Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario A blok 9 Semester
3. Shalawat seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir
zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna perbaikan tugas-
tugas selanjutnya .

Dalam penyelesain tugas tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,


bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada

1. dr. RA. Tanzila, M.Kes , selaku Pembimbing Tutorial 4

2. Semua anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini,
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 1 November 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3

1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial ................................................................................................ 5

2.2 Skenario Kasus ............................................................................................. 6

2.3 Klarifikasi Istilah ......................................................................................... 7

2.4 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 8

2.5 Anlisis Masalah ............................................................................................. 9

2.6 Kesimpulan ...................................................................................................49

2.7 Kerangka konsep ...........................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Neuromuskuloskletal adalah blok ke sembilan pada semester III dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan mengenai kasus Boby, anak laki-laki 4 tahun , di bawa ibunya ke IGD
RSUD BARI dengan keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20
menit, bentuk kejang klojotan, tangan tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat
kejang berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Boby sadar.
Saat sedang dilakukan pemeriksaan fisik Boby kejang kembali, lama kejang 5 menit,
bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya. Sejak 1 hari yang sebelum masuk RS,
Boby panas tinggi disertai batuk pilek dan nyeri saat menelan. Tiga jam dari mulai
timbul panas, Boby mengalami kejang. Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah
Boby pernah kejang demam saat bayi. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan,
tidak langsung menangis.
.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. RA. Tanzila, M.Kes.

Moderator : Bella Juni Safira

Sekertaris papan : Nelly Agustina

Sekertaris meja : Dwi Oktavilia

Waktu : Pukul 08.00 10.00 WIB

: (tutorial tahap 1) Selasa, 1 November 2016

Waktu : Pukul 08.00 10.00 WIB

: (tutorial tahap 2) Kamis, 3 November 2016

Peraturan Dalam Proses Tutorial :

1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.


2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argument
3. Izin saat akan keluar ruangan
4. Tenang dan memperhatikan saat tutor memberi pengarahan
5. Selama tutorial berlangsung menjaga sikap dan perkataan

4
2.2 Skenario Kasus

Skenario A Blok 9 Angkatan 2015

Tolong Anakku!!!
Boby, anak laki-laki 4 tahun , di bawa ibunya ke IGD RSUD BARI dengan
keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20 menit, bentuk kejang
klojotan, tangan tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang berlangsung Boby
tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Boby sadar. Saat sedang dilakukan
pemeriksaan fisik oleh dokter IGD, Boby kejang kembali, lama kejang 5 menit,
bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya. Sejak 1 hari yang sebelum masuk RS,
Boby panas tinggi disertai batuk pilek dan nyeri saat menelan. Tiga jam dari mulai
timbul panas, Boby mengalami kejang. Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah
Boby pernah kejang demam saat bayi. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan,
tidak langsung menangis.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis
Tanda vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas 30x/menit, suhu
40oC
Keadaan Spesifik:
Kepala: mata : pupil isokor, refleks cahaya (+)
hidung : rinorea (+/+)
faring : hiperemis
tonsil : T1/T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising jantung (-),
paru: vesikuler normal, ronki tidak ada.
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:

5
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologi - - - -
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: tidak ada

2.3. Klarifikasi Istilah

NO ISTILAH KLARIFIKASI
1 Kejang Kaku dan menegang (KBBI, 2014)
2 Mendelik ke atas Terbelalak mata ke atas (KBBI, 2014)
3 Pupil isokor Kesamaan ukuran pupil kedua mata(Dorland,
2015)
4 Klonus Serangkai kontraksi&relaksasi otot involunter
yang bergantian secara cepat (Dorland, 2015)
5 Tonus Tegangangan otot/ kontraksi otot ringan dan
terus-menerus (Dorland, 2015)
6 Rinorea Sekresi mukus encer dari hidung (Dorland,
2015)

6
7 Kaku kuduk Keras, tidak dapat dilentukkan, kejang pada
bagian leher sebelah belakang tengkuk
(Dorland, 2015)
8 Eutoni Tonus dalam batas normal (Dorland, 2015)
9 Detritus Bahan retikula yang dihasilkan (Dorland, 2015)
10 Rangsang meningeal Tanda yang timbul bila ada rangsangan/ iritasi
pada meningeal
11 Ronki Banyak patologis dalam bronkus (Kamus
kedokteran, 2003)

2.4. Identifikasi Masalah

NO IDENTIFIKASI MASALAH
1 Boby, anak laki-laki 4 tahun , di bawa ibunya ke IGD RSUD BARI
dengan keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20
menit, bentuk kejang klojotan, tangan tangan dan kaki, mata mendelik
ke atas, saat kejang berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan
sesudah kejang Boby sadar. Saat sedang dilakukan pemeriksaan fisik
oleh dokter IGD, Boby kejang kembali, lama kejang 5 menit, bentuk
kejang sama seperti kejang sebelumnya
2 Sejak 1 hari yang sebelum masuk RS, Boby panas tinggi disertai batuk
pilek dan nyeri saat menelan. Tiga jam dari mulai timbul panas, Boby
mengalami kejang.
3 Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Boby pernah kejang
demam saat bayi. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak
langsung menangis.
4 Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis

7
Tanda vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
30x/menit, suhu 40oC
5 Keadaan Spesifik:
Kepala: mata : pupil isokor, refleks cahaya (+)
hidung : rinorea (+/+)
faring : hiperemis
tonsil : T1/T1, detritus (+)
Leher: tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising
jantung (-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada.
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Refleks - - - -
Patologi
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: tidak ada

8
2.5. Analisis Masalah

1. Boby, anak laki-laki 4 tahun , di bawa ibunya ke IGD RSUD BARI dengan
keluhan kejang yang terjadi 30 menit yang lalu, lama kejang 20 menit, bentuk
kejang klojotan, tangan tangan dan kaki, mata mendelik ke atas, saat kejang
berlangsung Boby tidak sadar tetapi sebelum dan sesudah kejang Boby sadar.
Saat sedang dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter IGD, Boby kejang
kembali, lama kejang 5 menit, bentuk kejang sama seperti kejang sebelumnya
a. Bagaimana anatomi yang terlibat pada kasus ini?

ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK (ENCEPHALON)


Otak (ensephalon ) bagian susunan saraf pusat, lapisan paling luar
dikenal dengan dengan SCALP ( Skin, Connective Tissue, Aponeurotica,
Loose connective tissue, periosteum), terletak pada cavum cranii
dilanjutkan menjadi medulla spinalis setelah memalui foramen magnum.
(Snell, 2012)
Otak terbagi :
1. Cerebrum : terdiri dari 2 hemisperium cerebri ada rongga di setiap disebut
ventriculus lateralis, penghubung corpus callosum, celah dalam pemisah
fissa longitudinalis cerebri. Lapisan hemisperium cerebri disebut korteks.
Terbagi lobus : frontalis, temporalis, parietalis, occipital. (Snell, 2012)
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual
dan kecerdasan intelektual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus,
yaitu :

9
Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku
seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri
dari tiga bagian, yaitu :
Mid Brain : Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid
Brain) berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.

10
Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa
haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga
memori jangka panjang. Sistem limbik menyimpan banyak informasi
yang tak tersentuh oleh indera. Sistem limbic disebut sebagai otak emosi
atau tempat terjadinya perasaan dan kejujuran.

Area Fungsional Korteks Serebri

a) Area motorik primer pada korteks


Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron
mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik

11
korteks terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron
mengendalikan aktivitas motorik.
yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi
anterior area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area
auditori primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer
(gustatory)
c. Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi
visual, area wicara Wernicke.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam
substansi putih serebrum.

ANATOMI TONSIL

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran
di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil
lingual, dan tonsil tubal.
A) Tonsil Palatina

12
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak
di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar
anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya
dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:
Lateral muskulus konstriktor faring superior
Anterior muskulus palatoglosus
Posterior muskulus palatofaringeus
Superior palatum mole
Inferior tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di
bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli
terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik
difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan
tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat
germinal.
Fossa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan
batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior
(Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada
bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus
glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Pendarahan

13
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis
eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan
cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris
interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis
dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal
dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah
tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi
oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari
tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.
Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal.
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan
akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine
nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.
Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel
plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan

14
tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area
yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil
mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
B) Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari
jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau
segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari
sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai
bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di
dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.
C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa
ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
papilla sirkumvalata.
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.

15
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase.
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi

ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING


Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan laryx. Bentuknya
mirip corong dengan bagian atasnya lebar terletak dibawah cranium.
Bagian bawah dilanjutkan dengan oesophagus setinggi vertebrae
cervicalis emam. Dinding faring terdiri dari 3 lapis : mucosa, fibrosa, dan
muscular. Faring terbagi menjadi 3 :
1. Nasopharynx : letaknya dibawah rongga hidung, diatas palatum molle
2. Oropharynx : dibelakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle
sampai ke pinggir atas epiglottis.
3. Laryngopharynx : dibelakang aditus larynges dan permukaan posterior
larynx, terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai pinggir bawah
cartilago cricoidea.
(Snell, 2011)

b. Bagaimana fisiologi dari neuron & bagian- bagian otak?

16
Fungsi komponen utama otak:
1) Korteks cerebrum
- Persepsi sensorik
- Kontrol gerakan sadar
- Bahasa
- Sifat kepribadian
- Proses mental cangih, misalnya berfikir, mengingat, mengambil
keputusan, kreativitas, dan kesadaran diri.
2) Nukleus basal
- Inhibisi tonus otot
- Koordinasi gerakan lambat menetap
- Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat
3) Talamus
- Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps
- Kesadaran kasar terhadap sensasi
- Berperan dalam kesadaran
- Berperan dalam kontrol motorik
4) Hipotalamus

17
- Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu,
haus, pengeluaran urine, dan asupan makanan
- Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin
- Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
- Berperan dalam siklus tidur-bangun
5) Cerebelum
- Mempertahankan keseimbangan
- Meningkatkan tonus otot
- Mengordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar
terampil
6) Batang otak
- Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer
- Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan
- Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan
postur
- Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda
spinalis, pengaktifan korteks serebrum dan keadaan terjaga.
- Berperan dalam siklus tidur bangun

Sistem saraf:

18
Sistem saraf tersusun menjadi sistem saraf pusat (SSP) yang
terdiri dari otak dan medulla spinalis, dan sistem saraf tepi yang terdiri
dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian
tubuh lain (perifer). SST dibagi lagi menjadi divisi aferen dan eferen.
Divisi aferen membawa informasi ke SSP, memberi tahu tentang
lingkungan eksternal dan aktivitas internal yang sedang diatur oleh
susunan saraf. Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke
organ efektor. Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatik,
yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot
rangka, dan sistem saraf autonom, yang terdiri dari serat-serat yang
menyarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar. Saraf autonom ini
dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis, keduanya menyarafi sebagian besar organ yang disarafi
oleh sistem saraf autonom. Selain SSP dan SST, sistem saraf enterik
merupakan anyaman saraf luas di dinding saluran cerna.

19
Sistem saraf dibentuk oleh tiga kelas fungsional neuron: neuron
aferen, neuron eferen, dan antarneuron. Divisi aferen terdiri dari
neuron aferen. Diujung perifernya, neuron aferen biasanya memiliki
reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon
terhadap jenis rangsangan tertentu(perubahan yang terdeteksi oleh
neuron).
Potensial aksi dimulai di ujung reseptor akson perifer sebagai
respon terhadap rangsangan dan merambat di sepanjang akson perifer
dan akson sentral menuju korda spinalis. Ujung akson sentral
berdivegensi dan bersinaps dengan neuron-neuron lain di korda
spinalis sehingga informasi tentang stimulus disebar.
Neuron eferen juga terutama berada di SST. Badan sel-sel nuron
eferen berada di SSP, tempat banyak masukan prasinaps yang terletak
sentral berkonvergensi pada mereka untuk memengaruhi keluarnya ke
organ efektor. Akson eferen meningalkan SSP untuk berjalan ke otot
atau kelenjar yang mereka sarafi, menyampaikan keluaran terpadu
mereka ke organ efektor untuk menimbulkan efek.
Semua membran sel tubuh mempunyai pompa natrium dan
kalium yang sangat kuat dan secara terus menerus mentranspor ion
natrium keluar dari serabut dan ion kalium ke dalam. Sinyal sarah
dihantarkan oleh potensial aksi. Urutan dalam tahapa potensial aksi
adalah
1. Tahap istirahat
Potensial membran istirahat sebelum menjadi potensial aksi
(keadaannya adalah -90 milivolt)
2. Tahap depolarisasi
Membran tiba tiba menjadi permeabel terhadap ion natrium
berdifusi kedalam akson. Adanya peningkatan potensial membran

20
dari -90 menjadi 0 dan akhirnya mencapai voltase -70 dan -50 akan
menyebabkan pintu kanal natrium teraktivasi.
3. Tahap repolarisasi
Setelah kanal menjadi permeabel dengan natrium, kanal natrium
akan ditutup setelah selang beberapa waktu dan kanal kalium
terbuka, menyebabkan kembali ke keadaan potensial membran
(keadaan -90 milivolt)
(Sherwood, 2014).

c. Bagaimana histologi dari organ yang terlibat pada kasus?


HISTOLOGI
Lapis-lapis korteks serebrum

Lapis-lapis korteks serebelum


Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri
dan kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu
semakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian paling
dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea. Lapisan yang
menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus dan

21
girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat bahwa
tersusun atas enam lapisan, yakni:
1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah
lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan
akson yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid,
sel stelatte).
2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil
segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan
aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel
neuroglia.
3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin
besar dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson
mengarah ke substansia alba.
4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak
mengandung sel-sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan
ini merupakan lapisan yang paling padat.
5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak
mengandung sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan
Martinotti. Sel Martinotti adalah sel saraf multipolar yang kecil,
dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan
substansia alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel
Martinotti) dan sel fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi
gerakan motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang diterima.

22
1. Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah lapisan
pia dan sedikit mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel
stelata, dan dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.
2. Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel Purkinje
yang besar dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum.
Dendritnya bercabang dan memasuki lapisan molekular, sementara akson
termielinasi menembus substansia alba.
3. Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil dengan
3-6 dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.
Meninges

Duramater, lapisan terluar meninges, merupakan lapisan yang tebal


dengan kolagen yang tinggi. Tersusun lagi atas dua lapis, yakni periosteal
duramater, lapisan lebih luar, terususun atas sel-sel progenitor, fibroblas.
Lapisan ini menempel dengan permukaan dalam tengkorak. Pembuluh

23
darah ditemui dengan mudah di lapisan ini. Meningeal duramater, sedikit
mengandung pembuluh darah kecil dan dilapisi epitel selapis gepeng
yang berasal dari mesoderm pada permukaan dalamnya. Kedua lapis
duramater otak menyatu, namun memisah pada bagian-bagian tertentu,
membentuk sinus venosus. Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa
pembuluh darah, tipis, serta halus. Lapis ini mengandung fibroblas,
kolagen, dan serat elastis.

d. Apa etiologi dari kejang?


Etiologi kejang adalah sebagai berikut :
1. Gangguan vaskuler
a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia
yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di
sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b. Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g. Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
3. Infeksi
a. Meningitis
b. Enchepalitis

24
c. Toksoplasma congenital
d. Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a. Obat convulsion
b. Tetanus
c. Echepalopati timbale
d. Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b. Hidrasefali
6. Lain- lain
a. Narcotik withdraw
b. Neoplasma
(Mary Rudolf, Malcolm Levene.2006) (Ling SG. 2001)

e. Bagaimana patofisiologi dari kejang?


Kejang terjadi akibat lepas muatan pasoksismal yan berlebihan dari
sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantng pada lokasi lepas
muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,thalamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi
diserebelum dan batang otak umunya tidak emicu kejang.
Di tingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk berikut:
Instabilitas membaran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktfan
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabilah terpicu akan melepaskan muatan
secara berlebihan

25
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh
kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat
(GABA)
Ketidakseimbangan ion ang mengubah keseimbangan asam-
basa atau elektrolit, yang menganggu homeostasis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbanga ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurontransmitter eksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolic secara dratis meningkat; lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per
detik. Aliran dara otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolinmuncul di cairan serebrospinalis
(CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamine mungkin
mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada
autopsy. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwah lesi
lebih bersifat nuerokimiawi bukan strukural. Belum ada factor
patologikyng secarakonsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolisme kejang kalium atau asitolkolin dijumpai diantara
kejang. Focus kejang tmpaknya sangat peka terhadap
asetilkolin, suar=tu neurotransmitter fasilitatorik; focus-fokus
tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

f. Apa dampak kejang yang dialami oleh boby?

26
Dampak kejang yaitu :
1. Awal < 15 menit
a) meningkatnya kecepatan denyut jantung
b) meningkatnya tekanan darah
c) meningkatnya kadar glukosa
d) meningkatnya suhu pusat tubuh
e) meningkatnya sel darah putih
2. Lanjut 15- 30 menit
a) menurunnya tekanan darah
b) menurunnya gula darah
c) disritmia
d) edema paru non jantung
3. Berkepanjangan
a) Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah cerebrum
sehingga terjadi hipotensi cerebrum
b) Gangguan sawah darah- otak yang menyebabkan edema
cerebrum.
(Soetomenggolo, 2000).

g. Apa jenis- jenis kejang?

Klasifikasi Karakteristik
a. PARSIAL Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di
satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.
Parsial Sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal,
unilateral), sensorik (merasakan, membaui,
mendengar sesuatu yang abnormal), autonomik
(takikardia, brakikardia, takipnu, kemerahan, rasa

27
tidak enak di epigastrium), psikik (disfagia,
gangguan daya ingat)
Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
Parsial Kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana;
berkembang menjadi perubahan kesadaran yang
disertai oleh gejala motorik, gejala sensorik,
otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir,
mengunyah, menarik-narik baju)
Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata
Biasanya berlangsung 1-3 menit
b. GENERALISATA Hilangnya kesadaran; tidak ada awitan fokal;
bilateral dan simetrik; tidak ada aura
Tonik-Klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia urin dan
alvi; menggigit lidah; fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosis sebagai melamun
Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus
postural tidak hilang
Berlangsung selama beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatas di
beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks)
Klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso

28
Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi
lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
Dapat menyebabkan henti napas
Jadi pada kasus termasuk ke tonik-klonik.
(Price dan Wilson, 2005).

h. Apa makna kejang yang terjadi 30 menit yang lalu dan lama kejang
20 menit?
Jika di lihat dari durasi kejang yang di alami Boby yaitu kurang lebih 20
menit, maka dapat dikelompokkan dalam jenis kejang generalisata.

i. Apa makna kejang kelojotan tangan dan kaki mata mendelik ke atas?
Maknanya yaitu boby menderita kejang tonik-klonik

j. Apa makna saat kejang berlangsung boby tidak sadar tetapi sebelum
dan sesudah boby sadar?
Tidak sadar diri : Manifestasi dari kejang generalisata. Gangguan terjadi
pada seluruh bagian otak (mencakup 2 hemispher)
Setelah demam, kesadaran pulih : tidak terjadinya infeksi pada system saraf
pusat (virus atau bakteri meningitis)
(Kliegman, 2007 : Chapter 593.1)

k. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
boby?
Menurut UKK Neurologi IDAI 2005, kejang demam terjadi pada usia
antara 6 bulan- 5 tahun, umumnya terjadi pada usia 18 bulan. Selain itu,

29
kejang berulang umumnya terjadi pada balita usia dibawah 12 bulan.
Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
(Soetomenggolo TS, 1999).

l. Apa makna boby kejang kembali lama kejang 5 menit bentuk kejang
sama seperti kejang sebelum?
Maknanya adalah boby mengalami kejang berulang disni dapat
menegakkan diagnosis kejang demam kompleks.
Demam yang disebabkan oleh infeksi dapat mempengaruhi nilai ambang
kejang dan ekstabilitas neural. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat
celcius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat serta mengakibatkan
peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi dapat
mengakibatkan hipoksia. Pada keadaan metabolisme di siklus krebs normal,
satu molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP sedangkan pada saat
hipoksia, metabolisme menggunakan jalan anaerob, satu molekul glukosa
menghasilkan 2 ATP, sehingga pada saat hipoksia akan terjadi kekurangan
energi, hal ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake
asam glutamat oleh sel glia. Kedua hal itu mengakibatkan masuknya ion
Na+ ke dalam sel meningkat dan banyak timbunan asam glutamat ekstrasel.
Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas membrane sel terhadap ion Na+ sehingga semakin
meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam
sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan
mobilitas dan benturan ion terhadap membrane sel. Perubahan konsentrasi
ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan
potensial membran sel neuron sehingga membrane sel dalam keadaan

30
depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik
sehingga fungsi inhibisi terganggu. Riwayat kejang demam yang pernah
dialami ayahnya dan suhu tubuh yang semakin meningkat mempunyai
peranan untuk terjadi perubahan potensial membrane dan
menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang
kejang.Penurunan nilai ambang kejang memudahkan untuk
timbulnya bangkitan kejang demam berulang.

2. Sejak 1 hari yang sebelum masuk RS, Boby panas tinggi disertai batuk pilek
dan nyeri saat menelan. Tiga jam dari mulai timbul panas, Boby mengalami
kejang.
a. Apa makna boby panas tinggi disertai batuk pilek dan nyeri menelan
sejak 1 hari sebelum masuk RS?
Batuk dan pilek yang dialami Boby menandakan adanya infeksi pada saluran
pernafasan atas.Infeksi yang terjadi dapat menimbulkan demam yang
kemudian memicu timbulnya kejang (Hendarto,2002).

b. Apa penyebab panas tinggi, batuk pilek, nyeri saat menelan?


Dapat berupa faktor infeksi dan non infeksi
infeksi : virus ,bakteri,jamur
Faktor non infeksi : inflamasi
Pada kasus itu boby mengalami panas tinggi,batuk pilek dan nyeri menelan
akibat infeksi virus.

c. Bagaimana mekanisme panas tinggi, batuk pilek, nyeri saat menelan?


- Mekanisme Demam :

31
Infeksi atau peradangan makrofag pirogen endogen IL-1
prostaglandin E2 meningkatkan titik patokan suhu di hipotalamus
inisiasi respon dingin meningkatnya produksi panas dan pengeluaran
panas menurun karena vasokontriksi di perifer suhu tubuh meningkat di
patokan baru = demam (Sherwood, 2012).
- Mekanisme Batuk Pilek :
Infeksi virus pernapasan menular yang penyebarannya melalui percikan
yang ditimbulkan sewaktu batuk atau bersin dan kontak langsung atau
terpapar droplet yang mengandung virus.setelah masuk virus kedalam
tubuh virus bertemu dengan perlindungan termasuk fisikal, mekanikal,
humoral, dan perlindungan seluler imun. Fisikal dalam perlindungan
mekanikal sebagai berikut :
Rambut-rambut halus pada hidung menyaring dan menangkap
patogen.
Kebanyakan lapisan mukus di saluran pernapasan atas, menangkap
penyerbu yang potensial.
Sudut dari persinggungan posterior hidung ke faring menyebabkan
partikel besar mengenai belakang tenggorokan.
Silia dibagian bawah respirasi menangkap dan mentransfer patogen
naik kefaring batuk dan pilek.
- Mekanisme Nyeri Menelan :
Alergen invasi kuman peradangan pada saluran napas (faring dan
tonsil) inflamasi pengeluaran mediator histamin bradikinin serotonin
dan prostaglandin nocireseptor spina cord thalamus corteks
cerebri persepsi nyeri saat menelan (Price, Sylvia,A. 2005).

d. Apa makna dari 3 jam mulai timbul panas boby mengalami kejang?

32
Karena pada saat demam metabolisme basal akan meningkat sekitar 10-20%
dan juga kebutuhan oksigen akan meningkat menyebabkan perubahan
neurologis pada membran sel saraf yang menyebabkan difusi membran sel
yaitu k dan na, dimana akan mengeluarkan neurotrasmitter yang berfungsi
untuk kontraksi, apabila neurotransmiter tidak terkendali akan menyebabkan
kontraksi trus menerus (kejang) (Price, Sylvia,A. 2005).

e. Bagaimana klasifikasi kejang demam?


klasifikasi kejang demam pada anak menjadi 2 yaitu: kejang demam
sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (complex
febrile seizure).

a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80%


di antara seluruh kejang demam.
Kejang demam berlangsung singkat
Durasi kurang dari 15 menit
Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
Umumnya akan berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di antara
seluruh kejang demam.
Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

f. Bagaimana epidemiologi dari kejang demam?

33
Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak. 1-3
Insiden kejang demam 2,25% pada anak di bawah usia 5 tahun. 1-3 Anak
laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,21,6 :
1.1,2 menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90
anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada
100 anak yangmengalami kejang setelah usia 12 tahun. Kejang demam
kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk
terjadinya epilepsi.6 Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian
epilepsi kemudian hari sekitar 2 5 %.

g. Bagaimana etiologi dari dari kejang demam?


Demam yang berperan pada kejang demam akibat dari
1) Infeksi saluran pernafasan
2) Infeksi saluran pencernaan
3) Infeksi THT
4) Infeksi saluran kencing
5) Roseola infantum / infeksi virus akut lain
6) Paska imunisasi

h. Bagaimana patofisiologi kejang demam?


Patofisilogi kejang demam:
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keaadan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

34
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas menyebabkan invasi
bakteri pada mucosa faring. Sehingga terjadi infeksi pada
faring.Mikroorganisme tersebut merupakan pirogen eksogen.tubuh berusaha
melawan zat toksin dengan menggunakan pirogen endogen yaitu sitokin
berupa (IL1, IL2, TNF, interferon),, keluarnya pirogen endogen merangsang
sel-sel endothel hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat yang dapat
memacu keluarnya prostaglandin E2 untuk mempengaruhi kerja thermostat
di hipotalamus, akibatnya set point meningkat sehingga terjadi demam
dengan mencapai suhu yaitu 39,50c. Kenaikan suhu ini diikuti dengan
kenaikan metabolism basal dan meningkatnya kebutuhan oksigen. Pada
keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kenaikan kebutuhan oksigen sebesar 20%.
Pada seorang anak berumur kurang dari 5 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%.
Keadaan ini mengakibatkan gangguan perubahan keseimbangan di
membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K+
dan Na+ sehingga menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel atau membrane
sel lainnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang (Price
dan Wilson, 2005).

35
3. Boby belum pernah kejang sebelumnya. Ayah Boby pernah kejang demam saat
bayi. Boby lahir spontan ditolong bidan, lebih bulan, tidak langsung menangis.
a. Apa makna boby belum pernah kejang sebelumnya?
Kejang demam yang dialami oleh Boby merupakan kejang demam yang
pertama kali dialaminya dimana usia Boby yaitu 4 tahun yang merupakan
usia rentan terjadinya kejang demam karena jaras motorik belum matur
dan adanya faktor predisposisi.

b. Apa makna ayah boby mengalami kejang demam?


Hubungannya adalah adanya faktor predisposisi yaitu apabila ada keluarga
dekat (orangtua atau saudara) yang ketika kecil mengalami kejang demam
maka kemungkinan untuk mengalami kejang demam meningkat.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk
mendapat kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan
satu saudara pernah pula mengalami kejang demam, kemungkinan ini
meningkat menjadi 50%.

36
Kepekaan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan
penetrasi yang tidak sempurna, ini berhubungan dengan mutasi reseptor
GABA (Bahtera Tjipta, 2009).
Sintesis:
Riwayat keluarga pernah kejang demam sebagai faktor risiko kejang
demam berulang. Pasien yang mempunyai ibu dengan riwayat kejang
demam mempunyai risiko tiga kali untuk terjadi serangan kejang demam
berulang (RR 3.374, KI 95% 1.3628.358, p<0,05). Sedangkan pasien yang
mempunyai keluarga (first degree relative) dengan riwayat kejang demam
mempunyai risiko 2-3 kali terjadi bangkitan kejang demam berulang (RR
2.903, KI 95%1,4095.984, p<0,05). Ayah dan saudara kandung dengan
riwayat kejang demam tidak bermakna sebagai faktor risiko untuk timbul
bangkitan kejang berulang (p>0,05).

c. Apa makna boby lahir spontan ditolong bidan lebih bulan dan tidak
langsung menangis?
Kelahiran post mature (lebih bulan) atau lebih dari 42 minggu dimana
keadaan bayi dilahirkan lewat lebih 42 minggu. Pada keadaan ini terjadi
proses penuaan plasenta sehingga pemasukkan oksigen dan nutrisi kepada
janin akan mengalami penurunan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi suhu yang tidak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologis.
Karena itulah post nature berpengaruh signifikan terhadap kejadian kejang
demam.
Tidak langsung menangis :ketika bayi lahir dalam keadaan langsung
menangis bisa membantu bayi menyalurkan oksigen dan nutrisi ke otak.
Jadi jika bayi lahir tidak langsung menangis bisa memicu terjadinya kejang
demam karena oksigenv dan nutrisi ke otak tidak terpenuhi ketika bayi lahir

4. Keadaan Umum: Kesadaran kompos mentis

37
Tanda vital: nadi 124x/menit (isi dan tegangan cukup), frekuensi napas
30x/menit, suhu 40oC
a. Bagaimana interpretasi dari keadaan umum dan tanda vital?

Kesadaran Kompos mentis : Sadar sepenuhnya

1. Denyut nadi : 124x/menit Dalam batas normal

Tabel Laju Nadi Normal pada Bayi dan Anak


UMUR Laju (denyut/ menit)
Istirahat (bangun) Istirahat (tidur) Aktif/ demam
Baru lahir 100 180 80 60 Sampai 220
1 minggu 3 100 220 80 200 Sampai 220
bulan
3 bulan 2 80 150 70 120 Sampai 200
tahun
2 tahun 10 70 140 60 90 Sampai 200
tahun
>10 tahun 70 110 50 90 Sampai 200

2. Respiration rate :30x per menit Dalam batas normal

UMUR RENTANG RATA-RATA WAKTU


TIDUR
Neonatus 30-60 35
1 bulan 1 tahun 30-60 30
1 tahun 2 tahun 25-50 25
3 tahun 4 tahun 20-30 22
5 tahun 9 tahun 15-30 18

38
10 tahun atau lebih 15-30 15

3. SUHU
Suhu:39,50c : febris
Normal : 360 C - 37,50 C
hypopirexia/hypopermia : < 360 C
Demam : 37,50 C 380 C
Febris : 380 C 400 C
Hypertermia : > 400 C
(Price dan Wilson 2005).

b. Bagaiamna mekanisme abnormal dari keadaan umum dan tanda vital?


Suhu tubuh meningkat:
Mekanisme abnormal :Infeksi Pirogen eksogen difagosit oleh
leukosit,makrofag,limfosit pengeluaran pirogen endogen merangsang
hipotalamus pengeluaran as. Arachidonat (bantuan enzim fosfolipase)
merangsang pengeluaran prostaglandin ( bantuan enzim siklooksigenase)
perubahan set point hipotalamus demam
Sintesis:
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas menyebabkan invasi
bakteri pada mucosa faring. Sehingga terjadi infeksi pada
faring.Mikroorganisme tersebut merupakan pirogen eksogen.tubuh berusaha
melawan zat toksin dengan menggunakan pirogen endogen yaitu sitokin
berupa (IL1, IL2, TNF, interferon),, keluarnya pirogen endogen merangsang
sel-sel endothel hipotalamus mengeluarkan asam arakhidonat yang dapat
memacu keluarnya prostaglandin E2 untuk mempengaruhi kerja thermostat
di hipotalamus, akibatnya set point meningkat sehingga terjadi demam
dengan mencapai suhu yaitu 400c (Price dan Wilson 2005).

39
5. Keadaan Spesifik:
Kepala: mata : pupil isokor, refleks cahaya (+)
hidung : rinorea (+/+)
faring : hiperemis
tonsil : T1/T1, detritus (+)
Leher : tidak ada kaku kuduk
Thorak: simetris, retraksi tidak ada, jantung: BJ I dan II normal, bising jantung
(-), paru: vesikuler normal, ronki tidak ada.
Abdomen: bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, kaku sendi tidak ada
Status neurologikus:
Nn. Craniales: tidak ada kelainan
Fungsi motorik:
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologi - - - -
Fungsi sensorik: tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal: tidak ada

a. Bagaimana interpretasi dari keadaan spesifik?


Interpretasi
Kepala Mata : pupil isokor Normal

40
Refleks cahaya (+) Normal
Hidung: rinorea (+/+) Abnormal
Terjadinya infeksi pada saluran
nafas atas
Faring: hiperemis Abnormal
Terjadinya infeksi
mikroorganisme
Tonsil: T1/T1, detritus Abnormal
(+) Infeksi mikroorganisme pada
epitel tonsil => detritus
Leher Tidak ada kaku kuduk Normal

Thorax Simetris, retraksi tidak Normal


ada
Jantung: BJ I dan II Normal
normal
Bising jantung (-) Normal

Paru Vesikuler normal Normal


Ronki tidak ada Normal

Abdomen Bising usus normal Normal


Hepar dan lien tidak Normal
teraba
Extremitas Akral hangat Normal
Kaku sendi tidak ada Normal

Nn. Craniales : tidak ada kelainan


Fungsi motorik:

41
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -

Refleks normal Normal Normal Normal


Fisiologis

Refleks Patologis - - - -

Fungsi Sensori : tidak ada kelainan


(Price dan Wilson, 2005)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari keadaan spesifik?


- Faring Hiperemis : Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
nafas atas invasi mukosa faring Faring Hiperemis
- Akral Hangat : Agen infeksi masuk monosit / makrofag sel-sel
endotel dan sel-sel lain sebagai pertahanan utama sitokin
piogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) hipotalamus anterior
peningkatan prostaglandin 2 titik thermoregulasi kacau
peningkatan produksi panas
- Dendritus : Invasi mikroorganisme pada epitel jaringan tonsil
menimulkan radang berupa keluarnya leukopolymorfonuklear.

42
Kumpulan sel-sel leukosit, mikroorganisme yang mati, dan epitel
jaringan yang membentuk dendritus pada tonsil (Price dan Wilson,
2005)

6. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?


a. Anamnesis
Keluhan utama : Kejang 30 menit yang lalu
Lama Kejang : 20 menit
Frekuensi : 3 kali mengalami kejang (Tiga jam setelah demam
yaitu satu hari sebelum di bawa ke Rumah Sakit, 30 menit sebelum di rumah
sakit, dan saat dilakukan pemeriksaan fisik 40 menit setelah kejang kedua).
Sifat Kejang : Umum
Bentuk Kejang : Tonik-Klonik
Interval antar kejang : Demam-Kejang = 3 jam. Kejang pertama-kejang
kedua = <24 jam. Kejang kedua-kejang ketiga= 35 menit.
Keadaan Interiktal dan Postiktal : Sadar, Gangguan neurologis (-)
Riwayat trauma : (-)
Riwayat kejang Sebelumnya : (-)
Riwayat kejang dalam keluarga : Ayah Boby pernah mengalami kejang demam
saat bayi.

b. Pemeriksaan Fisik
i. Demam (Suhu = 40C)
ii. Bukti infeksi ekstrakranial (infeksi saluran pernapasan atas )
Rinorea (+/+), Faring hiperemis, tonsil t1-t1, detritus (+)
iii. Defisit Neurologis (-)
Status Neurologikus normal.

7. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?

43
Kejang Demam Mening Ensefali Epilepsi
KDS KDK itis tis
Kejang + + + + +
Frekuensi kejang Tidak Berulang Berulan berulang
dalam 24 jam berulang (> 2x) g
Durasi kejang < 15 menit > 15 > 1 jam
menit
Demam + + + + -
Kesadaran Kompos Kompos
mentis mentis
Riwayat Keluarga + + - - +
Kaku kuduk - - + + -

8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


a. Laboratorium
Pada kejang demam beberapa peneliti mendapatkan kadar yang normal
pada pemeriksaan laboratorium tersebut, oleh karenanya tidak
diindikasikan pada kejang demam, kecuali bila didapatkan kelainan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila dicurigai adanya meningitis
baktrialis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan
serebrospinal. Bila dicurigai adanya ensefalitis, lakukan pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR) terhadap virus herpes simpleks.
Beberapa peneliti lain menganjurkan standar pemeriksaan laboratorium
: darah tepi lengkap, elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, kalsium
dan magnesium.
b. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kejang
disertai penurunan status kesadaran/mental, perdarahan kulit, kaku kuduk,

44
kejang lama, gejala infeksi paresis, peningkatan sel darah putih, atau tidak
adanya faktor pencetus yang jelas. Pungsi lumbal ulang dapat dilakukan
dalam 48 atau 72 jam untuk memastikan adanya infeksi SSP. Bila
didapatkan kelainan neuroligis fokal dan adanya peningkatan tekanan
intracranial, dianjurkan pemeriksaan CT Scan kepala terlebih dahulu, untuk
mencegah terjadinya resiko herniasi.
The American Academy of Pediatric merekomendasikan pemeriksaan
pungsi lumbal pada serangan pertama kejang disertai demam pada anak usia
di bawah 12 bulan sangat dianjurkan, karena gejala klinis yang
berhubungan dengan meningitis sangat minimal bahkan tidak ada. Pada
anak usia 12 18 bulan lumbal pungsi dianjurkan, sedangankan pada usia
lebih dari 18 bulan lumbal pungsi dilakukan bila ada kecurigaan adanya
infeksi intracranial (meningitis).
c. Neuroimaging
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomographyscan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. paresis nervus VI
3. papiledema.
Neuroimaging tidak berguna pada anak anak dengan kejang demam,
berdasarkan kasus pada 71 anak dengan kejang demam tidak ditemukan
adanya suatu kondisi kelainan intrakranial seperti adanya lesi, perdarahan,
hidrochephalus, abses atau edema serebri.
d. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan

45
kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal

9. Bagaimana working diagnosis pada kasus?


Boby mengalami Kejang demam kompleks et causa rinofaringitis

10. Bagaiamana tatalaksana pada kasus?


PADA SAAT KEJANG :

Diazepam rektal : 5 mg untuk BB < 10 kg

10 mg untuk BB > 10 kg

atau 0,5 0,75 mg/kgBB/kali

Diazepam intravena : 0,2 0,5 mg/kgBB

MASIH KEJANG :

Fenitoin intravena: 20 mg/kgBB perlahan-lahan

SETELAH KEJANG BERHENTI :

PENGOBATAN RUMAT (pada kasus)

PENGOBATAN INTERMITEN

PENGOBATAN RUMAT

Diberikan secara terus menerus dalam waktu tertentu (1 tahun)

Asam valproate :0-40 mg/ kgBB dibagi 2-3 dosis

Fenobarbital :3-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

Dilakukan pemantauan efek samping obat

46
PENGOBATAN INTERMITEN

Pengobatan yang berikan pada saat anak mengalami demam, untuk


mencegah terjadinya kejang demam

Antipiretik:

- Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali

- Ibuprofen 10 mg/kgBB /kali diberikan 3 kali

Antikonvulsan:

- Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam dosis yang dianjurkan


0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis

- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan


prognosisnya.
2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis
untuk mencegah kejang berulang.
3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg ,
BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera
diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah.
b. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena
dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
maksimum pemberian 20 mg.
c. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan
interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam

47
intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi
pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.
d. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang
dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan
dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%,
dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit,
dosis inisial maksimum adalah 1000 mg.
e. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV
dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan
pemberian 20 mg/menit.
f. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian
rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika
kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian
rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
di kemudian hari.
a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali
tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24
jam setelah timbulnya demam.
b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis.
Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam
dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata seperti
cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.
c. Pemberian Antipiretik juga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
kejang saat terjadi demam. Pemberian Paracetamol 10-15mg/kgBB/kali
diberikan 3-4 kali atau Ibuprofen 10mg/kgBB/kali.
5. Tatalaksana etiologi dari demam yaitu dengan cara :
a. Istirahat yang cukup.

48
b. Kontrol asupan makanan dan cairan.
c. Berkumur-kumur dengan air hangat atau obat antiseptik untuk mencegah
hygine mulut.
d. Mengurangi untuk melakukan aktivitas yang berlebihan.
e. Antipiretik ataupun analgetik.

11. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Terjadi kejang yang berulang, tetapi jarang ditemukan kecacatan, kelainan
neurologis, dan kematian (Soetomenggolo TS, 1999).

12. Bagaimana prognosis pada kasus?


Dubia at bonam, penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian. Untuk kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang
demam tidak pernah dilaporkan serta kematian karena kejang demam tidak
pernah dilaporkan.
Dua penyelidikan masin-masing mendapat angka kematian 0,46Z% dan 0,74%
( Ilmu Kesehatan Anak, 2005)

13. Bagaimana KDU pada kasus?


Tingkat kemampuan 4 A:
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan
dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas. (Konsil
Kedokteran Indonesia,2006)

14. Bagaimana NNI pada kasus?


HR. Bukhari : Janganlah engkau mencelah demam karena ia menghapus dosa-
dosa anak adam sebagaimana panas yang merontokan karat besi.

49
2. 6. Keseimpulan

Boby anak laki-laki 4 tahun mengalami kejang demam kompleks yang disebabkan oleh
rinofaringitis.

2.7. Kerangka Konsep

Rinofaringitis

Demam

Metabolisme basal Kebutuhan O2


meningkat meningkat

50
Perubahan
permeabilitas
membaran sel

Genetik Mutasi gen Usia


penyususn
reseptor Lepas muatan
GABA dan listrik
sodium

Depolarisasi terus
menerus

Kejang Demam

51

Anda mungkin juga menyukai