Syokpadaanakisi 150419232031 Conversion Gate02
Syokpadaanakisi 150419232031 Conversion Gate02
ANAK
(Goal-Directed Management of Pediatric
Shock in the Emergency Department )
2009
i
SYOK PADA ANAK
(Goal-Directed Management of Pediatric Shock
In the Emergency Department)
ISBN: 978-979-95956-9-0
2009 Farmedia
All rights preserved
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip, memperbanyak sebagian
atau
Seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit
ii
KATA PENGANTAR
November 2009
Penerbit
iii
DAFTAR ISI
iv
BAGIAN I
Memahami Syok
Pendahuluan
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa
oksigen dan nutrien ke jaringan. Syok lazim dijumpai
pada anak. Pemahaman tentang penyebab dan
patofisiologinya bisa mengarahkan para klinisi membuat
keputusan yang rasional dalam terapi dan bisa
memperbaiki prognosis. Bagian ini memberikan
penjelasan komprehensif dari klasifikasi, penyebab dan
patofisiologi syok pada anak, dengan pedoman untuk
deteksi dan pemantauan, sehingga pendekatan terapi
menjadi rasional.
Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh
disfungsi sirkulasi akut di mana hubungan antara
1
kebutuhan oksigen dan pasokan oksigen terganggu.
Akibatnya, sistem kardiovaskular gagal menjalankan
fungsi utamanya, yakni membawa substrat dan
membuang metabolit, sehingga terjadi metabolisme
anaerob dan asidosis jaringan. Umumnya, semua
keadaan syok berakhir dengan berkurangnya hantaran
atau gangguan utilisasi substrat sel yang esensial,
sehingga fungsi sel normal berhenti.
Syok merupakan proses progresif yang ditandai oleh 3
stadium berbeda. Pada fase dini, stadium kompensasi,
1
sejumlah mekanisme neurohormonal yang bersifat
kompensatorik dan fisiologis bekerja untuk
mempertahankan tekanan darah dan memelihara
kecukupan fungsi jaringan. Pada stadium ini syok bisa
reversibel dengan intervensi yang benar. Namun, bila
mekanisme kompensasi ini gagal, syok berlanjut ke
stadium dekompensata. Pada stadium menetap
Klasifikasi syok
4
plasma; dan relatif bila volume intravaskular tidak
adekuat untuk mengkompensasi hilangnya tonus
vaskular, seperti pada sepsis atau anafilaksis, atau
karena obat vasodilatasi.
6
PATOFISIOLOGI SYOK
7
4
bervariasi menurut jenis jaringan dan waktu. Walaupun
kebutuhan oksigen tidak bisa diukur atau dihitung, VO 2
SvO 2 = 1 - ERO 2
turun terus, dicapai titik kritis dan ERO 2 tidak bisa lagi
bertambah untuk mengkompensasi penurunan DO 2.
8
Pada syok septik ada interaksi kompleks antara
vasodilatasi patologis, hipovolemia relatif dan absolut,
depresi miokard langsung dan perubahan distribusi aliran
darah, yang terjadi akibat respon radang terhadap infeksi.
Respon inflamasi yang berlebihan selanjutnya berperan
terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia jaringan
yang tersebar, dengan berakhir sebagai disfungsi organ
ganda.
Referensi:
1. American Heart Association. 2005 American Heart
Association guidelines for cardiopulmonary
resuscitation and emergencycardiovascular care of
pediatric and neonatal patients: pediatric advanced life
support. Pediatrics 2006; 117: E10051028.
2. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee
Members. Clinical practice variables for hemodynamic
support of pediatric and neonatal patients in septic
shock. Crit Care Med 2002; 30: 13651378.
3. N adel S, Kissoon N, Ranjit S. Recognition and initial
management of shock. In: Nichols DG, ed. Rogers
textbook of pediatric intensive care, 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2008, p.
372383.
4. Vallet B, Tavernier B, Lund N. Assessment of tissue
oxygenation in the critically ill. Eur J Anaesthesiol
2000; 17: 221229.
9
BAGIAN II
Stadium Syok
10
takikardia yang diinduksi katekolamin. Jika syok dibiarkan,
mekanisme kompensasi akan gagal dan pasien masuk
ke stadium dekompensata. Kegagalan menormalkan nadi
perifer, suhu kulit, serta capillary refill time dengan terapi
2 .
adekuat akan berakibat fatal.
Anak banyak bergantung pada detak jantung untuk
meningkatkan curah jantung. Kemampuan meningkatkan
Stadium dekompensata
11
leukosit bergerak ke pinggir dan mikrotrombus terbentuk.
Paralisis vasomotor dan disfungsi mikrosirkulasi
memuncak ke hipoperfusi organ akhir, disfungsi dan
gagal organ ganda. Hipoperfusi organ bermanifestasi
sebagai perubahan status mental, takipnea, takikardia,
letargi, urin sedikit atau tidak ada dan timbul bercak pada
anggota gerak. Sekali tekanan darah turun, pasien akan
Referensi
1. Ceneviva G, Paschall JA, Maffei F, Carcillo JA.
Hemod ynamic support in fluid-refractory pediatric septic
shock. Pediatrics 1998;102( 2):e19
2. Kirklin JK, Blackstone EH, Kirklin JW, McKay R, Pacifico AD,
Bargeron LM, Jr. Intracardiac surgery in infants under age 3
months: predictors of postoperative in-hospital cardiac de ath.
Am J Cardiol 1 981;48(3):5 07-12.
3. Feltes TF, Pignatelli R, Kleinert S, Mariscalco MM.
Quantitated left ventricular systolic mechanics in children
with septic shock utilizing noninvasive wall-stress analysis.
Crit Care Med 1994;22( 10):1647-58.
4. Lambert HJ, Baylis PH, Coulthard MG. Central-peripheral
temperature difference, blood pressure, and arginine
vasopressin in preterm neonates undergoing volume
expansion. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed
1998;78(1):F43-5
12
BAGIAN III
13
menopang fungsi sel sistemik. Syok bisa disebabkan
kurangnya hantaran oksigen (anemia, hipoksia, atau
iskemia); kurang hantaran substrat glukosa (glikopenia);
atau disfungsi mitrokondria ( cellular dysoxia ). Hantaran
oksigen didefinisikan oleh persamaan berikut:
DO2 (mL O 2
/min) = CaO 2 (mL O 2
/L blood) X CO (L/min)
Selanjutnya:
CaO2 = Hb x 1,36 xSaO 2+ PaO 2 x 0.003
14
dan kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL. Takikardia
meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan
hantaran oksigen sekalipun hemoglobin berkurang.
Hipoksia diidentifikasi dengan takipnea kompensatorik
dan penurunan Pao 2, di bawah 60 mm Hg. Hemoglobin
masih mengalami saturasi cukup sebelum ambang Pao 2
protrombin.
2
Curah jantung rendah (<2 L/menit/m ) juga memprediksi
mortalitas. Ini bisa dinilai di klinis dengan capillary refill
lebih dari 2 detik, suhu jempol kaki dingin, dengan selisih
oksigen arteriovena yang besar (AVDO 2
), atau dengan
1
pengukuran langsung curah jantung. Parr dkk
memeriksa curah jantung CO dengan menggunakan
teknik Fick-dilution indocyanine green dye injection pada
bayi di bawah usia 6 bulan yang membutuhkan
pembedahan jantung. Mereka memperlihatkan bahwa
risiko mortalitas meningkat pada populasi ini bila cardiac
2
index (CI) kurang dari 2 L/menit/m . Dukungan inotropik
yang diikuti dengan penurunan afterload dengan
nitroprusid dan volume loading efektif dalam
2
memperbaiki CO pada anak-anak ini. Capillary refill
kurang dari 2 detik merupakan tanda klinis bahwa CI
2
lebih dari 2 L/menit/m pada populasi ini. Anak dengan
syok septik tampaknya memerlukan CO lebih tinggi
dibandingkan anak dengan syok kardiogenik semata.
18
3
Pollack dkk menunjukkan hasil terbaik diamati pada
pasien-pasien ini bila CI berada di antara 3,3 dan 6
2
L/menit/m pada anak dengan syok septik. Ceneviva dkk
memperlihatkan bahwa anak dengan syok septik bisa
4
saja memiliki salah satu dari 3 gangguan kardiovaskular :
2
CO tinggi (>5,5 L/menit/m ) dan tahanan sistemik rendah
(SVR; <800 dynesec/cm5), CO rendah (<3,3 L/menit/m 2)
22
Pemberian glukosa mencegah hipoglikemia, dan
pemberian insulin untuk hiperglikemia menjamin
hantaran glukosa ke dalam organ yang transporter
glukosanya bergantung insulin, terutama sistem
kardiovaskular. Dengan menggunakan asidosis senjang
anion sebagai surrogate marker untuk gagal energi, Lin
dkk [9] melaporkan bahwa peninggian rasio glukosa/ laju
Respon stres
Respon stres lazim dijumpai ketika sakit. Disebut juga
fight-or-flight response , ini didominasi oleh aktivasi
sistem saraf pusat dan simpatis. Sistem saraf pusat
membebaskan hormon adrenokortikotropik, yang
selanjutnya merangsang kelenjar adrenal untuk
melepaskan kortisol. Sistem saraf simpatis melepaskan
epinefrin dan norepinefrin.
23
Kortisol memfasilitasi kerja kedua katekolamin ini.
Epinefrin dan norepinefrin meningkatkan CO dengan
meningkatkan detak jantung dan curah sekuncup. Kedua
katekolamin ini juga meningkatkan tekanan darah.
Epinefrin meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas,
sedangkan norepinefrin meningkatkan kontraktilitas dan
tonus pembuluh darah sistemik. Untuk kebutuhan energi
yang bertambah ini, glukagon juga disekresi. Glukagon
meningkatkan hantaran glukosa ke siklus Krebs melalui
aktivasi glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Respon Syok
24
hantaran oksigen dan/atau produksi ATP. Perdarahan,
hipovolemia karena diare yang berat dan mendadak atau
disfungsi jantung dan pembuluh darah akibat sepsis,
toksin atau obat-obatan, menyebabkan otak memimpin
respon syok untuk menyelamatkan jiwa. Ini agak mirip
dengan respon stres tetapi bersifat lebih mencolok.
Kadar katekolamin dan kortisol lebih tinggi. Sebagai
Fisiologi kardiovaskular
26
Gambar 1. Vasokonstriksi sistemik bisa memelihara MAP dan tekanan
perfusi sekalipun ada hipovolemia dan berkurangnya CO. Oleh karena
itu syok harus dideteksi bila ada takikardia dan capillary refill yang
memanjang, sebelum terjadi hipotensi.
27
meningkat ke titik di mana ventrikel kepenuhan, dan
selanjutnya curah sekuncup turun lagi. Preload yang
tidak adekuat didefinisikan sebagai volume akhir-diastolik
di bawah curah sekuncup maksimum. Gagal jantung
bendungan terjadi bila preload atau volume akhir-
diastolik berada di atas kisaran optimum ini. Disfungsi
jantung digambarkan dengan pergeseran kurva ke arah
28
Mekanisme Frank-Starling. Dengan Perubahan-perubahan dalam
meningkatkan alir-balik vena ke afterload dan inotropi akan
ventrikel kiri akan meningkatkan menggeser kurva Frank-Starling ke
tekanan dan volume akhir-diastolik atas dan ke bawah
ventrikel kiri (LVEDP & LVEDV). Ini
menghasilkan penambahan curah
sekuncup (SV). Titik operasional
normal adalah LVEDP ~ 8 mmHg
dan SV ~ 70 ml/detak
29
vena perifer sampai didapat akses vena sentral (jika
melalui vena tepi, harus diberikan dengan infus cairan
lebih cepat untuk sampai ke jantung tepat waktu).
Hubungan antara afterload dan curah sekuncup terbaik
dilihat dengan modifikasi kurva compliance . Saat
afterload atau tekanan diastolik aorta naik, curah
sekuncup berkurang. Jantung yang berfungsi normal bisa
30
Fisiologi Pembekuan
31
Goal-Directed Therapy
Sasaran klinis
Resusitasi sampai tercapai sasaran klinis merupakan
prioritas utama. Pasien harus diresusitasi sampai status
mental normal, kualitas nadi normal baik proksimal dan
distal, suhu sentral dan perifer sama, capillary refill < 2
detik, dan jumlah urin > 1 mL/kg/jam. Dua puluh persen
darah menuju otak, dan 20% menuju ginjal. Oleh karena
itu, pemeriksaan klinis terhadap kedua organ ini sangat
berguna. Ke 2 organ ini mengatur aliran darah dengan
autoregulasi dan bergantung pada tekanan perfusi (MAP
- CVP) untuk mempertahankan perfusi. Endotoksemia,
inotropik.
32
Sasaran Hemodinamik dan Penggunaan Oksigen
Sasaran Biokimia
Tatalaksana Syok
Cairan
Terapi cairan terbanyak digunakan pada resusitasi syok
pada bayi dan anak. Digunakan untuk memulihkan status
hipovolemia dan mengoptimalkan kurva Starling untuk
35
menghasilkan aliran dan CO optimal untuk berbagai
derajat kontraktilitas. Kira-kira 8% dari volume darah total
dikandung dalam sisi arteri, 70% dalam sisi vena, dan
12% di jaringan kapiler. Volume darah total pada
neonatus 85 mL/kg dan 65 mL/kg pada bayi. Resusitasi
cepat bisa memulihkan volume sirkulasi. Karena
kemampuan vasokonstriksi yang bermakna, hipotensi
36
Bolus cairan cepat tidak hanya memulihkan volume
intravaskular, melainkan juga menekan ekspresi gen
peradangan dan koagulasi. Ekspansi volume yang cepat
dan agresif pada jam pertama memperbaiki survival pada
model syok hewan maupun manusia. Namun, pemberian
cairan pada neonatus dan anak-anak harus hati-hati,
karena berpotensi memperburuk gagal jantung akibat
Darah
Obat Inotropik
38
Epinefrin merupakan inotrop pilihan pasien yang gagal
dengan terapi dobutamin (lihat Gambar 3). Dewasa dan
anak yang resisten terhadap terapi dobutamin umumnya
14
merespon epinefrin . Epinefrin adalah neurohormon
alamiah, yang dihasilkan untuk meningkatkan
kontraktilitas selama stres dan syok. Epinefrin
merupakan agonis 1-, 2-, a1-, dan a2-adrenergik.
39
Gambar 3. Inotrop seperti epinefrin merangsang reseptor -
adrenergik, yang meningkatkan kalsium intrasel selama sistole dan
mengurangi kalsium intrasel selama diastole. Ini diselesaikan melalui
sistem pembawa pesan kedua, cAMP. Penghambat fosfodiesterase
tipe III bisa memprotensiasi efek-efek ini dengan mencegah
pemecahan cAMP.
Vasodilator
Inodilator
Vasopresor
Inovasopresor
Hidrokortison
47
pada dosis 50 mg/kg/hari menghasilkan kadar kortisol
150 g/dL.
48
pasien dewasa yang menjalani bedah pintas
kardiopulmoner, infus ketamin dengan laju 0,25
mg/kg/jam mengurangi peradangan sistemik dan
17
memperbaiki fungsi jantung . Ketamin memungkinkan
pembiusan yang aman pada syok septik dewasa. Atropin
harus diberikan bersama ketamin untuk mengurangi
sekresi bronkus ( bronchorrhea ). Penambahan
Hipothermia
Kesimpulan
50
capillary refill yang memanjang (yakni capillary refill <2
detik) dan hipotensi (tekanan darah normal sesuai usia)
dan perbaikan indeks syok (yaitu, rasio HR/SBP normal
sesuai usia). Antisipasi dalam bentuk pelatihan staf harus
meliputi kemampuan deteksi dini, intervensi efektif dan
mengurangi morbiditas serta mortalitas.
51
Berikan PGE1 untuk menjaga duktus arteriosus tetap
terbuka pada semua neonatus.
7 Jika capillary refill > 2 detik dan/atau hipotensi menetap
selama resusitasi cair an, mulai berikan epinefrin IO/perifer
0,05 g/kg/menit
8 Jika ada risiko insufisiensi adrenal (misal paparan steroid
sebelumnya, Waterhouse Friderichsen atau anomali
hipofisis) berikan hidrokortison sebagai bolus (50 ml/kg)
dan kemudian drip titrasi antara 2 dan 50 mg/kg/hari
9 Jika syok b erlanjut, gunakan atropin (0,2 mg/kg) pl us
ketamin (2 mg/kg) untuk sedasi pemasangan vena sentral.
Jika butuh ventilasi mekanis, gunakan atrop in plus ketamin
plus penyekat neuromuskular untuk induksi intubasi
10 Arahkan sasaran terapi:
a. capillary refill < 3 detik (misal < 2 detik)
b. Tekanan darah normal sesuai usia
c. Indeks syok membaik.
Keterangan: pRBC, packed red blood cells; PGE1, prostaglandin E1; IO,
intraosseous.
52
Referensi
1. G.V. Parr, E.H. Blackstone and J.W. Kirklin, Cardiac
performance and mortality early after intracardiac
surgery in infants and young children, Circulation 51
(1975), pp. 867874. View Record in Scopus | Cited
By in Scopus (30)
53
2. A. Appelbaum, E.H. Blackstone and N.T. Kouchoukos
et al., Afterload reduction cardiac output in infants after
intracardiac surgery, Am J Cardiology 39 (1977), pp.
445451. Abstract | PDF (733 K) | View Record in
Scopus | Cited By in Scopus (8)
3. M.M. Pollack, A.I. Fields and U.E. Ruttimann,
Distributions of cardiopulmonary variables in pediatric
survivors and nonsurvivors of septic shock, Crit Care
Med 13 (1985), pp. 454459. View Record in Scopus |
Cited By in Scopus (30)
4. G. Ceneviva, J.A. Paschall and F. Maffei et al.,
Hemodynamic support in fluid refractory pediatric
septic shock, Pediatrics 102 (1998), p. e19. Full Text
via CrossRef | View Record in Scopus | Cited By in
Scopus (87)
5. E. Rivers, B. Nguyen and Havstad et al., Early goal
directed therapy in the treatment of severe sepsis and
septic shock, N Engl J Med 346 (2001), pp. 13681377.
Full Text via CrossRef | View Record in Scopus | Cited
By in Scopus (2018)
6. Y.Y. Han, J.A. Carcillo and M.A. Dragotta et al., Early
reversal of pediatric-neonatal septic shock by
community physicians is associated with improved
outcome, Pediatrics 112 (2003), pp. 793799. Full Text
via CrossRef | View Record in Scopus | Cited By in
Scopus (86)
7. R.A. Orr, B. Kuch and J. Carcillo et al., Shock is under-
reported in children transported for respiratory distress:
a multi-center study, Crit Care Med 31 (2003), p. A18.
54
8. G. van den Berghe, P. Wouters and F. Weekers et al.,
Intensive insulin therapy in the critically ill patients, N
Engl J Med 345 (2001), pp. 13591367. Full Text via
CrossRef | View Record in Scopus | Cited By in
Scopus (3290)
9. J.C. Lin, B. Karapinar and D.N. Finegold et al.,
Increased glucose/glucose infusion rate ratio predicts
anion gap acidosis in pediatric shock, Crit Care Med 32
(2004), p. A5.
10. S. Finfer, R. Bellomo and SAFE Study Investigators, A
comparison of albumin and saline for fluid resuscitation
in the intensive care unit, N Engl J Med 350 (2004), pp.
22472256. View Record in Scopus | Cited By in
Scopus (463)
11. N.T. Ngo, X.T. Cao and R. Kneen et al., Acute
management of dengue shock syndrome: a
randomized double-blind comparison of 4 intravenous
fluid regimens in the first hour, Clin Infect Dis 32 (2001),
pp. 204212.
12. J.A. Carcillo, A.I. Davis and A. Zaritsky, Role of early
fluid resuscitation in pediatric septic shock, JAMA 255
(1991), pp. 12421245. View Record in Scopus | Cited
By in Scopus (102)
13. R.M. Perkin, D.L. Levin and R. Webb et al.,
Dobutamine: a hemodynamic evaluation in children
with shock, J Pediatr 100 (1982), pp. 977983. View
Record in Scopus | Cited By in Scopus (16)
14. P.E. Bollaert, P. Bauer and G. Audibert et al., Effects of
epinephrine on hemodynamics and oxygen metabolism
in dopamine-resistant septic shock, Chest 98 (1990),
55
pp. 949953. Full Text via CrossRef | View Record in
Scopus | Cited By in Scopus (63)
15. J.A. Carcillo and A.I. Fields, American College of
Critical Care Medicine Task Force Committee
Members. Clinical practice parameters for
hemodynamic support of pediatric and neonatal
patients in septic shock, Crit Care Med 30 (2002), pp.
13651378. Full Text via CrossRef | View Record in
Scopus | Cited By in Scopus (208)
16. M. Bettendorf, K.G. Schmitt and J. Grulich Henn et al.,
Tri-iodothyronine treatment in children after cardiac
surgery a double blind, randomized placebo controlled
study, Lancet 356 (2000), pp. 529534. Article | PDF
(100 K) | View Record in Scopus | Cited By in Scopus
(85)
17. L. Roytblat, D. Talmor and M. Rachinsky et al.,
Ketamine attenuates the interleukin 6 response after
cardiopulmonary bypass, Anesth Analg 87 (1998), pp.
266271. Full Text via CrossRef | View Record in
Scopus | Cited By in Scopus (55)
18. N.J. Thomas and J.A. Carcillo, Hypovolemic shock in
the pediatric patient, New Horizons 6 (1998), pp. 120
129. View Record in Scopus | Cited By in Scopus (11)
56
BAGIAN IV
Kristaloid vs Koloid
Pemilihan koloid vs kristaloid untuk resusitasi volume
telah lama menjadi bahan perdebatan di kalangan
praktisi rawat kritis, disebabkan kedua bentuk terapi
memiliki data-data pendukung. Pada tahun 1998, British
Medical Journal mempublikasi suatu meta-analisis
pemakaian albumin pada pasien-pasien sakit kritis; 30 uji
klinik acak dg kontrol (RCT) yang melibatkan 1419
pasien dianalisis. Kesimpulannya adalah sebenarnya
1
albumin meningkatkan mortalitas (Timothy Evans,MD) .
Tinjauan ini berdampak terhadap praktik kedokteran,
mempengaruhi klinisi mengurangi penggunaan albumin,
tetapi kemudian dikritik karena tinjauan-tinjauan
berikutnya tidak bisa menjelaskan kesimpulan para
2
penulis . Belum lama berselang, kajian SAFE (Saline
versus Albumin Evaluation) telah membuka wacana baru
3,4
tentang isu ini Dengan tersedianya berbagai koloid
dengan sifat fisikokimia yang berbeda, kontroversi koloid
vs koloid menjadi isu tambahan.
59
10
badan dan meningkatkan rasio pO 2 /FIO 2 . Namun tidak
diamati perbedaan dalam mortalitas.
14
Pada kajian tikus oleh Zhang dkk, Larutan Ringer laktat
dibandingkan dengan albumin 5% dan albumin 25%.
Tikus diinduksi perdarahan atau endotoksemia,
kemudian diresusitasi dengan ketiga cairan. Setelah
resusitasi kadar sitokin darah ( tumor necrosis factor
[TNF]-alfa, interleukin [IL]-6 dan macrophage
inflammatory protein [MIP]-2 ) diukur. Kemudian paru
dieksisi dan diventilasi selama 2 jam. Perbedaan
mencolok diamati di antara 2 model. Resusitasi dengan
albumin setelah syok hemoragik menurunkan kadar
sitokin pro-inflamatorik (TNF-alfa,IL-6 dan MIP-2 dan
radikal-bebas oksigen) serta meningkatkan sitokin anti-
inflamatorik IL-10. Di paru, TNF-alfa dan MIP-2 juga
berkurang dan IL-10 meningkat (dianggap memiliki efek
protektif). Edema paru setelah ventilasi mekanik juga
berkurang. Kendati demikian, resusitasi dengan albumin
setelah syok endotoksik tidak memberikan efek proteksi
yang sama. Tidak ada perbedaan antara albumin 5% dan
25%. Manfaat albumin yang terlihat pada model syok
hemoragik tidak terlihat pada model syok endotoksik.
63
Tampaknya resusitasi dengan albumin memiliki peran
penting mengurangi ALI yang diinduksi oleh ventilator
setelah syok hemoragik, namun tidak setelah syok
endotoksik.
SAFE Study
65
dari itu, bila pasien TBI dikeluarkan, tidak ada perbedaan
angka kematian pada pasien-pasien trauma.
66
berubah, perburukan edema, gangguan ekskresi natrium
dan air, serta respon imun yang berubah.
70
secara rutin karena harganya lebih mahal dari kristaloid
saline.
Koloid Sintetik
Tabel . Karakteristik dari berbagai koloid diberikan di bawah
71
Efek berbagai koloid dan larutan hipertonik pada
21
mikrosirkulasi
73
Pengaruh Berbagai Koloid Terhadap Fungsi Ginjal
No of patients in the control group who experienced event/ No who did not
3. RR (Relative Risk)
No of patients in the treatment group who experienced event/ No of all patients
two groups.
Referensi
1. Evans T. Biochemical properties of albumin. Program
and abstracts of the 24th International Symposium on
Intensive Care and Emergency Medicine; March 30-
April 2, 2004; Brussels, Belgium.
2. Wilkes MM, Navickis RJ. Patient survival after human
albumin administration. A meta-analysis of randomized,
75
controlled trials. Ann Intern Med. 2001;135:149-164.
Abstract
3. Finfer S. Lessons from the SAFE Study. Program and
abstracts of the 24th International Symposium on
Intensive Care and Emergency Medicine; March 30-
April 2, 2004; Brussels, Belgium.
4. Finfer S. Is albumin SAFE? Program and abstracts of
the 24th International Symposium on Intensive Care
and Emergency Medicine; March 30-April 2, 2004;
Brussels, Belgium.
5. Quinlan GJ, Margarson MP, Mumby S, et al.
Administration of albumin to patients with sepsis
syndrome: a possible beneficial role in plasma thiol
repletion. Clin Sci. 1998;95:459-465. Abstract
6. Quinlan GJ, Mumby S, Martin GS, Bernard GR,
Gutteridge JM, Evans TW. Albumin influences total
plasma antioxidant capacity favorably in patients with
acute lung injury. Crit Care Med. 2004;32:755-759.
Abstract
7. Soni N. Albumin may help lung function. Program and
abstracts of the 24th International Symposium on
Intensive Care and Emergency Medicine; March 30-
April 2, 2004; Brussels, Belgium.
8. Margarson MP, Soni NC. Effects of albumin
supplementation on microvascular permeability in
septic patients. J Appl Physiol. 2002;92:2139-2145.
Abstract
9. Hoegerle S, Benzing A, Nitzsche EU, et al.
Radioisotope albumin flux measurement of
microvascular lung permeability: an independent
76
10. Martin GS. Fluid balance and colloid osmotic pressure
in acute respiratory failure: emerging clinical evidence.
Crit Care. 2000;4(suppl 2):S21-25. Abstract
11. Rehm M. Colloid administration during hemodilution.
Program and abstracts of the 24th International
Symposium on Intensive Care and Emergency
Medicine; March 30-April 2, 2004; Brussels, Belgium.
12. Rehm M, Haller M, Orth V, et al. Changes in blood
volume and hematocrit during acute preoperative
volume loading with 5% albumin or 6% hetastarch
solutions in patients before radical hysterectomy.
Anesthesiology. 2001;95:849-856. Abstract
13. Slutsky A. Albumin may protect the lungs. Program
and abstracts of the 24th International Symposium on
Intensive Care and Emergency Medicine; March 30-
April 2, 2004; Brussels, Belgium.
14. Zhang H, Voglis S, Kim CH, et al. Effects of albumin
and Ringer's lactate on production of lung cytokines
and hydrogen peroxide after resuscitated hemorrhage
and endotoxemia in rats. Crit Care Med.
2003;31:1515-1522. Abstract
15. The SAFE Study Investigators. A comparison of
77
Intensive Care and Emergency Medicine; March 30-
April 2, 2004; Brussels, Belgium.
17. Vincent JL, Dubois MJ, Navickis RJ, et al.
Hypoalbuminemia in acute illness: is there a rationale
for intervention? A meta-analysis of cohort studies and
controlled trials. Ann Surg. 2003;237:319-334.
Abstract
18. Sedrakyan A, Gondek K, Paltiel D, et al. Volume
78
BAGIAN V
RANGKUMAN MANAJEMEN
SYOK PADA ANAK
Tabel V.1 Jenis-jenis syok pada pasien anak. CO = cardiac output,
SVR= systemic vascular resistance, JVD = jugular venous distention.
Dari McKiernan CA, Lieberman SA. Pediatr Rev. 2005;26(12):451-60.
79
cairan seperlunya
Septik Syok Takikardia, nadi kuat, Bolus kristaloid 20
hangat CO ekstremitas hangat ml/kg ulang sampai
, SVR , 0% dengan hemodinamik
kasus hipotensi,hiperpnea, stabil, vasopresor
pediatrik) perubahan status pilihan pertama
mental (dopamin atau
norepinefrin)
Syok Takikardia,perfusi Bolus kristaloid 20
dingin CO perifer buruk, nadi ml/kg ulang sampai
, SVR lemah, hiperpnea, hemodinamik
(60% kasus perubahan status stabil, dukungan
pediatrik) mental inotropik dini
dengan dopamin
atau epinefrin
mungkin
dibutuhkan,
ekokardiografi
mungkin
membantu
memandu terapi
CO , SVR Takikardia,perfusi Bolus kristaloid 20
perifer buruk, nadi ml/kg ulang sampai
lemah, hiperpnea, hemodinamik
perubahan status stabil, dukungan
mental inotropik dini
dengan dopamin
atau epinefrin
mungkin
dibutuhkan,
ekokardiografi
mungkin
membantu
memandu terapi
Obstruktif Preload , Takikardia, hipotensi, Cepat fatal jika
CO , SVR JVD, deviasi trakea proses dasar tidak
normal jika pnemotoraks, terdeteksi atau
sampai penyamaan tekanan dipulihkan, bolus
dengan CVP yang cairan harus
meninggi jika dipasang diberikan
pemantauan invasif sementara
mempersiapkan
drainase darurat
80
Table V. 2 Tanda klinis syok hemoragik pa da anak denga n berbagai
derajat kehilangan darah
% Tanda klinis
darah HR TD Capillary Frekuensi Jumlah Status
hilang refill napas urin mental
< 15 Normal Normal Normal Normal Normal Cemas
normal Atau
Atau meni ngkat
sedikit
naik
15-25 Sedikit Mungkin > 2 detik Takipnea Normal Cemas,
naik berkurang ringan sampai Mungkin
sedikit gaduh
berkurang
25-40 naik Turun > 2 detik Takipnea sedikit Cemas,
sedang (<0,5 bingung
ml/kg/jam)
> 40 Naik Turun >2 detik Takipnea Absen Bingung,
berat letargi,
tidak
responsif
81
Gambar 1. Rekomendasi untuk manajemen syok septik pada bayi
dan anak
82
Gambar 2. Rekomendasi untuk manajemen syok septik pada
neonatus
83
Gambar 3 . Tatalaksana syok pada anak dengan dehidrasi
berat
*
Bayi (<1 tahun) 1 jam 5 jam
*
Anak (>1 tahun) jam 2 jam
Catatan:
- Ringer laktat/ Ringer asetat diberikan pada 1 jam tahap
pertama, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat diberikan
KAEN 3B atau Half strength Darrow (HSD) untuk mengatasi
hipokalemia.
- KAEN 3B mengandung: Na +
50,K + 20,Cl - 50 dan Laktat 20
mEq/L, glukosa 27 g/L; HSD : Na +
60,K + 17,Cl - 52 dan Laktat
25 mEq/L, glukosa 25 g/L .
84
BAGIAN VI
ILUSTRASI KASUS
85
toraks dan ekstremitas mengungkap pergeseran fraktur
midfemur kanan dan kontusio kecil dari paru kiri. X-
Radiologi vertebra servikal dan panggul normal. Setelah
stabilisasi, pasien di bawa ke PICU. Trauma intrakranial,
paru dan limpa dikelola dengan perawatan suportif dan
fraktur kanan diatasi dengan reduksi terbuka dan fiksasi
internal. Akhirnya pasien dipulangkan dari Rumah Sakit
kira-kira tiga minggu kemudian, dengan neurologi normal.
Si anak bisa kembali main bola setahun berikutnya.
86
kemungkinan trauma intratorakal pada anak dengan
saturasi oksigen normal. Jadi siapapun yang terlibat
dalam perawatan darurat anak harus mengetahui tanda-
tanda vital normal pada anak menurut usia. Metode
sederhana untuk mengingat dengan mudah dan cepat
tanda-tanda vital sebagai berikut:
Frekuensi
Detak
jantung napas
>12 tahun 80 15
88
Perbedaan anatomi yang unik dari jalan napas anak
sangat penting diingat ketika menilai dan mengelola jalan
napas, pernapasan dan ventilasi. Trakea yang lebih
pendek, ukuran lidah yang relatif lebih besar dan muara
glotis yang lebih anterior/superior merupakan poin
penting diingat dalam melakukan intubasi pada anak.
Karena epiglotis anak kurang kartilago, pemakaian bilah
B=Breathing.
89
D=Disability (pemeriksaan neurologis singkat untuk
menilai tingkat kesadaran dan ukuran/reaktivitas pupil).
A= Assessment (Penilaian)
I= Interventions (Intervensi)
90
menggunakan perasat angkat kepala (head-tilt
maneuver). Buka rahang bawah (jaw-thrust maneuver)
untuk membuka jalan napas dengan imobilisasi vertebra
servikal merupakan cara paling aman untuk intubasi anak
dengan kemungkinan cidera vertebra servikal.
91
darah sistolik yang normal sebelum mereka kehilangan
sampai 30% volume darah sirkulasi. Volume darah
sirkulasi seorang anak adalah 70-80 ml/kg (sedangkan
volume darah sirkulasi dewasa 60 ml/kg). Tekanan
sistolik normal pada anak bisa dihitung dengan rumus:
(Usia X 2) + 90 mmHg. Tekanan diastolik yang
diharapkan adalah 2/3 X (TD sistolik). Mekanisme
92
TD sistolik minimum menurut usia adalah:
akut.
94
dan/atau b) kecurigaan terputusnya alir balik vena di
proksimal dari titik masuk IO.
95
Resusitasi trauma anak yang berhasil memerlukan lebih
dari sekedar pendekatan sistematik terhadap survei
primer dan survei sekunder. Juga bergantung pada
pemahaman tentang perbedaan anatomi dan
patofisiologi pada anak.
Pertanyaan
97
6. Organ abdomen yang paling sering cidera pada anak
adalah::
. . . . . a. Duodenum.
. . . . . b. Pankreas.
. . . . . c. Hati.
. . . . . d. Ginjal.
. . . . . e. Limpa.
98
Dikutip dari: Yamamoto LG. Multiple Trauma in a 2-Ye ar Old. In:
Yamamoto LG, Inaba AS, DiMauro R (e ds). Radiology Cases In
Pediatric Emergency Medicine, 2002, volume 7, case 8.
Referensi
Jawsaban pertanyaan
99
BAGIAN VII
Kristaloid vs koloid
Temuan uji banding tersamar ganda dan acak untuk
resusitasi awal 383 anak Vietnam dengan DSS
memperlihatkan bahwa Ringer laktat cukup untuk
101
meresusitasi bayi dengan penyakit cukup berat. Tetapi,
jika penyakit berlanjut menjadi syok berat, pemberian
dextran 40 atau HES 6% akan menstabilkan volume
pembuluh darah dan tekanan darah pada sebagian besar
kasus.
Koagulopati yang menyertai infeksi dengue banyak
dijelaskan, tetapi sayangnya mekanisme yang mendasari
Referensi :
1. Katharine Smart , Ida Safitri. What treatments are
effective for the management of shock in severe
dengue? International Child Health Review
Collaboration
2. Scott B Halstead. Dengue. Lancet 2007; 370: 164452
3. Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. WHO regional publication. Searo
No 29.
4. Wills B. Volume Replacement in Dengue Shock
Syndrome Dengue Bulletin Vol 25 Ch 9.2001
5. Rigau-Perez JG, Lauger MK. Dengue-related deaths in
Puerto Rico, 1992-1996: Diagnosis and clinical alarm
signals. Clin Infect Dis (CID). 2006; 42: 1241-1246.
103
ALGORITME DSS
104
BAGIAN VIII
Singkatan Kepanjangan
AG Anion gap ([Na + + K+ ]- [Cl- + HCO3- ]
ALI Acute Lung Injury
ANH Acute normovolemic hemodilution
ANP Atrial natriuretic peptide
APACHE Acute Physiology and Chronic Health evaluation
ARDS Acute respiratory distress syndrome
ARF Acute renal failure
ATP Adenosine triphosphate
AVDO2 arteriovenous oxygen difference
CABG Coronary artery bypass graft
cAMP cyclic adenosine monophosphate
CaO2 arterial oxygen concentration
cGMP cyclic guanosine monophosphate
CI Cardiac index
CO cardiac output
COP Colloid osmotic pressure
CRT Capillary refill time
CVP Central venous pressure
DAG Diacyl glycerol
DBP Diastolic blood pressure
DIC Disseminated intravascular coagulation
DO2 oxygen delivery
DSS Dengue Shock Syndrome
ECMO Extracorporeal membrane oxygenation
ESL Endothelial surface layer
FiO2 Fractional concentration of Inspired oxygen
HES Hydroxyethyl starch
HR Heart rate
IGD Instalasi Gawat Darurat
105
IL Interleukin
INR Internation normalized ratio
IO Intraosea
IP3 inositol 1,4,4-triphosphate
JVD Jugular venous distension
KAD Ketoasidosis diabetik
KID Koagulasi intravaskular diseminata
LVEDP Left ventricular end-diastolic pressure
LVEDV Left ventricular end-diastolic volume
MAP Mean arterial pressure
O2ER oxygen extraction ratio
OR odds ratio
PDEI Phosphodiesterase inhibitor
PELOD Pediatric logistic organ dysfunction score
PO2 Partial oxygen pressure
PPHN Persistent pulmonary hypertension
pRBC packed red blood cells
pediatric risk illness severity and mortality
PRISM score
RCT Randomized controlled trial
RR relative risk; respiratory rate
SAFE Saline versus albumin evaluation
SaO2 arterial oxygen saturation
SBP Systolic blood pressure
SOAP Sepsis occurrence in acutely ill patients
SOFA Sequential Organ Failure Assessment
SVCO2 Superior vena cava oxygen saturation
SVR Systemic venous resistance
TBI Traumatic Brain Injury
TD Tekanan darah
TNF Tumor necrosis factor
VL Volume loading
VO2 Total body oxygen consumption
106
BAGIAN IX NILAI NORMAL
HEMATOLOGI - Eritrosit
Pria 4.2 jt- 5.6 jt/ L
Wanita 3.8 - 5.1 jt / L
Anak 3.5 - 5.0 jt / L
HEMATOLOGY - Leukosit
Pria 3.8 - 11 rb / mm 3
HEMOGLOBIN
Hb (Pria) 14 - 18 g/dL
Hb (Wanita) 11 - 16 g/dL
Hb (Anak) 10 - 14 g/dL
Hb (Neonatus) 15 - 25 g/dL
HEMATOKRIT
Hct (Pria) 39 - 54%
Hct (Wanita) 34 - 47%
Hct (Anak) 30 - 42%
MCV 78 - 98 fL
MCH 27 - 35 pg
MCHC 31 - 37%
Neutrofil 50 - 81%
Batang 1 - 5%
Limfosit 14 - 44%
Monosit 2 - 6%
Eosinofil 1 - 5%
basofil 0 - 1%
107
Tanda vital normal pada anak:
PaCO 2
: 35 - 45
HCO 3
: 20 - 24
108
BAGIAN X
RUMUS-RUMUS
+
8. Anion gap (AG) = (Na + K + ) - (Cl - + HCO 3- ) dan perlu
dikoreksi dengan kadar albumin (g/L), yakni Corrected
AG = AG + [0,25 x (44 - albumin)]
-
9. HCO 3
(mEq) = Base deficit X BB (kg) X 0 ,30
109
LAMPIRAN
dapat diberikan
Lepas segera setelah anak telah diresusitasi dan
akses intravena berhasil dipasang
Pendahuluan
110
untuk resusitasi. Di banyak negara anak-anak menjadi
korban trauma perang, kecelakaan lalu lintas atau
dehidrasi berat. Mereka membutuhkan akses intravena
yang baik, agar dapat menyelamatkan nyawa. Dalam
situasi ini akses vena perifer bisa sulit untuk didapatkan
dan alternatif seperti akses vena sentral dapat menjadi
sulit dan / atau berbahaya.
Pengenalan teknik
111
Indikasi
Kontraindikasi
Perlengkapan
1. Disinfektan kulit
2. Anestetik lokal
3. Spuit 5 ml
4. Spuit 50ml
5. Jarum Intraosea atau jarum sumsum tulang
Jamshidi. Ada berbagai ukuran jarum; 14, 16.
Ukuran 14 dan 16G biasanya digunakan untuk
112
anak-anak yang lebih tua dari 18 bulan. Namun
ukuran apapun dapat digunakan untuk segala
usia.
Lokasi
Teknik
Pilihan alat IO
113
secara manual sampai alat dengan alat dorong atau bor.
Sebelum diciptakan produk-produk khusus untuk akses
IO, dulu digunakan jarum spinal dan jarum kupu-kupu
Dalam menggunakan jarum spinal, mutlak perlu
digunakan suatu stylet atau trokar yang bisa dilepas dan
mencegah jarum tersumbat oleh jaringan selama
penempatan awal.
114
Alat-alat ini dimasukkan dengan menggunakan gerak
memutar atau sekrup dengan tekanan cukup untuk
memungkinkan jarum menembus tulang. Baru-baru ini,
telah dikenalkan akses IO generasi baru, di mana tempat
IO bukan hanya di tibia (misal, bisa juga di sternum)
115
dewasa, para peneliti melukiskan penggunaannya juga
pada radius, ulna dan humerus.
Gambar 4 (kiri) & Gambar 5 (kanan)): Injection Gun anak dan dewasa
116
Gambar 6 (kiri) dan Gambar 7 (kanan): Penempatan sistem EZ-IO
pada tibia
Prosedur
117
5. Tekuk lutut dan letakkan karung pasir sebagai
bantalan di belakang lutut.
6. Pegang ekstremitas dengan kuat di atas tempat
insersi, biasanya di tingkat lutut. Jangan
letakkan tangan Anda di belakang tempat
suntikan agar tidak melukai tangan Anda
sendiri.
7. Masukkan jarum IO pada 90 derajat ke kulit
(tegak lurus) dan sedikit caudal (ke arah kaki)
untuk menghindari plat epifisis.
8. Majukan jarum menggunakan gerakan
pengeboran sampai terasa 'kendur ' adalah
merasa - ini terjadi ketika jarum menembus
korteks tulang. Berhenti memasukkan lebih
lanjut.
9. Lepaskan trokar. Konfirmasi posisi yang tepat
dengan mengaspirasi darah menggunakan spuit
5 ml. Jika tidak ada darah dapat disedot jarum
mungkin terhalang dengan sumsum. Untuk
melepas sumbatan jarum, bilas perlahan-lahan
dengan 10 ml normal saline. Periksa bahwa
ekstremitas tidak membengkak dan tidak ada
peningkatan tahanan.
10. Jika tidak berhasil cabut jarum dan coba kaki
yang lain.
118
11. Fiksasi jarum dengan kasa steril dan bebat.
Komplikasi
119
Infus
Kesimpulan
Referensi
120
Alexander J, Guinness M. Mengetik dan penyaringan
darah dari intraosseous akses. Annals of Emergency
Medicine 1992;21:414-7 Annals of Emergency
Medicine 1992; 21:414-7
3. Sawyer RW, Bodai BI, Blaisdell FW, McCourt MM.
Sawyer RW, Bodai BI, Blaisdell FW, McCourt MM. The
current status of intraosseous infusion. Status
intraosseous infus. Journal of American College of
Surgeons 1994;179:353-60 Journal of American
College of Surgeons 1994; 179:353-60
4. Claudet I, Fries F, Bloom MC, Lelong-Tissier MC.
Claudet Aku, Fries M, Bloom MC, Lelong-Tissier MC.
Etude retrospective de 32 cas de perfusion intraosseus.
Etude retrospektif de 32 cas de perfusi intraosseus.
Archives of Paediatrics 1999;6:566-9 Archives of
Pediatri 1999; 6:566-9
5. Nafiu OO, Olumese PE, Gbadegesin RA, Osinusi K.
Intraosseous infusion in an emergency situation: a
case report. Nafiu OO, Olumese PE, Gbadegesin RA,
Osinusi K. Intraosseous infus dalam situasi darurat:
laporan kasus. Annals of Tropical Paediatrics
1997;17:175-7 Annals of Tropical Pediatri 1997;
17:175-7
121
INDEKS
Albumin 35,36,51,55,57,58,59,60,62-68,72-78
AVDO 2
arteriovenous ox ygen difference 18,33,,34
CaO 2
arterial oxygen concentration 7,14
Dextran 72,73,74,78,102
DO 2 oxygen delivery5,6,7,8,14,109
Dobutamin 38,39,45,55,79,81
Dopamin 45,46,55,79,80,81
Epinefrin 13,23,24,29,38,39,40,42,43,45,46,47,48,52,75,79,80,81
122
IGD Instalasi Gawat Darurat 13,19,21,22,85
IL Interleukin 48,56,63
IO Intraosea 113,114,115,116,117
Milrinon 13,23,24,29,38,39,40,42,43,45,46,47,48,52,75,79,80,81
SaO 2
arterial oxygen saturation 6,7,14
SVCO 2
Superior vena cava oxygen saturation 20,21,22