antara genetik dan interaksi lingkungan.5
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal, penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik,
endokrin, dan obat-obatan.4
2.3 Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau
lebih pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih
kunjungan pasien rawat jalan.6Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.
3
2.4 Faktor risiko
Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko
berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang
mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan
alkohol hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta
pengelolaan stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi pekerjaan dan kehidupan individu.1
Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor
yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.
4
55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi
sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97
kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling
sering dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50 % diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat
terjadi seiring dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih
sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku.7,8
b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan
tekanan darah sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status
pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan
pengangguran.7
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan
meningkatkan risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer.
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi,
kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika
hanya salah satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka
kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.8
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
5
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul manifestasi klinis.8
b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-
6
rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.9
c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah.9,10
d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan.Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar
tekanan yang dibebankan pada arteri.10
e. Psikososial dan stress
Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat
dan kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus maka tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis.10
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan
kolesterol HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi
perifer sehingga meningkatkan tekanan darah.10
7
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol total <200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida <150 Normal
150-199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
>500 Sangat tinggi
Tabel 2.Batasan kadar lipid dalam darah10
g. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan
indeks massa tubuh berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak
menyebabkan hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki risiko 5 kali lipat lebihbesar
untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan berat
badan yang normal. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
8
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10
2.5 Patofisiologi
\
9
dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara
meningkatkan resistensi perifer. 11
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena
peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga
meningkatkan cardiac output.11
10
2.6 Diagnosis
11
dari 30 tahun sebaiknya juga diukur tekanan arterinya di ekstremitas bawah,
setidaknya satu kali. Laju nadi juga dicatat.6
Palpasi leher dilakukan untuk meraba pembesaran tiroid dan penilaian
terhadap tanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi
vena.Pemeriksaan pembuluh darah dapat menggambarkan penyakit pembuluh
darah dan sebaiknya mencakup funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit
pada arteri karotis dan arteri femoralis serta palpasi pada pulsasi femoralis dan
kaki.Retina merupakan jaringan yang arteri dan arteriolnya dapat diperiksa
secara langsung.Seiring dengan peningkatan derajat beratnya hipertensi dan
penyakit aterosklerosis, terjadi perubahan progresif pada pemeriksaan
funduskopi,yaitu adanya peningkatan refleks cahaya arteriol, defek pertukaran
arteriovenosus, hemoragik, eksudat, dann pada pasien dengan hipertensi
maligna dapat ditemukan papiledema.6
Pemeriksaan pada jantung dapat menunjukkan abnormalitas dari laju
dan ritme jantung, peningkatan ukuran, heave perikordial, murmur serta bunyi
jantung ketiga dan keempat. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan
iktus kordis yang membesar dan bergeser ke lateral. Pemeriksaan paru dapat
ditemukan rhonki basah halus dan tanda bronkospasme.Pemeriksaan abdomen
untuk menemukan adanya bruit renal atau abdominal, pembesaran ginjal atau
adanya pulsasi aorta yang abnormal. Bruit abdomen, khususnya bruityang
lateralisasi dan melebar sepanjang sistol ke diastol, meningkatkan
kemungkinan adanya hipertensi renovaskular. Dilakukan juga pemeriksaan
pada ekstremitas untuk mengevaluasi edema atau hilangnya pulsasi arteri
perifer.Pemeriksaan fisik sebaiknya termasuk pemeriksaan saraf.6,14
12
b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan
darah dapat dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat
selama 5 menit. Bila perlu dapat dilakukan dua kali pengukurandengan
selang waktu 5 sampai 20 menit pada sisi kanan dan kiri. Ukuran manset
dapat mempengaruhi hasil.
c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya
harus dapat melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di
atas daerah lipatan lengan atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-
lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik
dicatat pada saatterdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan
tekanan diastolikdicatat pada bunyi yang kelima (Korotkoff V).
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Sistem Pemeriksaan
Ginjal Urinanalisis mikroskopik, eksresi albumin, serum BUN
dan/atau kreatinin
Endokrin Serum natrium, kalium, kalsium, dan TSH
Metabolik Glukosa puasa atau HbA1c, profil lipid (kolesterol
total, HDL dan LDL, trigliserida)
Lainnya Darah lengkap, rontgen dan elektrokardiogram
2.7 Tatalaksana
13
2.7.1 Tatalaksana Farmakologis
Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani
hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:
Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan
jika tekanan darah sistolik 150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik
90 mmHg pada kelompok usia 60 tahun dengan target terapi adalah
tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90
mmHg.
Rekomendasi 2: Pada kelompok usia< 60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59
tahun).
Rekomendasi 3: Pada kelompok usia<60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik 140 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.
Rekomendasi 4: Pada kelompok usia 18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.
Rekomendasi 5: Pada kelompok usia 18 tahun dengan diabetes melitus
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90
mmHg.
Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita
diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker(ARB).
14
Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau
penghambat kanal kalsium.
Rekomendasi 8: Pada kelompok usia 18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk
memperbaiki outcome pada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien
gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun
penderita diabetes melitus atau bukan.)
Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila
target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis
obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari
golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB).
Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan
2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target
tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari
rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat
untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari
golongan yang lain dapat digunakan.3
15
Gambar 4.Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa3
16
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta
dosisnya yang dapat digunakan.
17
2.7.2 Perubahan penting JNC 8
Dibandingkan dengan guideline terapi hipertensi sebelumnya, JNC 8
menyarankan target tekanan darah yang lebih tinggi dan mengurangi penggunaan
beberapa tipe obat anti-hipertensi.
Guideline baru ini menekankan pada kontrol tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan umur dan kormobiditas-jalan pintas terapi spesifik.
Guideline baru ini juga memperkenalkan rekomendasi baru yang didesain
untuk mempromosikan penggunaan yang aman dari angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin receptor blockers (ARB).
Bukti saat ini menyarankan bahwa target tekanan darah sistolik <140 mmHg
yang direkomendasikan JNC 7 pada kebanyakan pasien sangat rendah dengan tak
ada kegunaan.
Penulis guideline JNC 8 menyebutkan 2 trial yang menemukan bahwa tidak
ada kemajuan dari hasil kardiovaskular dengan target tekanan darah <140 mmHg
dibandingkan dengan target tekanan darah <160 mmHg atau <150 mmHg.
Meskipun begitu, guideline terbaru tidak mengizinkan terapi pada target
tekanan darah sistolik <140 mmHg, tapi merekomendasikan untuk berhati-hati
dalam memastikan bahwa tekanan darah sistolik yang rendah tidak akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengarah pada adverse event.
Perubahan penting dari JNC 7 termasuk hal-hal berikut ini:
1. Pada pasien 60 tahun atau lebih yang tidak memiliki diabetes atau penyakit
ginjal kronik, maka target terapi tekanan darah sekarang <150/90 mHg.
2. Pada pasien 18-59 tahun tanpa kormobiditas mayor, dan pada pasien 60
tahun atau lebih yang memiliki diabetes, penyakit ginjal kronik, atau
keduanya, maka target terapi tekanan darah yang baru adalah <140/90
mmHg.
3. Terapi lini pertama dan selanjutnya sekarang harus dibatasi menjadi empat
golongan obat: diuretik-tipe thiazide, calcium channel blocker (CCB),
ACE Inhibitor, dan ARB.
18
4. Alternatif lini kedua dan ketiga termasuk dosis yang lebih tinggi atau
kombinasi dari diuretik-tipe thiazide, calcium channel blocker, ACE
Inhibitor, dan ARB.
5. Beberapa obat sekarang didesain sebagai alternatif lini selanjutnya yaitu:
beta-blockers, alphablockers, alpha1/beta-blockers (mis. carvedilo),
vasodilating beta-blockers (mis. nebivolol), central alpha2/-adrenergic
agonists (mis. clonidine), direct vasodilators (mis. hydralazine), loop
diuretics (mis. furosemide), aldosterone antagoinsts (mis. spironolactone),
dan peripherally acting adrenergic antagonists (mis. reserpine).
6. Saat memulai terapi, pasien keturunan Afrika tanpa penyakit ginjal kronik
harus menggunakan CCB dan thiazide daripada ACE Inhibitor.
7. Penggunaan ACE Inhibitor dan ARB direkomendasikan pada seluruh
pasien dengan penyakit ginjal kronik tanpa melihat latar belakang etnis,
baik sebagai terapi lini pertama atau sebagai tambahan pada terapi lini
pertama.
8. ACE Inhibitor dan ARB tidak boleh digunakan pada pasien yang sama
secara bersamaan.
9. CCB dan diuretik tipe thiazide harus digunakan daripada ACE Inhibitor
dan ARB pada pasien lebih dari 75 tahun dengan fungsi penurunan fungsi
ginjal karena adanya risiko hiperkalemia, peningkatan kreatinin, dan
penurunan fungsi ginjal yang lebih parah.
19
gelas sehari pada pria dan 1 gelas sehari pada wanita. Perlu diketahui bahwa 1
gelas terdiri dari 12 ons bir, 5 ons wine atau 1.5 ons dari 80-proof liquor. Berhenti
merokok juga menurunkan risiko kardiovaskular.
Follow Up
Penulis JNC 8 menyederhanakan rekomendasi follow up yang rumit pada
pasien dengan hipertensi. Pada JNC 7 direkomendasikan bahwa setelah
pemeriksaan tekanan darah tinggi awal, follow up dengan pemeriksaan konfirmasi
tekanan darah harus terjadi dalan 7 hari hingga 2 bulan, tergantung seberapa tinggi
pemeriksaan awal yang dilakukan dan apakah pasien tidak atau memiliki penyakit
ginjal atau kerusakan akhir organ sebagai akibat dari hipertensi.
Pada JNC 8 pada semua kasus target tekanan darah harus dicapai dalam waktu
sebulan setelah terapi awal dilakukan, baik dengan meningkatkan dosis dari obat
anti-hipertensi awal atau menggunakan kombinasi obat anti-hipertensi.
20
pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan
penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.15
II. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi.Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun.Melakukan aktivitas
secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui
sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga
mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio
respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko
hipertensi sebesar 50%.
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah.Olahraga dapat
menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa
olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.16
III. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi.Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.Pembatasan
asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan
garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari
makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang
bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan
21
mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi
kebiasaan makan pasien secara drastis.16
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal
dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.16
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke.Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium
bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti
seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan
(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.16
IV. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres.13
2.8 Komplikasi
I. Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan
22
hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran
jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.6
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak.Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia> 65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.6
III. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati,
tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika
ada proteinuria.6
2.9 Pencegahan
Pencegahan dan kontrol dari hipertensi membutuhkan dukungan politik
sebagai peran dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan,
komunitas peneliti akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga
dan penderita hipertensi sendiri semuanya ikut berperan.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.
11. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia,
USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006.
12. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of
Hypertension.N Engl J Med 2007;356:1966-78.
13. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.
14. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, OConnor P, Pereira C,
Schlichte A, Woolley T. Institute for Clinical Systems Improvement.
Hypertension Diagnosis and Treatment. Updated November 2014.
15. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load past
antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med
J Indon. 2001;10(1):29-33.
16. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins;
2002.
26