Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang
lain 7,9%.1 Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap
tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses
kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.

Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)


menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan fetus
tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut untuk
seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal distress, dan
elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea pada
primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan
penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4%
distosia menyebabkan seksio sesarea.

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah
satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut
dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa
dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh
rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang
ditemukan, umumnya disebabkan oleh janin yang besar.

1
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4cm (Fase laten). Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph,
2010).

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang


bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada
bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu
sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
prematuritas dan Respiratory Distress Syndrome (RDS) (Nugroho, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba untuk membahas


kasus ini di RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Disproporsi Sefalopelvik

a. Definisi

Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakseimbangan antara kepala janin dan


panggul ibu. Disproporsi sefalopelvik timbul dari analisis terhadap ukuran pelvis
yang sempit, berat badan bayi yang besar atau kombinasi keduanya. Pada keadaan
ini janin tidak dapat dilahirkan pervaginam. Keadaan panggul merupakan faktor
penting dalam kelangsungan partus, tetapi yang tidak kurang penting ialah
hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam
perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi
cephalopelvic atau tidak.

Masih ada faktor- faktor lain yang ikut menentukan apakah persalinan

pervaginam akan berlangsung dengan baik atau tidak. Akan tetapi faktor- faktor ini

akan dapat diketahui pada waktu persalinan, seperti kekuatan His dan terjadinya

moulage kepala janin. Besarnya kepala janin, khususnya diameter biparietalisnya

dapat di ukur dengan menggunakan sinar rotgen.4 Akan tetapi sefalometri

roentgenologi lebih sukar pelaksanaannya dan mengandung bahaya seperti

pemeriksaan- pemeriksaan roentgenologik lainnya.

Pemeriksaan umum kadang- kadang sudah membawa pikiran kearah

kemungkinan kesempitan panggul. Pada wanita yang lebih pendek dari pada ukuran

normal bagi bangsanya, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan

tetapi tidak bisa diartikan bahwa seseorang wanita dengan bentuk normal tidak

3
dapat memiliki panggul dengan ukuran- ukuran yang kurang dari normal.

Anamnesis tentang persalinan- persalinan terdahulu dapat memberikan petunjuk

tentang keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan

dilahirkannya janin dengan berat badan yang normal, maka kecil kemungkinan

bahwa wanita yang bersangkutan menderita kesempitan panggul yang berarti.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang

penting untuk mendapatkan keterangan yang lebih banyak tentang keadaan

panggul. Dan dilakukannya

pemeriksaan radiologi.

Gambar 2. Cephalopelvic Disproportion4

b. Epidemiologi

4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekan
Baru pada tahun 2007 sekitar 20,20 % dari 99 sampel yang menjalani bedah Caesar
dilakukan atas indikasi CPD.5

c. Etiologi

Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh karena :


Kapasitas panggul yang kecil atau ukuran panggul yang sempit
Ukuran janin yang terlalu besar atau yang paling sering menyebabkan CPD
Kelainan posisi dan persentasi dahi atau muka

d. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebab


CPD itu sendiri. Yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan
ukuran janin yang terlalu besar.

1. Klasifikasi Panggul Sempit

Penyempitan dari rongga pelvis dapat menimbulkan distosia saat


persalinan. Penyempitan rongga pelvis yang dapat terjadi antara lain penyempitan
pintu atas panggul (pelvic inlet), penyempitan pintu tengah panggul (midpelvis),
dan penyempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet), serta kombinasi antara
ketiganya.

a. Penyempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

Pintu bawah panggul dianggap sempit apabila konjugata vera (diameter


anteroposterior) kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang dari 12 cm.5.6
konjugata vera diperiksa dengan cara mengukur konjugata diagonal sehingga
didapatkan penilaian kasar konjugata obstetri yang biasanya memiliki diameter 1,5
cm lebih kecil dibandingkan konjugata diagonal. Oleh karena itu penyempitan pintu
atas panggul sering didefinisikan sebagai ukuran konjugata diagonal kurang dari

5
11,5 cm. Untuk kepentingan persalinan maka diameter biparietal fetus yang berada
dalam batas normal berkisar 9,5-9,8 cm, oleh karena itu persalinan akan menjadi
sulit apabila fetus harus melewati ruangan konjugata vera kurang dari 10 cm.7

b. Penyempitan pintu tengah panggul (midpelvis)

Pintu tengah panggul dianggap menyempit apabila jumlah distansia


interspinarum dan sagital posterior < 13,5 cm. Jika distansia interspinarum kurang
dari 8 cm maka pintu tengah panggul dianggap menyempit, sedangkan bila
distansia interspinarum kurang dari 10 cm maka terdapat alasan bagi kita untuk
mewaspadai kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul2.

c. Penyempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet)

Definisi penyempitan bawah panggul adalah distansia intertuberous ischii <


8 cm5,6. Pintu bawah panggul dibentuk oleh dua segitiga dengan intertuberous ischii
sebagai dasaarnya. Bagian segitiga anterior sebelah lateral dibatasi oleh ramus
pubis, dan batas puncak segitiga anterior dibatasi oleh bagian inferior simfisis
pubis. Puncak segitiga posterior dibatasi oleh ujung dari vertebra S3. Berkurangnya
distansia intertuberous mengakibatkan arkus pubis menyempit ( < 90 o) sehingga
segitiga anterior menyempit. Berdasarkan penyempitan ini, agar kepala janin dapat
lahir diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagan belakang pintu bawah
panggul sehingga kepala terpaksa ke arah posterior. Berhasil atau tidaknya
persalinan tergantung dari ukuran segitiga posterior. Distosia yang disebabkan
penyempitan pintu bawah panggul tidak seberat penyempitan pintu tengah panggul
dan umumnya penyempitan pintu bawah panggul biasanya diikuti dengan
penyempitan pintu tengah panggul.Walaupun distosia yang terjadi pada
penyempitan pintu bawah panggul tidak berat, namun distosia yang terjadi dapat
menyebabkan robekan perineum. Sudut arkus pubis yang tajam menyebabkan
occiput tidak dapat keluar secara langsung dibawah simfisis pubis, sehingga occiput
terpaksa bergerak jauh ke bawah mengikuti ramus ischiopubis dan menyebabkan
distensi perineum yang berlebihan sehingga meningkatkan resiko terjadi robekan
perineum.

6
Pada wanita yang lebih pendek dari pada ukuran normal bagi bangsanya,
kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan tetapi apa yang
dikemukakan diatas tidak bisa diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk
badan normal tidak bisa memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang dari
normal, ditinjau dari satu atau beberapa bidang panggul.

2. Makrosomia (ukuran fetus besar)

Makrosomia adalah berat fetus diatas 4500 gram.1 Permasalahan yang


timbul pada makrosomia sebenarnya bukan karena kepala tidak melewati panggul,
namun dikarenakan terjadi distosia bahu. Pada tahun 1997 ACOG telah
menyimpulkan bahwa seksio sesarea elektif pada wanita hamil dengan diabetes
hanya rasional pada berat janin > 4250 gram. Sedangkan dua pertiga dari janin
dengan seksio sesarea yang dilakukan setelah kegagalan forcep di Parkland
Hospital memiliki berat rata-rata 3700 gram.

Gambar 3. CPD and Arrest of Cervical Dilatation in the Active Phase4

3. Kelainan Posisi dan Persentasi

7
Persentasi wajah dalam keadaan hiperekstensi sehingga oksiput berkontak
dengan punggung janin dan dagu adalah bagian yang terendah. Wajah bayi dapat
tampak dengan dagu di bagian anterior atau posterior, realtif terhadap simpisis ibu.
Walaupun kebanyakan dapat menetap, banyak persentasi dagu posterior berubah
secara spontan menjadi anterior, bahkan pada persalinan lanjut. Jika tidak dahi
janin, tertekan melawan simpisis pubis ibu. Posisi ini mencegah fleksi janin yang
diperlukan untuk melintasi jalan lahir.
Posisi yang terkestensi lebih sering berkembang jika panggul sempit atau
janin sangat besar.
Persentasi dahi yang jarang ini didiagnosis jika bagian kepala janin
diantara margo supraorbitalis dan fontanel anterior berada di pintu atas panggul.
Kepala janin akan mengambil posisi tersebut pada pertengahan antara fleksi penuh
(oksiput) dan ekstensi (wajah). Masuknya kepala janin, dan esktensi (wajah).
Masuknya kepala janin, dan kemudian, pelahiran tidak dapat terjadi selama masih
dalam persentasi dahi, kecuali jika kepala janin kecil atau panggul sangat besar.
Biasanya bisa diraba dengan palpasi abdomen.
Posisi melintang, posisi ini aksis memanjang janin diperkirakan tegak
lurus terhadap ibu. Jika aksis panjang membentuk sudut akut, dihasilkan dengan
janin posisi oblik. Posisi tersebut biasanya hanya sementara, karena baik posisi
melintang atau longitudinal terjadi ketika persalinan tidak terduga.
Pada posisi melintang bahu biasanya berada di atas pintu atas panggul.
Kepala berada pada salah satu fossa iliaca dan bokong di fossa lainnya. Penyebab
yang lebih sering pada posisi melintang ini adalah: relaksasi dinding abdomen pada
paritas tinggi, janin prematur, plasenta previa, anatomi uterus abnormal,
hidramnion, dan panggul sempit.

Penatalaksanaan

Pada panggul sempit relatif dapat diketahui adanya disproporsi kepala


panggul sebelum mulainya proses persalinan dengan dilakukan test of labor atau
trial of labor. Test of labor dilakukan pada kala II dimana sudah terjadi pembukaan
lengkap dan ketuban pecah disertai kontraksi uterus yang baik kemudian dilakukan

8
pimpinan persalinan selama 1 jam dan dievaluasi apakah janin dapat lahir
pervaginam pada saat itu. Jika bayi tidak dapat lahir pervaginam diputuskan untuk
dilakukan section sesarea. Sedangkan trial of labor dilakukan pada saat pembukaan
belum lengkap atau 2 jam sebelum kala II. Jika kepala tidak turun dengan baik,
tindakan yang benar adalah melakukan sectio sesarea. Pada panggul sempit absolut
dilakuan tindakan sectio sesarea. 1

Dahulu ada 2 tindakan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan


axis traction forceps untuk membawa kepala janin yang ukuran besarnya belum
melewati pintu atas panggul ke dalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan
ini sangat berbahaya bagi ibu dan janin, kini diganti dengan sectio sesarea yang
jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumya juga tidak dilakukan lagi.
Keberatan tindakan ini adalah kesulitan untuk menetapkan apakah janin walaupun
belum cukup bulan, sudah cukup tua, dan besar untuk hidup dengan selamat diluar
tubuh ibu. Atau apakah kepala janin dapat aman melewati kesempitan pada panggul
bersangkutan.

Belakangan ini ada 2 cara yang , merupakan tindakan yang utama untuk
menangani persalinan pada CPD, yaitu dengan seksio sesarea dan partus percobaan.
Disamping itu kadang kadang ada indikasi untuk melakukan simfisiotomi dan
kraniotomi. Namun simfisiotomi jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan
kraniotomi hanya dikerjakan pada janin yang mati.

a. Sectio sesarea

Sectio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalianan dan secara sekunder yaitu sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.7

Sectio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada


kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena
terdapat CPD yang nyata. Selain itu sectio sesarea dilakukan pada kesempitan
ringan apabila ada faktor faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti

9
primigravida tua,kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada
wanita yang mengalami massa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain
lain.

Sectio sesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap


gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin, sedang syarat syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau belum
dipenuhi.

b. Persalinan percobaan

Persalinan percobaan merupakan suatu penilaian, untuk memperoleh bukti


tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalo pelvik. Menurut pendapat lama,
persalinan percobaan merupakan suatu keadaan pada primi dengan panggul sempit
sedang, anak hidup, his baik, pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah, dan dalam
2 jam kepala tidak turun.

Syarat persalinan percobaan :

1. Hiss normal dan adekuat


2. Serviks lunak
3. Anak dalam letak kepala dan hidup

Setelah pada panggul sempit berdasarkan pada pemeriksaan yang teliti pada
hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran ukuran panggul dalam
semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai
kesimpulan bahwa ada harapan persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan
selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan.

Batasan dari partus percobaan adalah percobaan persalinan pervaginam


pada panggul sempit relatif dengan janin presentasi belakang kepala pada
kehamilan cukup bulan atau perkiraan berat badan janin > 2500 gram.7

10
Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan
hiss dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua faktor ini tidak
dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu.

Pemilihan kasus kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan


dengan cermat. Tadi sudah dibahas indikasi indikasi untuk dilakukan sectio
sesarea elektif, jadi keadaan ini merupakan kontra indikasi dilakukan persalinan
percobaan. Selain itu beberapa hal perlu mendapat perhatian. Janin harus berada
dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Alasan
bagi ketentuan yang terakhir ini adalah kepala janin bertambah besar serta lebih
sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi
plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul
pada persalinan percobaan. Perlu disadari bahwa kesempitan panggul dalam satu
bidang, seperti panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam
beberapa bidang.

Hal hal yang perlu diperhatikan pada persalinan percobaan, yaitu:

a. Perlu diadakan pengawasan seksama terhadap keadaan ibu dan janin.

Pada persalinan agak lama, perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan
asidosis pada ibu, dan perlu istirahat yang cukup serta tidak terlalu banyak tenderita.
Hendaknya pasien diberikan infus intravena oleh karena kemungkinan persalinan
harus diakhiri dengan sectio sesarea. Keadaan denyut jantung janin harus diawasi
terus.

b. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus terus diawasi.

Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan


kelainan hiss dan gangguan pembukaan serviks. Hiss yang kuat, kemajuan dalam
turunnya kepala dalam rongga panggul dan kemajuan dalam mendatar serta
membukanya serviks merupakan hal hal yang menguntungkan. Kemajuan
turunya kepaldapat ditentukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

11
Pemeriksaan rontgenologik memberi gambaran yang jelas mengenai hal ini
dan tingkat moulage kepala janin. Akan tetapi karena bahayanya pemeriksaan ini,
sebaiknya diilakukan jika benar benar perlu.

Pemeriksaan dalam perlu untuk menilai turunnya kepala, untuk mengetahui


keadaan serviks, untuk mengetahui apakah ketuban sudah pecah dan untuk
mengetahui ada tidaknya prolapsfunikuli atau prolaps lengan. Karena bahaya
infeksi pada pemeriksaan dalam dan denga demikian memperbesar resiko sectio
sesarea apabila tindakan ini perlu dilakukan, maka pemeriksaan ini dabatasi
danhanya dilakukan bila memberikan bahan bahan penting untuk menilai
keadaan.

c. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk ke
dalam rongga panggul dengan sempurna. Namun pada CPD, ketuban sering pecah
pada permulaan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya dapat dilakukan apabila
hiss berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks untuk separohnya atau
lebih. Tujuan tindakan ini untuk mendapatkan kepastian apakah hanya hiss yang
teratur mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan kepala yang berarti atau tidak.
Setelah ketuban pecah perlu ditentukan ada atau tidaknya prolapsus funikuli.
d. Menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Bila hiss
cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil atau tidaknya partus percobaan
yaitu sabagai berikut:
Bagaimana kemajuan pembukaan serviks? Adakah gangguan pembukaan:
misalnya pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif, sekunder arrest.
Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?
Adakah tanda tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, rupture uteri yang
membakat dan lain lain)?

Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan adanya


persalinan pervaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan seksio

12
sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan
lancar, maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan sesuai persyaratan yang ada.

Partus percobaan dikatakan berhasil apabila bayi lahir pervaginam dengan


keadaan ibu dan bayi baik. Partus percobaan dikatakan tidak lengkap apabila
persalinan harus diakhiri dengan sectio sesarea atas indikasi ibu atau anak.
Dikatakan partus percobaan gagal apabila anak lahir mati, pada kala II kepala tidak
engaged setelah dipimpin meneran 1 jam, atau partus buatan pervaginam gagal.

c. Simfisiotomi

Merupakan tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang


pangul kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi lebih
luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea.
Satu satunya indikasi apabila pada panggul sempit dengan janin masih hidup
terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu
berbahaya

d. Kraniotomi

Pada persalinan yang dibiarkan berlarut larut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi.
Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan
dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan sectio sesarea. 8

Prognosis

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung

sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.

Bahaya pada ibu.

13
a. Partus yang lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan

kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

b. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan,

dapat timbul regangan segmen bawah rahim dan pembentukan lingkaran

retraksi patologik yang dapat menyebabkan ruptur uteri.

c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir

pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan

tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat

terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.

Bahaya pada janin.

a. Partus lama dapat mengakibatkan kematian parinatal, apabila jika ditambah

dengan infeksi intrapartum.

b. Prolapsus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar

bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih

hidup.

c. Apabila ada disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan

pada panggul dengan mengadakan moulage. Maulage dapat dialami oleh

kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas tertentu, akan tetapi

apabila batas- batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium

serebelli dan perdarahan intrakarnial. Perlukaan pada jaringan diatas tulang

kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh tekanan promontorium atau

kadang- kadang oleh simfisis pada panggul.

14
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan


Penanganan Khusus

2. Ketuban Pecah Dini


a. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu

15
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya effacement atau dilatasi serviks), atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5
cm pada multigravida. (Prawirohardjo, 2011)
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm premature
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm
premature rupture of membrans (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM. (Garite, 2011)

b. Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan.
Kombinasi akibat peregangan membran dengan pertumbuhan uterus,
seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin memegang peranan dalam
melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm merupakan
variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan
bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat
dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini antara lain adalah: (Joshua, 2015)

1. Infeksi

Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah


cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat

16
bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis,
infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.

Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh


adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.

2. Defisiensi vitamin C

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan


kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah
ibu.

3. Faktor selaput ketuban

Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan


atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti
pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat
oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. 72% penderita dengan sindroma
Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya
mengalami ketuban pecah dini preterm.

4. Faktor umur dan paritas

Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.

5. Faktor tingkat sosio ekonomi

17
Sosio ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.

6. Faktor-faktor lain

- Inkompetensia serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya


selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri.
- Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosentesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
- Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah
dini terutama pada kehamilan prematur.
- Kelainan letak dan kesempitan pangul sering disertai dengan KPD
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
- Faktor-faktor lain seperti hidramnion gemeli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina diatas 4,5; stres psikologis, serta
flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah
dini.

c. Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan
yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban.

18
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolgasen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan II), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-
9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor
metaloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1,
MMP-8, MMP-9, dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3
dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjadi selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang
relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut
akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban, ketidakseimbangan
kedua enzim tersebut daat menyebabkan degradasi patologis pada

19
ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1
yang rendah.
Terjadinya gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor
predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen yang diduga
berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang diketahui
berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalh asam askorbat
yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban
pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang
produksi sitokin, MMP, dan prosataglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor alfa yang diproduksi
oleh monosit dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin
dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat

20
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antara produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui,
namun prostaglandin terutama E2 dan F2a telah dikenal sebagai mediator
dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari
MMP-1 dan MMP-3.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38oC, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari
100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada bayi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaksin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
menusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersbeut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.

Kematian Sel Terprogram

21
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama
disekitar robekan selaput ketuba. Pada korioamnionitis terlihat sel yang
mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan
respon imunologis mempercepat terjadinya matriks ekstraseluler
dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis
ini belum diketahui dengan jelas.

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan IL-8. Selain itu peregangan
juga merangsang MMP-1 pada membran. IL-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat ko=emotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks
ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang


diteorikan sebagai penyebab ketuban pecah dini

22
d. Gejala Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan
keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari
vagina, mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus
atau kesan basah di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik
untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya cairan
amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik antara lain:
1. Anamnesis:
- Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
- Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks)
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI)
4. Pemeriksaan dalam:
- Ada cairan dalam vagina
- Selaput ketuban sudah pecah

Catatan:

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:

1. saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui


pasti kapan ketuban pecah.

2. bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka


saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.

e. Diagnosis

23
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara.
Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai
keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya
encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan pemeriksaan
fisik, sebagai berikut:
- Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan fisik
mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang
serviks.
- Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau
cairan pada forniks posterior vagina, silakukan pemeriksaan pH
dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus
berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam
keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahw=kan setelah
mandi. Tes nitrazin kuning dapat menegaskan diagnosa dimana
indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan
semen dapat memberikan hasil positif palsu.
- Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan
amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun
pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan secara
luas.
- Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection.
Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi,
periksa darah lengkap, CRP, MSU, dan kultur darah. Berikan
antibiotika spektrum luas
- Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat
organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah
uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume
likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini,

24
walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi
diagnosis.
- Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau
alfa fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin
dapat menentukan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD menurut Sarwono Prawirohardjo adalah:

Konservatif

Rawat di rumah sakit, berika antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau


eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidasol 2x500 mg selama
7 hari). Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
amsih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif beri deksametason, observasi tada-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol) deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhum leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dna bila memungkinkan periksa kadar
lestin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.(Prawirohardjo, 2011)
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25g - 50g intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik
dosis tinggi dan persalinan berakhir. Bila skor pelvik < 5, lakukan

25
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasl, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan. (Prawirohardjo, 2011)

g. Komplikasi

KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara


pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag
period = LP). Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya

KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan


usia kehamilan, baik terhadap janin mau[un terhadap ibu. Kurangnya
pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung
jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya:

1. Terhadap janin

Walaupun ibu belum emnunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin


sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:

- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amnionitic Band Syndrome

2. Terhadap Ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal,


apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat
dijumpai infeksi puerperalis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry
labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus

26
akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapt meninggikan angka
kematian dan morbiditas pada ibu.

BAB III

27
LAPORAN KASUS STATUS PASIEN

1. Identitas
Nama : Ny. E. M.
Umur : 20 Tahun
Nama Suami : Tn. H
Umur : 23 Tahun
Alamat : Jalan Pondok Wuluh Leces
Pekerjaan Pasien : Ibu rumah tangga
Pekerjaan Suami : Buruh Bangunan
Pendidikan Pasien : SMP
Agama : Islam
Masuk Tanggal : 25 Januari 2017 Datang Pukul 19.30 WIB
Keluar Tanggal : 26 Januari 2017
2. Anamnesa
Keluhan Utama : Kenceng-kenceng ingin melahirkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang karena rujukan dari Puskesmas. Sebelumnya pasien merasa
kenceng-kenceng dirumah pada pukul 15.00 WIB. Kenceng-kenceng
dirasakan terus menerus, nyeri dirasakan dari bawah perut menjalar hingga ke
pinggang. Tidak lama dari kenceng-kenceng keluar cairan jernih merembes
dari vagina. Jam 16.00 WIB pasien datang kerumah bidan. Di bidan dilakukan
pemeriksaan dalam didapatkan bukaan 6 cm disertai keluar lendir dan
darah dari vagina dan tekanan darah pada saat itu 140/100 mmHg. Pasien
langsung dirujuk ke puskesmas dikarenakan berat janin kurang. Jam 18.00
WIB pasien tiba di puskesmas dan dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan
bukaan lengkap. Dari Puskesmas pasien langsung dirujuk ke IGD RSUD
Moch. Saleh dengan alasan yang sama yaitu berat janin kurang. Jam 19.30 WIB
pasien tiba di IGD dan dilakukan pemeriksaan dalam yaitu pembukaan
lengkap, eff 100%, ketuban (-), dan kepala sudah berada pada Hodge 3+,
tekanan darah pada saat di IGD 150/100 mmHg. Semakin lama kenceng-

28
kenceng semakin sering dan pasien mengatakan ingin buang air besar.
Kemudian pasien di pindah ke kamar bersalin dan mulai memimpin persalinan.

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan


keluhan kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari
punggung hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung
ngebyor sejak jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau
amis warna bening dan tidak disertai lendir dan darah. Pasien merasakan
kenceng-kenceng sejak hari jumat jam 05.00 wib (06-01-2017) kenceng-
kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali lamanya 15 detik. Jam 16.00 wib pasien
mengatakan keluar lendir disertai darah dari kemaluannya.
Pasien mengatakan tidak melakukan hubungan suami-istri dan riwayat
trauma tidak ada. Karena kenceng-kenceng dirasakan semakin kuat dan sering
pasien diantarkan oleh keluarganya ke praktek bidan hari sabtu jam 01.00 wib
(07-01-2017) saat dibidan air masih keluar merembes warna kehijauan yang
disertai lendir dan darah. Dibidan dilakukan pemeriksaan dalam 5cm, eff 50%,
ketuban (+), bagian terendah janin masih tinggi lalu oleh bidan pasien dirujuk
ke RSUD dr. Moch Saleh atas indikasi hamil tua, ketuban warna hijau dan
tinggi 140cm.
Pasien juga mengatakan sering keputihan pada kehamilan ini setiap hari
banyak, kurang lebih setengah celana bagian bawah, tidak berbau, warna putih
susu dan terasa gatal. Pasien mengatakan merasa hamil Pasien mengatakan
telah melakukan ANC (Asuhan Ante Natal Care) dibidan sebanyak 5 kali
selama kehamilan. Pasien juga mengatakan sering minum jamu saat hamil
muda dan di pijat satu kali saat hamil 4 bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), alergi


makanan (-), Penyakit Menular Seksual (-),
Hepatitis B (-), Pusing (-), Pandangan kabur (-),
struma (-), berdebar-debar (-)

29
Riwayat Penyakit keluarga : Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), Asma (-),
Penyakit Menular Seksual (-), tumor (-), Gemeli (-
), Merokok (-), Alkohol (-)

Riwayat Psiko-Sosial : Merokok (-), Alkohol (-)

Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali, Lama menikah 1 tahun

Riwayat Menstruasi : haid teratur sebulan 1 kali selama 7 hari keluar


darah sedikit dan encer

Haid : teratur
Sebulan : 1 kali
Siklus : 28 hari
Selama : 7 hari
Nyeri selama haid, darah yang keluar sedikit
dan encer
Menarche : 13 tahun
HPHT : 13 05 2016
Tafsiran persalinan : 25-12-2016
Flour albus : +
Berapa lama : 1 bulan
Sejak kapan : saat hamil 4 bulan
Warna : putih susu
Bau : -
Banyaknya : sedikit

Riwayat Obstetrik : G1 P0000 (a-p-i-a-h)


Bersuami 1 kali selama: 1 tahun
Goyang anak dirasakan sejak UK 4 bulan
Jumlah Anak : -

30
No Umur Jenis Penolong Tempat Umur BBL Jenis Penyulit hamil,
Kehamilan Persalinan persalinan, nifas
1 Hamil ini

Kelainan lain :

Nafsu makan : Normal


Berat Badan : 48 kg, Tinggi Badan : 140 cm
Buang Air Besar : Dalam batas normal
Buang Air Kecil : Dalam batas normal
Batuk batuk : Usia Kehamilan 7 bulan
Sesak :-
Berdebar-debar : -
Pusing :-
Mata Kabur :-
Epigastric pain :-

Anamnesa Keluarga

Tumor :-
Gemeli :-
Operasi :-

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : compos mentis


a/i/c/d : -/-/-/-
GCS : E4V5M6
Gizi : Baik
Tensi : 150/110 mmHg

31
Nadi : 90x/menit
Suhu : 37,2oC
Pernapasan : 28x/menit

Kepala

Bentuk : Normal
Tumor :-
Rambut : Hitam
Mata :
- Konjungtiva : cukup anemis -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : bulat, isokor +/+ reflek pupil +/+
Telinga dan hidung : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan

Leher

Struma :-
Bendungan vena : -
Thorax
Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-)
Paru-Paru : suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Payudara : Tumor -/-, colostrum +/+, hiperpigmentasi +/+

Abdomen

Hepar : dalam batas normal


Lien : dalam batas normal
Genitalia Eksterna
Edema :-

Ekstremitas

32
Akral hangat : +/+
Edema : -/-
Reflek Fisiologis : +/+
Reflek Patologis : -/-
Kelainan Orthopedic : -/-

4. Status Obstetrik (Tanggal 25 Januari 2017)

Muka
- Cholasma gravidarum : +/+
- Exopthalmus : -/-
Leher
- Struma : -/-
Thorax
- Mamae
o Membesar +
o Lembek/tegang tegang
o Hiperpigmentasi +
o Colostrum +/+
- Inspeksi
o Perut membesar +
o Striae gravidarum +
o Striae gravidarum alba -
o Striae gravidarum lividae -
Palpasi Abdomen
- Leopold I : Teraba bagian besar janin lunak kesan bokong
TFU: 24cm. TBJ : (24-11) x 155 = 2.015 gram
- Leopold II : Teraba bagian keras panjang kesan punggung disebelah
kanan
- Leopold III : Teraba bagian besar janin keras kesan kepala, Hodge
III
- Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP (1/5)

33
Auskultasi
- Cortonen : 147 x / menit
- Teratur
Genitalia eksterna
- Flour :+
- Fluksus :+
Perineum
- Cicatrix :-
Anus
- Haemorrhoid externa :-
Pemeriksaan dalam
- VT :
Portio
Posisi : medial
Konsistensi : lunak
Bukaan : lengkap
Penipisan : 100%
Presentasi : kepala
Denominator : sulit dievaluasi
Hodge : III
UC : Baik
DJJ : 147x/menit

5. Pemeriksaan Laboratorium (25 januari 2017)

Hb : 11,8 g/dl
Leukosit : 21.000/mm3
Trombosit : 272.000/mm3
HBsAg : - (Negatif)
Proteinuria : - (Negatif)

6. Diagnosis

34
GIP0000Ab0x hamil 35-36 minggu Inpartu kala II Janin tunggal hidup presentasi
kepala dengan Hipertensi dalam kehamilan

7. Prognosis

Dubia ad bonam bila dilakukan persalinan secara spontan

8. Terapi

IUVD RL 20tpm

Nifedipine 10mg

Inj. Cefotaxime 1 gram IV

FOLLOW UP

25 januari 2017
GIP0000Ab0x hamil 35-36 minggu Inpartu kala II Janin tunggal hidup presentasi
kepala dengan Hipertensi dalam kehamilan

02.00 Px tiba di IGD


Konsul dr.Maria Diah Zakiyah ,Sp.OG :
Terpasang infus RL 500cc 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 1 gram dalam
PZ 100cc (jam 02.50)
TD : 110/80 mmHg
DJJ: 136x/menit
HIS : 2.10.25
VT Pembukaan 5, eff. 50%, Ket. +,
bagian terendah janin masih tinggi
Ukuran Panggul Luar :

35
- Distansia Cristarum : 28
cm
- Distansia Spinarum : 26
cm
- Conjugata Eksterna
Oblique : 18 cm
Ukuran Panggul Dalam :
- Promontorium : Teraba
8,5 cm
- SIAS : Dalam batas
normal
- Dinding panggul kanan
dan kiri : sejajar
- Os Sacrum : melengkung
- Os Coxygeus : lentur
- Arcus Pubis : kurang dari
900
Observasi di IGD
03.00 DJJ : 142x/menit
HIS : 2.10.15 (reguler)
TD : 120/70mmHg
Suhu : 36,5oC
RR : 22x/menit
Nadi : 88x/menit
Pervag ketuban mekonium +
04.00 konsul dr. Maria Diah Zakiyah Sp.OG
advis :
- Inj. Cefotaxime 3x1 gram
- SC+
04.15 Pasien setuju SC

36
05.00 DJJ 136x/menit
HIS 2.10.25
Pasien berangkat ke OK
05 .30 Operasi dimulai
Pukul 05.45 lahir bayi jenis kelamin
perempuan AS: 7-8 BB : 3720 gram,
PB:44cm, LK: 32cm, LD:31cm, LA:
34cm, cacat(-), caput(-), anus(+)
Pukul 06.15 operasi selesai
Advice Post Op dr.Maria Diah Zakiyah
Sp.OG
Obs. TTV dan perdarahan
Inj. Cefotaxime 3x1 gram

06.15 Pasien tiba di ruang Melati


S : kaki belum bisa digerakkan
O : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 24x/menit
UP : 100cc/2jam
St. Obstetri :
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : Baik
Pervag : Lochia rubra (+)
A : PI001 Ab0x post sc h0 atas indikasi
disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini

37
P : Advis dr. Maria Diah Zakiyah, Sp.OG
Inj. Cefotaxime 3x1 gram
Kaltropen Supp. 3x1
Cek Hb
Hasil Lab :
Hb : 10,5
Leukosit : 14.780
Trombosit 208.000/mm3
08 januari 2017 (06.00)
PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
S: Nyeri luka operasi (+) nyeri perut (-) kembung (-) demam (-) mobilisasi cukup
(miring), nafsu makan baik, minum (+), flatus (+), BAB (+), BAK (+) UP
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri sedikit, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 110/70 mmHg
Nadi :78x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 20x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)

38
A: PI001 Ab0x post sc hari pertama atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini

P: lanjut Inj. Cefotaxime 3x1 gram


Hasil Lab : Hb 10,5 g/dl
09 Januari 2017 (06.00)
PI001 Ab0x post sc hari kedua atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
S: Nyeri luka operasi (+) nyeri perut (-) kembung (-) demam (-) mobilisasi cukup
(jalan), nafsu makan baik, minum (+), flatus (+), BAB (+), BAK (+) UP
100cc/2jam, pusing (-), pandangan kabur (-), sesak (-), kejang (-), ASI keluar kanan
kiri keluar banyak, kolostrum (+)
O: Status Umum
TTV :
TD: 120/70 mmHg
Nadi :80x/menit
Suhu : 36,3oC
RR : 22x/menit
K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
Thorax : Cor: S1S2 tunggal, murmur-
Pulmo : Ves+/+, ro-/-,wh-/-
Abdomen : supel (+), BU (+) baik, nyeri tekan (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari bawah pusat
UC : baik
Pervag : lochia rubra (+)
A: PI001 Ab0x post sc hari kedua atas indikasi disporposi sefalo-pelvik dan ketuban
pecah dini
P: Infus aff
Terapi Oral : Ciprofloxacine 3x1 gram

39
Asam Mefenamat 3x1 gram
Clindamycine 3x1 gram
Diit TKTP + Pro KRS

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini wanita, 22 tahun dengan diagnosis Disporposi Sefalo-Pelvik


dan Ketuban Pecah Dini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G1P0000A0 hamil 10
bulan datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan keluhan
kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari punggung
hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung ngebyor sejak
jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau amis warna bening
dan tidak disertai lendir dan darah. Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak hari
jumat jam 05.00 wib (06-01-2017) kenceng-kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali
lamanya 15 detik. Jam 16.00 wib pasien mengatakan keluar lendir disertai darah
dari kemaluannya.
Pasien mengatakan tidak melakukan hubungan suami-istri dan riwayat
trauma tidak ada. Karena kenceng-kenceng dirasakan semakin kuat dan sering
pasien diantarkan oleh keluarganya ke praktek bidan hari sabtu jam 01.00 wib (07-

40
01-2017) saat dibidan air masih keluar merembes warna kehijauan yang disertai
lendir dan darah. Dibidan dilakukan pemeriksaan dalam 5cm, eff 50%, ketuban (+),
bagian terendah janin masih tinggi lalu oleh bidan pasien dirujuk ke RSUD dr.
Moch Saleh atas indikasi hamil tua, ketuban warna hijau dan tinggi 140cm.
Pasien juga mengatakan sering keputihan pada kehamilan ini setiap hari
banyak, kurang lebih setengah celana bagian bawah, tidak berbau, warna putih susu
dan terasa gatal. Pasien mengatakan merasa hamil Pasien mengatakan telah
melakukan ANC (Asuhan Ante Natal Care) dibidan sebanyak 5 kali selama
kehamilan. Pasien juga mengatakan sering minum jamu saat hamil muda dan di
pijat satu kali saat hamil 4 bulan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan 140 cm. Pada penelitian
sebelumnya, wanita dengan tinggi 145 cm berpotensi lebih tinggi untuk memiliki
panggul sempit. Tetapi apabila tinggi badan 145 cm, jika ukuran kepala dan tubuh
bayi kecil, misalnya seperti pada bayi lahir prematur dengan usia kehamilan 6-7
bulan atau berat badan lahir rendah, maka persalinan pervaginam masih
dimungkinkan.
Dari pemeriksaan obstetrik abdomen, didapatkan kepala yang belum masuk
PAP. Selain itu, dari pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus
pubis 900.
Berdasarkan analisis kasus diatas, dengan tinggi badan ibu 140 cm, dan
pemeriksaan obstetrik didapatkan kepala yang belum masuk PAP serta dari
pemeriksaan dalam promotorium teraba 8,5 cm dan arcus pubis 900, maka dapat
dengan kuat ibu mengalami disproporsi sefalopelvik.
Berdasarkan kasus diatas, didapatkan analisis bahwa adanya hubungan antara
kondisi pasien dengan disproporsi sefalopelvik terhadap kejadian ketuban pecah
dini. Pada keadaan disproporsi kepala panggul dimana kepala bayi tidak masuk
pintu atas panggul sehingga ostium uteri internum tetap menjadi lokus minoris yang
pada saat tekanan intrauterin meningkat kemungkinan besar akan pecah atau robek

41
di daerah tersebut dimana dalam hal ini sesuai dengan Hukum Pascal sehingga
sering menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah Dini

BAB V
KESIMPULAN

Telah diuraikan diatas, kasus seorang wanita 22 tahun dengan G1P0000A0


hamil 10 bulan datang ke IGD RSUD dr. Mohammad saleh Probolinggo dengan
keluhan kenceng-kenceng ingin melahirkan, kenceng-kenceng berawal dari
punggung hingga ke perut dan pasien mengatakan keluar air banyak langsung
ngebyor sejak jam 1 pagi hari jumat (06-01-2017) keluar air banyak berbau amis
warna bening dan tidak disertai lendir dan darah.
Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak hari jumat jam 05.00 wib (06-01-
2017) kenceng-kenceng dirasakan setiap 1 jam 1 kali lamanya 15 detik. Jam 16.00
wib pasien mengatakan keluar lendir disertai darah dari kemaluannya. Di rujuk dari
bidan atas indikasi umur kehamilan tua, krtuban hijau keruh bercampur lendir dan
darah.
Dari pemeriksaan fisik didapakan tinggi badan 140 cm, pemeriksaan obstetrik
didapatkan kepala belum masuk PAP, pemeriksaan dalam didapatkan promotorium
teraba 8,5 cm dan arcus pubis 900. Dari analisis kasus diatas, maka dapat dikatakan
pasien memiliki resiko panggul sempit dan pasien ini memang benar-benar

42
terdiagnosa disproporsi sefalopelvik. Ditemukan adanya hubungan antara kondisi
pasien dengan disproporsi sefalopelvik terhadap kejadian ketuban pecah dini.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara Primipara Dan
Multipara. Lamongan: Jurnal Midpro Edisi 1/2012.
Anonym, 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jakarta: Bakti Husada, 2008.
Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, lams JD;
W.B Saunders Company Ltd. USA. 2011. P:723-37
Hendarmon, 2010. Pengaruh Senam Hamil Terhadap Proses Persalinan Normal
Di Klinik Yk Madira Palembang. Palembang: Fakultas Kedokteran Unsri *
Kementerian Kesehatan Jurusan Kebidanan

Isnaini, 2015. Karakteristik Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini Di Rsud


Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Lampung: JURNAL KESEHATAN
HOLISTIK Vol 9, No 4, Oktober 2015: 193-196
Joshua, 2015. Gambaran Ketuban Pecah Dini Di Rsup Prof Dr. R. D. Kandou
Manado. Manado: Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 3, September-
Desember 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Manado
Muntoha, 2013. Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan
Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Undip: Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 1 / April
2013

43
Prawirahardjo S. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo. Jakarta.

Prawirahardjo S. 2014. Ilmu Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirahardjo. Jakarta

Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. Hal.356-7.


Saju, 2015. MD, MS Associate Director, Division Chief of Maternal-Fetal
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Carolinas Medical
Center American College of Obstetricians and Gynecologists, American
Institute of Ultrasound in Medicine, Society for Maternal-Fetal
Medicine, American Medical Association

PERTANYAAN

1. Bagaimana jika persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa


pengambilan tindakan yang tepat?

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri


tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.

Bahaya pada ibu.

d. Partus yang lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,

dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

e. Dengan his yang kuat, sedang kamajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat

timbul regangan segmen bawah rahim dan pembentukan lingkaran retraksi

patologik yang dapat menyebabkan ruptur uteri.

f. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada

suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang

44
panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya

iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.

Bahaya pada janin.

d. Partus lama dapat mengakibatkan kematian parinatal, apabila jika ditambah

dengan infeksi intrapartum.

e. Prolapsus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi

janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih hidup.

f. Apabila ada disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan

pada panggul dengan mengadakan moulage. Maulage dapat dialami oleh

kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas- batas tertentu, akan tetapi

apabila batas- batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium

serebelli dan perdarahan intrakarnial. Perlukaan pada jaringan diatas tulang

kepala janin dan fraktur pada os parietalis oleh tekanan promontorium atau

kadang- kadang oleh simfisis pada panggul.

2. Bagaimna komplikasi cpd pada kehamilan?

1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang

keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute

2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian

terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak,

sulit bernafas, terasa penuh diulu hati dan perut besar

3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)

4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)

5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi

45
6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan

dimulai

7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

3. Apa yang perlu diperhatikan pada percobaan persalinan?

1. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.

2. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus tetap diawasi

Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan

his dan gangguan pembukaan servik.

3. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk

kedalam rongga panggul dengan sempurna Pada disproporsi sefalopelvik

ketuban tidak jarang pecah pada permulaan persalinan.

4. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh

berlangsung.

4. Bagaimana pencegahan agar CPD dapat terdiagnosa lebih dini?

Pencegahannya dengan memberikan informasi kepada ibu hamil untuk secara

rutin melakukan asuhan antenatal (antenatal care) di puskesmas atau di tempat

praktek bidan.

5. bagaimana cara pemeriksaan osborn test?

Dengan cara tangan satu menekan kepala janin dari atas ke rongga panggul,
sedang tangan lain yang diletakkan pada kepala, menentukan apakah bagian ini
menonjol di atas simfisis atau tidak

46

Anda mungkin juga menyukai