Anda di halaman 1dari 165

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014

RSUD Cileungsi Page 1


Buku Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

RSUD Cileungsi

Edisi 1 Tahun 2014

2014 Komite PPIRS RSUD Cileungsi

Penulis Naskah

Any Sumarni, Amd kep

Desain Sampul

Sri Handayani Wiharjo, SKM

Editor

dr. Halimah Tuhsyadiah

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang memperbanyak, mencetak dan


menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini
dengan cara dan bentuk apapun, juga tanpa seijin
Komite PPIRS RSUD Cileungsi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 2
TIM PENYUSUN

BUKU PEDOMAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RSUD CILEUNGSI

Penasehat : Direktur Utama

Pengarah : Ka.Bid Pelayanan Medik


Ka.Bid Keperawatan
Ka.Bid Umum

Ketua : dr.Halimah Tuhsyadiah


Sekretaris : Sri Handayani Wiharjo,SKM

Anggota : 1. dr. Afrizal, MARS


2. Any Sumarni, Amd. Kep
3. Asep Sudrajat, Amd Kep
4. Nuraisyah, Amd. Ak
5. Ns. Siti Nuroniah, S.Kep
6. Ns. Evlin Gledis, S. Kep
7. Abu Lutfi, Am.kep
8. Andry Sutomo, Amd. Kep
9. Milawati, Amd. Keb

Penulis Naskah : Any Sumarni, Amd kep

Desain Sampul : Sri Handayani Wiharjo, SKM

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberi
petunjuk dan bimbingan kepada kita, sehingga kita dapat menyusun Buku Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSUD Cileungsi. Buku Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian infeksi ini merupakan edisi pertama setelah
berdirinya RSUD Cileungsi. Buku ini digunakan sebagai salah satu acuan dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit

Dalam buku ini memuat petunjuk teknis dan prosedur beberapa tindakan
yang mempunyai resiko infeksi rumah sakit serta cara pencegahan dan
penanggulangannya.

Dengan adanya buku ini diharapkan semua petugas dapat mengetahui serta
melaksanakan setiap kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD
Cileungsi secara efisien dan mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Sebagaimana
halnya suatu standar prosedur maka buku petunjuk teknis ini akan terus mengalami
perbaikan dalam rangka penyempurnaan sesuai perkembangan IPTEK.

Cileungsi, Desember 2014

Komite PPIRS RSUD Cileungsi


Tim Penyusun

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 4
SAMBUTAN DIREKTUR

RSUD CILEUNGSI

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT saya merasa gembira
dan bangga atas usaha dan kerja keras Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) RSUD Cileungsi yang telah menerbitkan Buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) di RSUD
Cileungsi.

Adanya buku pedoman PPI ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi
mutu pelayanan melalui upaya pengendalian infeksi. Saat ini dimana keadaan
ekonomi kita sedang mengalami krisis, dimana biaya kesehatan semakin meningkat.
Di lain pihak, masyarakat menuntut adanya pelayanan kesehatan yang baik,
bermutu dan terjangkau. Dengan pengendalian infeksi di rumah sakit, pasien dapat
terhindar dari infeksi sampingan dan biaya yang harus dikeluarkan baik oleh pasien
maupun pihak rumah sakit dapat ditekan.

Saya berharap agar Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah


Sakit dapat melakukan pemantauan dan memberikan masukan untuk perbaikan
mutu pelayanan di RSUD Cileungsi.

Akhirnya saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua


Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan semua pihak yang telah membantu
penerbitan buku ini.

Cileungsi, Desember 2014

drg. Mike Kaltarina, MARS


NIP : 196407111991032009

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 5
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

BMHP : Bahan Medis Habis Pakai


CDC : Center for Disease Control
CFU : Colony Form Unit
CSSD : Central Sterille Supply Departement
CVC : Central Venous Catheter
CVL : Central Venous Line
DTR : Disinfeksi Tingkat Tinggi
DTS : Disinfeksi Tingkat sedang
DTT : Disinfeki Tingkat Tinggi
HAIs : Hospital Acquired Infection
HBV : Hepatitis B Virus
HCV : Hepatitis C Virus
HEPA : High Efficiency Particulated Air
HICPAC : Healthcare Infection Control Practices Advisory Commitee
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IC : Intra Cutan
ICU : Intensive Care Unit
ICCU : Intensive Cardiac Care Unit
IDO : Infeksi Daerah operasi
IM : Intra Muskuler
IRS : Infeksi Rumah Sakit
ISPA : Infeksi Saluran Napas Atas
IT : Intra Tecal
IV : Intra Vena
IVL : Inta Vena Line
KLB : Kejadian Luar Biasa
MDR : Multi Drug Resistant
MRI : Magnetic Resonance Imaging
MRSA : Multidrug Resistant Staphylococcus Aureus
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPIRS : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
PPP : Profilaksis Pasca Pajanan
RSV : Respiratory Sinctial Virus
SC : Sub Cutan
SPO : Standar Prosedur Operasional
TPS : Tempat Penampungan Sementara
USG : Ultra Sonography
VRE : Vancomisin Resistant Enterococci
WSD Water Sealed Drainage
m Mikrometer = 10 6 m

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................

SAMBUTAN DIREKTUR .........................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
BAB III : SURVEILANS
BAB IV : MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus)
BAB V : TATALAKSANA KEJADIAN LUAR BIASA
BAB VI : KESIAPAN MENGHADAPI PANDEMI PENYAKIT MENULAR
(EMERGING INFECTIONS DISEASES)
BAB VII : MASALAH PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PENYAKIT
INFEKSI REGIONAL
BAB VIII : PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN BAHAN
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
BAB IX : PENYEHATAN AIR
BAB X : PENUTUP

LAMPIRAN LAMPIRAN POSTER ..........................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Rumah Sakit (IRS) atau Healthcare Associated Infection (HAIs)
adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi
saat pasien masuk rumah sakit.
Infeksi Rumah Sakit (IRS) merupakan masalah penting di seluruh
dunia yang terus meningkat merupakan masalah utama bagi semua rumah
sakit. Dampak yang ditimbulkan meningkatkan lama masa rawat, angka
kematian, biaya perawatan dan pengobatan membebani rumah sakit maupun
pasien. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS)
merupakan suatu upaya penting dala meningkatkan mutu pelayanan di rumah
sakit. Hal ini dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif semua personil
rumah sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekarya sampai dengan jajaran direksi. Kegiatan tersebut dilakukan
secara baik dan benar di semua sarana rumah sakit : peralatan medis dan
non medis, ruang perawatan dan prosedur serta lingkungan.
Terjadinya infeksi rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
Banyaknya pasien yang dirawat yang menjadi sumber infeksi bagi
lingkungan dan pasien lainnya.
Interkasi antara petugas, pasien dan pengunjung yang menjadi sumber
infeksi.
Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar bakteri
atau cairan dari tubuh pasien.
Penggunaan alat/peralatan medis yang tercemar oleh bakteri
Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya
Mengingat kegiatan yang penting ini melibatkan berbagai disiplin dan
tingkatan yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit. Prosedur baku yang dituangkan dalam Buku Petunjuk Teknis

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 8
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit ini merupakan prosedur
yang harus dilaksanakan secara maksimal sesuai indikasi.
Diharapkan dengan adanya Buku Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi yang merupakan pelengkap dari Buku Pedoman
Manajerial Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, dapat menjadi rujukan bagi
seluruh petugas kesehatan di RSUD Cileungsi yang memiliki sikap dan
perilaku yang sama dalam mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah
sakit. Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit yang dapat menjamin terlaksananya Patient Safety secara menyeluruh
di RSUD Cileungsi.

B. Dasar Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431)
2. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (
Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437)
3. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara RI Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 5063)
4. Undang-undang RI Nomor 44 Tahun2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 5072)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 9
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165.A./Menkes/SK/X/2004
tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 270/Menkes/2007 tentang
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 382/Menkes/2007 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB).

C. Tujuan
Diperolehnya buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit sehingga rumah sakit dapat melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi sesuai dengan buku yang telah diterbitkan oleh RSUD
Cileungsi.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 10
BAB II

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT

KEWAPADAAN ISOLASI (ISOLATIONS PRECAUTIONS)

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sbagai infeksi berkaitan


dengan pelayanan di fasilitas kesehatan atau Healthcare Infection (HAIs) dan infeksi
yang di dapat dari pekerjaan merupakan masalah penting di seluruh dunia yang
terus meningkat (Alvarado 2000).

A. Perkembangan Kewaspadaan
Kewaspadaan Standar atau Standard Precaution disusun oleh CDC
tahun 1996 dengan menyatukan Universal Precaution (UP) atau Kewaspadaan
terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk mengurangi
resiko infeksi patogen yang berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan
Body Substance Isolations (BSI) atau isolasi terhadap cairan tubuh yang dibuat
1987 untuk mengurangi resiko penularan patogen yang berada dalam bahan yang
berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Pedoman Kewaspadaan Isolasi dan
pencegahan dengan penambahan istilah HAIs (Healthcare Associated Infection)
menggantikan istilah infeksi nosokomial, hyiegene repirasi/ etika batuk, praktek
menyuntik yang aman dan pencegahan infeksi pada prosedur lumbal pungsi.
Kewaspadaan Isolasi dirancang untuk mengurangi resiko terinfeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dair sumber infeksi yang diketahui maupun
yang tidak diketahui.
Kewaspadaan Isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan Standar dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang pasien
tersebut infeksius atau tidak.
Kewaspadaan Transmisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi :
kontak, droplet, airborne.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 11
B. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.


Kategori I meliputi :
1. Kebersihan tangan/hand hygiene
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kacamata
pelindung), face shield (pelindung wajah) dan gaun.
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal pungsi

1. Kebersihan Tangan/Hand hygiene


1.1 Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan
terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan
1.2 Bila tangan ta mpak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan
tubuh, lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptik di air
mengalir
1.3 Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang kotoran
atau cairan tubuh, bersihkan tangan dengan sabun biasa dan air,
kemudian bersihkan dengan handrub berbasis alkohol
1.4 Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :
Sebelum kontak dengan pasien
Setelah kontak dengan pasien
Sebelum tindakan invasif
Setelah kontak dengan cairan tubuh
Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 12
2. Alat Pelindung Diri/APD (sarung tangan, masker, kaca mata
pelindung, pelindung wajah, gaun)
2.1 Sarung tangan
Pakai bila mungkin tekontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukosa membran dan kulit
yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk
membersihkan lingkungan
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum
menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi,
sebelum beralih ke pasien lain.
Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit
yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi
Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien berbeda
ganti sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh
terkontaminasi ke area bersih
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan

2.2 Masker/goggle
Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata,
hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan aktivitas
perawatan pasien yang beresiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi
Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah dan dapat dipakai secara umum untuk petugas
rumah sakit untuk mencegah trnasmisi melalui partikel besar
dari droplet saat kontak erat (< 3m) dari pasien saat batuk/bersin
Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun
pada pasien tidak diduga infeksi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 13
Jangan mengalungkan masker di leher segera lepas setelah
melakukan tindakan selesai.
2.3 Gaun/apron
Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit,
mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama
prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien
Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan
dikerjakan dan perkirakan jumlah cairan yang mungkin akan
dihadapi. Bila gaun tidak tembus cairan, perlu dilapisi apron
tahan cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan infeksius.
Lepaskan gaun segera dan cuci tangan untuk mencegah
transmisi mikroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan
Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik
penting, lepaskan saat akan keluar ruang pasien
Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang
sama
Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko tinggi
seperti ICU, NICU.

2.4 Sepatu pelindung


Sepatu pelindung kaki digunakan jika ada resiko terumpah
cairan, darah, urine, dll
Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke
atas kaki sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup sebaiknya
yang tahan air

2.5 Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga
serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama
pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutupi semua
rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 14
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk
melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
2.6 Peralatan perawatan pasien
Buat aturan dan prosedur untuk menampung transportasi,
peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh
Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal
dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau
sterilisasi
Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dengan benar sehingga kulit dan mukus
membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan
Pastikan perlatan yang telah di pakai untuk pasien infeksius
telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk pasien lain
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan
melalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses
dengan benar
Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.
Peralatan semikritikal didisinfeski atau disteriilisasi. Peralatan
kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan
Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan
detergen
Bila tidak nampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar
(USG,X-Ray) setelah keluar ruangan isolasi
Bersihkan dan disinfeksi yan benar peraltan terapi pernapasan
terutama setelah dipakai pasien infeksi saluran napas
Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik atau manual
dengan detergen tiap setelah makan. Benda disposible di
buang ke tempat sampah

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 15
3. Pengendalian Lingkungan
Pastikan bahwa departemen/unit/ruangan membuat dan melaksanakan
prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan,
tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan ini di monitor.
Untuk memtuskan rantai penularan infeksi, rumah sakit harus mempunyai
disinfektan standar untuk membunuh patogen atau menurunkan
jumlahnya secara fisikal maupun kimiawi, tetapi tidak termasuk spora.
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan permukaan tidak
dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik (sekresi,
ekskresi pasien, kotoran). Pembersihan ditujukan untuk mencegah
aerosolisasi, menurunkan pencemaran lingkungan. ikuti aturan pakai
pabrik cairan disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya.

Disinfektan yang biasa dipakai rumah sakit : Natriumhipoklorit (pemutih),


alkohol, komponen fenol, komponen ammonium quarternary, komponen
peroksida.

Pembersihan area sekitar pasien.


a. Pembersihan permukaan horizontal di sekitar pasien harus dilakukan
secara rutin dan tiap pasien pulang. Untuk mencegah aerosolisasi
patogen yang berasal dari infeksi saluran napas, hindari sapu, lakukan
pembersihan dengan cara basah (kain basah)
b. Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop stelah
dipakai/terkontaminasi
c. Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali setelah
dipakai
d. Mop dicuci dan dikeringkan tiap ahri sebelum d dan disimpan dan
dipakai kembali
e. Untuk mempermudah pembersihan, bebaskan area pasien dari benda-
benda/peralatan yang tidak perlu
f. Jangan melakukan fogging dengan disinfektan karena tidak terbukti
mengendalikan infeksi dan berbahaya untuk lingkungan
g. Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter, HEPA)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 16
h. Jangan memakai karpet

4. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen


4.1 Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah, cairan
tubuh, sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar untuk
mencegah kulit, mukus membran terpapar dan terkontaminsi linen,
sehingga mencegah transfer mikroba ke pasien lain, petugas dan
lingkungan.
4.2 Buang terlebih dahulu kotoran (misal : feses) ketoilet dan masukan
linen dalam kantong linen kotor yang infeksius
4.3 Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien
4.4 Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk hindari kontaminasi
terhadap udara, permukaan dan orang
4.5 Cuci dan keringkan linen sesuai SPO, dengan air panas 70C,
minimal 25 menit
4.6 Bila suhu dipakai < 70C plih zat kimia yang sesuai
4.7 Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu double
4.8 Petugas yang menangani linen harus menggunakan APD

5. Kesehatan Karyawan/Perlindungan Petugas Kesehatan


5.1 Tidak perlu menyarungkan jarum suntik kembali jika tidak
dibutuhkan, jika terpaksa harus menyarungkan jarum suntik kembali
tutup dengan satu tangan
5.2 Segera masukan jarum kedalam safety box setelah penyuntikan
5.3 Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan
tangan, menekuk jarum, mematahkan jarum dari spuit
5.4 Berhati-hati dalam bekerja saat menangani jarum, scalpel alat tajam
lain yang dipakai setelah prosedur, dan saat membersihkan
instrumen dan saat membuang jarum untuk mencegah trauma
5.5 Buang jarum, spuit, pisau, sakalpel dan peralatan benda tajam habis
pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 17
5.6 Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain
pengganti metode resusitasi mulut ke mulut
5.7 Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain
akan menyuntik

6. Penempatan Pasien (isolasi pasien)


6.1 Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau
yang tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol
lingkungan ke dalam ruang rawat yan terpisah
6.2 Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan
petugas PPI
6.3 Cara penempatan pasien sesuai jenis kewaspadaan terhadap
transmisi infeksi

7. Hygiene respirasi/Etika batuk


7.1 Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi
untuk mencegah transmisi patogen dalam droplet dan fomite
terutaman selama musim/KLB virus respiratorik di masyarakat
7.2 Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan
individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik, dimulai dari unit
emergensi
7.3 Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien
rajal atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas
harus menutup mulut dan hidung dengan tissue kemudian
membuangnya dan mencuci tangan
7.4 Sediakan tissue dan wadah untuk limbahnya
7.5 Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang
tunggu pasien rajal atau alkohol handrub
7.6 Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan masker pada pasien
dengan gejala infeksi saluran napas, juga pendampingnya. Anjurkan
untuk duduk berjarak > 1m dari yang lain
7.7 Lakukan sebagai standar praktek

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 18
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang
terinfeksi untuk tranmisi kepada kontak yang tidak terlindungi
Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet nuclei maka etika
batuk harus diterapkan kepaa semua individu dengan gejala gangguan
pada saluran napas
Pasien, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus :
1) Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
2) Memakai tissue, sapu tangan, masker kain/medis bila tersedia, buang
ke tempat sampah
3) Melakukan cuci tangan

Manajemen fasilitas kesehatan/rumah sakit harus mempromosikan


hygiene respirasi/etika batuk :

1) Promosikan kepada semua petugas, pasien, keluarga dengan infeksi


saluran napas dengan demam
2) Edukasi terhadap petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan
pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas dalam
mencegah transmisi penyakit saluran npas
3) Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub,
wastafel, antiseptik, kertas tissue, terutama area tunggu harus
diprioritaskan)

8. Praktek menyuntik yang aman


8.1 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
8.2 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum
atau spuit yang dipakai ulang untuk menagmbil obat dalam vial
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain

9. Praktek lumbal punksi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dala
area spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 19
anestesi spinal dan epidural, myelogram untuk mencegah transmisi
droplet flora orofaring

C. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi
dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan
terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara,
droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Jenis kewasspadaan berdasarka transmisi :
1. Airborne precautions (kewaspadaan penularan lewat udara)
2. Droplet precautions (kewaspadaan penularan lewat droplet)
3. Contact precautions (kewaspadaan penularan lewat kontak)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus)

Transmisi lewat udara (Airborne)

Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui


udara, yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet nuclei, ukuran <
5m) atau partikel debu yang berisi agen infeksi. Organisme yang ditularkan
dengan cara ini dapat menyebar secara luas bersama dengan aliran udara.

Penyakit yang termasuk kategori ini antara lain, varicella, campak. Diperlukan
ventilasi seperti pada isolasi BTA (Basil Tahan Asam); pasien ditempatkan
dalam ruang tersendiri dengan udara negatif (negatif airflow) dengan minimal
6 kali pergantian udara perjam, yang dipantau secara terus menerus. Udara
langsung dibuang ke luar atau dilewatkan penyaringan (filter) partikular udara
dengan efisiensi tinggi bila akan disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus
selalu ditutup. Pasien hanya boleh meninggalkan kamar harus menggunakan
masker.

Alat pelindung yang sesuai harus dikenakan untuk pasien yang didiagnosa
atau diduga tuberkulosis sesuai dengan pedoman yang telah ada untuk
tuberkulosis. Orang termasuk petugas rumah sakit, yang rentan terhadap
penyakit campak (measles) dan cacar air (varicella) dilarang masuk ke
ruangan pasien dengan penyakit tersebut.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 20
Transmisi Lewat Udara
Sebagai tambahan dari Standard precaution, Airborne Precaution digunakan
untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita panyakit serius dengan
penularan melalui percikan halus di udara.
Contoh penyakit :
Campak
Varicella (termasuk Herpes zoster diseminata)
Tuberkulosis
Penempatan pasien :
Tempatkan pasien pada tempat dengan :
Tekanan negatif yang termonitor
Minimal pergantian udara 6 kali setiap jam
Pembuangan (exhaust) udara keluar yang memadai atau
penggunaan filter yang termonitor sebelum udara beredar ke
seluruh rumah sakit
Jagalah agar pintu selalu tertutup dan pasien tetap dalam ruangan
Bila tidak ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam ruangan
dengan pasien lain yang terinfeksi oleh mikroorganisme yang
sama dan tidak ada infeksi lain

Proteksi repirasi :
Gunakan pelindung pernapasan masker N95 pada saat masuk ke dalam
ruangan pasien yang diketahui atau diduga mengidap tuberkulosis, H1N1,
H5N1

Pengangkutan pasien :
Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang
penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang
diperlukan, hindari penyebaran droplet dengan memberikan masker bedah
kepada pasien.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 21
Transmisi lewat droplet

Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari bakteri


patogen yang infeksius. Penularan droplet terjadi bila partikel percikan yang
besar (diameter > 5m) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa
hidung, mulut atau konjungtiva mata dari orang yang rentan.

Droplet (percikan besar) dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk,
bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan napas seperti intubasi atau
bronkoskopi

Penularan melalui droplet/percikan besar berbeda dengan transmisi airborne


karena pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber
dan penerimaan penularan, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama
di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat.

Contoh penyakit yang ditularkan melalui droplet adalah meningitis yang


disebabkan oleh Meningococcus atau pneumonia oleh Pneumococcus yang
resisten terhadap berbagai antibiotika (multidrug resistant = MDR), pertusis,
faringitis, influenza dan parvovirus B 19. Pasien dengan mikroorganisme
penyebab infeksi yang sama atau dengan cara kohort di bangsal umum

Masker harus dipakai, bila seseorang berada dalam jarak 3 kaki dari pasien.
Akan lebih praktis apabila kewajiban memakai masker diberlakukan sejak
seseorang memasuki ruangan pasien. Pasien hanya diperbolehkan
meninggalkan ruangan hanya jika sangat perlu, dan harus memakai masker.

Transmisi Lewat Droplet


Sebagai tambahan dari kewasspadaan standar, droplet precaution
digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit
serius dengan penularan melalui percikan partikel besar.

Contoh penyakit :
Influenza tipe B invasive H, termasuk meningitis, pneumonia dan
sepsis
Meningitis invasive N, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 22
Pneumoniae multidrug resiten invasive S, termasuk meningitis,
pneumonia, sinusitis, dan otitis media

Infeksi bakteri lain pada saluran napas dengan transmisi droplet :


1. Diphteria faring
2. Mycoplasma pneumoniae
3. Pertusis
4. Pneumoniae plague
5. Faringitis dan pneumonia akibat streptococcus dan scarlet fever pada
bayi dan anak-anak

Infeksi virus dengan transmisi droplet, termasuk :


a. Adenovirus
b. Influenza
c. Mumps
d. Parvovirus B19
e. Rubella

Penempatan pasien :
Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi
yang aktif dari organisme yang sama, tetapi tidak ada infeksi lain. Bila ada
kamar tersendiri, tempatkan dalam ruangan secara kohort, dan bila ruang
untuk kohort tidak memungkinkan, buatlah jarak pemisah minimal 3 kaki
antara pasien dengan pasien lain dan pengunjung

Pemakaian masker :
Pemakaian masker bila berada/bekerja dengan jarak kurang dari 3 kaki dari
pasien

Transport Pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak
bila terpaksa memindahkan pasien, gunakan masker pada pasien.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 23
Transmisi Lewat Kontak

Kewaspadaan ini ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga


menderita penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan melalui
kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit yang terjadi
selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung (persinggungan) dengan
benda di lingkungan pasien.

Pasien harus ditempatkan diruang tersendiri. Bila tidak tersedia, dapat


dengan kohort (bangsal umum)

Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada


kewaspadaan standar terhadap kontak dengan darah dan cairan tubuh. Pada
contact precaution ini sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan
yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (misalnya tinja,
sputum, cairan muntahan atau cairan luka). Sarung tangan harus dibuka
sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan
bahan pencuci antiseptik. Apron yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila
diduga terjadi kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat
menahan buang air besar (inkontinensia) atau bila ada luka basah yang tidak
dapat ditahan dengan pembalut; apron harus dilepas sebelum meninggalkan
ruangan

Contoh penyakit/keadaan yang memerlukan contact precautions adalah


infeksi atau kolonisasi bakteri MDR seperti Methicillin Resistant
Staphylococcus Aureus (MRSA), kolitis yang disebabkan oleh Clostridium
difficile, Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada anak, infeksi kulit dengan
scabies, impetigo, herpes zoster diseminata dan viral hermorrhagic fever
(Lassa fever atau virus Marburg)

Varicella yang diseminata merupakan contoh yang memerlukan dua macam


kewaspadaan berdasarkan cara penularannya, yaitu airborne dan contact
precaution

Kebijaksanaan mengenai isolasi khusus terhadap mikroorganisme seperti


Vancomycin Resistant Enterococci (VRE) dan Clostridium difficile mencakup
kewaspadaan terhadap semua bentuk kontak dengan pasien, peralatan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 24
sekitar tempat tidur pasien dan lingkungan dekat pasien. Penekanan khusus
pada pemakaian peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien dan
menghindari pemakaian alat secara bersama. Menjaga kebersihan sekitar
pasien juga merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Transmisi Lewat Kontak


Sebagai tambahan dari kewaspadaan standar, contact precautions
digunakan untuk pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
serius yang mudah menular melalui kontak pasien atau kontak dengan
sesuatu di lingkungan pasien

Contohnya :
MRSA
Infeksi gastrointestinal, repirasi, kulit atau luka atau kolonisasi bakteri
MDR sesuai keputusan program pemberantasan.
Infeksi enterik dengan dosis infeksi rendah atau berkepanjangan
termasuk :
a. Clostridium difficile
b. Enterohaemorrhage E. Coli (EHEC), Shigella, Hepatitis A atau
Rotavirus pada pasien incontinensia
RSV, para influenza virus, atau infeksi enterovital pada bayi dan anak-
anak
Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bisa timbul pada kulit
kering, termasuk :
a. Diphteria (kulit)
b. Herpes Simplex (neonatus atau mucocutaneus)
c. Impetigo
d. Abses besar, selulitis atau dekubitus
e. Pediculosis
f. Scabies
g. Furunkulosis yang disebabkan oleh staphylococcus pada bayi dan
anak-anak
h. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 25
i. Herpes zoster (diseminata atau pasien immunokompromisse)
Konjungtivitis hemoragik akibat virus
Lassa fever atau virus marburg

Penempatan pasien :
Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi
yang aktif dari mikroorganisme yang sama tetapi tanpa infeksi lain. Bila ada
kamar tersendiri tidak tersedia tempatkan dalam ruangan secara kohort

Sarung tangan dan kebersihan tangan :


Pakailah sarung tangan ketika melakukan tindakan langsung dengan pasien,
kontak dengan cairan tubuh dan tindakan invasif. Lepaskan segera setelah
selesai tindakan, buang ke tempat sampah infeksius kemudian lakukan
kebersihan tangan dengan sabun antiseptik dan air yang mengalir

Pemakaian gaun :
Gaun digunakan saat melakukan tindakan : seperti merawat luka,
memandikan pasien dengan MRSA kolonisasi di ketiak (+), peawatan
kolostomi dll.

Transport pasien :
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila
terpaksa harus memindahkan keluar kamar, usahakan tetap melaksanakan
kewaspadaan standar

Perawatan lingkungan :
Lakukan perawatan terhadap peralatan disekitar tempat tidur pasien (tempat
tidur, meja, dinding, tiang infus, lemari pasien) dan permukaan lain yang
sering tersentuh dibersihkan setiap hari dengan disinfektan

Peralatan perawatan pasien :


Peralatan seperti stetoskop, tensimeter, termometer rektal masing-masing
satu untuk satu atausekelompok pasien kohort, hindari pemakaian bersama.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 26
Bila pemakaian bersama tidak dapat dihindari, peralatan tersebut harus
selalu dibersihkan dan didisinfektan sebelum dipakai untuk satu atau
sekelompok pasien lain.

TABEL 1 JENIS DAN LAMA SIOLASI UNTUK PATOGEN TERTENTU

JENIS INFEKSI TRANSMISI LAMA ISOLASI


Varicella-zoster Airborne/kontak Sampai semua lesi menjadi
(chickenpox) krusta
Varicella-zoster virus Airborne/kontak/ Selama masa sakit
immunokompromise
Virus measles Airborne 4 hari setelah timbulnya bercak
atau selama masa sakit untuk
pasien yang
immunokompromise
Mycobacterium Airborne Sampai hasil 3 kali BTA nya
tuberculosis negatif
Bordetella pertusis Droplet 5 hari setelah awal terapi
Adenovirus Droplet Selama masa sakit
Influenza virus Droplet Selama masa sakit
Parvovirus Droplet
Neisseria Droplet 24 jam setelah awal terapi
meningitidis
Streptococcus group Droplet 24 jam setelah awal terapi
A (faringitis,
pneumonia, scarlet)
RSV Kontak Selama masa sakit
Parainfluenza virus Kontak Selama masa sakit
Rotavirus Kontak Selama masa sakit
MRSA Kontak Selama masa 24 jam setelah
awal terapi
VRE Kontak Selama masa perawatan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 27
CATATAN :
Disetiap pintu masuk kamar pasien harus tersedia Alat Pelindung Diri
(APD) yaitu : masker, sarung tangan , abju pelindung (apron), topi
Harus tersedia wastafel dengan air mengalir, sabun antiseptik, tissue,
handrub berbasis alkohol, tempat sampah infeksius dan non infeksius
Tersedia poster isolasi (kontak, droplet, dan airborne), poster
menggunanakan dan melaepas APD, sesuai kebutuhan di deoan

D. Kewaspadaan dengan Pendekatan Sindromik dan Kewaspadaan terhadap


Organisme Khusus
Untuk beberapa penyakit dengan etiologi virus atau bakteri dimana diagnosa
belum atau tidak dapat ditegakkan karena keterbatasan fasilitas penunjang
diagnostik, selain kewaspadaan standar diperlukan pendekatan berbasis
sindrom penyakit untuk menentukan jenis kewaspadaan yang paling sesuai
untuk mencegah penularan
yang tetap terjadi.(Tabel 4). Jenis etiologi penyebab perlu disesuaikan dengan
epidemiologi penyakit di masing-masing daerah.

SINDROM KONDISI KLINIK YANG SECARA EMPIRIK MEMERLUKAN


KEWASPADAAN TAMBAHAN
TABEL 2
Sindrom / kondisi Klinik Penyebab Potensial Kewaspadaan
Empiris
Diare :
1. Diare akut dengan kemungkinan infeksi Enterik Patogen Kontak
pada pasien inkontinensia
2. Diare pada dewasa dengan riwayat Clostridium difficile Kontak
pemakaian antibiotik broad spectrum atau
jangka lama.
Meningitis :
Rash atau eksantem umum dengan etiologi tak
diketahui :
1. Petechiae/echymosis dengan demam Neisseria meningitis Droplet
2. Vesikuler Varicella Airborne/kontak
3. Makulopapular dengan pilek dan demam Rubella (measles) Airborne

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 28
Sindrom / kondisi Klinik Penyebab Potensial Kewaspadaan
Empiris
Infeksi Respirasi :
1. Batuk/demam/infiltrat lobus atas paru pada M. Tuberculosis Airborne
pasien HIV negatif atau pasien dengan
resiko HIV yang kecil.
2. Batuk//demam/infiltrat paru di lokasi M. Tuberculosis Airborne
manapun pada pasien HIV positif atau
pasien dengan resiko tinggi terinfeksi HIV
3. Batuk paroksismal atau yang menetap Bordetella pertusis Droplet
selama periode pertusis
4. Infeksi respirasi terutama bronkhitis dan RSV atau Droplet
croup pada bayi dan anak-anak parainfluenza virus
Resiko mikroorganisme yang multidrug
resisten :
1. Riwayat infeksi atau kolonisasi dengan Bakteri MDR Kontak
bakteri MDR
2. Infeksi kulit luka atau infeksi saluran kemih Bakteri MDR Kontak
pada penderita yang baru masuk rumah
sakit atau tempat perawatan lain dengan
khusus MDR tinggi
Infeksi pada kulit atau luka :
Abses atau luka yang tidak bisa ditutup Staphyilococcus Kontak
aureus Group A, Kontak
Streptococcus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 29
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 30
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 31
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 32
KEBERSIHAN TANGAN

Kebersihan Tangan Sosial


mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-sama seluruh
kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas di bawah aliran
air. (Larsan, 1995)

Kebersihan Tangan Aseptik/Antiseptik


Mencuci tangan aseptik/antiseptik adalah proses yang secara mekanik melepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggosok air dan sabun antiseptik
yang mengandung chlorhexidine di aplikasikan ke seluruh kulit permukaan tangan
dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas dibawah aliran air, untuk menghambat
dan membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan
penghuni tetap)

Handrub Antiseptik Berbasis Alkohol Tanpa Air


Antiseptik handrub bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air.
Dengan komposisi mengandung alkohol 60 90 % suatu emolient dan seringkali
antiseptik tambahan (misalnya : chlorhexidine glukonat 2-4 %) yang memiliki aksi
residual (Larson et al. 2001)

Petugas yang harus melakukan kebersihan tangan :


Perawat Terapis Mahasiswa
Bidan Teknisi Cleaning service
Dokter Petugas Laboratorium pengunjung
POS/Pekarya Petugas Gizi Keluarga pasien, dll

Tujuan Kebersihan Tangan :


1. Meminimalkan dan menghilangkan mikroorganisme
2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien ke pasien lain, dari petugas
ke pasien, alat-alat kesehatan, dan lingkungan.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 33
Lima indikasi melakukan kebersihan tangan :

1. Sebelum kontak dengan pasien (menyentuh tubuh pasien, baju atau pakaian,
mengukur tanda-tanda vital)
2. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik (tindakan tranfusi,
perawatan luka, kateter urine, suctioning, perawatan daerah pemasangan
katetr intravena, pemberian obat (IV, IM, IC, IT, SC))
3. Sebelum dan sesudah tindakan invasif (pemasangan vena central, vena
perifer, kateter urine, pemasangan kateter arteri, tindakan intubasi
endotrchea, pemasangan WSD, Lumbal pungsi, dll)
4. Sebelum dan sesudah kontak dengan cairan tubuh (muntah, darah, nanah,
urine, feses, produksi darin, dll)
5. Setelah meninggalkan lingkungan/ruangan pasien (menyentuh tempat tidur
pasien, linen, yang terpasang di tempat tidur pasien, alat-alat di sekitar
pasien, atau peralatan lain yang digunakan pasien, kertas/lembar untuk
menulis yang ada disekitar pasien, meja pasien, status pasien, tiang infus,
alat-alat monitor)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 34
CATATAN PENTING :
Kapan kita pakai handrubs?
Keadaan emergency dimana fasilitas cuci tangan sulit di jangkau
Fasilitas cuci tangan tidak adekuat
Saat ronde di ruangan yang memerlukan disinfektan
Di antara tindakan keperawatan
Dipergunakan jika tangan tidak terkena noda/cairan tubuh pasien, tangan harus di
cuci dengan sabun antiseptik segera setelah melepaskan sarung tangan, karena
pada saat tersebut mungkin sarung tangan adda lubang kecil atau robek, sehingga
bakteri dengan cepat berkembang biak pada tangan akibat lingkungan yang lembab
dan hangat di sarung tangan (CDC, 1989, korniewicz. et al. 1990)

Petugas harus memperhatikan :


Jaga kuku tetap pendek
Hindari pemakaian cat kuku dan kuku palsu
Hindari pemakaian cincin dan gelang

Kebersihan tangan dengan berbasis alkohol dilakukan ketika secara kasat mata
tangan tidak terlihat kotor, diantara tindakan, saat ronde :
Menggosokan tangan dengan larutan berbasis alkohol, non iritatif 100 ml
alkohol 70% plus 1-2 ml gliserin plus pewangi
Formula disinfektan (WHO) :
Etanol 96 % ................................................................. 833.3 ml
Hydrogen peroksida 3% ................................................................. 1.7 ml
Gliserol 98% ................................................................. 14.5 ml
Isopropil alkohol 99.8% ................................................................. 751.5 ml
Hidrogren peroksida 3% .................................................................. 41.7 ml
Gliserol 98% .................................................................. 14.5 ml
Tambahkan formula tersebut dengan air destilasi/rebusan/dingin sampai mencapai
1000 ml. Campur hingga homogen.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 35
E. Perawatan Pasien Dalam Isolasi

Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi
(bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung

Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai
dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya
berpengalaman di dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.

Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai


petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari pasien ke
petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.

Perawatan pasien diruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam
menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal
ini dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental
yang berubah-ubah atau orang lanjut usia

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi,


petugas kesehatanperlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

1. Persiapan dan Pemeliharaan Ruang Isolasi


1.1 Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda
peringatan pada pintu.
1.2 Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua
petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus
mengisi lembar catatan tersebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut,
tersedia data yang dibutuhkan.
1.3 Pastikan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang
isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran
tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam maupun

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 36
sekelilingnya.
1.4 Kumpulkan linen seperlunya.
1.5 Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan
yang cukup.
1.6 Sediakan kantong sampah yang sesuai dalam tempat sampah yang
dioperasikan oleh kaki dalam ruangan.
1.7 Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi.
Letakkan tempat air minum dan cangkir, tissue dan semua barang
untuk kebersihan pribadi berada dalam jangkauaan pasien.
1.8 Sediakan peralatan yang diperlukan tersendiri untuk masing-masing
pasien seperi stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena
keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain
maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan didisinfeksi
sebelum digunakan. untuk menyimpan
1.9 Di luar pintu masuk isolasi (diruang ganti) sediakan tempat (rak,troli,
lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk
meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tersedia.
1.10 Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai
untuk setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang.
Sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit, langsung kirim
peralatan bekas pakai tersebut ke instalasi sterilisasi pusat atau
dekontaminasi terlebih dahulu diruangan khusus sebelum dikirim.
1.11 Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeski
yang dibutuhkan di dalam ruangan pasien
1.12 Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi
semua permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja
pasien, kaki tempat tidur dan lantai telah dibersihkan dan
didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0.5 % dan atau alkohol 70% dapat
digunakan sebagai disinfektan
1.13 Masukan linen bekas pakai ke dalam kantong linen ketika di dalam
ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah diluar
ruangan. Kirim segera ke unit pencucian (laundry) dan tangani
sebagai linen yang kotor atau terkontaminasi.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 37
1.14 Buang semua sampah ke dalamkantong sampah infeksius ketika di
dalam ruangan. Ketika sampah akan dibuang, diluar ruangan
masukkan kantong tersebut ke dalam kantong lain dan kemudian
tangani sebagai sampah infeksius.
1.15 Bersihkan dan disinfeksi urinal dan bedpan sebelum digunakan
untuk pasien lain.
1.16 Hindari penggunaan disinfektan semprotan
1.17 Bersihkan semua peraltan kebersihan (mop/lap) setelah setiap
dipergunakan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke
laundry untuk dicuci dengan air panas
1.18 Jika mungkin, yakinlah arah aliran udara pendingin (AC) berasal
dari luar ruangan (koridor) ke dalam ruangan (tekanan negatif).
1.19 Bersihkan peralatan makan dalm air sabun panas.

2. Memasuki Ruangan
2.1 Di ruang anteroom harus tersedia APD yang berisi : topi, masker,
apron, sarung tangan, dan sepatu pelindung, wastafel dengan air
mengalir, sabun antiseptik, handrub, paper towel (tissue), poster
APD dan kebersihan tangan.
2.2 Siapkan semua peralatan yag dibutuhkan
2.3 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrubs berbasis
alkohol.
2.4 Memakai APD, dengan urutan sebagai berikut : pelindung kaki,
gaun pelindung dan topi, masker, kaca mata atau pelindung wajah
dan sarung tangan.
2.5 Masuk ruangan dan tutup pintu.

3. Meninggalkan Ruangan
3.1 Kecuali masker, lepaskan APD di pintu ruang anteroom, masker
dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup
pintunya
3.2 Urutan melepas APD :
1) Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tempat sampah

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 38
infeksius, lakukan kebersihan tangan.
2) Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan ke dalam wadah
peralatan bekas pakai, lakukan kebersihan tangan.
3) Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukan ke
dalam tempat cucian, lakukan kebersihan tangan
4) Masker: dengan tidak memegang bagian luar, lakukan
kebersihan tangan.
5) Pelindung kaki setelah itu lakukan kebersihan tangan.

CATATAN : di tulis di pintu keluar ruangan.

3.3 Cuci tangan dengan air mengalir atau digunakan handrubs berbasis
alkohol.
3.4 Tinggalkan ruangan.
3.5 Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di
belakang telinga, jangan memegang bagian depan masker
3.6 Setelah ke luar ruangan, gunakan kembali handrubs berbasis
alkohol atau cuci tangan dengan air mengalir
3.7 Sebelum meninggalkan ruangan petugas mandi di kamar mandi
dengan menggunakan shower yang disediakan di ruang ganti dan
menggunankan pakaian dari rumah.

Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi


Harus dihindari transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien
inap. Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh , sekresi dan ekskresi dari selur
pasien untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi.
2. Lakukan kebersihan tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Lakukan kebersihan tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh ba
infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh se
barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 39
sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan
disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan kontainer pasien lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan di
disinfeksi dengan benar antar pasien.

F. PEMROSESAN PERALATAN PASIEN


Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah dengan
melaksanakan setiap proses pencegahan infeksi yang di anjurkan. Proses
pencegahan infeksi dasar yang di anjurkan untuk mengurangi penularan
penyakit dari instrument yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang
habis pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan,
sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.

PERHATIAN :
1. Formaldehid alkohol tidak dianjurkan sebagai sterilan kimia atau DTT karena
bersifat iritasi dan toksik.
2. Fenol 3% dan oidofor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat mematikan
spora bacteria, M. Tuberculosis (MTB) dan jamur.
3. Isopropil alkohol tidak boleh untuk DTT karena tidak bisa mematikan spora
bakteria dan virus hidrofilik.
4. Waktu paparan untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi > 12 menit.
5. Jangan melakukan disinfeksi fogging atau pengasapan di area perawatan
dan kamar operasi.
6. Petugas yang melakukan dekontaminasi alat harus selalu menggunakan alat
pelindung diri (APD) seperti masker, apron lengan panjang, sarung tangan
panjang, jika diperlukan dapat memakai kacamata (goggle)

TIGA TINGKAT PROSES DISINFEKSI

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 40
I. DISINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) :
Mematikan bakteri dalam waktu 20-12 jam, akan mematikan semua mikroba
kecuali sebagian kecil spora bakteri.
II. DISINFEKSI TINGKAT SEDANG (DTS) :
Dapat mematikan bakteria vegetatif termasuk Mycobacteria, hampir semua
virus, hampir semua jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria.
III. DISINFEKSI TINGKAT RENDAH (DTR) :
Dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif, beberapa jamur, beberapa
virus dalam waktu < 10 menit.

G. DEKONTAMINASI
Pengertian
1. Prabilas (precleaning)
Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas
sebelum dibersihkan, misal : mengurangi jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi, menginaktivasi virus HBV, HCV, dan HIV
2. Pembersihan :
Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani obyek tersebut. Proses ini terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau secara enzimatik,
membilas dengan air bersih dan mengeringkan.
3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT):
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, jamur dan
parasit) termasuk endospora bakteri dari benda mati dengan mesin
sterilisator suhu tinggi yaitu uap tekanan tinggi (otoklaf) dan panas kering
(oven) atau dengan mesin sterilisator suhu rendah (plasma dan etilen
oksida), sterilan kimiawi atau radiasi.

Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor memrlukan penanganan dan
pemrosesan khusus agar :
1. Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau
cairan tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah tangga.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 41
2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau
benda lain yang steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi (DTT)).

Persyaratan :
1. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan sanitasi
80C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan memasak 80C
dalam waktu 1 menit.
2. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun
orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam
waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh kesadahan air atau
keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada.
3. Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
4. Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang
operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan bakteri pada lantai dan dinding
0-5 CFU/cm, bebas mikroorganisme patogen dan gas gangren. Untuk
ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang ICU/ICCU, kamar bayi,
kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar dan laundry) sebesar 5-10
CFU/m
5. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik
dengan pemanasan pada suhu 121C selama 30 menit atau pada suhu
134 selama 13 menit dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat
sterilisasi yang digunakan.
6. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan.
7. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan menguasai
prosedur sterlisasi yang ada
8. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus
bebas dari mikroorganisme hidup.

Kebijakan sentralisasi pelayanan sterilisasi


Sebagai salah satu upaya dalam penurunan angka infeksi di rumah sakit dan
mengoptimalkan fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat/CSSD, diperlukan pelayanan
sterilisasi yang tersentralisasi.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 42
Tujuan :
a. Efisiensi dan efektifitas pelayanan sterilisasi
b. Standarisasi pelayanan sterilisasi
c. Jaminan mutu pelayanan sterilisasi

Pelaksanaan pelayanan sterilasasi :


Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) merupakan unit kerja di rumah sakit yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan proses pelayanan sterilisasi di
mulai dari proses pencucian, dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, labeling,
proses sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian barang steril serta
pengawasan mutu.
Pelayanan sterilisasi dilaksanakan secara sentralisasi oleh Instalasi Sterilisasi
Pusat/CSSD namun dapat juga dilaksanakan oleh unit kerja dalam bentuk
Satelit CSSD yang penyelenggaraannya dibawah Koordinasi dan Pengawasan
Instalasi Sterilisasi Pusat dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Tersedia ruangan satelit CSSD yang memenuhi standar :
a. Area unclean : tekanan negatif AC dan HEPA filter
b. Area clean : tekanan positif AC dan HEPA filter
c. Area steril : tekanan positif AC dan HEPA filter
d. Area umum : gudang penyimpanan BMHP
2. Tersedia sarana dan prasarana standar minimal untuk pelayanan sterilisasi
:
a. Mesin sterilisator suhu tinggi dan suhu rendah kapasitas kecil
b. Peralatan penunjang dekontaminasi
c. Peralatan penunjang untuk pengemasan dan labeling
d. Peralatan penunjang untuk penyimpanan barang steril
e. Peralatan penunjang lainnya
3. SDM dengan kompetensi khusus di bidang pelayanan sterilisasi
4. Aktivitas sentralisasi di CSSD :
a. Menyediakan/produk barang medis habis pakai steril (single-use)
b. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai (re-use)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 43
Aktivitas desentralisasi di satelit CSSD :
1. Melakukan proses sterilisasi barang medis ulang pakai untuk :
a. Barang / alat yang spesifik
b. Barang / alat yang dibutuhkan segera
c. Barang / alat dengan persediaan terbatas
2. Melakukan proses penyimpanan barang steril sebelum digunakan ke pasien

Kebijakan tentang BAHAN STERIL SEKALI PAKAI (single- use) dan


ULANG PAKAI (re-use)
Dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, dibutuhkan barang medis/alat
kesehatan yang habis pakai dan barang medis/alat kesehatan yang dapat di
ulang pakai (re-use) atau dapat digunakan kembali setelah dilakukan proses
pembersihan, dekontaminasi, dan proses steril dengan tujuan :
a. Mengurangi resiko infeksi
b. Memelihara efektifitas
c. Mengurangi biaya pasien
d. Menjamin mutu

Semua peralatan yang di ulang pakai harus memenuhi persyaratan


berikut :
a. Ada referensi atau rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan
b. Rekomendasi dari pihak penyediaan dengan sertifikat
c. Penyedia harus merekomendasi berapa kali alat dapat di ulang

Pengelompokan barang medis/alat kesehatan steril :


1. Barang medis/alat kesehatan steril disposible yang diproduksi oleh pabrik
tertentu. Disediakan untuk sekali pakai, tidak diproses ulang kecuali ada
rekomendasi dari pihak yang memproduksi alat kesehatan tersebut.
Contoh : spuit disposible steril, sarung tangan steril, barang/alat kesehatan
disposible lainnya.
2. Barang medis habis pakai steril produksi CSSD
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disediakan untuk sekali pakai
oleh CSSD, tidak di proses ulang

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 44
3. Barang medis/alat kesehatan steril yang dapat di pakai ulang
Adalah barang medis/alat kesehatan steril, bila sudah dipakai dapat di
proses ulang menjadi barang medis/alat kesehatan steril.
Contoh : instrumen steril, linen steril, barang/bahan lain yang terbuat dari
kaca, plastik, silikon dan karet.

Kebijakan :
1. Barang medis/alat kesehatan steril sekali pakai (single-use)
Adalah barang medis/alat kesehatan steril disposible produksi oleh pabrik
tertentu, disediakan untuk sekali pakai dan tidak boleh diproses ulang
kecuali :
a. Ada rekomendasi dari pabrik yang memproduksi alat kesehatan tersebut
untuk difungsikan sebagai barang ulang pakai
b. Barang yang terbuat dari bahan yang tahan untuk di pakai ulang, perlu
dilakukan pencatatan agar bisa mendeteksi sudah berapakali di pakai-
ulang.
2. Barang medis habis pakai steril
Adalah barang medis habis pakai yang di produksi steril oleh Instalasi
Sterilisasi Pusat (CSSD) digunakan hanya satu kali pakai dalam kemasan
tertentu.
3. Barang medis steril yang dapat digunakan kembali atau ulang pakai
Adalah barang steril yang bilamana sudah di pakai oleh pasien dapat
digunakan kembali setelah dilakukn proses pembersihan, dekontaminasi,
pengemasan, dan proses steril
4. Barang medis/alat kesehatan steril, tidak boleh dipakai apabila:
a. Kemasan sudah dibuka atau terbuka
b. Barang steril yang masih tersisa dalam kemasan yang sudah terbuka
c. Tanggal kadaluarsa sudah lewat
5. Proses ulang untuk barang medis/alat kesehatan yang dapat di pakai ulang,
penggunaan kembali tergantung dari jenis bahan dari barang medis/alat
dan kondisinya tidak rusak
6. Pengawasan terhadap pemakaian kembali barang/alat kesehatan yang
dapat diproses ulang harus dilakukan secara rutin :

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 45
a. Seleksi kelayakan untuk dilakukan ulang pakai (uji visual)
b. Pencatatan agar dapat mendeteksi berapakali barang tersebut dilakukan
ulang pakai
7. Pengumpulan data, analisis data dan penggunaan data mengenai
penggunaan barang medis/alat kesehatan yang dapat digunakan kembali
atau ulang pakai yang terkait dengan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan tanggung jawab semua Unit Kerja yang terkait dengan
pelayanan.

Metode Sterilisasi
1. Sterilisasi dengan Menggunakan Panas :
1.1 Sterilisasi Uap Panas (Otoklaf)
Cara ini biasanya digunakan di rumah sakit karena terbukti uap panas
dengan tekanan tinggi dapat menghilangkan spora bakteri yang paling
resisten sekalipun secara efektif dalam waktu singkat. Mekanisme
secara umum adalah mengeluarkan seluruh udara dari bahan/alat yang
disterilkan dengan otoklaf sehingga terjadi campuran uap yang
seragam dan mengurangi kemungkinan adanya daerah dingin dalam
otoklaf. Mekanisme ini mencakup gravity displacement, mass flow
dilution, pressure pulsing, high vaccum, dan pressure pulsing dengan
gravity displacement. Faktor lain yang penting adalah udara kedap,
tekanan atmosfir, kualitas udara.
1.2 Sterilisasi Panas (Oven/dry Heat)
Pemanasan dengan oven biasa digunakan untuk sterilisasi gelas,
instrumen, benda tajam dan instrumen bedah mata. Keunggulan
penggunaan panas dibandingkan sterilisasi uap adalah kemungkinan
korosi yang rendah dan penetrasi yang dalam. Tetapi, proses
pemanasan ini lambat, diperlukan waktu satu atau dua jam pada suhu
160C. Bahan dan alat dapat menjadi rusak akibat pemanasan yang
lama dengan suhu tinggi.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 46
2. Sterilisasi Suhu Rendah
2.1 Sterilisasi dengan Etilen Oksida (ETO)
Sterilisasi menggunakan etilen oksida efektif unttuk membunuh spora.
Bahan ini mudah menguap dan baik unttuk penetrasi, tetapi bahan ini
mudah meledak dan terbakar. ETO adalah campuran gas yang paling
efisien dan bisa penetrasi kateter lumen yang sangat kecil, namun
mempunyai kelemahan karena sifatnya yang karsinogenik.
2.2 Sterilisasi dengan Plasma/Teknologi Baru dalam Sterilisasi dengan
Suhu Rendah.
Suhu rendah, teknik dan prosedur baru seperti bedah mikro, bedah
laser, bedah ultrasonik dan bedah endoskopi atau laparoskopi yang
menggunakan peka dan mahal, biasanya sensitif terhadap panas.
Untuk itu diperlukan cara sterilisasi yang mencakup hal-hal berikut ini :
a. Kurang dari 60C
b. Efisiensi tinggi, dapat membunuh virus, bakteri TB, jamur dan spora
c. Aktivitas cepat, mampu menembus bahan peralatan medis biasa
dan masuk ke bagian dalam instrumen alat
d. Kompatibilitas bahan
Tidak merubah bentuk maupun fungsi alat-alat bahkan setelah
digunakan ulang
e. Non toksik
f. Tahan bahan organik tanpa kehilangan efektifitas
g. Adaptasi
Cocok digunakan pada instalasi kecil maupun besar
h. Kemampuan monitor
Mudah dimonitor dengan akurat secara fisik, kimia maupun biologi
i. Murah
Harga yang pantas untuk instalasi dan prosedur rutin
j. Sterilisasi plasma hidrogen peroksida dan vapour-phase
hidrogenperoksida (VHP), siklus sterlisasi lebih pendek daripada
dengan menggunakan ETO, yaitu angka 30-45 menit untuk VHP
dan 75 menit sampai 4 jam untuk plasma. Bahanbahan ini juga
ideal untuk alat-alat yang sensitif terhadap panas dan kelembaban,
selain itu ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 47
Tatalaksana :

1. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi dan


disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya
2. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui
persiapan, meliputi :
2.1 Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai
Penataan - Pengemasan - Pelabelan - Sterilisasi
2.2 Persiapan sterilisasi instrumen baru
Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan)
Pelabelan - Sterilisasi
2.3 Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama
Disinfeksi Pencucian (dekontaminasi) Pengeringan (pelipatan bila
perlu) Penataan Pelabelan Sterilisasi
3. Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi
3.1 Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang
dimasukan kedalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui
saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum digunakan
3.2 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi,
pipa endotrakeal harus disterilisasi/di disinfeksi dahulu sebelum
digunakan
3.3 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan tubuh, darah
atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril sebelum dipergunakan
4. Semua benda atau alat yang akan disterilkan/di disinfeksi harus terlebih
dahulu dibersihkan secara bersama untuk menghilangkan semua bahan
organik ( darah dan jaringan tubuh ) dan sisa bahan linennya.
5. Sterlisasi (132C) selama 3 menit pada gravity displacement steam
sterilizer, tidak dianjurkan untuk peralatan implant
6. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya akibat dibersihkan, disterilisasi
atau di disinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh karena itu hindari
proses ulang yang dapat mengakibatkan terganggunya keamanan dan
efektifitas peralatan.
7. Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang tidak tahan
terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan seperti

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 48
kemasannya rusak atau berlubang, bahan yang mudah robek dan
sebagainya.
8. Peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat (lemari)
khusus setelah dikemas steril dan diletakkan pada :
8.1. Ruangan dengan suhu 18C sampai 22C dan kelembapan 35%-
75%. Ventilisasi menggunakan sistem tekanan positif dengan
efisiensi partikuler antara 90%-95% (untuk partikuler 0,5 m)
8.2. Dinding ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan mudah
dibersihkan.
8.3. Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm - 24 cm dari lantai dan
tinggi barang minimum 45 cm dari langit-langit dan berjarak 5 cm dari
dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penempelan
debu kemasan.
9. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk pabrik dan harus dikalibrasi minimal satu kali satu
tahun.
10. Jalur masuk ke ruangan untuk peralatan operasi yang telah disteril harus
terpisah dengan peralatan yang telah dipakai.
11. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan
medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja pelayanan medis
dan penunjang medis.

H. PENATALAKSANAAN LINEN
Prinsip Umum :
1. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukan ke dalam kantong
atau wadah yang tidak rusak saat di angkut.
2. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan
3. Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas
dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung dimasukan ke dalam
kantong linen di kamar pasien
4. Bersihkan kontaminasi bahan padat (misal : feses) dari linen yang sangat
kotor (menggunakan APD yang sesuai) dan buang limbah padat tersebut ke
dalam toilet sebelum linen dimasukan ke kantong cucian.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 49
5. Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk
mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang
disekitarnya.
6. Jangan memilah linen di tempat perawatan pasien, masukan linen yang
terkontaminasi langsung ke kantong cucian.
7. Minimal memanipulasi atau mengibas-ibaskan linen untuk menghindari
terbentuknya aerosol, kontaminasi udara dan orang.
8. Tidak diperbolehkan meletakkan linen kotor pasien di lantai.

PERHATIAN :
A. Angkut linen kotor dengan hati-hati
B. Angkut linen kotor dan bersih di dalam troli yang tertutup
C. Pisahkan troli pengangkutan linen bersih dan linen kotor, gunakan warna troli
yang berbeda
D. Lakukan dekontaminasi atau pembersihan troli setiap hari
E. Tidak perlu menggunakan APD pada saat mengantar linen ke unit laundry
F. Gunakan APD (masker, sarung tangan, dan apron) saat pemilahan dan
penghitungan linen kotor
G. Harus selalu melakukan kebersihan tangan setelah dan sesudah menyentuh
linen juga setelah melepaskan sarung tangan

I. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pengertian
1.1 Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
1.2 Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non medis.
1.3 Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah :
infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksik, kimiawi, radioaktif,
kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi.
1.4 Limbah padat non medis adalha limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 50
perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
1.5 Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
1.6 Limbah gas adalah limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur,
perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat sitotoksik
1.7 Limbah infeksius adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh pasien, ekskresi, sekresi yang dapat
menularkan kepada orang lain.
1.8 Limbah sitotoksik adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
1.9 Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (re-use) dan daur ulang
limbah (recycle).
2. Definisi
2.1 Bahan berbahaya adalah setiap unsur, peralatan, bahan yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan.
2.2 Benda-benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong, melukai atau
menusuk kulit, seperti jarum suntik, jarum hipodermik, perlengkapan
intravena, vial, ampul, ujung infus set, pipet, pecahan gelas, pecahan
kaca, pecahan/patahan ampul, pecahan botol, pisau bedah, kawat dan
benda lain yang dapat menusuk atau melukai.
2.3 Enkapsulasi adalah proses pemadatan sampah benda tajam atau
obat-obatan dalam wadah yang berupa tong atau drum, dengan cara
tong mengisi wadah hingga bagian wadah kemudian sisa ruang

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 51
dipenuhi dengan menuangkan bahan-bahan seperti semen atau
campuran semen dengan kapur, atau tanah liat
2.4 Insinerasi adalah proses pengurangan volume dan berat sampah
medis dan mengubah bentuk asal sampah medis dengan teknologi
pembakaran suhu tinggi.
2.5 Pemilahan adalah pemisahan limbah medis dan non medis atau
limbah benda tajam dengan non benda tajam.
2.6 Pembuangan adalah penanganan akhir dari limbah dengan cara
membuang dan atau mengolah limbah agar aman bagi lingkungan
2.7 Saluran kotoran adalah sistem pembuangan air limbah yang terpisah
dari saluran air hujan, berupa sistem perpipaan yang dilengkapi
dengan bak kontrol atau clean out (lubang kontrol).
2.8 Kontainer adalah wadah tempat penyimpanan, pengangkutan,
penimbunan atau pembuangan limbah.
3. Tujuan Pengelolaan Limbah
3.1. Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
3.2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
3.3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya.
3.4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif)
dengan aman

Tumpukan limbah terbuka harus dihindari karena :


a. Menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan limbah yang
terkontaminasi
b. Dapat menyebabkan perlukaan
c. Menimbulkan bau busuk
d. Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya.

4. Pengelolaan Limbah
Identifikasi Limbah
1. Padat
2. Cair
3. Tajam
4. Infeksius

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 52
5. Non Infeksius

Pemisahan

1. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah


2. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
3. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
4. Limbah cair segera dibuang ke wastafel atau spoelhok

Labeling

1. Limbah padat infeksius : Plastik kantong warna kuning


2. Limbah padat non infeksi : Plastik kantong warna hitam
3. Limbah benda tajam : Wadah khusus benda tajam yang tahan
tusuk dan anti bocor
Catatan :
Kantong pembuangan diberi simbol/label sesuai jenis limbah

Tata cara pengemasan

1. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup


2. Tutup mudah dibuka, sebaiknya dengan sistem injak
3. Kontainer dalam keadaan bersih dan harus dicuci setiap hari
4. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tiadk berkarat.
5. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter atau
diletakkan dekat lokasi tindakan.
6. Ikat limbah dengan tali rafia jika sudah terisi penuh.

Penyimpanan

1. Simpan limbah di tempat penyimpanan sementara


2. Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
3. Beri label pada kantong plastik limbah
4. Setiap hari limbah di angkat dari tempat penampungan sementara,
minimal 2 hari sekali

Pengangkutan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 53
1. Mengangkut limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutp
dan mudah dibersihkan
2. Tidak boleh tercecer
3. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
4. Apabila lift khusus untuk barang kotor belum tersedia, maka lift
pasien/pengunjung dapat dipergunakan sesuai dengan jadwal khusus
yang di atur oleh pengelola gedung dan segera lakukan disinfeksi lift
setelah selesai pengangkutan limbah, linen kotor, dan troli makanan
kotor
5. Gunakan APD ketika menangani limbah
6. Tempat penampungan sementara sampah medis harus tertutup,
bersimbol biohazard, kapasitas memadai, aman dan memadai
7. Tempat penampungan sementara sampah non medis harus diberi
pelindung berupa pagar/rumah sampah, terjangkau (oleh kendaraan),
aman, tidak ada genangan air sampah dan selalu dijaga kebersihannya

Pembuangan atau pengolahan

1. Limbah padat infeksius dimusnahkan di incenerator


2. Limbah non infeksi dibuang ke tempat penyimpanan sampah sementara
(TPS)
3. Limbah benda tajam dimusnahkan dalam incenerator atau dapat
menggunakan alat penghancur benda tajam (needle destroyer)
4. Limbah cair dibuang ke bak cuci alat, saluran pembuangan di kamar
mandi, wastafel, atau spoelhok
5. Limbah feces, urine di buang ke kloset atau spoelhok

Penanganan limbah benda tajam

1. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam


2. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
3. Segera buang limbah benda tajam ke dalam kontainer tahan tusuk dan
tahan bocor yang tersedia
4. Selalu di buang sendiri oleh si pemakai
5. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
6. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 54
PERHATIAN :
A. Seluruh petugas yang menangani limbah wajib menggunakan APD
(masker, sarung tangan, apron dan sepatu)
B. Selalu melakukan kebersihan tangan setelah menangani limbah
C. Lepaskan APD segera setelah menangani limbah, dan setelah
mengantar limbah
D. Tidak direkomendasikan petugas berhenti di jalan dan membeli
makanan saat mengantar limbah
E. Tidak direkomendasikan petugas pengangkut sampah membawa
barang/benda selain troli sampah
F. Tidak direkomendasikan membawa limbah melebihi batas kapasitas
(luber), troli sampah harus dalam keadaan tertutup pada saat
pengangkutan

Persyaratan

1. Limbah Medis Padat


1.1. Minimalisasi Limbah
1.1.1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber
1.1.2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun
1.1.3. Setiap rumah sakit melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi
1.1.4. Pengolahan sampah medis dengan incenerator milik rumah
sakit harus melalui sretifikasi dari pihak yang berwenang
1.1.5. Pengolahan sampah medis ke luar rumah sakit (kerjasama
dengan jasa pemusnahan sampah medis) mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang
1.2. Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
1.2.1. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 55
1.2.2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan
dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali
1.2.3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah
tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. wadah
tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk
dibuka
1.2.4. Limbah jarum dan syiringe tidak boleh dipisahkan, harus
langsung dibuang ke wadah khusus limbah benda tajam
1.2.5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai tabel 5 untuk menguji
efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus subtilis
1.2.6. Limbah jarum hipodemik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan
kembali.
1.2.7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti pada tabel 6
dibawah
1.2.8. Limbah padat yang sudah terkontaminasi cairan tubuh tidak
boleh didaur ualng, harus dibuang ke tempat sampah medis.
1.2.9. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti
bocor dan diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik
1.3. Pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan limbah medis
padat di lingkungan Rumah Sakit
1.3.1. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan
penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup dan
label/simbol biohazard
1.3.2. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis
yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim
kemarau paling lama 24 jam.
1.4. Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah
sakit.
1.4.1. Pengelola harus mengumpulkan dan melakukan kemasan
pada tempat yang kuat.
1.4.2. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 56
1.4.3. Seluruh proses pengumpulan, pengemasan, pengangkutan
limbah ke luar rumah sakit harus mengikuti peraturan dan
prosedur yang berlaku.
1.5. Pengolahan dan pemusnahan
1.5.1. Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung
ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman
bagi kesehatan.
1.5.2. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah
medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit
dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan
menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran
menggunakan incenerator.

TABEL 3 METODE STERILISASI UNTUK LIMBAH YANG DIMANFAATKAN KEMBALI


Metode Sterlisasi Suhu Waktu kontak
Sterilisasi dengan panas
- Sterilisasi kering dengan oven 160C 120 menit
Pounpinel
- Sterilisasi basah dengan otoklaf 170C 60 menit
Sterilisasi dengan bahan kimia 121C 3 menit
Ethylene oxide (gas) 50C - 60C 3-8 jam
Glutaraldehyde (cair) 30 menit

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 57
TABEL 4 JENIS WADAH DAN LABEL LIMBAH MEDIS PADAT SESUAI DENGAN
KATEGORINYA
KATEGORI WARNA KONTAINER LAMBANG KETERANGAN
Kantong boks timbal
dengan simbol
radiokatif
RADIOAKTIF MERAH

Kantong plastik
kuning, kuat tahan
bocor, atau
SANGAT
KUNING container yang
INFEKSIUS
dapat disterilisasi
dengan otoklaf

Plastik kuat dan anti


bocor atau kontainer
LIMBAH
INFEKSIUS
KUNING
PAOTOLOGI
DAN ANATOMI

Kantong plastik kuat


dan anti bocor

SITOTOKSIK UNGU

Kantong plastik atau


kontainer

LIMBAH KIMIA
COKLAT
DAN FARMASI

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 58
2. Limbah Non Medis
2.1. Pemilahan dan pewadahan
2.1.1. Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari
limbah padat medis dan ditampung dalam kantong plastik
warna hitam.
2.1.2. Tempat pewadahan
a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi
kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah
dan diberi label limbah domestik/non medis
b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah padat melebihi
2 (dua) ekor per block-grill, perlu dilakukan pengendalian
lalat.
2.2. Pengumpulan, peyimpanan dan pengangkutan
2.2.1. Bila ditempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat
lebih dari 20 ekor per block-grill atau tikus terlihat pada siang
hari, harus dilakukan pengendalian.
2.2.2. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian
serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu
bulan sekali.
2.3. Pengolahan dan pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis harus
dilakukan sesuai dengan persyaratan kesehatan
3. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air
atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit atau peraturan daerah setempat
bila aturannya lebih ketat
4. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari sarana pengolahan limbah medis padat
dengan insenerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak atau peraturan daerah setempat bila aturannya lebih
ketat.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 59
Tatalaksana limbah
1. Limbah Medis Padat
a. Minimalisasi Limbah
Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya
Mengupayakan pencegahan timbulnya limbah atau diupayakan
menghasilkan limbah seminimal mungkin pada setiap kegiatan.
Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara
kimiawi
Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam
kegiatan perawatan dan kebersihan.
Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai
menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
Memesan bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan.
Menggunakan bahan-bahan yg diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
b. Pemilahan, Pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber
yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi.
Tempat pewadahan limbah medis padat terbuat dari bahan yang kuat,
cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non medis.
kantong plastik diangkat minimal dua kali sehari atau apabila 2/3
bagian telah terisi limbah.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 60
Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box atau sharp container) yang disediakan oleh rumah sakit.
Tempat pewadahan limbah medis padat sitotoksik yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan
larutan disinfektan apabila akan dipergunakan lagi, sedangkan untuk
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi
dan harus langsung dimusnahkan.
Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpe), botol gelas dan kontainer.
Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene
oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan
injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya
maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih.
Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman dalam
pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi
Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus
pencemaran spongiform encephalopaties
c. Tempat Penampungan Sementara
Tempat penampungan/penyimpanan sementara (TPS) sampah medis
harus diberi simbol biohazard dan harus dipisahkan dengan TPS
sampah non medis.
Limbah padat medis harus segera dimusnahkan di insenerator
selambat-lambatnya 24 jam
Bila insenerator rusak, maka limbah medis harus dimusnahkan
melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang
mempunyai insenerator yang berizin untuk dilakukan pemusnahan
selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruangan dan
paling lambat 4 hari apabila disimpan pada suhu dibawah 0C
d. Transportasi
Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
Kantong limbah medis padat disimpan pada tempat yang aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 61
Petugas yang menangani limbah harus menggunakan alat pelindung
diri yang terdiri dari :
a. Topi/helm
b. Masker
c. Pelindung mata
d. Pakaian panjang (cover-all)
e. Apron untuk industri
f. Pelindung kaki/sepatu boot
g. Sarung tangan khusus (disposible gloves atau heavy duty gloves)

Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir limbah padat.

1. Limbah infeksius dan benda tajam


Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dari persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam otoklaf sedini mungkin. Untuk limbah
infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
Benda tajam harus di olah dengan insenerator bila memungkinkan, dan
dapat di olah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi
juga cocok untuk benda tajam
Setelah insenerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat
pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.
2. Limbah farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah di insenerator pirolitik
(phyrolitic incenerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary
landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam
jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus
seperti rotary klin, kapsulisasi dalam drum logam dan inersisasi.
Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada
distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insenerator
pada suhu di atas 1000C.
Limbah sitotoksik

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 62
a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
b. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan
penghasil atau distributornya, insenerasi pada suhu tinggi, dan
degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih
utuh karena kadaluarsa diberi keterangan bahwa obat tersebut
sudah kadaluarsa atau tidak lg dipakai dan harus dikembalikan ke
distributor, apabila tidak memungkinkan maka dimusnahkan di
insenerator.
c. Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu
rendah dapat menghasilakn uap sitotoksik yang berbahaya ke
udara.
d. Insenerator pirolitik dengan dua tungku pembakaran pada suhu
1200C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1000C
dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk
bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu.
e. Insenerator juga harus dilengkapi peralatan pembersih gas.
Insenerasi juga memungkinkan dengan roatory klin yang didesain
untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan
baik pada suhu di atas 850C
f. Insenerator dengan satu tungku atau pembakaran terbuka tidak
tepat untuk pembuangan sitotoksik
g. Metode degradasi kimiawi yang mnengubah senyawa sitotoksik
menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya residu
obat tapi juga untuk pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian
pelindung.
h. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalium
permanganat (KmnO4 ) atau asam sulfat (H2 SO4), penghilangan
nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan
alumunium.
i. Insenerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang
sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau cairan biologis

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 63
yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karen itu, rumah
sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik
3. Limbah bahan kimawi
a. Pembuangan limbah kimia biasa.
Limbah kimia biasa yang tidak bisa di daur ulang seperti gula, asam
amino dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun
demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi memenuhi
persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan
melayang, suhu dan pH
b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insenerasi pirolitik,
kapsulisasi atau timbun (landfill).
c. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil.
Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk
limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat
bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa
dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat di insenerasi. Namun bahan
pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsenerasi kecuali
inseneratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
d. Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya
tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman, atau
dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk
mengolahnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia
berbahaya :
Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan
untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun
karena dapat mencemari air tanah.
Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh
dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 64
Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya
harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang
berwenang.
4. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
a. Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar
atau diinsenerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap
beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air
tanah.
b. Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai
fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila
tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang
aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya.
Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang
dengan limbah biasa.
5. Kontainer bertekanan
a. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah
dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam
kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang
gas. Agen hlaogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus
diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk
pembuangannya.
b. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau
insenerasi karena dapat meledak.
Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya
adalah :
- Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan anestesi.
- Tabung atau silinder etillin oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan sterilisasi.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 65
- Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen,
nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana,
hidrogen, gas elpiji dan asetilin.
Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat di isi ulang harus dihancurkan
setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.
Kaleng aerosol
kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama
dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk
dibakar atau diinsenerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke
dalam kantong kuning karena akan dikirim ke insenerator. kaleng
aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke
penjualnya atau instalasi daur ulang bila ada.
6. Limbah radiokatif
a. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan
dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur,
organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih.
b. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka
untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan
tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif
yang aman dan melakukan pencatatan.
d. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis dan
kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan
limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu
diperbaharui datanya setiap waktu.
e. Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan dan
pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :
Waktu paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived),
misalnya waktu paruh < 100 hr, cocok untuk penyimpanan
pelapukan.
Aktifitas dan kandungan radionuklida

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 66
Bentuk fisika dan kimia
Cair : berair dan organik
Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau padatan yang
melayang)

J. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT


Tujuan
Adalah untuk menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, aman dan
nyaman sehingga dapat meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat di sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi
nosokomial dan kecelakaan kerja dapat dicegah.

Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan


1. Semua permukaan horizontal di tempat dimana pelayanan yang disediakan
untuk pasie harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor.
Pembersihan juga harus dilakukan bila pasien sudah keluar dan sebelum
pasien baru masuk.
2. Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan lainnya pernah
bersentuhan langsung dengan pasien maka permukaan tersebut harus
dibersihkan dan didisinfeksi di antara pasien-pasien yang berbeda.
3. Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.
Membersihkan debu dengan kain kering atau sapu dapat menimbulkan
aerosolisasi dan harus dihindari.
4. Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala.
5. Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan.
6. Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan
setelah digunakan dan disimpan.
7. Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 67
8. Meja pemeriksaan dan peralatan disekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan segera setelah
digunakan.

Hal-hal Penting Mengenai Pembersihan dan Disinfeksi


1. Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur.
2. Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari
aerosolisasi debu
3. Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien dan
permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan
disinfeksi setelah pembersihan.
4. Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakuka pembersihan
dan disinfeksi peralatan pernafasan dan harus membersihkan tangan
setelah APD dilepas.
5. Ventilasi ruangan yang baik diperlukan selama dan segera setelah proses
disinfeksi, apapun jenis disinfeksi yang digunakan.

Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan


Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
a. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah
dibersihkan secara periodik dengan jadual yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat
dinding warna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak
mengandung logam berat.
b. Langit-langit
Langit-langit harus kuat, tidak berlubang, tidak bocor, tidak berjamur,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan tingginya minimal 2,70 meter dari
lantai kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti
rayap.
c. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin,
warna terang, permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah
dibersihkan secara rutin 3 kali sehari atau bila perlu. Lantai yang selalu

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 68
kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah
saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding
disarankan berbentuk lengkung agar mudah dibersihkan terutama untuk
ruang isolasi, penyakit menular dan ruang operasi.
d. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
e. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
f. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik,
sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi
persyaratan teknis kesehatan agar aman dan nyaman, mudah dibersihkan
dari tumpukan debu. Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilang
dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
g. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari khusus tempat tidur pasien gunakan
cairan disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu,
sebaiknya bahan yang mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau
cairan tubuh lainnya.
h. Fixture dan Fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di desain sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan
i. Gorden
Bahan terbuat dari yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna
terang, di cuci secara periodik 1-3 bulan sekali dan tidak menyentuh lantai

K. LINGKUNGAN
A. Ventilasi ruangan
Ventilasi ruangan adalah proses memasukan dan menyebarkan udara luar
dan atau udara daur ulang yang telah diolah dengan tepat dimasukan ke
dalam gedung atau ruangan. Ventilasi adalah hal yang berbeda

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 69
pengkondisian udara. Pengkondisian udara adalah mempertahankan
lingkungan dalam ruang agar bertemperatur nyaman. Ventilasi untuk
mempertahankan udara dalam ruangan yang baik aman untuk keperluan
pernapasan. Ventilasi yang memadai dan aliran udara satu arah yang
terkontrol harus diupayakan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mengurangi penularan patogen yang ditularkan melalui airborne udara
(misalnya TB paru, campak, cacar air)

B. Ventilasi ruangan untuk infeksi pernafasan


Kualitas ventilasi merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
risiko pajanan di ruangan isolasi, terutama dengan penyebaran transmisi
udara (airborne infection) :
1. Rekomendasi dengan ventilasi mekanis atau alami, pertukaran udara
ruangan 12 dan arah aliran udara ke satu arah
2. Pasien yang perlu di isolasi ditularkan melalui udara (misalnya TB paru,
campak, cacar air) dan ISPA yang disebabkan oleh agen baru yang
dapat menimbulkan kekhawatiran dimana cara penularannya belum
diketahui.
3. Pemeliharaan exhaust fan harus dilakukan secara rutin untuk
mempertahankan kualitas dan sirkulasi udara yang optimal
4. Pintu kamar pasien selalu tertutup, jika memungkinkan jendela kamar
pasien selalu terbuka
5. Poster di pintu kamar pasien harus selalu di pasang

Ada tiga jenis ventilasi utama :

1. Ventilasi mekanis dengan menggunakan fan untuk mendorong aliran


udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasikan dengan
pengkondisian dan penyaringan udara.
2. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara
melalui suatu gedung adalah tekanan angin dan tekanan yang
dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara di dalam dan di luar
gedung, yang dinamakan efek cerobong
3. Sistem ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis
dan alami.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 70
Penggunaan ventilasi alami di ruang isolasi
Prinsip ventilasi alami adalah menghasilkan dan meningkatkan aliran udara
luar gedung menggunakan cara alami seperti gaya angin dan gaya apung
termal dari satu lubang ke lubang lain untuk mencapai pertukaran sirkulasi
udara yang diharapkan. Penelitian terbaru mengenai system ventilasi alami
di Peru menunjukkan bahwa ventilasi alami efektif mengurangi penularan
tuberculosis di rumah sakit.

C. Permukaan Lingkungan
1. Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
2. Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
3. Pilih disinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk pabrik
4. Jangan menggunakan disinfektan/cair kimia tingkat tinggi untuk
peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
5. Ikuti petunjuk pabrik untuk untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal
6. Jika tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
7. Jangan melakukan disinfektan fogging di area perawatan
8. Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan
aerosol
9. Pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
10. Jaga kebersihan lingkungan, lantai, dinding, permukaan meja
11. Gunakan detergen, jangan menggunakan disinfektan/cairan kimia
tingkat tinggi untuk peralatan non kritikal dan permukaan lingkungan
12. Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan peralatan
non kritikal, jika tidak ada petunjuk/disinfektan yang terdaftar untuk
pembersihan dan disinfeksi

D. Ruangan Perawatan Pasien


Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan
seperti perkantoran administrasi, bersihkan dan disinfeksi permukaan yang
sering disentuh seperti gagang pintu, bed rails.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 71
E. Ruangan yang Beresiko (ICU, Kamar Operasi (OK), Instalasi Sterilisasi
Pusat)
1. Bersihkan dinding, langit, jendela, tirai di area perawatan pasien
2. Jangan melakukan disinfeksi fogging atau pengasapan di area
keperawatan
3. Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan
aerosol
4. Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths, and
solution
5. Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan dan digunakan
cairan yang baru
6. Ganti mop setiap hari
7. Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan biarkan kering
sebelum dipakai lagi
8. Selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan dengan wet
vacuum atau mop lantai dan dinding dengan menggunakan pembersih.
Jangan gunakan mats di pintu masuk ruang operasi gunakan metode
pembersihan debu yang tepat untuk pasien yang immunocompromise

F. Kebersihan Lingkungan Keperawatan


Pembersihan harian dan pembersihan pada akhir perawatan, disamping
pembersihan secara seksama disinfeksi bagi peralatan tempat tidur dan
permukaan perlu dilakukan, seperti dorongan tempat tidur, meja disamping
tempat tidur, kereta dorong lemari baju, tombol pintu, keran, tombol lampu,
bel panggilan, telepon, TV, remote kontrol, Virus dapat dinonaktifkan oleh
alkohol 70% dan klorin 0,5%. Dianjurkan untuk melakukan pembersihan
permukaan lingkungan dengan dtergen yang netral dilanjutkan dengan
larutan disinfektan

G. Prinsip Dasar Pembersihan Lingkungan


1. Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor.
Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar
dan sebelum pasien baru masuk

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 72
2. Bila permukaan tersebut, meja pemeriksaan atau peralatan lainnya
pernah bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan tersebut juga
harus dibersihkan dan didisinfeksi di antara pasien-pasien yang berbeda
3. Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan
4. Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari
5. Larutan, kain lap dan kain pel harus diganti secara berkala sesuai
kebutuhan
6. Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan
7. Kain pel yang digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah
digunakan dan sebelum disimpan
8. Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu, sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari
9. Meja pemeriksa dan perlatan disekitarnya yang telah digunakan pasien
yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran harus dibersihkan dengan disinfektan segera setelah
digunakan.

H. APD untuk Pembersihan Lingkungan


Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak
pekerja, dan dilingkungan tertentu resiko terpajan benda-benda tajam
sangat tinggi.

I. Petugas Kesehatan harus menggenakan :


a. Sarung tangan karet (rumah tangga)
b. Gaun pelindung dan celemek
c. Sepatu pelindung yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.

J. Pembersih Tumpahan dan Pajanan


Saat membersihkan tumpahan atau pajanan cairan tubuh atau secret,
petugas kesehatan harus mengenakan APD yang memadai, termasuk
sarung tangan karet dan gaun pelindung .

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 73
Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut :
a. Pasang gaun pelindung, celemek dan sarung tangan karet serta sepatu
pelindung
b. bersihkan tumpahan darah, cairan, muntahan dll dengan kain atau
tissue dengan cara memutar ke arah dalam
c. Buang kain pembersih atau tissue ke wadah limbahntahan bocor
(infeksius)
d. Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan
Catatan :
Sodium hipoklorit dapat digunakan untuk disinfeksi, dengan konsentrasi
yang dianjurkan berkisar dari 0,05% sampai 0,5%
e. Lepaskan segera APD
f. Lakukan kebersihan tangan

K. Pembuangan Sampah
Semua sampah yang dihasilakn dalam ruangan atau area isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong yang sesuai :
1. Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tersedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau
dilapis dua (kantong ganda). Kemudian diikat dengan tali warna kuning
atau diberi tanda infeksius. Semua sampah dari suatu ruangan/area
yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne)
harus ditangani sebagai sampah infeksius.
2. Untuk sampah non infeksius/ tidak menular gunakan kantong plastik
hitam
3. Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan
tusukan

Kantong sampah apabila sudah bagian penuh harus segera diikat


dengan tali dan tidak boleh dibuka kembali.

Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari


bangsal/area isolasi harus menggunakan APD lengkap ketika membuang
sampah.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 74
Satu lapis kantong kuning sampah biasanya memadai, bila sampah dapat
dibuang ke ddalam kantong tanpa mengotori bagian luar kantong. Jika hal
tersebut tidak mungkin, dibutuhkan dua lapis kantong (kantong ganda).

Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
ditangani dan dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan
nasional mengenai sampah rumah sakit.

Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang ke dalam sistem
pembuangan kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram
dengan air yang banyak.

L. KESEHATAN KARYAWAN/PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN


Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain.
Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahab dan pengendalian
infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat penyakit infeksi yang pernah diderita, status
imunisasi, dsb
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B dan bila
memungkinkan imunisasi hepatitis A, Influenza, campak, tetanus, difteri,
rubella, uji mantoux untuk melihat adakah infeksi TB sebelumnya.

Tujuannya :
1. Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan
3. Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB.

Penyebab Kecelakaan kerja

1. Kurangnya kesadaran pekerja


2. Kualitas dan ketrampilan kerja kurang memadai
3. Meremehkan resiko kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri yang
sesuai ketentuan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 75
Kondisi berbahaya (unsafe Condition)

1. Mesin, peralatan, bahan, dll


2. Lingkungan kerja
3. Proses kerja
4. Sifat kerja
5. Cara kerja
6. Perbuatan berbahaya
7. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
8. Cacat tubuh yang tidak kentara
9. Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
10. Sikap dan perilaku yang tidak baik

Hal-hal yang perlu dilakukan bila petugas terpajan

1. Periksa status kesehatan petugas terpajan


2. Ketahui status kesehatan sumber pajanan
3. Tindakan sesuai jenis paparan
4. Terapkan profilaksis pasca pajanan (PPP) sesuai kebijakan RS

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh

1. Mata
Segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit
2. Kulit
Segera bilas dengan air mengalir selama 1 menit
3. Mulut
Segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Segera hubungi dokter yang berwenang untuk melakukan perawatan pasca
pajanan
5. Lapor ke Komite PPIRS atau Tim IPCN, Panitia K3RS atau sesuai alur RS
6. Dengan membawa formulir kejadian yang sudah di isi di bawa ke Poli
Penyakit Dalam atau IGD untuk mendapatkan pemeriksaan atau terapi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 76
Tindakan pasca tertusuk jarum

1. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptik


2. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk/ luka
3. Segera bawa ke Poli Penyakit Dalam atau IGD untuk mendapatkan
pemeriksaan laboratorium dengan membawa formulir kejadian tertusuk
jarum yang sudah di isi dan di tanda tangani
4. lapor ke Komite PPIRS atau IPCN dan K3RS

Strategi pencegahan resiko infeksi/kecelakaan kerja

1. Taat menerapkan kewaspadaan isolasi (isolasi standar dan isolasi


berdasarkan transmisi)
2. Taat menjaga kesehatan saluran napas (tidak merokok)
3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
4. Menjaga kebersihan dan hygiene diri
5. Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
6. Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
7. Petugas menderita flu diminta tidak merawat atau kontak dengan pasien
imunitas rendah (immunokompromise)
8. Petugas yang demam/menderita gangguan pernapasan dalam 10 hari
setelah terpajan penyakit menular melalui udara (airborne) perlu dibebas-
tugaskan dan harus diisolasi
9. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
10. Gunakan baki bila memberikan benda tajam
11. Pendidikan dan latihan berkesinambungan
12. Gunakan APD sesuai jenis tindakan
13. Baca etiket obat/cairan sebelum diberikan
14. Tidak menyarungkan kembali jarum bekas pakai
15. Buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan
16. Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai kepada orang lain untuk
dibuang.
17. Buang kontainer jarum jika sudah penuh
18. Buang sampah pada tempatnya
19. Jaga kebersihan lingkungan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 77
20. Jaga permukaan lantai tetap kering dan tidak licin
21. Lepaskan jarum memakai alat yang tepat, atau buang jarum bersama
syringe nya
22. Buang jarum pada kontainer yang tahan tusukan dan tahan bocor
23. Gunakan sistem vacutainer
24. Jangan tingglakan jarum sembarangan

M. PENEMPATAN PASIEN
1. Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular/Suspek
Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar. Untuk
kasus/dugaan penyakit menular melalui udara :
1.1. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Bila ditempatkan
dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter
dan di antara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti
tirai atau sekat.
1.2. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara
bertekanan negatif yang di monitor (ruangan bertekanan negatif)
dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan
udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi
tinggi (HEPA filter) yang termonitor sebelum masuk ke sistem
sirkulasi udara lain di rumah sakit
1.3. Jika tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan
udara pertikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam
ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas
angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung
melalui jendela. Yang harus terbuka keluar dan tidak mengarah ke
daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan
menempatkan sedikit bedak tabur di bawah pintu dan amati apakah
terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di
dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
1.4. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai
perlunya tindakan pencegahan ini
1.5. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang
sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 78
digunakan, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif),
gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
1.6. Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
1.7. Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau
barang-barang di dalam ruangan
1.8. Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap
lingkungan, misal : luka lebar dengan cairan keluar, diare,
perdarahan tidak terkontrol
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi
melalui udara ke kontak, misal : luka dengan infeksi bakteri gram
positif
c. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar
dengan exhaust ke area yidak ada orang lalu lalang, misalnya TB
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne luas, misal : varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
(anak, gangguan mental)

2. Transport Pasien Infeksius


a. Dibatasi bila perlu
b. Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan :
Pasien diberi APD (masker, gaun)
Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien
tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
Pasien di beri informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar
tidak terjadi transmisi kepada orang lain

Pasien yang di diagnosa menderita SARS atau flu burung:

1. Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali


untuk pelayanan kesehatan penting

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 79
2. Pindahkan pasien melalui jalur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpajannya staff, pasien lain atau pengunjung
3. Bila pasien dapat menggunakan masker, petugas kesehatan
harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan
4. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas kesehatan
harus menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung tangan

3. Pemindahan Pasien yang Dirawat


Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk
keperluan penting. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien
harus menggunakan APD yang sesuai. Semua permukaan yang kontak
dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan
ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus dibersihkan dengan
disinfektan seperti alkohol 70% atau klorin 0.5%
Keluarga pendamping pasien
Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan
menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi

4. Pemulangan Pasien
a. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu
masa penularan
b. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara/airborne harus diisolasi di dalam
rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu
penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji
diagnostik menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit
tersebut
c. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan
tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan sesuai dengan cara
penularan penyakit menular yang diderita pasien
d. Pembersihan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 80
N. PEMULASARAN JENAZAH
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular
2. Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti : apron, masker, sarung tangan,
goggle, dan sepatu pelindung harus digunakan petugas yang menangani
jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan,
memandikan pasien
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya
sebelum jenazah dimasukan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan APD
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal denga penyakit menular.
Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika
seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
9. Jika akan di autopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh
keluarga dan direktur rumah sakit
10. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
11. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
12. Jenazah sebaiknya tidak boleh lebih dari 4 jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah

Pemeriksaan Post Mortem

Mengurangi resiko timbulnya aerosol selama autopsi

1. Selalu gunakan APD (apron, masker, sarung tangan, goggle dan sepatu
pelindung
2. Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
3. Hindari penggunaan semprotan air bertekanan tinggi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 81
4. Buka isi perut sambil disiram air panas

Meminimalisasi resiko jenazah yang terinfeksi

Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :

1. Hindari penggunaan gergaji listrik


2. Lakukan prosedur di bawah air
3. Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru

Sebagai petunjuk umum, terapkan kewaspadaan standar sebagai berikut :

1. Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan autopsi


2. Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing
3. Jangan memberikan instrument dan peralatan dengan tangan, selalu
gunakan nampan
4. Jika memungkinkan, gunakan instrument dan peralatan sekali pakai
5. Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri
masing-masing
6. Perawatan jenazah/persiapan sebelum pemakaman
7. Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa
kematian pasien adalah akibat penyakit menular agar kewaspadaan standar
diterapkan dalam penanganan jenazah
8. Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan, pemandian,
perapihan rambut, pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan
oleh petugas khusus kamar jenazah
9. Petugas yang melakukan autopsi mayat harus mandi setelah selesai
10. Sebaiknya kamar mandi dengan fasilitas shower

O. PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK


PENGUNJUNG
Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan selama terjangkitnya
penyakit menular :
1. Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh
mengunjungi pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 82
2. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu
dibatasi kunjungan ke pasien
3. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu
penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang
mengunjungi pasien di rumah sakit
4. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman fasilitas kesehatan

Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk anggota


keluarga yang merawat penderita suspek flu burung atau infeksi lewat
pernapasan : Anggota kaeluarga perlu menggunakan APD seperti
petugas kesehatan yang merawat di rumah sakit

Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara :

1. Petugas kesehatan atau Tim PPI perlu mendidik pengunjung pasien dengan
penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan menganjurkan
mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan
2. Jika keluarga atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau
telah dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengujung
tersebut harus memakai APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan
kaca mata) bila kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien
3. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD secara benar bagi
pengunjung
4. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan
mencuci tangan
5. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara,
petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan
apakah ia memiliki gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena
berhubungan dekat dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko
atau terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan pernapasan,
pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan
ditangani dengan tepat

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 83
P. MENJAGA KEBERSIHAN ALAT PERNAPASAN DAN ETIKA BATUK DI
TEMPAT PELAYANAN KESEHATAN
Setiap orang yang memiliki tanda dan gejala infeksi pernapasan (batuk, bersin)
harus :
1. Menutup hidung/mulut ketika batuk atau bersin
2. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang di
tempat limbah yang tersedia
3. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernapasan (batuk atau
bersin)

Depatemen/unit/ruangan harus menjamin tersedianya :

1. Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan
dengan kaki di semua area
2. Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
3. Pengumuman/informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk
4. Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada
jarak 1 meter dari pengunjung lainnya di ruang tunggu
5. Pada pintu masuk dan ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat
darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika
batuk atau bersin

Q. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SEHUBUNGAN DENGAN


PEMBANGUNAN DAN RENOVASI BANGUNAN
Pengertian
1. Semua kegiatan konstruksi dan renovasi bangunan harus di atur dengan
baik sehingga paparan terhadap debu, uap dan bahaya-bahaya yang
menyertainya dapat dibatasi
2. Pengendalian debu dan materi sisa konstruksi bangunan pada akhirnya
bertujuan untuk melindungi karyawan dan pengujung dari kemungkinan
dampak penyakit, seperti halnya perlatan dan prosedur yang ada

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 84
Tujuan :
1. Untuk mengurangi kejadian infeksi rumah sakit pada pasien-pasien, yang
dapat ditimbulkan akibat paparan bakteri yang ke lingkungan selama
kegiatan konstruksi dan renovasi
2. Pengendalian penyebaran agen-agen infeksi airborne dan atau waterborne
yang tersembunyi di dalam komponen-komponen bangunan adalah penting
pada semua fasilitas yang ada di RSUD Cileungsi

Departemen atau unit yang bertanggung jawab dalam renovasi dan


pembangunan

1. Bagian Tehnik
a. Memberitahukan kepada Komite PPIRS rencana kerja untuk
memperoleh persetujuan sebelum kerja dimulai (untuk semua konstruksi
baru atau kegiatan renovasi atau konstruksi untuk departemen-
departemen yang terdaftar pada Group Resiko 3 dan 4)
b. Peninjauan program asuransi keselamatan jiwa terkoordinasi lengkap

2. Layanan Telekomunikasi (LT), Layanan Informasi Komputer (LIK), Layanan


Telekomunikasi Jaringan (LTJ)
a. Memberitahukan kepada Departemen Penanggung jawaban Proyek
tentang rencana kerja dan mendapatkan persetujuan sebelum
dimulainya kerja pada Group Resiko 3 dan 4
b. Mengikuti prosedur yang berlaku yang ditetapkan oleh Penanggung
Jawaban Proyek untuk mengurangi produksi debu
c. Memberitahu manajer departemen/klinik/perawatan tentang rencana
kerja dan tindakan pencegahan yang akan dilakukan
d. Mengawasi proyek dengan memantau hambatan-hambatan dan lain-lain
penanggung jawaban proyek akan melakukan hal yang sama
e. Menghubungi Layanan Lingkungan untuk mengatur setiap pembersihan

3. Bagian Hukum
Menyertakan kalimat berikut pada semua perawatan konstruksi dan atau
kontrak renovasi : SEDANG DIRENOVASI dan
Departemen/Unit/Ruangan , Penanggung Jawaban Proyek harus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 85
menyetujui proyek-proyek yang melibatkan manipulasi terhadap langit-
langit, kegiatan yang menghasilkan debu, manipulasi terhadap sistem
HVAC

4. Sanitasi dan Lingkungan


1. Bekerjasama dengan Departemen Penanggung Jawaban Proyek untuk
mengidentifikasi daerah-daerah yang memerlukan pengepelan ( damp
mopped) dan membersihkan daerah-daerah ini secara rutin
2. Melakukan pemebersihan menyeluruh pada area-area baru dan yang
direnovasi sebelum menerima pasien
3. Melakukan pemantauan kebersihan akhir berkoordinasi dengan PPIRS
sebelum membuka kembali /membuka kembali suatu area

5. Unit / Ruangan
a. Membantu mengidentifikasi pasien beresiko tinggi
b. Merelokasi pasien-pasien beresiko tinggi pada area yang aman sebelum
kegiatan konstruksi/renovasi dimulai
c. Optimal, hindari melakukan perawatan, pemeriksaan dan pengobatan
yang tidak emergensi pada pasien immunokompromise selama masa
pembangunan/renovasi

6. Pencegahan dan pengendali infeksi rumah sakit (Komite PPIRS)


a. Meninjau ulang prosedur yang dibuat oleh departemen penanggung
jawab proyek dan diserahkan ke Komite PPIRS untuk disetujui
b. Manajer, staff medis, bagian pelayanan dan staff lainnya harus
mengetahui tentang resiko pasien immunokompromise yang terekspose
dengan debu pembangunan
c. Menentukan posisi pembangunan yang meningkatkan resiko sehingga
pasien harus dipindahkan ke rumah sakit/fasilitas yang tidak dalam
pembangunan
d. Meninjau ulang indikasi untuk pelaksanaan di lingkungan tersebut
dengan departemen terkait (kesehatan, keamanan, lingkungan dan
mikrobiologi)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 86
e. Memeriksa area pembangunan yang akan ditempati setelah tahap akhir
pembersihan dan merencanakan untuk pembukaan area tersebut
f. Melakukan investigasi lingkungan dengan hati-hati termasuk konfirmasi
biakan dilingkungan tersebut jika memungkinkan, karena sekelompok
pasien yang berpotensi mengalami infeksi yang berhubungan dengan
pembangunan/renovasi

Group / Lokasi Pengendali Infeksi :

Group 0 Terendah :

1. Bangunan terpisah

Group 1 Rendah

1. Area kantor
2. Area yang tidak berhubungan dengan aktivitas pelayanan pasien

Group 2 Menengah

1. Area pelayanan pasien dan area lain yang tidak termasuk dalam group 3
dan 4
2. Binatu/Laundry
3. Kafetaria
4. Dapur
5. Manajemen peralatan
6. PT/OT/Speech
7. Pelayanan pasien masuk dan pulang
8. Laboratorium, yang tidak termasuk dalam group 3
9. Koridor umum (jalan yang dilalui pasien)

Group 3 Menengah Tinggi

1. Instalasi Gawat Darurat


2. Radiologi
3. Ruang pemulihan ( pasca anestesi)
4. Kamar bersalin
5. Ruang perawatan neonatus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 87
6. NICU
7. Bangsal perawatan anak (kecuali yang terdapat dalam group 4)
8. Semua ICU (kecuali yang terdapat dalam group 4)
9. MRI
10. Kedokteran Nuklir
11. Ekokardiografi
12. Laboratorium mikrobiologi
13. Laboratorium virologi
14. Farmasi
15. Dialisis
16. Endoskopi
17. Bronkoskopi

Group 4 Paling Tinggi

1. Ruang radiasi terapi


2. Ruang kemoterapi
3. Farmasi
4. Kamar operasi
5. Instalasi Pusat Sterilisasi (IPS)
6. Kateterisasi jantung
7. Ruang tindakan invasif pasien rawat jalan
8. Unit onkologi anestesi

Tipe aktivitas pembangunan dan kelompok pengendali infeksi dari tabel di


atas, gunakan matrik di bawah ini untuk menentukan klasifikasi
pembangunan. Harus menghubungi komite PPIRS (Pengendali Infeksi)

Tabel 5 KLASIFIKASI PENGENDALIAN INFEKSI

Aktifitas Pembangunan Level Resiko Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D

Group 0 Kelas 0 Kelas 0 Kelas 0 Kelas 0


Group 1 Kelas 1 Kelas 1 Kelas 1 Kelas 1
Group 2 Kelas 2 Kelas 2 Kelas 2 Kelas 2
Group 3 Kelas 3 Kelas 3 Kelas 3 Kelas 3
Group 4 Kelas 4 Kelas 4 Kelas 4 Kelas 4

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 88
Tabel 6 PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI PEMBANGUNAN YANG
SESUAI BERDASARKAN KLASIFIKASI PROYEK YANG DIPILIH
DARI TABEL DI ATAS

Kelas 0 1. Tidak memerlukan pengendalian infeksi


Kelas 1 1. Bekerja sesuai prosedur untuk mengurangi debu akibat
pekerjaan
2. Memeriksa dan segera mengganti atap yang rusak
Kelas 2 1. Lakukan langkah-langkah aktif untuk mencegah penyebaran
debu lewat udara
2. Menyegelsemua pintu yang tidak digunakan
3. Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah yang ditutup
rapat sebelum dipindahkan
4. Membersihkan daerah kerja setiap hari dengan lap basah dan
vacum cleaner yang dilapisi HEPA
5. Meletakkan keset debu disetiap pintu masuk dan keluar area
kerja dan mengganti bila sudah tidak dapat digunakan
6. Menerapkan sistem HVAC didaerah kerja
7. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai
8. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
9. Menutup semua pintu dan menempelkan tanda sedang ada
pekerjaan
10. Membuat alur keluar masuk orang untuk meminimalkan
paparan terhadap pasien
11. Membersihkan semua genangan air
Kelas 3 1. Memastikan daerah pekerjaan tertutup dan meminta
pengawalan bagian keamanan sebelum pekerjaan dimulai
2. Mempertahankan tekanan udara negatif didaerah kerja
menggunakan HEPA filter atau metode lain. Keamanan
publik akan memonitor tekanan udara
3. Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja sampai
pekerjaan selesai dibersihkan dan meminta pemeriksaan
petugas keamanan
4. Membersihkan daerah konstruksi dengan lap basah atau
vakum 2 kali tiap 8 jam kegiatan konstruksi atau sesuai

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 89
kebutuhan
5. Memindahkan pembatas material secara hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran debu dan limbah konstruksi dan
sebelumnya dibersihkan dengan lap basah atau vakum
6. Membungkus limbah konstruksi dengan rapat sebelum
dibuang
7. Meletakkan keset debu di setiap pintu masuk dan keluar
area kerja dan mengganti bila sudah tidak dapat digunakan
8. Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai
9. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
10. Menutup semua pintu dan menempatkan tanda sedang ada
pekerjaan
11. Membuat alur keluar masuk orang untuk meminimalkan
paparan terhadap pasien
12. Membersihkan semua genangan air
Kelas 4 1. Menjaga sistem keamanan daerah kerja dengan
menggunakan pembatas
2. Menutup semua pintu dan menempatkan tanda sedang
ada pekerjaan
3. Membuat alur keluar masuk orang untuk meminimalkan
paparan terhadap pasien
4. Membersihkan semua genangan air
5. Memastikan daerah pekerjaan tertutup dan meminta
pengawalan bagian keamanan sebelum pekerjaan dimulai
6. Mempertahankan tekanan udara negatif didaerah kerja
menggunakan HEPA filter atau metode lain. Keamanan
publik akan memonitor tekanan udara
7. Menyegel semua debu dan pipa untuk mencegah
penyebaran debu
8. Membuat ruang antara yang dibersihkan setiap hari dengan
lap basah atau vakum HEPA dan mewajibkan semua
personel untuk melewati daerah ini sebelum meninggalkan
tempat kerja
9. Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja sampai
pekerjaan selesai dibersihkan dan meminta pemeriksaan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 90
petugas keamanan
10. Selama pemugaran, limbah konstruksi, baju dab sepatu
kotor dibuka di ruang antara sebelum meninggalkan area
kerja
11. Memindahkan pembatas material secara hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran debu
12. Membersihkan dengan lap basah atau vakum sebelum
dipindahkan
13. Membungkus limbah konstruksi dengan rapat sebelum
dibuang
14. Meletakkan keset debu disetiap pintu masuk dan keluar
area kerja dan mengganti bila sudah tidak dapat digunakan
15. Membersihkan tempat kerja setiap hari
16. Setelah proyek selesai, daerah kerja dibersihkan dengan lap
basah yang mengandung disinfektan serta membersikan
karpet dengan vakum HEPA
17.Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai

Isolasi

1. Aktivitas konstruksi akan menghasilkan debu dan harus dicegah


penyebaran debu ke lingkungan sekitarnya
2. Bila terdapat kemungkinan pencemaran, maka semua dinding dan pintu
bangunan (kecuali pintu akses menuju tempat konstruksi) harus ditutup dan
dilapisi dengan lakban untuk mencegah debu dan debris keluar
3. Konstruksi, pemusnahan atau rekonstruksi yang tidak memungkinkan
pencemaran alat-alat, dinding dan pintu bangunan lain, dapat
menggunakan salah satu metode isolasi :
a. barier plastik kedap udara yang menutup lantai hingga langit-langit.
Penutup plastik disegel dengan lakban untuk mencegah debu dab
debris keluar.
b. Unit pelindung debu portable (portable dust containment units) yang
terbuat dari polietilen ditarik melapisi seluruh lantai dan langit-langit
c. Penutup partisi. Bagian sambungan partisi harus ditutup dan disegel
untuk mencegah debu dan debris

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 91
Persyaratan tambahan isolasi :

1. Cegah segala kemungkinan penetrasi melalui dinding perimeter


2. Tempatkan barier isolasi pada area penetrasi langit-langit dan eternit untuk
menghambat pergerakan udara dan debu
3. Tempatkan barier debu pada muka lift dan tangga pada area konstruksi
dengan tetap memungkinkan akses darurat
4. Sediakan pintu ganda yang memungkinkan pekerja untuk melepas alat
pelindung diri atau berganti pakaian. Sediakan ruang antara untuk
mempertahankan aliran udara dari daerah bersih ke tempat konstruksi
5. Buat area tumpang tindih (minimum selebar 60 cm) pada sambungan
palstik penutup
6. Bila diperlukan akses menuju langit-langit, gunakan portable dust
containment atau plastik penutup, tutup pintu akses tersebut dan segel dari
langit-langit hingga lantai. Bila panel akses ke langit-langit dbuka, segera
ganti penutup saat sudah tidak digunakan lagi
7. Jalur pejalan kaki dari area konstruksi sebaiknya jauh dari area perawatan
pasien, untuk membatasi buka-tutup pintu/barier lain yang dapat
menyebabkan penyebaran debu, masuknya udara yang terkontaminasi atau
timbulnya jejak debu pada area perawatan
8. Cegah burung ataupun serangga lain masuk ke dalam rumah sakit dan
saluran udara, saluran air harus selalu tertutup bila sedang tidak digunakan

Ventilasi

1. Pada area konstruksi, pertahankan tekanan udara negatif


2. Kontraktor harus menyediakan exhaust fan atau unit ventilasi dengan HEPA
filter untuk mempertahankan takanan udara negatif pada area konstruksi.
Exhaust fan atau ventilasi dengan HEPA filter dijalankan secara terus
menerus
3. Kontraktor bertanggung jawab untuk menjaga peralatan dan menggnati
HEPA atau filter tersebut sesuai dengan rekomendasi produsen
4. Bangunan suatu ruang antara untuk mempertahankan lairan udara dari
daerah bersih melalui ruang antara masuk ke dalam area kerja
5.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 92
Perawatan

1. Keset kaki digunakan pada jalur keluar ke/dari area kerja. Keset dengan
perekat debu (adhesive walk-off mats) ditempatkan pada semua jalur keluar
area kerja, sedangkan keset karpet ditempatkan pada semua jalur masuk
menuju area koknstruksi
2. Keset karpet harus di vakum debu 2 kali per 8 jam kerja dan pada akhir
hari. Setiap jejak yang teridentifikasi di luar area konstruksi harus segera di
vakum atau di pel. Vacum cleaner harus disesuaikan dengan filter HEPA
3. Keset kaki dengan perekat debu harus diganti setiap hari atau bahkan lebih
sering, untuk tetap mempertahankan perekatnya
4. Bila konstruksi dilakukan pada area yang ditinggali, maka area konstruksi
harus di vakum atau di pel setidaknya setiap akhir shift jaga. Vacum cleaner
harus disesuaikan dengan filter HEPA

Alat pelindung diri

1. APD seperti helm, sepatu dan baju pelindung wajib dipakai jika petugas
sedang bekerja
2. Bagi pengunjung harus menggunakan helm dan sepatu bots ketika
memasuki area
3. Pelindung sepatu dan penutup seluruh tubuh sekali pakai harus selalu
digunakan saat pemusnahan
4. Baju pelindung diri harus ditanggalkan setiap pekerja meninggalkan area
kerja

Penyimpanan barang-barang bangunan

Material konstruksi disimpan di dalam tempat yang kering dan bersih untuk
mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur

Setelah konstruksi

1. Kontraktor akan membersihkan seluruh permukaan dia area kontruksi,


membuat area tersebut bebas debu sebelum pembuangan barier isolasi
2. Material barier harus dibuang dengan hati-hati untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan debris yang berhubungan dengan konstruksi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 93
(barier harus dibuang ebagai debris konstruksi). Material barier harus di lap
dengan lap basah, divakum HEPA sebelum dibuang
3. Kontraktor bertanggung jawab menyeimbangkan sistem ventilasi untuk
membuat spesifikasi (seperti yang telah dijelaskan dalam manual
proyek/perjanjian)
4. Kontraktor bertanggung jawab membuang semua penghalang dari sistem
udara
5. Rumah sakit harus memastikan apakah penyaring penghalang dan/atau
kebocorannya
6. Bagian sanitasi dan lingkungan akan membersihkan terakhir kali area yang
baru dikonstruksi atau renovasi sebelum pasien boleh memasuki area
tersebut

Peringatan khusus untuk penanganan air (penanganan saluran air)

1. Perhatian latihan dalam menangani cairan (misalnya dalam memindahkan


pipa air dan peralatan) untuk mencegah material bangunan menjadi basah
dan atau mengkontaminasi area kerja
2. Tutup cabang pipa air domestik yang tidak digunakan tidak boleh lebih dari
12 inchi dari garis utama
3. Sebelum area digunakan oleh pasien, suhu dan kelayakan air harus
diperiksa

Edukasi dan komunikasi

1. Pimpinan proyek akan mengedukasi manager konstruksi (termasuk


kontraktor) yang akan mengawasi pembangunan/renovasi
2. Komite PPIRS akan mendampingi edukasi tersebut

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 94
BAB III

SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT

Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis,
terus menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didesiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Sehubungan dengan pentingnya peranan surveilans dalam manajemen


program pengendalian infeksi rumah sakit, maka pedoman ini disiapkan bagi
petugas rumah sakit khususnya Komite PPIRS untuk membuat program dan
melaksanakan surveilans infeksi rumah sakit.

Pedoman ini memuat pedoman umum kegiatan surveilans beserta contoh-


contohnya sehingga memudahkan Komite PPIRS melaksanakan surveilans.
Diharapkan setiap rumah sakit dapat merencanakan dan menetapkan jenis
surveilans yang akan diterapkan sesuai dengan misi dan visi serta situasi dan
kondisi masing-masing rumah sakit.

Disarankan agar minimal penanggung jawab PPI di tingkat departemen dan


pelaksana sudah mendapat pendidikan/pelatihan tambahan tentang surveilans
epidemiologi infeksi rumah sakit.

A. TUJUAN SURVEILANS
Suatu surveilans harus mempunyai tujuan yang jelas dan ditinjau secara berkala
untuk menyesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan yang telah berubah.
Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi tersebut meliputi :
Adanya infeksi baru
Perubahan kelompok populasi pasien seperti misalnya perlu penerapan
cara intervensi medis lain yang beresiko tinggi
Perubahan pola bakteri penyakit
Perubahan pola resistensi bakteri terhadap antibiotika

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 95
Pengumpulan dan analisa data surveilans harus dilakukan dan terkait dengan
suatu upaya pencegahan. Oleh karena itu sebelum merancang sistem dan
melaksanakan surveilans tersebut penting sekali untuk menentukan dan merinci
tujuan dari surveilans terlebih dahulu.

Adapun tujuan surveilans infeksi rumah sakit terutama adalah :

1. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit


2. menurunkan Laju Infeksi Rumah Sakit
3. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit
4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya maslah yang
memerlukan penanggulangan
5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS

A.1. Mendapatkan data dasar IRS

Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju angka dasar
(baseline rate) dari infeksi rs. Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar
resiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian
besar (90% - 95%) dari IRS adalah endemik dan ini diluar dari KLB yang telah
dikenal. Oleh karena itu kegiatan surveilans IRS harus dimaksudkan untuk
menurunkan laju angka endemik tersebut.

Meskipun data surveilans dapat dugunakan untuk menentukan angka endemik,


namun pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi resiko infeksi jika tidak
disertai dengan surveilans akan sia-sia belaka, bahkan selain mahal juga sangat
tidak memuaskan semua pihak.

A.2. Menurunkan laju infeksi rumah sakit

Dengan surveilans ditemukan faktor resiko IRS yang akan diintervensi sehingga
dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus
berdasarkan cara penggunaan data, sumber daya manusia dan dana yang
tersedia untuk ini.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 96
A.3. Identifikasi dindi kejadian luar biasa (KLB) infeksi rumah sakit

Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila terjadi
suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut yang mencerminkan suatu
peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak) dari IRS.

Outbreak atau kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada RS dalam
kurun waktu tertentu.

KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi RS yang menyimpang


dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu tertentu.

Deteksi dini merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi peningkatan


kasus infeksi RS dengan cara melakukan pemantauan secara terus menerus dan
sistematis surveilans terhadap factor resiko terjadinya infeksi RS.

Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat


menetapkan kejadia tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan ketrampilan
khusus dari para petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk itu. Tanpa
adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak ada
gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.

A.4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang


memerlukan penanggulangan

Data surveilans yang dioalh dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI). Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang didapat dari teori karena
lebih spesifik, nyata dan terpercaya. Umpan balik mengenai informasi seperti itu
biasanya sangat efektif dalam menggiring tenaga kesehatan untuk melakukan upaya
PPIRS

A.5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS

Seetelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta


upaya pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan
surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 97
ada benar-benar telah terkendalikan. Dengan pemantauan yang terus menerus
maka suatu upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya dapat
diketahui bahwa ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh, bahwa
perawatan meatus setiap hari untuk mencegah IRS saluran kemih yang nampak
rasional namun data surveilans menunjukan bahwa tidak ada manfaatnya.

A.6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan

Penatalaksanakan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah
penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap antimikroba akan
menurunkan angka IRS. Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar
sebagai data pendukung rumah sakit dalam upaya memenuhi Standar Pelayanan
Rumah Sakit

A.7. Salah satu unsure pendukung untuk memnuhi akreditasi RS

Surveilans IRS merupakan salah satu unsure untuk memenuhi akreditasi RS yaitu
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Akan tetapi, pengumpulan data surveilans
hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber daya yang
luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada rumah sakit ataupun tenaga yang
ada. Oleh karena itu surveilans harus dikembalikan kepada tujuan yang sebenarnya
yaitu untuk menurunkan resiko terjangkitnya IRS.

B. PENGERTIAN
Endemik
Keadaan dimana suatu penyakit atau penyebab penyakit secara terus menerus
tetap ada pada populasi manusia dalam suatu area geografis tertentu (misal :
rumah sakit)
Rate, Ratio, Proporsi
Merupakan ukuran relative yang digunakan untuk mengukur besarnya
kemungkinan kejadian (morbiditas atau mortalitas) suatu masalah kesehatan
termasuk infeksi rumah sakit :
Rate mengukur kemungkinan munculnya suatu kejadian pada populasi
tertentu misalnya infeksi rumah sakit di ruang bedah.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 98
Rate ada 2 macam :

- Insidence Rate : ukuran frekuensi kasu baru pada populasi dan


pada kurun waktu tertentu
- Prevalence Rate : Ukuran frekuensi kasus baru dan lama pada
populasi dan kurun waktu tertentu.

METODE SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT (IRS)

Metode surveilans berdasarkan jenis data :

Surveilans hasil adalah surveilans yang meninjau laju angka IRS ( misalnya IDO,
ISK, VAP, HAP, IAD )

Surveilans proses adalah surveilans yang memantau pelaksanaan langkah-langkah


pencegahan IRS. Pencegahan dikembangkan dalam bundle yaitu serangkaian
protocol tetap tindakan klinis :

1. Berdasarkan cakupannya
a. Surveilans komprehensif adalah surveilans yang dilakukan de semua area
perawatan untuk mengidentifikasi pasien yang terinfeksi selama di rumah
sakit
b. Surveilans target adalah surveilans yang berfokus pada ruangan,
kelompok pasien atau tindakan yang beresiko atau jenis surveilans yang
memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang
lebih sedikit.
2. Berdasarkan waktu
a. Surveilans periodic adalah surveilans yang di lakukan secara periodic
dengan selang waktu tertentu misalnya satu bulan dalam per semester
b. Surveilans prevalensi adalah surveilans yang menghitung jumlah semua
IRS baik yang lama maupun yang baru.
3. Berdasarkan jenis rawat
a. Surveilans selama perawatan adalah surveilans yang dilakukan selama
pasien dirawat inap saja
b. Surveilans pasca rawat adalah surveilans yang dilakukan sesudah pasien
keluar dari rumah sakit.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 99
JENIS JENIS INFEKSI RUMAH SAKIT

A. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)


Pengertian dan Klasifikasi
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih dari
kandung kemih hingga ginjal dengan gejala : demam, anyang-anyangan, disuria,
nyeri supra pubik.
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Simptomatik
Definisi : Infeksi Saluran Kemih (ISK) Simptomatik harus
memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :
Kriteria 1 : Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan
gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- Demam (> 38C)
- Nikuria (anyang anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- atau nyeri supra pubik
- atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 105 bakteri
per ml urin dengan jenis bakteri tidak lebih dari
spesies.

Kriteria 2 : Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-


gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya salah satu dari
hal-hal berikut :
- Supra pubik demam (>38C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- atau nyeri supra pubik
dan salah satu dari hal-hal sebagai berikut :
1. Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit
esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat > 10 leukosit per ml atau terdapat > 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak di)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 100
3. Ditemukan bakteri dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak di pusing (di centrifuge)
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukan jenis bakteri yang sama ( bakteri gram
negative atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100
koloni bakteri per ml urin yang di ambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(bakteri gram negative atau S.saphrophyticus) dengan
jumlah >105 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai.
6. Di diagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai
oleh dokter yang menangani
Kriteria 3 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling sedikit
satu dari tanda-tanda dan gejala berikut tanpa ada
penyebab lainnya :
- Demam (> 38C)
- Hipotermia (< 37C)
- Apnea
- Bradikardia <100/ menit
- Letargia
- Muntah-muntah
Dan
Hasil biakan urin105 bakteri/ml dengan tidak lebih dari
dua jenis bakteri.
Kriteria 4 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling sedikit
satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada
penyebab lainnya :
- Demam (> 38C)
- Hipotermia (< 37C)
- Apnea
- Bradikardia <100/ menit
- Letargia

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 101
- Muntah-muntah
Dan
1. Test carik celup (dipstick) positif untuk leukosit
esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat > 10 leukosit per ml atau terdapat > 3
leukosit per LPB dari urin yang tidak di)
3. Ditemukan bakteri dengan pewarnaan gram dari urin
yang tidak di pusing (di centrifuge)
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut
menunjukan jenis bakteri yang sama ( bakteri gram
negative atau S.saphrophyticus) dengan jumlah > 100
koloni bakteri per ml urin yang di ambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen
(bakteri gram negative atau S.saphrophyticus) dengan
jumlah >105 per ml pada penderita yang telah
mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai.
6. Di diagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai
oleh dokter yang menangani.

b. ISK (Bakteruria Asimptomatik)


CATATAN PENTING :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang bias diterima untuk ISK
Biakan urin harus di ambil dengan tehnik yang sesuai, seperti koleksi
clean cath atau kateterisasi
Pada anak kecil biakan urin harus diambil dengan kateterisasi buli-buli
atau aspirasi suprapubik, biakan positif dari specimen dari kantung
urin tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen
yang diambil secara aseptic dengan kateterisasi atau aspirasi
suprapubik.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 102
Definisi : Infeksi Saluran Kemih (ISK) asimptomatik harus
memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :
Kriteria 1 : Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam
waktu 7 hari sebelum biakan urin
Dan
Ditemukan dalam biakan urin > 105 bakteri per ml urin
dengan jenis bakteri maksimal 2 spesies
Dan
Tidak terdapat gejala-gejala / keluhan demam, suhu >
38C, polakisuria, nikuria, disuria dan nyeri supra pubik
Kriteria 2 : Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7
hari sebelum biakan pertama
Dan
Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih 2
jenis bakteri yang sama dengan jumlah < 105 per ml

CATATAN PENTING :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan test
laboratorium yang bisa diterima untuk bakteriuria
Biakan urin harus dambil dengan tehnik yang sesuai, seperti koleksi
clean cath atau kateterisasi

c. Infeksi Saluran kemih Lain


Definisi : Infeksi saluran kemih (ISK) yang lain harus memenuhi
paling sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1 : Ditemukan dari bakteri yang dibiakan cairan bukan urin
atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai
terinfeksi
Kriteria 2 : Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat,
baik secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan
atau melalui pemeriksaan histopatologis
Kriteria 3 : Terdapat dua dari tanda berikut : demam (> 38C), nyeri
lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi dan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 103
paling sedikit satu dari tanda berikut :
Dan
Paling sedikit satu dari tanda berikut :
1. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi.
2. Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, misal : ultrasound, CT-Scan,
MRI, radiolabel scan, (gallioum, technetium)
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. Dokter yang menangani memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai
Kriteria 4 : Pada pasien berumur < 1 tahun ditemukan paling sedikit
satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada
penyebab lainnya :
Demam (> 38C)
Hipotermia (> 37C)
Apnea
Bradikardi < 100 kali/menit
Letargia
Muntah-muntah
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang
dicurigai terinfeksi.
2. Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai
dengan tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, misal : ultrasound, CT-Scan,
MRI, radiolabel scan, (gallioum, technetium)
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
5. Dokter yang menangani memberikan pengobatan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 104
antimikroba yang sesuai

Angka insiden dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus pada kasus
untuk infeksi
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah Kejadian ISK


Incidence Rate ( laju insiden ) : = Jumlah hari pemasangan kateter urine x 1000

Petunjuk Pelaporan :

Laporkan infeksi setelah sircumcisi pada neonatus sebagai SST-CIRC (Skin


and Soft Tissue Infection Sirkulasi neonatus)

Faktor Resiko Infeksi saluran Kemih :


a. Kateterisasi menetap
- Cara pemasangan kateter
- Lama pemasangan
- Kualitas perawatan kateter
b. Kerentanan pasien (umur)
c. Dekubitus
d. Pasca persalinan

KEBIJAKAN PENCEGAHAN ISK :


Petugas
Pemasangan kateter hanya dilakukan oleh petugas yang terampil dan
memahami tehnik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatan
kateter yang benar.
Tenaga yang diberikan asuhan keperawatan pasien dengan kateter urin
sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan tehnik yang benar
mengenai prosedur pemasangan kateter urin dan kompilkasi potensi yang
mungkin terjadi pada kateter urin

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 105
Penggunaan kateter
Pemasangan kateter urin dilakukan hanya kalau diperlukan saja dan segera
dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter bukan karena
untuk mempermudah personil dalam memberikan asuhan kepada pasien
Segera lepaskan kateter jika tidak diperlukan lagi
Untuk pasien-pasien tertentu dapat digunakan alternatif dari kateter
menetap, seperti : drainase dengan kondom, kateter, kateter suprapubik,
kateter selang seling.

Kebersihan tangan
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah memasang kateter,
merawat perineal dan saat pengosongan urine.

Pemasangan kateter
Pemasangan kateter harus menggunakan tehnik aseptik dan peralatan steril
Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus menggunakan sarung
tangan, kapas dan larutan aseptik yang sesuai dan pakai jelly pelumas
sekali pakai
Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten untuk
meminimalkan trauma uretra
Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan
untuk mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra

Drainase sistem tertutup dan steril


Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan
Kateter dan selang/tube drainase tidak boleh dilepas sambungannya kecuali
bila akan dilakukan irigasi (semaksimal mungkin hindari irigasi)
Jika sambungan kantong urin terlepas atau terjadi kebocoran, sistem
penampungan harus diganti dengan tehnik aseptik lakukan disinfeksi pada
ujung pipa kateter baru disambungkan kembali
Pertahankan tidak ada kontak antara urin bag dengan lantai (jarak dengan
urin bag minimal 30 cm)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 106
Laju aliran urin
Pertahankan laju aliran tetap lancar dengan cara : jaga kateter dan pipa
drainase dari lekukan
Kantong urine harus dikosongkan secara teratur, satu gelas ukur untuk satu
pasien
Kantong kateter urin harus diletakkan lebih rendah dari kandung
kemih/bladder.

Perawatan meatus
Bersihkan 2-3 kali/hari dengan cairan aseptik.

Monitoring bakteriologi
Bersihkan bakteriologi secara rutin pada pasien dengan kateter urin tidak
dianjurkan.

Pemisahan pasien
Untuk mengurangi infeksi silang pada pasien yang terinfeksi sebaiknya satu
kamar mandi sendiri atau dipisahkan dari pasien yang lainnya.

B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DERAH OPERASI (IDO)


a. Superficial Incisional
Definisi : Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30
hari pasca bedah
Dan
Hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain di fascia
Dan
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ini :
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang di atas fascia
2. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang di ambil secara aseptik

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 107
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali hasil biakan negatif (paling
sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut
ini : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat
lokal)
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

Petunjuk pelaporan :
Jangan laporkan abses jahitan (inflamasi dan discharge minimal terbatas
pada titik-titik jahitan) sebagai infeksi
Jangan melaporkan suatu infeksi lokal pada tempat tususkan (stab
wound) sebagai SSI, tetapi laporkan sebagai infeksi kulit atau soft tissue
tergantung kedalamannya
Laporkan infeksi pada sirkumsisi bayi sebagai SST-CIRT (Skin and Soft
Tissue Infection Sirkulasi Neonatus). Sirkumsisi bukan merupakan
prosedur pembedahan bagi NNIS
Laporkan infeksi pada episiotomi sebagai REPR-EPIS. Episiotomi bukan
merupakan prosedur pembedahan bagi NNIS
Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai SST-BURN
Bila infeksi incisional mengenai atau meluas sampai ke lapisan fascia dan
otot, laporkan sebagai infeksi luka operasi profunda
Laporkan spesimen biakan dari incisi superficial ssebagi ID ( incisionla
drainase)

b. Operasi Profunda
Definisi : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30
hari pasca bedah atau sampai satu tahun pasca bedah
(bila ada implant berupa non human derived implant
yang dipasang permanen)
Dan
Meliputi jaringan lunak yang dalam ( misal : lapisan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 108
fascia dan otot) dari insisi.
Dan
Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ini :
1. Pus keluar dari luka incisi dalam tetapi bukan
berasal dari komponen organ/rongga dari daerah
pembedahan
2. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens
atau dengan sengaja dibuka oleh ahli pasien
mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda
atau gejala-gejala berikut ini : demam (>38C), atau
nyeri lokal, terkecuali bukan insisi negatif.
3. Diketemukan abses atau bukti lain adanya yang
mengenal infeksi dalam pemeriksaan langsung,
waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiiologis
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

Petunjuk pelaporan :
Masukan infeksi yang mengenai baik superficial atau profunda sebagai
infeksi luka operasi profunda.
Laporkan biaya spesimen dari insisi superficial sebagai ID (Incisional
drainase)

c. Organ / Rongga
Definisi : IDO organ/rongga mengenai bagian badan manapun,
kecuali insisi kulit fascia atau lapisan-lapisan otot yang
dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat-
tempat spesifik dinyatakan pada IDO organ/rongga untuk
menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada daftar
dibawah ini terdapat tempat-tempat spesifik yang harus
digunakan untuk membedakan IDO organ/rongga.
Sebagai contoh : appendictomi yang diikuti dengan abses
subdiagfragmatika, yang harus dilaporkan sebagai IDO

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 109
organ/rongga pada tempat spesifik intraabdominal (SSI-
IAB)
Suatu IDO organ/rongga harus memenuhi kriteria berikut :
Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari prosedur pembedahan,
bila terpasang implant dan infeksi tampaknya ada
hubungannya dengan prosedur pembedahan
Dan
Pasien paling sedikit mempunyai salah satu dari berikut :
1. Drainase purulent dari drain yang dipasang melalui
luka tusuk ke dalam organ/rongga
2. Diisolasi bakteri dari biakan yang diambil secara
aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ
atau ruangan
3. Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
organ/rongga yang diketemukan pada pemeriksaan
langsung waktu pembedahan ulang atau dengan
pemeriksaan histopatologis atau radiologis
4. Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga

Angka insidensi diakai apabila surveilans yan dilakukan berfokus pada kasus
baru untuk infeksi luka operasi (IDO)
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah Kejadian IDO


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah pasien yang di operasi x 100

Petunjuk pelaporan :
Kadang-kadang infeksi organ/rongga mengalir melalui insisi. Infeksi
semacam itu umumnya tidak berhubungan dengan pembedahan ulang
dan di anggap sebagai penyakit dari insisi. Karena itu diklasifikasikan
sebagai IDO profunda
Laporkan biakan spesimen dari insisi superficial sebagai ID (incisional
drainage)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 110
Kebijakan Pencegahan IDO :

a. Persiapan pre-operasi
Mandikan pasien dengan menggunakan sabun yang mengandung
antiseptik : chlorhexidine 4% satu hari sebelum operasi
Jangan mencukur daerah operasi jika tidak mengganggu jalanya
operasi, jika terpaksa harus di cukur lakukan satu jam sebelum
operasi, sebaiknya di cukur di kamar operasi dengan menggunakan
pencukur eletrik, bukan dengan pisau silet ( di ruang pemulihan/RR)
Luka yang terinfeksi dan tidak ada indikasi cito operasi harus di tunda
operasinya, infeksi harus diatasi terlebih dahulu baru dilaksanakan
operasi
Pasien merokok harus dianjurkan untuk berhenti merokok 30 hari
sebelum operasi
Pasien dengan hipoglikemia, hipoalbumin, hipokalemia, hiponatremia
dan Hb < 7 g/dl harus di koreksi sebelum operasi
Rawat inap pre operasi harus sesingkat mungkin (1-2 hari dirawat
pasien harus di operasi)

b. Intra operasi
Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan dengan
tehnik cuci tangan bedah dan penggunaan handrubs (chlorhexidine
2% dalam alkohol 70% harus dilakukan dengan optimal
Tehnik skin preparation dengan cara memutar dari dalam ke luar
dengan menggunakan antiseptik chlorhexidine 2% dalam alkohol 70%
Kontrol kolonisasi pada petugas (skrining MRSA)
Sirkulasi udara dan sistem ventilasi di ruang operasi harus
dipertahankan dengan cara mempertahankan tekanan positif,
pertukaran udara 20-25 kali/jam, gunakan HEPA filter (efficiency
>90%), suplai udara dari ceilling dan exhaust dekat dengan lantai,
pintu kamar operasi harus selalu tertutup, batasi petugas yang masuk
ke kamar operasi
Kultur udara dilakukan setelah dilakukan kalibrasi atau service
HEPAA filter dan AC. Kultur udara tidak direkomendasikan dilakukan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 111
rutin hanya jika ada outbreak (Standard of Bioburden udara level 0-5
CFU/ M, pasien level < 30 CFU/M) jika ditemukan patogen, misal
Staphylococcus aureus dan terjadi peningkatan CFU stop sementara
operasi)
Pemberian antibiotik profilaksis prinsipnya diberikan satu jam sebelum
operasi, tidak untuk jenis operasi bersih
Pemasangan infus (central dan perifer), kateter urin, pemberian obat
dan intubasi pasien harus dengan tehnik septik dan aseptik
Pembersihan kamar operasi setelah selesai operasi setiap hari dan
dilakukan pembersihan besar setiap akhir minggu (hari sabtu)
Lantai, dinding dan surface daerah lainnya tidak langsung penyebab
utama infeksi luka operasi (IDO)
Bersihkan lantai ,dinding, alat-alat monitor, meja dan brankar pasien
setiap hari dengan menggunakan sabun atau disinfektan dan lakukan
dengan tehnik yang tepat
Tidak direkomendasikan melakukan pengasapan atau fogging di
kamar operasi untuk membersihkan ruangan

c. Post operasi
Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan sebelum dan sesudah merawat luka
Tidak direkomendasikan membuka (mengintip) luka saat ronde
Lakukan perawatan luka setelah 3 hari post operasi atau segera jika
ada indikasi (luka rembes atau kotor) balut luka dengan
menggunakan transparan film
Jika mengganti balutan pasien harus menggunakan meja balutan, set
luka dan pakai Alat Pelindung Diri (APD) misal : masker, sarung
tangan steril dan apron
Rawat luka dengan cairan fisiologis seperti NaCl 0,9%
Pelatihan perawatan luka untuk perawat dan dokter

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 112
C. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PNEUMONIA
Pneumonia merupakan infeksi rumah sakit tersering kedua di Amerika Serikat
dalam hal mortalitas dan morbiditasnya, setelah infeksi saluran kencing.
Umumnya pasien yang menderita pneumonia infeksi rumah sakit adalah bayi,
anak-anak dan orang tua di atas 65 tahun. Biasanya disebabkan bakteri.

Pneumonia infeksi rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia atau HAP)


Seseorang yang setelah lebih dari 48 jam dirawat di rumah sakit menunjukkan
gejala :
Demam (> 38C), batuk dan sesak napas disertai dahak puru;en
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis (> 12.000/mm) atau
leukopenia (< 4000/mm)
Pada pemeriksaan jasmani didapatkan ronchi
Pada gambaran radiologi thorak ditemukan infiltrat baru
Kriteria diagnosis surveilans di lapangan yang lebih rinci dapat dilihat pada
diagram alur pneumonia infeksi rumah sakit di halaman lain

Pneumonia terkait ventilator (ventilator associated penumonia atau VAP)

Seseorang yang setelah pemakaian ventilator mekanik >48 jam menunjukkan


tanda dan gejala infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru
dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda infeksi saluran napas.

Kriteria diagnosis pneumonia sesuai dengan Diagram Alur Infeksi Rumah Sakit.

Mekanisme terjadinya pneumonia

Masuknya mikroba ke saluran napas bawah (pneumonia) melalui 4 mekanisme :

1. Aspirasi sekret orofaring maupun lambung, banyak ditemukan pada kasus


neurologi dan usia lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi alat bantu napas yang digunakan pasien
3. Hematogen (melalui aliran darah)
4. Penyebaran langsung

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 113
Diagram Alur Diagnosis Pneumonia karena Infeksi Rumah Sakit (dewasa)

Pasien dalam perawatan setelah dua hari atau lebih sejak MRS, dengan atau
tanpa penyakit yang mendasari, terjadi TANDA dan GEJALA :

Paling sedikit satu dari berikut ini :

Demam >38C tanpa penyebab lain


Lekopenia (<4000/mm) atau DISERTAI GAMBARAN
lekositosis (>12.000/mm).
FOTOFOTO FOTO
Pada pasien immunokompromise
sering tidak dijumpai.
Perubahan status mental tanpa dengan 2 atau lebih
penyebab lain pada usia > 70 tahun thorak serial dengan
salah satu hal berikut
Setidaknya 2 dari berikut : (terjadi setelah 3 hari
masuk rawat atau lebih) :
Dahak purulen yang baru muncul,
atau perubahan sifat dahak, sekret Infiltrat baru atau
atau perlu pengisapan lendir progresif dan menetap
Timbul batuk atau perburukan batuk Konsolidasi
atau sesak atau napas cepat. Kavitasi
Ronchi atau suara napas bronkial
Perburukan pertukaran gas ( misal
PaO/FIO<240), peningkatan
kebutuhan O atau ventilasi PNEUMONIA KLINIS (IRS)
Batuk darah
Nyeri pleuritik

Sebagai alat ukur biasanya dipakai angka insidensi dan angka prevalensi

1. Angka insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus pada


kasus baru untuk HAP
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian HAP


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah lama hari tirah baring x1000

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 114
2. Angka insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus pada
kasus baru untuk VAP
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian VAP


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah lama hari tirah baring x1000

Kebijakan Pencegahan Infeksi ventilator Associated Pneumonia (VAP)


sebagai berikut :

1. Pencegahan kontaminasi silang :


Meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan (dokter, perawat,
mahasiswa) melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah :
kontak dengan pasien, pemasangan endotracheal tube (ETT, NGT),
suctioning bronhoscopy
Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan dan
gogle alat pelindung mata (jika diperlukan)
Gunakan air yang steril untuk humidifikasi

2. Pencegahan gastrik refluks :


Berikan posisi semi recumbent 30- 45
Enteral feeding

3. Airway manajemen :
Lepaskan ETT pasien sesegera mungkin
Hindari re-intubasi
Jika memungkinkan gunakan non invasive positif pressure ventilation
secara kontinius melalui face/nose mask sebagai pengganti intubasi
Lakukan scution bila diperlukan dan mempertahankan tehnik septik dan
aseptik saat melakukan prosedur
Gunakan cairan steril untuk memebersihkan kateter suction jika
dimasukan kembali ke ETT tube

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 115
Gunakan ororthracheal
Lakukan oral hygiene dengan chlorhexidine 0,2% setiap 3-4 kali/hari

4. Maintenace peralatan:
Ganti segera sirkuit ventilator bila kotor
Segera buang condensate yang terkumpul di tubing ventilator
Bersihkan dan disinfeksi atau sterilkan semua peralatan dan ventilasi
mekanik secara tepat
Setelah didisinfeksi, cuci keringkan, bungkus, jaga jangan sampai
terkontaminasi pada saat diproses
Pengadaan alat ventilator untuk cadangan sehingga ada waktu
pembersihan untuk alat bekas pasien sebelumnya.

5. Pemberian obat-obatan:
Hindari penggunaan antimikroba yang tidak perlu
Gunakan antimikroba yang sesuai pada pasien beresiko tinggi
Membatasi pemberian profilaksis tukak lambung pada pasien beresiko
tinggi
Gunakan antimikroba untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
Lakukan oral hygiene dengan menggunakan chlorhexidine 0,2%
Gunakan profilaksis untuk mencegah DVT

Kebijakan pencegahan infeksi saluran napas (ISN) atau hospital acquired


pneumonia (HAP)

1. Semua petugas kesehatan (dokter, perawat dll) harus melakukan kebersihan


tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan suction
2. Lakukan mobilisasi sedini mungkin dan fisioeraphi dada jika tidak ada kontra
indikasi
3. Pertahankan posisi tidur semirecumbent (30- 45) untuk mencegah
terjadinya aspirasi saat pemberian enteral feeding
4. Gunakan kateter suction steril waktu melakukan suctioning satu kali
pemakaian
5. Mengisolasi pasien dengan organisme yang sangat resisten seperti MRSA

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 116
6. Jika terpaksa di pakai ulang, kateter suction harus di dekontaminasi dengan
maksimal kemudian di sterilkan kembali di rekomendasikan hanya 2 kali
pemakaian
7. Tidak direkomendasikan menempelkan bekas kateter suction di dinding atau
di meja pasien
8. Buang langsung kateter suction ke tempat sampah infeksius
9. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan dan gogle
(jika diperlukan) saat melakukan suction.

D. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER


(IADP)
Definisi : Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah
yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang
dicurigai sebagai sumber infeksi
Kriteria 1 : terdapat bakteri patogen yang dikenal dari satu kali atau
lebih biakan darah dan biakan dari darah tersebut tidak
berhubungan dengan infeksi di tempat lain
Kriteria 2 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa
penyebab lain
Demam (>38C)
Menggigil
Hipotensi
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids, Bascillus
sp, Porionibacterium sp, coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua
kali atau lebih biakan darah yang di ambil dari waktu
yang berbeda
2. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids, Bascillus
sp, Porionibacterium sp, coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling
sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 117
intravaskuler dan dokter memberikan terapi
antimikroba yang sesuai
3. Test antigen positif pada darah ( misal H. Influenza,
S Pneumoniae, N meningitidis atau group B
Streptococcus)
Dan
Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang
positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat
lain.
Kriteria 3 : Pasien berumur > 1 tahun dengan paling sedikit satu
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut :
Demam (> 38C)
Hipotermia (< 37C)
Apnea
atau bradikardia
Dan
1. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids, Bascillus
sp, Porionibacterium sp, coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua
kali atau lebih biakan darah yang di ambil dari waktu
yang berbeda
2. Kontaminasi kulit biasa (misal Dhipteroids, Bascillus
sp, Porionibacterium sp, coagulase negative
staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling
sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran
intravaskuler dan dokter memberikan terapi
antimikroba yang sesuai
3. Test antigen positif pada darah ( misal H. Influenza, S
Pneumoniae, N meningitidis atau group B
Streptococcus)
Dan
Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang
positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 118
lain.

E. SEPSIS
CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi rumah sakit apabila :
Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 ahri
Terjadi 3 hari setelah partus patologik tanpa didapatkan pintu masuk bakteri
Pintu masuk bakteri jelas, misalnya luka infus

Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari


kriteria berikut :
Kriteria 1 : Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa
penyebab lain :
Suhu >38C bertahan minimal 24 jam dengan atau
tanpa pemberian anitpiretika
Oliguria dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau < 0,5
ml/kgBB/jam)
Dan
Semua gejala/tamda yang disebut di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan
bakteri atau antigen dalam darah
2. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
Kriteria 2 : Ditemukan pada pasien berumur 1 tahun paling sedikit
satu gejala/tanda berikut tanpa diketahui ada penyebab
lain :
Demam (>38C)
Hipotermia (< 37C)
Apnea
Atau bradikardi <100x/menit
Dan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 119
Semua gejala/tanda di bawah ini :
1. Biakan darah tidak dilakukan atau tidak diketemukan
bakteri atau antigen dalam darah.
2. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain
3. Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
Kriteria 3 : Pasien menderita abses atau bukti adanya infeksi rongga
yang terlihat pada waktu pembedahan atau pemeriksaan
histopatologis.
Kriteria 4 : Terdapat paling sedikit dua tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa ada penyebab yang lainnya dan sesuai
dengan organ atau jaringan yang terkena :
Demam (> 38C)
Nause (mula)
Muntah
Nyeri perut
Atau nyeri tekan
Dan
Paling sedikit satu dari berikut ini :
1. Terdapat bakteri pada biakan drainase atau jaringan
yang di ambil pada waktu pembedahan atau
endoskopi, atau dari yang dipasang secara bedah
2. Bakteri terlihat pada pemeriksaan mikroskopik pada
pengecatan gram atau KOH atau terlihat
multinucleated giant cells dari drainase atau jaringan
yang di ambil pada waktu pembedahan atau
endoskopi atau drain yang dipasang secara bedah
3. Terdapat bakteri dari biakan darah
4. Bukti kelainan patologis pada pemeriksaan radiologis
5. Bukti kelainan patologis pada pemeriksaan endoskopi
(misal Candida esofagitis atau Proctitis)

Angka Insidensi dipakai apabila surveilans yang dilakukan berfokus pada kasus
baru untuk infeksi Aliran Darah (IAD)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 120
RUMUS UMUM PERHITUNGAN

Jumlah kejadian IAD


Incidence Rate (laju insidensi) : Jumlah hari pemasangan CVL (Central vena Line) x1000

Kebijakan Pencegahan Infeksi Aliran Darah (IAD) sebagai berikut :


1. Pendidikan dan pelatihan petugas medis (perawat dan dokter)
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (kursus dasar) bagi
petugas medis ( dokter, perawat)
2. Kebersihan Tangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat
intravaskuler, penggantian alat intravaskuler atau memasang verban
Gunakan sarung tangan steril pada saat pemasangan dan perawatan
kateter intrvaskuler
3. Frekuensi penggantian krateter, dressing, administrasi set dan cairan
Penggantian dan pemindahan perangkat
Pasien dewasa :
- Ganti kateter dan pindah lokasi infus perifer (IVL) > 72-96 jam(3-5
hari) dan 14 hari untuk CVL (Central Line)
- Infus perifer yang dipasang di unit IGD diganti setelah 48 jam (2 hari)

Anak dan bayi :

- Jangan mengganti infus perifer kecuali ada indikasi klinis

Petugas
- Pemasangan kateter intrvaskuler (CVL, IVL, Umbilical) oleh dokter,
perawat yang ahli atau kompeten
- Bekerja dengan prinsip steril
- Gunakan set infus saat pemasangan kateter intravaskuler (CVL, IVL,
Umbilical)
- Gunakan APD saat memasang kateter intrvaskuler

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 121
Penggantian dressing
- Ganti dressing sesegera mungkin jika lembab, kotor dan berkeringat
- Lepas dressing bila dressing besar dan tebal yang menyulitkan
palpasi atau visualisasi langsung pada site insersi dan lakukan
observasi pada daerah pemasangan infus setiap kali pergantian shift
(3x/hari)
- Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yan dapat
dilihat dengan jelas

Penggantian administrasi set


- Ganti selang intravena termasuk perangkat tambahan di atas 72 jam
(3 hari) kecuali ada indikasi klinis
- Ganti selang yang digunakan untuk pemberian darah, produk darah
atau emulsi lipid dalam 24 jam dari awal pemberian
- Tidak ada rekomendasi untuk penggantian selang untuk infus
intermiten
- Anggap selang ekstensi pendek yang terhubung pada kateter
sebagai bagian dari perangkat, ganti bagian ini ketika mengganti
kateter

Waktu gantung cairan parenteral


- Tak ada rekomendasi penggantian untuk cairan nutrisi perenteral
non lipid (NaCl 0,9%, Dex 5%)
- Selesai pemberian infus cairan nutrisi parenteral lipid (misal larutan
3 in 1) harus diganti dalam waktu 24 jam
- Selesai pemberian infus emulsi lipid dalam 12 jam
- Selesai pemberian infus produk darah dalam 4 jam

Antiseptik daerah kulit


- Bersihkan kulit di lokasi penusukan dengan antiseptik yang
mengandung chlorhexidine-alkohol 2% tunggu antiseptik kering (2
menit) baru lakukan penusukan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 122
- Lakukan perawatan daerah penusukan dengan antiseptik yang
mengandung chlorhexidine-alkohol 2%
- Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan
dengan antiseptik (lokasi di anggap daerah steril)
- Gunakan kasa steril atau verban transparan untuk menutup lokasi
pemasangan
- Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter maka harus dibilas dengan alkohol 70%

Bahan dasar kateter intravaskuler


Direkomendasikan bahan dasar terbuat dari violen (lentur) polyninyl
chloride, poly-ethylene

F. LUKA BAKAR
Definisi : Infeksi luka bakar harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter
luka bakar, seperti pemisahan eschar yang cepat, atau
eschar menjadi coklat gelap atau hitam atau perubahan
warna (discolcoration) yang hebat atau edema pada
perbatasan luka
Dan
Pemeriksaan histopatologis dai biopsi luka bakar
menunjukan invasi bakteri ke dalam jaringan berdekatan
yang sehat
Kriteria 2 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter
luka bakar seperti pemisahan eschar yang cepat atau
eschar menjadi coklat gelap atau hitam atau prubahan
warna (discoloration) yang hebat atau edema pada
perbatasan luka
Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
1. Terdapat bakteri dari biakan darah dan tidak terdapat

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 123
infeksi lain
2. Dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi
histopatologis dari inclusions dengan cara mikroskopik
cahaya (light microskop) atau tempat partikel-partikel
virus dengan mikroskop elektron dan biopsi keroka lesi

Kriteria : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-


gejala berikut tanpa diketahui penyebab lainnya :
Demam (>38C)
Hipotensi
Hipotermia
Oliguria (20 ml/jam)
Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level
yang sebelumnya dapat ditolerir dengan mental
confusion

Dan
Paling sedikit satu dari berikut :
Terdapat bakteri dari biakan darah dan tidak
terdapat infeksi lain
Dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi
histopatologis dari inclusions dengan cara
mikroskopik cahaya (light microskop) atau tempat
partikel-partikel virus dengan mikroskop elektron
dan biopsi keroka lesi.

CATATAN :
Purulen saja pada tempat luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosis
infeksi luka bakar, purulen seperti itu mungkin menunjukan perawatan luka
yang kurang baik
Demam saja pada luka bakar tidak cukup kuat untuk diagnosis infeksi luka
bakar karena demam mungkin merupakan akibat trauma jaringan atau
mungkin pasien mendapat infeksi di tempat lain

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 124
Ahli bedah pada Regional Burn Center yang eksklusif merawat pasien luka
bakar, mungkin kriteria 1 untuk diagnosis infeksi luka bakar
Rumah sakit ddengan Regional Burn center mungkin membedakan infeksi
luka bakar lebih lanjut sebagai berikut :
- Burn wound site
- Burn graft site
- Burn donor site
- Burn bonor site-cadaver
Tetapi sistem NNIS hanya memberi kode semuanya sebagai BURN

Kriteria 4 : Pasien neonatus mendapat paling sedikit satu dari


tanda-tanda atau gejala-gejala berikut tanpa diketahui
ada penyebab lainnya pada tempat sirkumsisi :
Eritema
Bengkak
Atau nyeri tekan
Dan
Ditemukan kontaminan kulit (coagulase negatif
steptococci, diptheroid, atau micococci)dan biakan
tempat sirkumsisi.
Dan
Dokter mendiagnosa infeksi atau dokter mulai terapi
yang sesuai.

Petunjuk pelaporan
Newborn circumcisi bukan merupakan prosedur pembedahan NNIS, jangan
melaporkan sebagai SSI.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 125
BAB IV

MRSA

(Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus)

MRSA adalah Sthapylococcus aureus (S.aureus) yang resisten terhadap


penisillin sintetik (metisillin, selafosporin, nafsillin dan oksasillin). MRSA adalah jenis
bakteri Staph ditemukan pada kulit dan dalam hidung ataupun pada lipatan kulit
lainnya yang resisten terhadap antibiotika yaitu kemampuan untuk menolak
antibiotik.

Lebih dari 90.000 orang di Amerika mendapatkan infeksi yang mematikan


dari MRSA setiap tahun dan pada tahun 2005 hampir 19.000 orang Amerika
meninggal karena infeksi MRSA.

Kematian lebih terkait dengan infeksi MRSA dari pada AIDS, kenapa?
karena MRSA lebih mematikan dari pada AIDS.

Bakteri ini masuk jika tubuh kita ada luka yang terbuka misalnya teriris pisau,
tergores. Yang menyebabkan bakteri ini akan masuk ke dalam tubuh kita melalui
luka tersebut. Bakteri ini tahan terhadap antibiotik. Jika pemberian antibiotik yang
salah maka akan membunuh bakteri yang baik yang ada di dalam tubuh kita, dan
sebaliknya bakteri ini akan meregenerasi dan menulari bakteri yang lainnya.

Jika sudah fatal bakteri ini akan memakan daging, otot kita, bahkan jika
sudah menjalar lebih parah maka akan menyerang organ vital seperti menggrogoti
jantung, paru-paru, hati dll.

Gejala awal pada bakteri ini yaitu :

1. Kulit yang terinfeksi memerah


2. Bengkak
3. Kulit menjadi lembek
4. Panas tinggi
5. Merasakan sakit hebat pada titik tertentu

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 126
Populasi resiko meliputi :

1. Orang dengan sistem kekebalan yang lemah (orang yang hidup dengan
HIV/AIDS, penderita kanker, penerima transplantasi, penderita asma yang
parah, dll)
2. Penderita diabetes
3. Pengguna narkoba intravena
4. Pengguna antibiotik kuinolon
5. Anak-anak
6. Orang tua
7. Mahasiswa yang tinggal di asrama
8. Petugas yang tinggal atau bekerja di fasilitas kesehatan untuk jangka waktu
lama

Pencegahan :

a. Skrining pasien waktu masuk ke rumah sakit, swab dilakukan pada hidung,
ketiak dan perineal, skrining dilakukan untuk pasien yang sudah di rawat lama
atau pasien kiriman dar rumah sakit luar
b. Bersihkan lantai, meja, dinding, lemari, tempat tidur pasien dengan disinfektan
dari bahan kuarter amonium bersama dengan alkohol, disinfektan ini efektif
melawan MRSA. Lakukan pembersihan lantai, meja, dinding, lemari, tempat
tidur pasien secara rutin.
c. Melakukan kebersihan tangan dengan air dan antiseptik yang mengandung
chlorhexidine 2% - 4% dan berbasis alkohol sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien, tindakan invasive/aseptik, setelah kontak dengan cairan tubuh
dan kontak dengan lingkungan pasien.
d. Penggunaan masker surgical
e. Isolasi dengan isolasi pasien yang tepat dapat mencegah dan menurunkan
kejadian MRSA
f. Penggunaan Alat Pleindung Diri (APD)
Dengan penggunaan alat pelindung diri yang tepat menurunkan dan benar
dapat mencegah penyebaran kejadian MRSA.
g. Pembatasan pemberian antibiotik

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 127
Penggunaan antibiotika golongan Glycopeptides, sefalosporin dan kuinolon
beresiko dalam kolonisasi MRSA, terutama fluoroquinolones,
direkomendasikan dalam pedoman saat ini
h. Menjaga kebersihan diri
Mandi bersih setiap hari, penggunaan handuk, baju dan penggantian linen
harus satu pasien satu

Alur dan tindakan penanganan pasien MRSA :

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA dengan kolonisasi

Pembatasan mobilitas pasien bergerak


Batasi petugas dan keluarga yang kontak dengan pasien
Tidak diperlukan antibiotik sistemik
Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
Pasien harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak
dengan lingkungan
Alat alat kesehatan seperti termometer, speknomanometer, tensi meter
tersendiri
Petugas dan pasien mandi dengan chlorhexidine 2-4% selama satu minggu
Jika kolonisasi di hidung berikan bactroban cream
Lakukan kultur ulang pada hari ke 7
Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di dalam urine

Pasien di isolasi
Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
kontak dengan urine, pasien dan lingkungan
Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung kontak
dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi apakah dari
pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
Menggunakan sarung tangan apabila kontak dengan urine

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 128
Segera lepaskan sarung tangan apabila kontak dengan urine dan buang ke
tempat sampah infeksius (kuning) yang ada di ruangan pasien
Gunakan apron hanya bila pencemaran pakaian mungkin terjadi
Segera bersihkan lantai dengan chlorine/baycline jika terjadi kontaminasi urine
Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intravena
Antibiotik pilihan lain diantaranya Teicoplanin dan Linezolid selama 3-5 hari
Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di luka

Pasien di isolasi
Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
kontak dengan luka, pasien dan lingkungan
Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung kontak
dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi apakah dari
pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
Buka luka dengan sarung tangan bersih, buang kassa ke tempat sampah
infeksius (kantong kuning)
Segera lepaskan sarung tangan jika sudah selesai membuka luka, buang
sarung tangan ke tempat sampah infeksius (kantong kuning)
Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) : masker, sarung tangan steril,dan kaca
mata pelindung (tidak mutlak) dan pakai sarung tangan steril
Cuci luka dengan menggunakan chlorhexidine 2% dalam larutan normal salin
(NaCl 0,9%) 1 : 10, kemudian luka segera dibersihkan dengan NaCl 0,9%
Jika luka sudah mengalami granulasi tidak boleh di swab/gosok cukup hanya
dengan irigasi
Jika pus/ nanah masih banyak lakukan perawatan luka dengan menggunakan
kassa penyerap (dressing) dan gunakan bahan yang berfungsi meminimalkan
kolonisasi (misal cutisorb sorbact)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 129
Semua sampah yang kontak dengan pasien di masukan dalam plastik, di ikat
dan langsung di buang di tempat sampah infeksius (kantong plastik kuning)
yang ada di kamar pasien.
Setelah pus minimal (basah) rawat luka dengan mupirosin topikal cream, pada
luka kering berikan mupirosi salep
Anjurkan pasien mandi dengan menggunakan chlorhexidine 2% selama 5 hari
Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intranvena, hanya
apabila ada gejala sistemik antibiotik pilihan lain diantaranya teicoplanin dan
linezolid selama 3-5 hari
Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Alur penatalaksanaan pasien dengan MRSA di sputum

Pasien di isolasi
Batasi petugas, pengunjung yang kontak atau merawat pasien
Petugas kesehatan harus mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
kontak dengan sputum, pasien dan lingkungan
Lakukan swab hidung, ketiak (pasien, perawat, dokter) yang langsung kontak
dengan sumber infeksi untuk mengkonfirmasi sumber infeksi apakah dari
pasien sendiri atau dari petugas yang merawat
Jika melakukan suction gunakan Alat Pelindung Diri (APD) : masker, sarung
tangan steril dan kaca mata pelindung (tidak mutlak)
Menggunakan jubah pelindung/apron hanya bila pencemaran pakaian mungkin
terjadi
Segera masukkan selang kateter suction bekas pasien ke ember tertutup yang
sudah mengandung chlorin 1 : 10 air matang selama 10 menit
Segera buang ke dalam kantong plastik kuning infeksius dan tidak dibenarkan
untuk di pakai ulang
Segera lepaskan sarung tangan, masker buang ke tempat sampah infeksius
(kantong plastik kuning), kaca mata rendam dalam klorin 1 : 100 cc air matang

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 130
Pilihan antibiotik adalah vankomisin, yang diberikan secara intranvena, hanya
apabila ada gejala sistemik antibiotik pilihan lain diantaranya teicoplanin dan
linezolid selama 3-5 hari
Kultur ulang hari ke 7 oleh IPCN-Link atau petugas yang terlatih
Pasang poster kewaspadaan standar di pintu kamar pasien

Kebijakan skrining pasien :

Skrining MRSA adalah pemeriksaan asimptomatik untuk mengklarifikasi pada


petugas kesehatan (dokter, perawat, staff, pekarya, fisioterapi, petugas rongent dll)
dan pasien ke dalam kategori yang di perkiraan mengidap atau diperkiraan tidak
mengidap MRSA

Tujuan :

1. Mengidentifikasi petugas kesehatan (dokter, staff, perawat, pekarya, fisioterapi,


petugas rongent dll) yang kontak terus menerus dengan sumber infeksi MRSA
dan pasien MRSA dan pasien yang berisiko
2. Mengurangi morbiditas dan mortalitas karena kolonisasi/infeksi MRSA
3. Mengendalikan penyebaran MRSA
4. Mengendalikan biaya

Kriteria skrining

1. Skrining pada petugas kesehatan


Petugas kesehatan (dokter, staff, perawat, pekarya, fisioterapi, petugas rongent
dll) yang kontak langsung pada sumber infeksi dan terus menerus
2. Skrining pada pasien
Kriteria pasien :
- Pasien yang positif terinfeksi MRSA
- Pasien dari rumah sakit lain
- Pasien rawat di RIM / immunokompromise
3. Skrining/swab dilakukan pada hidung dan ketiak
4. Pembiayaan skrinign dari RBA patologi klinik
5. Pengendalian skrining oleh Sub Komite PPIRS

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 131
BAB V

TATA LAKSANA KEJADIAN LUAR BIASA

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita


penyakit tertentu atau kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu di suatu
tempat tertentu sebesar 2x atau lebih dibandingkan dengan waktu sebelumnya atau
sebelumnya tidak ada kasus-kasus tersebut berhubungan secara epidemiologis.

Kejadian Luar Biasa (KLB) bervariasi dalam luas dan beratnya masalah. Hal
ini merupakan tanggung jawab dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit (Komite PPIRS) untuk membuat suatu rencana dan kebijakan yang
rinci dalam penanganan suatu KLB di Rumah sakit atau di masyarakat. Tatalaksana
suatu KLB memerlukan keahlian dari seorang dokter/petugas Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) yang dalam hal ini biasanya berperan sebagai pimpinan.
Perencanaan dibuat oleh PPI dengan membentuk tim pengendali KLB, karena
pengendalian suatu KLB memerlukan kerjasama orang-orang dari berbagai disiplin
ilmu.

Pada KLB penyakit infeksi nasional adalah penting untuk menjalin koordinasi
dan kerjasama erat dengan pihak pemegang kebijakan kesehatan nasional dan
berbagai fasilitas kesehatan begitu juga dengan departemen terkait informasi,
perdagangan, komunitas/dalam negeri, komunikasi dan lain-lain. Setiap rencana
persiapan kegawatdaruratan negara harus menyertakan hal tersebut untuk suatu
KLB penyakit infeksi.

Diperlukan satu pusat komando untuk menjamin koordinasi yang lancar dan
aksi yang berlangsung. Diantara fasilitas kesehatan, mekanisme dasar untuk
penanganan yang efektif. KLB infeksi rumah sakit merupakan dasar untuk
terbentuknya tim untuk memenuhi tuntutan tersebut. Tim kontrol KLB memerlukan
ekspansi untuk mencakup fasilitas yang representatif misalnya farmasi, suplai,
petugas kebersihan, tehnik. Sistem yang berkelanjutan pelatihan kontrol infeksi yang
berkelanjutan dan audit diperlukan untuk menyebarluaskan langkah-langkah
pengendalian penyakit infeksi tertentu. Komunikasi rutin harian dengan data situasi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 132
terbaru bersama staff rumah sakit dan pasien perlu dilakukan untuk tetap
memberikan motivasi dan kerjasama yang baik dari setiap aspek yang terlibat.

Tim pengendali KLB

Personil

1. Perwakilan KPI : PPI dan perawat pengendali infeksi


2. Direktur medis/administrator
3. Dokter penyakit infeksi
4. Direktur eksekutif perawat/perawat senior
5. Kepala medis/dokter

Tanggung jawab :

1. Memastikan perawatan pasien yang berkesinambungan


2. Mengklarifikasi implikasi sumber daya
- Tambahan staff/kebutuhan persediaan
- Penanganan media
3. Menyetujui dan mengkoordinasi keputusan asuransi
4. Meninjau kemajuan
5. Menentukan akhir KLB

Daftar kegiatan

Investigasi

Mengkonfirmasi KLB, membuat definisi kasus


Menunjukan KLB membandingkan angka kejadian saat ini dengan angka
kejadian pre-epidemik
Menganalisis kasus dibuat daftar yang berisi waktu, orang dan tempat
Mencari literatur jika dibutuhkan
Melakukan pemeriksaan mikrobiologi untuk mengkonfirmasi reservoir dan cara
transmisi
Melakukan uji tapis mikrobiologi pada pasien dan staff (jika perlu)
Melakukan uji tapis serologis pada pasien, staff dan kontak lain jika dibutuhkan
Mengikuti kontak pasien, staff, pengunjung dsb.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 133
Komunikasi
Informasikan pihak rumah sakit dan manajemen senior
Konsul kepada dokter yang berwenang mengenai penyakit infeksi/PPI
Informasikan setiap kepala departemen dan pimpinan departemen mikrobiologi
Pada wabah besar, informasikan divisi-divisi lain yang terkait bagian
pendukung sarana, ambulans, dokter umum dan dokter Puskesmas
Atur pertemuan untuk temu wartawan (media release), jika diperlukan

Tatalaksana

Tentukan fasilitas ruang isolasi yang tersedia


Tentukan jenis Isolation Precaution yang diperlukan
Informasikan pada seluruh perawat, staff medis dan para medis mengenai
Isolation Precaution
Tingkatkan jumlah staff klinis, baik perawat maupun medis
Tingkatkan jumlah staff pendukung pelayanan petugas kebersihan, laundry,
departemen pelayanan penyeterilan sentral
Tingkatkan daya dukung laboratorium
Tingkatkan staff adminitratif, telepon dan staff IT
Simpan catatan wawancara dan laporan kemajuan
Plot kurva epidemik dan area geografik yang terlibat
Evaluasi grafik individu yang terinfeksi dan buat daftar faktor resiko yang
mungkin ada
Formulasikan hipotesis mengenai reservoir dan modus transmisi yang mungkin
terlibat
Lakukan penelitian case-control dan typing studies
Evaluasi dan perbaharui tolak ukur pengendali (control measures)
Lanjutkan surveilans mengenai kasus-kasus sekunder yang terjadi dan
efektifitas tolak ukur pengendali yang dipilih

Kontrol

Menerapkan peraturan isolasi


Memberikan imunisasi aktif atau pasif jika dibutuhkan
Memberikan antibiotik profilaksis jika perlu

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 134
Menetapkan perturan pasien rawat, rujukan dan rawat jalan
Menetapkan aturan berkunjung
Evaluasi perangkat control

Akhir kejadian luar biasa

Umumkan telah berakhirnya kejadian luar biasa pada badan terkait lebih awal
Menggabungkan laporan dari setiap Tim
Ubah peraturan dan penerapan jika perlu

Bagaimana melakukan case control study

1. Pertanyaan pendahuluan
a. Dapatkah saya memperoleh informasi yang dibutuhkan
b. Dapatkah saya memperoleh kontrol yang baik
2. Meninjau ulang daftar pasien yang terlibat dalam kejadian luar biasa
3. Membuat hipotesis. Buatlah faktor risiko yang akan dibuktikan dengan jelas
4. Case definitif yang jelas dan mengeksekusi pasien perawatan lama, jika
mungkin
5. Mempunyai 2-4 kontrol per kasus jika terdapat paling kurang 10 kasus. Pilih dari
pasien yang terinfeksi, dicocokkan dengan umur, jenis kelamin dan pelayanan.
Kontrol yang dirawat lama di eksklusi
6. Dalam pengumpulan data, hati-hati bias saat wawancara. Jika data dikumpulkan
dari rekam medis gunakan data yang rutin dicatat untuk menghindari bias
pencatatan
7. Proses penyelesaian masalah sesuai dengan Root Case Analysis berkoordinasi
dengan Unit Pelayanan Jaminan Mutu

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 135
BAB VI

KESIAPAN MENGHADAPI PANDEMI PENYAKIT MENULAR

(EMERGING INFECTIOUS DISEASES)

Penyakit menular adalah penyakit yang di anitisipasi menjadi pandemi seperti


flu burunf, flu babi dengan kriteria : seseorang dalam penyelidikan kasus suspek,
kasus pro bable, kasus konfirmasi.terjadi sebel

Perencanaan untuk menghadapi pandemik penyakit menular, merupakan hal


yang sangat penting. Kesiapan menghadapi pandemik bukan berarti hanya
mempunyai rencana tertulis atau menyediakan obat-obatan anti virus saja.
Persiapan menghadapi pandemi sangat dibutuhkan, walaupun sulit untuk
memprediksi kemingkinan berkembangnya suatu penyakit menular menjadi pandemi
pada manusia. Sebagai ilustrasi di bawah ini disampaikan perkiraan korban
berdasarkan pandemi influenza yang telah terjadi sebelumnya.

PERKIRAAN

Karakteristik Sedang (Moderat) Sangat Berat


(Sama dengan flu Asia dan (Sama dengan Spanish Flu)
Hongkong)
Infeksi Klinis 66 juta 66 juta
(30% x penduduk RI) (30% x penduduk RI)
Rawat Jalan 33 juta 33 juta
(50% x Infeksi Klinis) (50% x Infeksi Klinis)
Rawat Inap 633.600 7,26 juta
(1,92% x Rawat jalan) (22% x Rawat Jalan)

Petugas kesehatan dan Rumah Sakit perlu bekerja sama mengembangkan


rencana kesiapan untuk fasilitasnya dan memastikan adanya komunikasi yang jelas,
konsensus dan komitmen.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 136
1. Koordinasi
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam koordinasi
Menetapkan tim koordinasi dan individu yang bertanggung jawab untuk
memfasilitasi respon yang cepat dan memadai selama kondisi krisis.
Semua pihak yang berkepentingan harus mengetahui tanggung jawab
mereka, apa yang perlu dilakukan dan bagaimana alurnya. INI harus
tercermin dalam rencana operasional untuk setiap organisasi ( siapa
mengerjakan apa, dimana, bagaimana, kapan, mengapa )
Advokasi mengenai pentingnya perencanaan pandemi kepada para
pembuat keputusan untuk memastikan dukungan dan dana yang
diperlukan
Dinas kesehatan setempat berkoordinasi dengan pemerintah daerah
menetapkan kriteria penutupan sekolah berdasarkan informasi dan
surveilans kesehatan (cluster penyakit seperti influenza atau kematian
akibat kesulitan pernapasan pada anak usia sekolah)
Meningkatkan kemampuan petugas medis dan perawat dalam
penanganan kasus
Meningkatkan kemampuan petugas yang terlibat ( seperti perawat,
petugas kesehatan, petugas laboratorium ) untuk tindakan pencegahan
dan pengendalian infeksi. Pastikan bahwa semua petugas yang terlibat
telah mengikuti pelatihan dan trampil menerapkannya.
Jika perlu, sediakan panduan-panduan pelayanan yang mutakhir dengan
merujuk ke panduan terbaru
Sediakan obat-obatan dan perawatan medis gratis sesuai dengan
ketentuan pemerintah atau asuransi kesehatan yang berlaku dan lengkapi
dengan sistem pelaporan kasus baru secara cepat
Bekerjasama dengan sektor terkait antara lain pelayanan transportasi dan
pasokan pangan. Pertimbangan untuk meyiapkan alternatif lain untuk
pasokan listrik dan air minum bagi fasilitas pelayanan kesehatan dan
jaringan komunikasi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 137
2. Surveilans di fasilitas pelayanan kesehatan
Dasar pemikiran
Surveilans terdiri dari pengumpulan, interpretasi dan sosialisasi data secara
terus menerus yang memungkinkan di kembangkannya intervensi berdasarkan
bukti. Tujuan dari surveilans mungkin berbeda-beda sesuai dengan keseriusan
penyakit dan kemungkinan intervensi. Setiap aktivitas surveilans harus memiliki
tujuan yang jelas.

Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab


Dalam situasi saat ini :
a. Jenis surveilans apa yang di anggap penting dan mampu laksana untuk
membantu mengidentifikasi suatu pandemi yang akan muncul pada tahap
sedini mungkin?
b. Bagaimana sistem standar pengumpulan data dan analisa data?
c. Siapa yang akan mengumpulkan data dan menganalisa serta
mendesiminasikan hasil analisa tersebut?
d. Bagaimana sistem surveilans fasilitas pelayanan kesehatan terkait dengan
sistem surveilans regional atau nasional?

Hal-hal yang perlu dilakukan

Melatih petugas kesehatan untuk mendeteksi/mengidentifikasi kelompok-


kelompok (cluster) kasus
Mengembangkan kapasitas atau sistem atau sistem laboratorium pusat
atau regional untuk dapat mengkonfirmasi kasus-kasus awal secepat
mungkin
Mengembangkan atau memastikan suatu sistem untuk melaporkan temuan
surveilans rutin dan luar biasa (kelompok penyakit seperti influenza atau
kematian karena kesulitan pernapasan) ke pihak berwenang di dinas
kesehatan setempat.
Mengembangkan sistem pelaporan temuan surveilans luar biasa ke anak
usia sekolah (sebagai kelompok terpisah) dan mengembangkan
kewenangan di dinas kesehatan setempat untuk mengambil keputusan
yang cepat dan tepat waktu menutup sekolah sesuai dengan kebutuhan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 138
Memastikan prosedur pendistribusian spesimen atau isolasi virus secara
cepat untuk diagnostik dan kemungkinan pengembangan vaksin.

3. Komunikasi

Dasar pemikiran

Strategi komunikasi merupakan komponen penting dalam menangani


wabah penyakit menular dan pandemi. Informasi yang akurat dan tepat waktu
di setiap tingkatan sangat penting untuk meminimalkan keresahan masyarakat
dan dampak ekonomi yang tidak diinginkan. Kemampuan untuk merespon
secara cepat dan efektif sangat di pengaruhi dengan jumlah tenaga yang
tersedia.

Prinsip komunikasi masyarakat saat trjadi bencana adalah :

Menciptakan kepercayaan masyarakat


Menyampaikan infomasi akurat pada waktu yang tepat
Transparan, jujur dan obyektif
Sesuai dengan kondisi setempat
Berkesinambungan
Menciptakan ketenangan namun tidak meninggakan kewaspadaan dan
upaya tanggap

Hal-hal yang perlu dilakukan

Kembangkan rencana komunikasi dengan mendata kelompok target yang


berbeda (misalnya pers, masyarakat umum, kelompok dengan resiko
tinggi, petugas kesehatan, legislatif), pesan-pesan kunci yang akan
disampaikan, bahan yang diperlukan (website, leaflet, informasi dalam
berbagai bahasa) dan mekanisme distribusi untuk mencapai kelompok
sasaran
Mempertahankan komunikasi transparan yang terbuka dengan petugas
kesehatan, masyarakat dengan dinas kesehatan setempat dan
memberikan informasi mutakhir secara teratur. Ini akan membantu
menekan rasa takut dan kecemasan yang disebabkan oleh pandemi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 139
Perlu ditunjuk seorang juru bicara saat wabah ataupun pandemi untuk
mewakili fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi masyarakat dan
media, termasuk sistem penyampaian pesan yang akurat dan tepat waktu
sebelum dan selama pandemi.
Memastikan bahwa selama pandemi materi berita dan pesan dikaji secara
teratur dan diperbaharui dengan informasi terbaru yang tersedia
Menetapkan suatu sistem untuk menjawab pertanyaan dan permintaan
dari keluarga pasien termasuk mengenai kebijakan kunjungan pasien, jika
telepon tersedia, siapkan hotline/saluran khusus dengan petugas yang
terlatih.
4. Identifikasi Kasus, Penatalaksanaa dan Perawatan
Dasar pemikiran
Perlu di sediakan panduan klinis untuk memastikan tersedianya
pengobatan dan perawatan yang efektif dan aman untuk kasus penyakit
menular yang dicurigai (contoh untuk flu burung sudah ada Pedoman
Penatalaksanakan Flu Burung di sarana Pelayanan Kesehatan Depkes 2006),
panduan klinis harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah dipahami
oleh petugas.
Hal-hal yang perlu dilakukan
Memastikan bahwa definisi penyakit menular yang muncul sudah sesuai
dengan ketetapan pemerintah (lihat lampiran A : untuk kasus flu burung)
Menerapkan prosedur rutin di seluruh rumah sakit/klinik untuk identifikasi
kasus baru
Panduan klinis harus mencakup askep-askep di bawah ini
Dimana pasien harus ditangani (di masyarakat atau rumah sakit dan
kriteria rawat inap
Tindakan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
Pengumpulan, pengiriman dan pemeriksaan pasien dan pemeriksaan
spesimen yang sesuai ke laboratorium yang di tetapkan
Prosedur pengobatan, termasuk obat anti virus, antibitok dan terapi
pendukung lainnya (ventilator, penurunan demam)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 140
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Dasar pemikiran
Panduan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting
untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi sekunder pada pasien, dan
penularan pada petugas serta masyarakat. Aspek teknis pencegahan dan
pengendalian infeksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


Menyempurnakan panduan dan prosedur yang telah ada untuk
digunakan di semua departemen
Mengadaptasi panduan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan alternatif :
- Laboratorium Klinik
- Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)
- Instalasi Bedah Pusat
- Instalasi Pelayanan Laundry
- Instalasi Pelayanan Rawat Inap
- Instalasi Farmasi
- Unit Produksi Makanan
- Unit Sanitasi Lingkungan
- Kamar Jenazah
- Unit Gawat Darurat (UGD)

Penyakit menular

Untuk penatalaksanaan klinis dan pelaporan di rumah sakit, jika terjadi


penyakit menular dapat di antisipasi dengan menerapkan standar dan
kewaspadaan transmisi

Definisi kasus untuk influenza A/H5 di indonesia kasus flu burung


ditetapkan dalam 4 jenis :

1. Seseorang dalam penyelidikan


2. Kasus suspek
3. Kasus probable
4. Kasus konfirmasi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 141
1. Seseorang dalam penyelidikan
Seseorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang, untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap
kemungkinan terinfeksi H5N1
Contoh :
Antara orang sehat ( tidak ada gejala klinis ) tetapi kontak erat dengan
kasus (suspek, probable atau konfirmasi ) atau penduduk sehat yang
tinggal di daerah terjangkit flu burung pada unggas

2. Kasus suspek flu burung (H5N1)


Seseorang yang menderita demam/suhu > 38C disertai satu atau lebih
gejala dibawah ini :
Batuk
Sakit tenggorokan
Pilek
Sesak napas

dan

Terdapat salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :

1. Dalam 7 hari terakhir sebelum gejala klinis, mempunyai riwayat kontak


erat dengan penderita (suspek, probable atau konfirmasi), seperti
merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak < 1
meter
2. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai
riwayat kontak erat dengan unggas (misal menyembelih, menangani,
membersihkan bulu atau memasak)
3. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis mempunyai riwayat
kontak erat dengan unggas, bangkai unggas, kotoran unggas, bahan
atau produk mentah lainnya di daerah yang satu bulan terakhir telah
terkena flu burung pada unggas, atau adanya kasus pada manusi
(suspek, probable, konfirmasi)
4. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis mempunyai riwayat
mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak di masak

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 142
dengan sempurna, yang berasal dari daerah yang satu bulan terakhir
telah terjadi flu burung pada unggas, atau adanya kasus pada
manusia (suspek, probable atau konfirmasi)
5. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, kontak erat
dengan binatang selain unggas yang telah dikonfirmasi terinfeksi
H5N1, antara lain : babi atau kucing
6. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, memegang atau
menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung
H5N1
7. Ditemukan leukopenia (jumlah leukosit/sel darah putih di bawah nilai
normal)
8. Ditemukan filter antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji H1
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa
subtipe.
9. Foto Rongent dada/thoraks menggambarkan pneumonia yang cepat
memburuk pada serial foto

3. Kasus Probabel flu burung (H5N1)


Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah
ini :
1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali dengan
pemeriksaanuji H1 menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA
2. Hasil laboratorium terbaca untuk influenza H5 (terdeteksinya antibodi
spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji
netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan)
atau
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit nafas akut yang
tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis
berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu
kasus probable atau suatu kasus H5N1 yang terkonfirmasi

4. Kasus flu burung (H5N1) terkonfirmasi


Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probable.
dan disertai

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 143
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu
laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang hasil
pemeriksaan H5N1 nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi :
- Isolasi virus H5N1
- Hasil PCR H5N1 positif
- Peningkatan 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen
- Konvalesens dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari
setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibodi netralisasi
konvalesens harus pula 180

- Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 180 pada spesimen serum


yang di ambil pada hari ke 14 setelah awitan (onset penyakit)
disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer H1 sel daerah
merah kuda 1160 atau Western Blot spesifik H5 positif

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 144
BAB VII

MASALAH PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK

PENYAKIT INFEKSI REGIONAL

DEMAM THYPOID

Etiologi :

Salmonella thypi

Penularan :

Makanan, minuman, kontak dengan hewan yang terinfeksi dengan hewan yang
terinfeksi, penularan langsung antara manusia melalui rute fekal-oral

Periode inkubasi :

3-60 hari, biasanya 7-14 hari

Uji diagnostik

Biakan feses, darah, urin, aspirasi sumsum tulang, tes widal dapat menunjukan
adanya infeksi namun hasil positif palsu atau negatif palsu sering terjadi dan
karenanya tes ini tidak reliable

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan

Pakai APD (sarung tangan dan masker saat kontak dengan feses pasien)
Pasien yang dirawat menggunakan popok dan / atau jika mengalami
inkontinensia selama sakit atau perawatan
Anak-anak yang terinfeksi harus dihindari dari kegiatan-kegiatan di pusat
layanan anak sampai didapatkan hasil negatif untuk S thypi pada kultur feses
yang dilakukan berturut-turut setelah penghentian terapi antimikroba.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 145
Tindakan pencegahan berikut harus dilakukan :

Memperhatikan kebersihan baik dalam mengolah dan menyiapkan makanan


Penyediaan air bersih
Mencuci tangan dengan baik dan kebersihan pribadi
Sistem pembuangan air yang bersih
Jangan mempekerjakan orang yang terinfeksi untuk menangani makanan
Telur mentah dan makanan yang mengandung telur mentah tidak boleh
dimakan. Telor dan makanan lain yang berasal dari hewan harus dimasak
matang

Tersedia beberapa jenis vaksin demam thyfoid. Vaksin inaktivasi parenteral


menyebabkan lebih banyak efek samping dan tidak lebih efektif dibanding vaksin
Ty21a atau Vi CPS oral.

TUBERCULOSIS

Etiologi :

Mycobacterium tuberculosis (terutama), M. Bovis (kadang-kadang), M. Africanum


(jarang).

Cara penularan :

Droplet nuclei

Masa inkubasi :

2-12 minggu (biasanya 10 minggu, rata-rata 3-4 minggu) dari infeksi sampai
terbentuknya reaksi positif terhadap tes tuberkulin, dapat terjadi relaps bertahun-
tahun kemudian.

Uji diagnostik

Mikroskopik : sputum BTA, aspirasi cairan lambung, cairan pleura, ICS, urine,
cairan tubuh lain atau bahan biopsi
Kultur spesimen
PCR dari spesimen saluran napas

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 146
DNA fingerprint dengan restriction fragment length polymorphism (RFLP) untuk
evaluasi epidemilogi
Foto thorak dan tes tuberkulin untuk kasus asimptomatik
Hasil test Mantoux harus dibaca oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Airborne Precautions

Dengan menggunakan masker, pintu selalu tertutup dan kebersihan tangan

Pasien TB paru diberikan terapi OAT 2 minggu atau hasil BTA 3 kali berturut-turut
negatif

Tindakan pengendalian berikut ini harus dikerjakan


Regimen antimikroba yang efektif (DOTS)
Evaluasi dan follow up ketat pasien yang terinfeksi
Pelacakan dan terapi profilaksis kontak
Vaksinasi BCG untuk bayi untuk mencegah penyebaran diseminata dan sakit
TB berat
Sistem surveilans nasional yang baik untuk pemberitahuan dini, identifikasi,
dan manajemen wabah

HEPATITIS A

Etiologi :

Virus hepatitis A, RNA virus picornavirus grup enterovirus

Cara penularan :

Antar manusia secara fekal-oral yang terkontaminasi atau oral dari air yang tercemar

Masa inkubasi :

15-50 hari, rata-rata 25-30 hari

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 147
Uji diagnostik :

Anti HAV IgM dan IgG. IgM ditemukan saat awal penyakit dan menghilang setelah 4
bulan dapat bertahan sampai 6 bulan atau lebih lama. Anti HAV IgG dapat dideteksi
sesaat setelah IgM.

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan dan sarung tangan jika kontak dengan sumber
infeksi

Pasien sebaiknya beristirahat, dianjurkan sampai satu minggu setelah gejala


Memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan
Memperhatikan personal hygiene
Pemberian Ig efektif sampai 80-90% jika diberikan dalam 2 minggu setelah
infeksi HAV
Vaksin hepatitis A dapat diberikan pada anak dan dewasa
Pemberian vkasin hepatitis A dapat diberikan pada anak dan dewasa

HEPATITIS B

Etiologi :

Virus Hepatitis B (HBV), suatu hepadnavirus DNA

Cara penularan :

Darah atau cairan tubuh pada pasien HbsAg positif

Masa inkubasi :

45-160 hari, rata-rata 120 hari

Uji diagnostik :

Tes serologis HbsAg, HbeAg, anti HBc IgM dan anti HBc IgG

PCR DNA untuk menilai HBV DNA kuantitatif

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 148
Tindakan pencegahan dan pengendalian

Standard Precautions dengan Contact Precaution

Selalu melakukan kebersihan tangan dan sarung tangan jika kontak dengan
sumber infeksi

Vaksin hepatitis B sebelum dan sesudah kontak untuk profilaksis


Immunoglobulin efektif jika diberikan dalam 72 jam setelah kontak

SCABIES

Etiologi

Sarcopter scabiei sub sp.Hominis

Cara penularan :

Kontak erat dengan penderita

Masa inkubasi

4-6 minggu

Uji diagnostik

Identifikasi tunggu atau telur dari kotoran kulit

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Contact Precautions dengan cara melakukan kebersihan tangan dan sarung


tangan jika kontak dengan sumber infeksi
Terapi profilaksis untuk anggota keluarga yang lain
Sprei dan pakaian yang dipakai selama 4 hari sebelum dimulainya terapi harus
dicuci dalam air hangat

VARCELLA ZOSTER

Etiologi

Virus Varecella zoster suatu herpes virus

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 149
Cara penularan :

Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung, kadang melalui penyebaran


udara (airborne) dari sekret pernapasan dan sangat jarang melalui lesi zoster

Masa inkubasi :

14-16 hari

Uji diagnostik :

Deteksi antigen dari lesi vesikel selama 3-4 hari pertama erupsi dengan pewarnaan
immunofluoresen atau kultur

Uji serologi meliputi immunoassay dan indirect fluorescent antibody

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Lakukan pencegahan terhadap penyebaran udara (airborne precautions) dan


(contact precautions) terhadap :

Pasien yang terinfeksi minimal selama 5 hari setelah onset ruam dan selama
lesi masih berbentuk vesikel
Pasien yang rentan terinfeksi sejak 8-21 hari setelah onset ruam pada pasien
infeksi
Pertahankan kewaspadaan hingga 28 hari pasca paparan bagi mereka yang
telah mendapat immunoglobulin anti varisela zoster (VZIG)
Pasien yang immunokompromise selama penyakit berlangsung

Standard precautions harus tetap dijalankan selama 3-5 hari pasca paparan yang
terjadi pasca profilaksis

VZIG cocok digunakan bagi individu yang beresiko tinggi mengalami varicella berat
dan harus diberikan dalam 96 jam pertama untuk memberikan perlindungan
maksimal

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 150
INFUENZA

Etiologi :

Virus influenza

Transmisi :

Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung, infeksi droplet besar (large
droplet), atau alat/bahan yang terkontaminasi sekret nasofaringeal

Masa inkubasi

1-3 hari

Uji diagnostik ;

Deteksi antigen cepat pada aspirat nasofaringeal dengan uji


immunofluorescent
Kultur sekret nasofaringeal yang diperoleh pada 72 jam pertama

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Kewaspadaan terhadap penyebaran via droplet (droplet precautions) dengan


cara selalu menggunakan masker dan kebersihan tangan ketika kontak dengan
pasien
Vaksinasi influenza bagi pasien immunokompromise dan pendatang di daerah
yang sedang wabah

INFEKSI ENTEROVIRUS

Etiologi :

Enterovirus

Transmisi :

Fekal-oral dan kontak langsung melalui saluran napas. Virus dapat bertahan hidup di
lingkungan dalam jangka waktu lama sehingga transmisi dapat terjadi melalui alat
atau bahan yang terkontaminasi

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 151
Masa inkubasi :

3-6 hari untuk penyakit tangan kaki dan mulut

Uji diagnostik :

Rapid virus culture (shell vial) dan deteksi langsung dengan menggunakan tehnik
molekuler (Reverse transcriptio-PCR) dari apusan tenggorok, tinja dan rectal atau
cairan serebrospinal. Tes serologis kurang bermakna.

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Contact Precautions dengan cara melakukan kebersihan tangan dan sarung


tangan jika kontak dengan sumber infeksi
Pakai masker saat kontak langsung dengan pasien (balita, anak-anak dan
dewasa)

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

Etiologi :

SARS-CoV (SARS-associated coronavirus)

Cara penularan :

Transmisi orang ke orang melalui kontak langsung dan atau droplet. virus dapat
bertahan hidup di lingkungan dalam jangka waktu lama sehingga transmisi dapat
terjadi melalui alat atau bahan yang terkontaminasi

Masa inkubasi :

2-10 hari

Uji diagnostik

Deteksi langsung dengan tehnik molekular (RT-PCR) dan dikonfirmasi dengan


pemeriksaan di laboratorium rujukan lain dari dua spesimen yang di ambil dari
tempat yang berbeda (misalnya nasofaring dan tinja) atau dua spesimen yang
di ambil dari sumber yang sama pada dua hari yang berbeda (misalnya dua
aspirat nasofaring)

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 152
Isolasi pada kultur sell SARS Co-V dari spesimen dan konfirmasi PCR yang
divalidasi oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Deteksi antibody serum dari SARS-CoV dengan uji yang valid (misal ELISA)
dan dikonfirmasi oleh laboratorium rujukan kedua dari specimen tunggal atau
titer antibody meningkat empat kali atau lebih antara fase akut dan fase
konvalesens yang di uji secara paralel atau uji antibody yang negatif pada fase
akut dengan hasil positif pada fase konvalesens yang diuji secara paralel

Tindakan pencegahan dan pengendalian

Contact Precautions (kebersihan tangan) dan Droplet Precautions (masker,


gogle, apron dan sarung tangan saat kontak dengan sputum untuk periode
sakit
Airborne Precaution (masker N 95) di anjurkan pada saat menggunakan
aerosol-generating procedur

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 153
BAB VIII
PENGAMBILAN, PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN
BAHAN PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

Seperti halnya pemeriksaan mikrobiologi pada umumnya, maka dalam hal


pengambilan, penyimpanan dan pengiriman dan bahan pemeriksaan yang berkaitan
dengan infeksi rumah sakit harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu.
Syarat yang berlaku umum untuk semua bahan pemeriksaan dikemukakan
dalam petunjuk umum. Syarat-syarat yang berlaku khusus dibahas dalam petunjuk
khusus. Petunjuk umum dan khusus yang dikemukakan lebih lanjut adalah
persyaratan untuk bahan pemeriksaan bakteriologi
Pada bagian akhir dalam petunjuk ini, disajikan sebuah tabel untuk
mempermudah pada pemakai secara cepat memilih cara tepat untuk menangani
bahan tertentu. Bila para pemakai jasa laboratorium mikrobiologi mengalami
kesukaran, diharapkan langsung berhubungan dengan petugas laboratorium

A. PETUNJUK UMUM
Di dalam petunjuk umum pemeriksaan bakteriologi, yang dapat diterapkan
secara umum ialah tahap pengambilan bahan pemeriksaan. Penyimpanan
serta pengiriman diperinci dalam petunjuk khusus
Pengambilan bahan pemeriksaan bakteriologi untuk infeksi rumah sakit
hendaknya beberapa syarat yaitu :
1. Bahan di ambil sebelum pemberian antibiotik atau kemotherapika. Dalam
keadaan terlanjur diberi, maka sebaiknya dilampirkan jenis dan takaran
serta lama pemberian obat
2. Bahan pemeriksaan di ambil pada saat dan tempat yang tepat. Saat dan
tempat dipilih dengan mempertimbangkan kemungkinan terbesar
mendapatkan bakteri-bakteri
3. Pengambilan dilakukan dengan cara dan alat sedemikian rupa, sehingga
cemaran tidak terjadi (cara aseptik)
4. Bahan pemeriksaan di ambil dalam jumlah yang cukup untuk pemeriksaan
yang diminta
5. Formulir pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 154
B. PETUNJUK KHUSUS
Petunjuk bahan pemeriksaan yang sering diminta untuk diperiksa, akan
dibahas sendiri. Untuk bahan pemeriksaan yang relatif agak jarang diminta,
hanya dicantumkan dalam tabel pada akhir petunjuk ini
1. Air Seni
Waktu penampungan air seni sebaiknya pagi hari (early morning specimen)
atau 4 jam setelah kencing terakhir. Tempat penampung ialah tabung steril
tertutup. Tempat pengambilan dapat dengan cara penampungan porsi
tengah yang bersih (clean voided mid stream), pungsi suprapubik atau
dengan kateter. Jumlah air seni yang dibutuhkan antara 1-2 ml bila diambil
dengan pungsi suprapubik atau 10 ml bila di ambil dengan porsi tengah
yang bersih atau kateter. Bahan yang diperoleh segera dikirim ke
laboratorium. Bila tertunda dapat disimpan dalam lemari es suhu 4C
selama 24 jam atau ditambah pengawet asam borat.
2. Darah
Waktu pengambilan darah untuk biakan bakteri dipilih sesuai dengan
perjalanan penyakit. Tempat penampungan bahan disediakan sepasang
media yang berisi media cair, Thyptic Phoshate Broth (TPB) atau Trypticase
Soy Broth (TSB) atau Cooked Meat Medium (CMM) untuk bakteri anaerob.
Masing-masing media diisi dengan 5- 10 ml darah untuk 10% Volume
media.
3. Nanah
Pengambilan nanah (pus) dapat dikelompokkan menjadi dua cara yaitu :
a. Pengambilan nanah dari tempat yang tertutup misalnya dari abses,
rongga tubuh (kavum pelura, rongga sendi dan lain sebagainya). Bahan
di ambil dengan cara pungsi aspirasi, dengan semprit steril.
b. Pengambilan nanah dari tempat yang terbuka atau yang berhubungan
dengan udara, misalnya dari luka terbuka. Bahan di ambil dengan cara
hapusan dengan lidi kapas steril.
4. Tinja
Pengambilan bahan di ambil pada pagi hari dan atau pada tinja yang baru
keluar (Freshly passed stool). Bila tinja sulit diperoleh maka pengambilan
dengan hapusan rektum dianjurkan. Tinja yang diperoleh ditampung di
dalam tabung atau botol gelas steril dan segera dikirim ke laboratorium. Bila

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 155
di ambil dengan hapusan rektum, dikirim dalam media transport Carry Blair.
Jumlah bahan yang diperlukan sebanyak 10 gram atau sebesar ibu jari kaki
orang dewasa.
5. Dahak
Dahak (sputum) diperoleh dari penderita dengan cara batuk spontan,
dengan espektorans, aspirasi cairan lambung atau aspirasi transtrakeal.
Penderita diberi petunjuk agar yang ditampung adalah benar-benar dahak
dan bukan air liurnya. Pengambilan dilakukan pada pagi hari (early morning
sputum) dan ditampung dalam cawan petri steril
6. Liquor cerebrospinal
Pengambilan dengan pungsi, dilakukan sewaktu-waktu sebanyak 2-4 ml.
Penampungan dapat berupa tabung/botol gelas steril bertutup alur (screw
capped) atau tabung berisi media pemupuk Dextrose Ascitic (DAF).
Pengiriman ke laboratorium segera mungkin (selagi masih hangat)
penyimpanan tidak di anjurkan.

TABEL 6 TABEL PEMILIHAN CARA-CARA PENGAMBILAN, PENYIMPANAN BAHAN


PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI

No Nama Bahan Jenis Pemeriksaan Pengambilan Penyimpanan Pengiriman


1 Air Seni Biakan dan sediaan Pagi hari 4C Segera
langsung bakteri- Tabung Asam Borat 4C
bakteri pyogenik steril
2 Dahak Biakan dan sediaan Pagi hari - Segera
langsung bukan Cawan suhu kamar
tahan asam petri steril
3 Darah Biakan bakteri aerob Pagi hari 37C Segera
dan anaerob Tabung
steril
4 Cairan Pleura Biakan dan sediaan Pungsi 37C Segera
langsung bakteri- aspirasi
bakteri aerob dan semprit
anaerob steril
Media
perbenihan

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 156
5 Cairan Biakan dan sediaan Tabung 37C Segera
Cerebrospinal langsung bakteri- steril (selagi
bakteri pyogenik Media hangat
perbenihan 37C)
DAF
6 Hapusan Biakan dan sediaan Lidi kapas Suhu kamar Segera
Tenggorokan/ langsung bakteri- steril dalan
Hidung bakteri pyogenik media
Transport Suhu kamar
Stuart
7 Nanah Biakan dan sediaan Lidi kapas 37C Segera
langsung bakteri- steril dalan
bakteri pyogenik media
transport
stuart
Pungsi Segera
aspirasi
dalam
semprit
steril

HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN


A. Pengertian
1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan
karyawan, makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah
sakit atau dibawa dari luar rumah sakit
2. Hygiene adalh upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu. Misalnya menyediakan air bersih, menyediakan
tempat sampah dan lain-lain

B. Persyaratan Hygiene dan Sanitasi Makanan


1. Angka bakteri E. Coli pada makanan jadi harus 0/gr sampel makanan dan
pada minuman angka E. Coli harus 0100 ml sampel minuman

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 157
2. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total bakteri sebanyak-
banyaknya 100/cm permukaan dan tidak ada bakteri E. Coli
3. Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas lebih dari
65,5 C atau dalam suhu dingin kurang dari 40C. Untuk makanan yang
disajikan lebih dari 6 jam disimpan lebih dari 6 jam disimpan dalam suhu
-5C sampai -1C
4. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu 10C
5. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :

TABEL 7 SUHU PENYIMPANAN MENURUT JENIS BAHAN MAKANAN

Jenis Bahan Makanan 3 hari atau 1 minggu atau 1 minggu atau


kurang kurang lebih
Daging, ikan, udang, dan -5C sampai 0C -10C sampai -5C Kurang dari -10C
olahannya
Telur, susu dan olahannya -5C sampai -7C -5C sampai -7C Kurang dari -5C
Sayur, buah dan minuman 10C 10C 10C
Tepung dan biji 25C 25C 25C

6. Kelembapan penyimpanan dalam ruangan : 80-90%


7. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding
atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm
b. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm
c. Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm

C. Tata Cara Pelaksanaan


1. Bahan makanan dan makanan jadi
Pembelian bahan makanan sebaiknya ditempat yang resmi dan
berkualitas baik
Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari Instalasi Gizi
atau dari luar rumah sakit / jasaboga harus diperiksa secara fisik dan
laboratorium minimal 1 bulan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
No. 751/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
jasaboga

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 158
Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari
sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum
dihidangkan
Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan
merk serta dalam keadaan baik

2. Bahan makanan tambahan


Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis buatan)
harus sesuai dengan ketentuan

3. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi


Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga
dan hewan lain
a. Bahan makanan kering
1. Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian yang
tinggi
2. Bahan makanan tidak diletakkan dibawah saluran/pipa air (air
bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran.
3. Tidak ada drainase di sekitar gudang makanan
4. Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan
ketinggian rak terbawah 15-25 cm
5. Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga
6. Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat
untuk menjaga sirkulasi udara

b. Bahan makanan basah/mudah membusuk dan minuman


1. Bahan makanan seperti buah, sayuran dan minuman disimpan
pada suhu penyimpanan dingin (cooling) 10C - 15C
2. Bahan makanan berprotein yang akan segera di olah kembali
disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) 4C 10C

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 159
3. Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka kurang
dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suh
< 0C
4. Pintu tidak boleh sering dibuka karean akan meningkatkan suhu
5. Makanan yang berbau tajam (udang, ikan dll) harus tertutup
6. Pengambilan dengan cara First In First Out (FIFO), yaitu yang
disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak ada makanan
yang busuk

c. Makanan jadi
1. Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan logam
berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang
diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku
2. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan
tertutup serta segera disajikan

4. Pengolahan makanan
Unsur unsur yang terkait dengan pengolahan makanan :
a. Tempat pengolahan makanan
1) Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur) sesuai
dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan ruangan dapur
2) Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu
diberikan dengan antiseptik
3) Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sungkup asap

b. Peralatan masak
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam
proses pengolahan makanan
1) Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada
makanan
2) Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 160
3) Lapisan permukaan tidak larut dalam asam/basa atau garam-garam
yang lazim dijumpai dalam makanan
4) Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya
didisinfeksi dan dikeringkan
5) Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering
dan disimpan pada rak terlindung dari vektor

c. Penjamah makanan
1) Harus sehat dan bebas dari penyakit menular
2) Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa kesehatannya oleh
dokter yang berwenang
3) Pekerja pengolah makanan harus selalu melakukan kebersihan
tangan sebelum bekerja dan setelah ke toilet
4) Menggunakan Alat Pelindung Diri ( masker, penutup kepala/topi,
apron dan sarung tangan plastik)
5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari
kamar kecil

d. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya yaitu :
1) Makanan di angkut dengan menggunakan kereta dorong yang
tertutup dan bersih
2) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia
udara untuk ruang gerak
3) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk
mengangkut bahan/barang kotor

e. Penyajian makanan
1) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan
peralatan yang dipakai harus bersih
2) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 161
3) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan
pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60C dan
4C untuk makanan dingin
4) Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan
berpakaian bersih
5) Makanan jadi harus segera disajikan
6) Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada
pasien

5. Pengawasan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman


Pengawasan dilakukan secara :
a. Internal
Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas
penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit. Pemeriksaan
parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel makanan dan
minuman meliputi bahan makanan dan minuman yang mengandung
protein tinggi, makanan siap santap, air bersih, alat makanan dan
masak serta usap dubur penjamah. Pemeriksaan parameter kimiawi
dilakukan pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang
diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. Pengawasan secara berkala dan
pengambilan sampel dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Bila
terjadi keracunan makanan dan minuman dirumah sakit maka petugas
sanitasi harus mengambil sampel makanan dan minuman untuk
diperiksa ke laboratorium.
b. Eksternal
Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh petugas sanitasi
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau
mendadak untuk menilai kualitas.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 162
BAB IX
PENYEHATAN AIR

A. PENGERTIAN
1. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
2. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit berasal
dari perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki air, air
kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air minum

B. PERSYARATAN
1. Kualitas air minum
Sesuai dengan Peraturan mneteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum
2. Kualitas air yang digunakan di ruang khusus
a. Ruang operasi
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah seperti
PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat
melakukan pengolahan tambahan dengan catridge filter dan dilengkapi
dengan disinfeksi menggunakan ultraviolet (UV)
b. Ruang farmasi dan hemodialisa
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikanuntuk
penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisa

C. TATALAKSANA
1. Kegiatan pengawasan kualitas air denga pendekatan surveilans kualitas air
antara lain meliputi :
a. Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih
b. Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaa sampel air
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium
d. Dan tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kulaitas air
2. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah sakit
dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis sanitasi sarana

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 163
penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal PPM dan PL, Departemen Kesehatan
3. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air minum dan atau air
bersih rumah sakit tercantum dalam Tabel 8

TABEL JUMLAH SAMPEL AIR UNTUK PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI


MENURUT JUMLAH TEMPAT TIDUR

Jumlah Minimum Sampel Air Perbulan Untuk


Jumlah Tempat Tidur Pemeriksaan Mikrobiologik
Air Minum Air Bersih
25 100 4 4
101 400 6 6
401 - 1000 8 8
1000 10 10

4. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua)
kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan)
dan titik pengambilan sampel masing-masing pada tempa penampungan
(reservoir) dan keran terjauh dari reservoir
5. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologi terutama
pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin, kamar bayi,
dan ruang makan, tempat penampungan (reservoir), secara acak pada
kran-kran sepanjang sistem distribusi, pada sumebr air dan titik-titik lain
yang rawan penecemaran
6. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut di atas di kirim dan diperiksa pada
laboratorium yang berwenang atau ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau
Pemerintah Daerah setempat
7. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh
pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas
Kesehatan.
8. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam rangka
pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah
sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada sarana penyediaan air

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 164
minum dan atau air bersih rumah sakit untuk diperiksakan pada
laboratorium
9. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kulaitas air
untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan disinfektan kaporit, pH dan
kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal dari sistem perpipaan dan
atau pengolahan air pada titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
10. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan
lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemriksan
laboratorium.
11. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang
menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai
parameter yang menyimpang.
12. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukan tingkat resiko
pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana.

Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Edisi 1 tahun 2014
RSUD Cileungsi Page 165

Anda mungkin juga menyukai