Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga

perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna

dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi

saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum (peritonitis)

merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari

organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus

gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau

dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi

bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang

virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,

merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk

melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan

menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Asuhan Keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas

keperawatan sistem pencernaan.

1
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik
perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, maupun
peritoneum viseral, yang terletak di atas viseral atau organ-organ internal.
(WHO.2002:63)
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel dan
pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum.
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
viseral dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial
diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian visceral, yang menutupi usus dan
mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan
dengan fasia muskularis. Peritoneum viseral yang menyelimuti organ perut dipersyarafi
oleh system syaraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan
demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh
pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot yang menyebabkan ischemia misalnya pada colic atau radang
seperti appendicitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral
biasanya tidak dapat menunjukan dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya dengan menunjuk daerah yang nyeri.
Peritoneum parietale, dipersyarafi oleh syaraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan atau proses radang. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk atau atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat
lokasi nyeri.

2
2.2. Anatomi dan Fisiologi
Dinding perut mengandung struktur musculo-
apponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang
struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah
atas pada iga, dan dibagian bawah pada tulang
panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai
lapis baik yaitu dari luar kedalam. Lapisan kulit
yang terdiri dari kutus dan subkutis, lemak
subkutan dan facies superficial, kemudian ketiga
otot dinding perut m. obliquus abdominis
eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m.
transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia
transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri
dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan
oleh linea alba.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling
mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan
kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.
Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura.
Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut
dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium.
Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale.
Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni
kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap

3
ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut
mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan
pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu
tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk
pipa yang disebut ductus omphaloentericus.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior
yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang
membatasi resesus duodenalis inferior.

2.3. Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi
dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi
tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga
karena trauma abdomen. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ organ dalam dengan inokulasi
bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi
clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan yang tidak steril misalnya, pipa
saluran yang ditempatkan di dalam perut pada Dialisa Peritoneal (pengobatan gagal
ginjal).

2.4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.

4
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

5
WOC PERITONITIS

6
2.5. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor
resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien
dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis
hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas
dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
3. Peritonitis non bakterial akut
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. Peritonitis bakterial kronik
(tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru,
intestinal atau tractus urinarius.
4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melalui pembentukkan
granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik
dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan
dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.

2.6. Manifestasi Klinis


1. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,
bernafas,batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, atau tes lainnya

7
2. Suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia
3. Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarhea
4. Muntah
5. Pasien gelisah, mata cekung
6. Pembengkakan dan nyeri di perut
7. Demam dan menggigil
8. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus
9. Kehilangan nafsu makan
10. Haus
11. Mual dan muntah
12. Bisa terdapat pembentukan abses.

2.7. Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,
yaitu :
a. Komplikasi dini
(1) Septikemia dan syok septic
(2) Syok hipovolemik
(3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
(4) Abses residual intraperitoneal
(5) Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
(1) Adhesi
(2) Obstruksi intestinal rekuren

2.8. Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal

8
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit;
basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma, tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum
hasil pembiakan didapat.
2. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi :
- Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
- Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
- Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara
bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

2..9. Penatalaksanaan
2.9.1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut:
1) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2) Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7) Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.

9
8) Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;


1) Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang
berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan kehilangan
protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus untuk
mengurangi tekanan dalam usus.
2) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
a) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
b) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan
gembung perut di beri Abot Miller tube.
3) Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan
makanan per os baru di berikan setelah ada platus.
4) Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.
5) Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis. Bila
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi


eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
a) Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b) Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c) Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
d) Pemeriksaan laboratorium.

10
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
a) Mengeliminasi sumber infeksi.
b) Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c) Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
b. Riwayat kesehatan
- Kaji keluhan utama
- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam, sakit kepala,
nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.
- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita
penyakit seperti pasien

1. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu : hipertermi ( >37,5 C)
2) Nadi : takikardi ( >100x/menit)
3) Tekanan Darah : hipotensi ( < 109/69 mmHg)
4) Pernafasan : takipneu ( > 24x/menit)

b. Keadaan Umum
Keadaan umum baik. Kesadaran Composmentis. Penampilan pasien sesuai dengan
umurnya. Bentuk badan sedang, bicara jelas, namun terkadang disertai dengan merintih.
Pasien berbaring dan bergerak terbatas. Penampilan pasien terlihat kumuh dan kotor.
Pasien terlihat pucat dan berkeringat.
c. Kulit, Kuku, Rambut
Warna kulit normal. Tidak terdapat lesi. Warna kuku kemerahan. Jumlah rambut banyak
dan merata. Suhu tubuh teraba hangat, membrane mukosa kering, turgor kulit jelek.

d. Kepala

11
Muka simetris, tidak ada kelainan bentuk pada tengkorak.rambut kuat, berwarna hitam,
dan distribusinya merata. Kulit kepala kotor dan terdapat ketombe.
Tidak ada nyeri tekan maupun massa pada kepala.
e. Mata
Reflek pupil (+), konjungtiva berwarna merah muda, sclera berwarna kemerahan, iris
berwarna coklat.
f. Telinga
Daun telinga sewarna dengan bagian tubuh lain. Terdapat serumen pada liang telinga,
telinga kotor. Catilago pada daun telinga bersifat elastis, tidak terdapat nyeri tekan pada
prosesus mastoideus. Pendengaran normal/tidak tuli.
g. Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat secret, perdarahan, maupun sumbatan. Hidung sewarna
dengan bagian tubuh lain. Tidak terdapat massa, nyeri tekan, maupun krepitasi.
h. Mulut
Bibir tidak sianosis. Terdapat plaque dan caries pada gigi. Membrane mukosa kering
dan lidah bengkak. Mulut kotor dan berbau.
i. Leher
Leher simetris dan sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada pembengkakan,
gerakan bebas. Tidak terdapat massa dan nyeri tekan.
j. Dada
Terdapat peninggian diafragma, dada sewarna dengan bagian tubuh lain. Tidak ada
massa maupun nyeri tekan. Payudara simetris, bentuk normal, dan sewarna dengan
bagian tubuh lain. Tidak terdapat lesi maupun keluaran.
k. Abdomen
Bentuk abdomen normal dan simetris, sewarna dengan bagian tubuh lainnya. Terdapat
luka bekas operasi laparatomi. Abdomen teraba agak kaku (distensi abdomen). Pada
perkusi terdengar bunyi timpani/hiperesonan. Terdapat nyeri tekan pada abdomen.
Terjadi penurunan peristaltic usus.
l. Anus dan Rektum
Tidak terdapat nyeri tekan, massa, maupun hemoroid.

2. Pemeriksaan Penunjang

12
a. Pemeriksaan protein/albumin
Protein/albumin menurun karena perpindahan cairan.
b. Pemeriksaan elektrolit
Hipokalemia.
c. GDA
Asidosis metabolic.
d. Kultur
Organisme penyebab peritonitis teridentifikasi dari darah, eksudat/secret, dan cairan
asites.
e. Pemeriksaan foto abdominal
Distensi usus.
f. Foto dada
Peninggian diafragma.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan menurut NANDA antara lain:
a. Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

b. Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi : rangsangan peritoneum oleh
asam lambung empedu dan enzim pacreas
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Intervensi Keperawatan

13
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan
hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification( NOC),
antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi : rangsangan peritoneum oleh
asam lambung empedu dan enzim pacreas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau
hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
Pain management (1400)
1. Lakukan pengkjian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
2. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
3. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi ( relaksasi dan distraksi)
Analgesic Administration (2210)
1. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
2. Evaluasi aktifitas analgetik tanda dan gejala (efek samping)

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi

14
1. Ajarkan dan tanamkan konsep nutrisi sehat kepada pasien.
2. Catat intake dan output cairan.
3. Catat intake kalori dalam makanan sehari-hari.
4. Berikan makanan berprotein tinggi, kalori tinggi, bergizi, dan minum.
5. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
6. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali
normal 36,5-37,3C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar
pakaian.
4. Berikan cairan intravena

Dx IV.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam. Diharapkan
kebutuhan akan cairan dapat terpenuhi
NOC : Kebutuhan cairan terpenuhi, criteria hasil :
Fluid Balance (0601)
1. TD dalam batas normal
2. nadi dalam batas normal
3. tidak haus berlebihan
4. elektrolit serum dalam batas normal
5. nilai hematokrit dalam batas normal

15
NIC :

1. Monitor tanda-tanda vital


2. Monitor status dehidrasi
3. Monitor intake dan output
4. Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,
penurunan hematokrit)

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau
hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi,
berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan
pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:

16
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada
luka bedah.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi.
4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set ganti balut
yang steril.
5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa
mengalami kelemahan.

17
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode
istirahat dan aktivitas
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

18
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN

1. BIODATA
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. G
Jenis kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. SM. Raja dusun I kec. Gebang,
Kab. Langkat
Tanggal masuk/jam : 29-06-2016/ 15:00
Diagnosa Medis : Peritonitis
No. Register : 00.61.01.76 (P) 17/08/1999
Ruangan : Rindu B2 RSUP HAM
B. Penanggung Jawab
Nama : Tn.A.P
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan keluarga : Ayah
Alamat : Jln. SM. Raja dusun I Kec. Gebang,
Kab.Langkat.

2. ALASAN KE RS / KELUHAN UTAMA


Klien merasakan nyeri hebat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
tersebut dirasakan muncul mendadak, seperti ditusuk-tusuk, terus-menerus,
dirasakan awalnya hanya di ulu hati kemudian menjadi seluruh bagian perut,
dan semakin lama- semakin nyeri. karakteristik nyeri seperti ditusuk-tusuk
jarum, keluarga mengatakan klien mengeluh mual sering muntah, perut

19
terasa membesar, nafsu makan menurun, pusing, ada rasa haus, menggigil,
demam, Temperatur : 38,2 C
3. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini : Pasien mengatakan nyeri dirasakan muncul
mendadak, seperti ditusuk-tusuk, terus-menerus, dirasakan awalnya hanya di
ulu hati kemudian menjadi seluruh bagian perut, dan semakin lama- semakin
nyeri. karakteristik nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, klien mual dan
muntah, perut terasa membesar, nafsu makan menurun, pusing, ada rasa
haus, menggigil, demam, Temperature :38,2 C.
1. Provocative / Palliative
a. Apa penyebabnya : Adanya peradangan pada peritoneum
b. Hal yang memperbaiki : Istirahat
c. Atau yang memperberat : saat melakukan pergerakan
2. Quality / Quantity
a. Bagaimana dirasakan : klien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk awal nya di
ulu hati kemudian menjadi seluruh
bagian perut.
b. Bagaimana terlihat/terdengar : klien tampak kesakitan dan
memegang daerah nyeri,
klien tampak gelisah.
3. Regional
a. Dimana lokasinya : daerah perut
Apakah menyebar : Tidak menyebar
4. Scale (1-10)
Seberapa parah penyakitnya : 6 (sedang)
5. Timing
a. Kapan mulai timbul : nyeri dirasakan sejak 1 jam yang
lalu Sebelum masuk RS.
b. Frekuensi : Tidak dikaji
c. Durasi : 5 menit

20
B. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Sakit yang pernah dialami : Apendicitis
2. Penyebab penyakitnya : Tidak teraturnya pola makan
3. Pernah dirawat/dioperasi : Tidak pernah
4. Tindakan yang dilakukan : Tidak ada
5. Lamanya dirawat : Tidak ada
6. Riwayat alergi : Tidak ada
7. Riwayat obat-obatan : Gentamicin , Ranitidin
8. Immunisasi : Pasien mengatakan lupa

C. Riwayat kesehatan Keluarga


1. Orang tua/kakek/nenek : Orang tua masih hidup dan
tidak pernah mengalami
sakit seperti klien
2. Saudara kandung ayah/ibu : Saudara kandung ayah/ ibu
sudah meninggal dan tidak
pernah mengalami sakit
seperti klien.
3. Saudara kandung pasien : Sehat dan tidak pernah
mengalami sakit seperti
klien.
4. Penyakit keturunan : Tidak ada

4. KEBIASAAN SEHARI-HARI
A. Biologis
1. Nutrisi
a. Sebelum masuk RS
Pola makan : 2 x/ hari
Nafsu makan : Tidak Baik
Makanan yang disukai : makanan Pedas, mie instant
Makanan pantangan : Tidak ada

21
Porsi makan : 1/2 Porsi
b. Sesudah Masuk RS
Pola makan : 3x/hari
Nafsu makan :Kurang Baik
Jenis diet/bentuk :TKTP/ML
Porsi makan :1/2 porsi
2. Tidur
a. Sebelum masuk Rs
Tidur siang : Tidak pernah
Tidur malam : 6 jam/ hari dari jam 00:00
s/d 06:00 WIB
Kesulitan waktu tidur : Ada, karena nyeri pada
Ulu hati
Cara mengatasinya : tidak banyak bergerak saat
tidur.
b. Sesudah masuk RS
Tidur siang : 1 jam/hari
Tidur malam : 5 jam/hari
Kesulitan waktu tidur : Ada, karena nyeri pada daerah
Abdomen.
Cara mengatasinya : mengusap-usap daerah
Abdomen, dan tidak banyak
bergerak
3. Eliminasi (BAK/BAB)
a. BAK
Sebelum masuk RS frekuensi : 5 x/ hari
Banyaknya : 1200 cc /hari
Warna : urine jernih
Kelainan : Tidak ada
Sesudah masuk RS frekuensi : Pasien terpasang selang
kateter.
Banyaknya : 400 cc dalam 4 jam

22
Warna : warna kuning keruh
Kelainan : Tidak ada

b. BAB
Sebelum masuk RS Frekuensi : 1x/2 hari
Warna/bau : warna kuning
kecoklatan, bau
khas feses.
Konsistensi : keras
Kelainan : Tidak ada
Sesudah masuk RS frekuensi : 1x/2 hari
Warna/bau : kuning kecoklatan/bau
khas feses.
` Konsistensi : Keras
Kelainan : Tidak ada kelainan

5. Personal Hygiene
a. Sebelum masuk RS
Mandi : 2 x / hari
Gosok gigi : 2 x / hari
Cuci rambut : 2 x/ hari
Potong kuku : 1 x / minggu
b. Sesudah masuk RS
Mandi : Selama di RS pasien
tidak ada mandi hanya
dilap saja.
Gosok gigi : Selama klien dirawat
Personal ygiene tidak
dilakukan
Cuci rambut : Selama klien dirawat
Personal hygiene tidak
dilakukan
Potong kuku : Selama klien dirawat

23
Personal hygiene tidak
dilakukan
c. Hambatan dalam melaksanakan personal hygiene : pasien
merasakan nyeri saat melakukan pergerakan.
7. Rekreasi
Nonton tv : 3 jam / hari
Mendengarkan music : musik dari Hp
Olahraga : 20 menit/hari ( Jalan Santai)
Ketempat hiburan : 1 x / 3 bulan

B. Psikologis
Persepsi pasien tentang penyakitnya : Pasien mengatakan
penyakitnya dikarenakan
tidak teratur makan
Konsep diri : Terganggu, sebagai peran
pelajar
Emosi : Stabil
Adaptasi : Adaptif
Mekanisme pertahanan diri : klien menanyakan apakah
penyakitnya dapat sembuh.
Klien mengerti tentang penyakitnya : klien mengerti tentang
Penyakitnya, akan tetapi
klien masih sering bertanya
tentang penyakitnya kepada
perawat.
Pertanyaan yang sering diajukan klien: Apakah penyakit saya dapat
sembuh ?
C. Sosial
Hubungan antar anggota keluarga :Baik, keluarga
mendampingi klien ketika
di RS.
Hubungan dengan orang lain :Klien mengatakan
berhubungan baik dengan

24
tetangga dan lingkungan
rumah ( klien turut serta
dalam arisan lingkungan )
Perhatian terhadap orang lain :Baik, perhatian dan tatapan
mata klien mengarah lawan
bicara.
Kegemaran/hobby :Menonton TV
Bahasa yang digunakan :Bahasa Indonesia
Bicara (jelas/tidak jelas/relevan) :Bicara dengan jelas,
bahasa nya dapat
dimengerti orang sekitarnya
D. Spiritual
Pelaksanaan ibadah : Klien mengatakan berdoa
sebelum makan dan tidur.
Keyakinan tentang kesembuhan : Klien kurang yakin akan
kesembuhan penyakitnya.
5. PEMERIKSAAN FISIK
A. Tanda tanda vital
1. Keadaan umum pasien : Klien tampak lemah,
memegangi daerah nyeri,
klien meringis menahan
rasa nyeri, klien gelisah
skala nyeri 6 (sedang), menggigil,
demam.
2. Kesadaran : Nilai GCS : 15 ( Compos mentis )
E : 4, V : 6, M : 5
3. Suhu : 38,2 C
4. Tekanan darah : 120/90 mmHg
5. Nadi : 88 X/i
6. Pernafasan : 22 x/i
7. Tinggi Badan : 157 cm
8. Berat badan : 45 kg

25
9. Ciri-ciri tubuh : Badan Tinggi, kurus, kulit
Sawomatang.
B. Pemeriksaan Head to Toe
1. Kepala
Bentuknya : Bulat
Kulit kepala : Bersih
2. Rambut
Keadaan : Bersih
Warna : Hitam
3. Mata
Fungsi penglihatan : Baik
Sclera : Tidak ikterik
Conjungtiva : Anemis
Pupil dan reflex cahaya : isokor, +/+
Posisi bola mata : Simetris kanan/kiri
Pemakaian alat bantu : Tidak ada
4. Hidung/penciuman
Benda asing dan secret : Ada, secret dalam batas normal
Fungsi penciuman : Baik, dapat mengidentifikasi
bau minyak kayu putih
Perdarahan : Tidak ada
Peradangan mukosa : Tidak ada
Polip : Tidak ada
5. Telinga / pendengaran
Fungsi pendengaran : Baik
Serumen atau cairan : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
Peradangan : Tidak ada
Pemakaian alat bantu : Tidak ada
6. Mulut
Rongga mulut
Fungsi menelan : Baik

26
Mucosa dan bibir : kering
Bau : Ada
Perdarahan : Tidak ada
Gigi
Keadaan gigi ` : lengkap
Jumlah gigi : 32 buah
Karang gigi/caries : Tidak Ada
Perdarahan : Tidak ada
Peradangan : Tidak ada
Protese : Tidak ada
Lidah
Kebersihan : Bersih
Heperemik tepi lidah : Tidak ada
Fungsi pengecapan : Baik, dapat mengidentifikasi
rasa asam, manis, asin dan
pahit.
Tonsil
Bentuk dan ukuran : Tidak Bengkak
Pharing
Peradangan / pembesaran : Tidak ada
Kesulitan berbicara : Tidak ada
7. Leher
Kelenjar getah bening : Tidak bengkak
Kelenjar tiroid : Tidak bengkak
Tekanan vena jugularis : Normal
Kaku kuduk/ tengkuk : Tidak ada
8. Thorax dan fungsi pernafasan
a. Bentuk thoraks : Simetris
b. Frekuensi nafas : 22 x/i
c. Jenis pernapasan : Torakal abdominal
d. Irama : Reguler
e. Pola nafas : Spontan

27
f. Penggunaan otot assesoris : Tidak ada
g. Suara nafas : Vesikuler
h. Jalan nafas : Bersih
i. Batuk : Tidak ada
j. Sputum : Tidak ada
9. Jantung
a. Ukuran jantung :Normal
b. Bunyi jantung : BJ I-II
c. Frekuensi denyut jantung : 88 X /i
d. Irama jantung : Irreguler
e. Nyeri dada : Tidak ada
f. Sianosis : Tidak ada
10. Abdomen
a. Turgor kulit : Baik
b. Bentuk : Simetris
c. Bising usus : 5 X/menit
d. Nyeri tekan : Ada
e. Massa/benjolan : Tidak ada
f. Keadaan liean : Tidak teraba
g. Keadaan ginjal : Tidak teraba
11. Reproduksi / alat kelamin
a. Kelenjar limfe inguinal
Organ seksual : Terdapat gangguan
berkemih.
Kebersihan kulit kelamin : Kulit kelamin tampak kotor
Perdarahan : Tidak ada
Peradangan/infeksi : Ada, alat kelamin tampak
merah.
Testis kiri dan kanan : Testis kiri dan kanan
Simetris
b. Haemoroid external
Fissure/fistula : Tidak ada

28
Peradangan / keganasan : Tidak ada
12. Ekstremitas
a. Oedema : Tidak ada
Rentang gerak : normal penuh (fleksi, ekstensi,
hiperekstensi, sirkumduksi)
Bentuk : Simetris
Kekuatan otot : 5 (normal)
Tanda-tanda khusus : Tidak ada
b. Bawah
Oedema : Tidak ada
Rentang gerak : normal penuh penuh (fleksi,
ekstensi, hiperekstensi,
sirkumduksi)
Bentuk : Simetris
Kekuatan otot : 5 (normal)

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium

lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis

tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3

gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.

2. Pemeriksaan X-Ray
Adanya kekaburan pada cavum abdomen

7. Terapi / Tindakan :
- Instruksi Operasi
- Pemasangan IVFD RL 20 tpm
- Antibiotic : Sefalosporin

29
3.2. Analisa Data :

NO SYMPTOM ETIOLOGI MASALAH

1. DS : Kompresi jaringan Nyeri

Nyeri tersebut dirasakan


muncul mendadak, Lambung tertekan
seperti ditusuk-tusuk,
terus-menerus, dirasakan
awalnya hanya di ulu Distensi abdomen
hati kemudian menjadi
seluruh bagian perut,
Akumulasi rongga abdomen
dan semakin lama-
semakin nyeri.
karakteristik nyeri
seperti ditusuk-tusuk
jarum, perut terasa
membesar.
DO :
Skala Nyeri : 6
TD : 120/90 mmHg
Temp : 38,2 C
HR : 88 X/i
RR : 22 x/i
2. DS : Inflamasi Hypertermi

klien mengatakan
Peradangan, Penumpukan cairan
merasa menggigil, badan
dalam rongga peritoneum
panas, pening, ada rasa
haus.
Kebocoran isi dari organ dalam
DO :
abdomen masuk ke rongga
TD : 120/90 mmHg peritoneum
Temp : 38,2 C

30
HR : 88 X/i
RR : 22 x/i

3. DS : Anorexia, mual, muntah Nutrisi kurang


klien mengeluh mual, dari kebutuhan
sering muntah, nafsu
Kebutuhan nutrisi tidak tubuh
makan menurun
terpenuhi
DO :
- Porsi makan : /
makan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen,

Lambung tertekan, Distensi abdomen

2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denagan

anoreksia, mual, muntah.

C. Intervensi Keperawatan

No Tujuan / NOC IntervensI / NIC Rasional


1 Setelah dilakukan tindakan Pain management
keperawatan selama 2x 24 jam. (1400)
Diharapkan nyeri dapat berkurang Lakukan pengkjian Perubahan dalam
dengan kriteria hasil : nyeri secara lokasi/intensitas
Pain control (1605) komperhensif tidak umum tetapi
- mengenali factor penyebab termasuk lokasi, dapat
- menggunakan metode karakteristik, menunjukkkan
pencegahan durasi, frekuensi, terjadinya
- menggunakan metode kualitas dan factor komplikasi
pencegahan non analgetik presipitasi
untuk mengurangi nyeri
- menggunakan analgetik sesuai Gunakan tehnik Agar dapat
kebutuhan komunikasi melakukan

31
- mengenali gejala nyeri terapeutik untuk tindakan
mengetahui pencegahan nyeri
pengalaman nyeri
pasien

Ajarkan tentang Meningkatkan


tehnik non oksigenasi keotak
farmakologi ( dan mengalihkan
relaksasi dan perhatian klien
distraksi)

Analgesic
Administration
(2210)
Tentukan Mengurangi nyeri
analgesic pilihan, yang dirasakan
rute pemberian dan
dosis optimal

Evaluasi aktifitas Memantau apakah


analgetik tanda pemberian
dan gejala (efek analgetik perlu
samping) diteruskan

2 Setelah dilakukn prawatan 3 x 24 Pantau suhu tubuh peningkatan suhu


jam, diharapkan hipertermi pasien pasien diatas 38,90C
dapat teratasi. menunjukkan
Kriteria hasil : suhu dalam batas penyakit infeksius
normal (36,5- 37,60C), Tidak akut.
mengalami komplikasi
Berikan kompres Dapat membantu
hangat mengurangi
demam

Pantau suhu suhu ruangan /


lingkungan, batasi jumlah selimut
/tambahkan linen diubah untuk
tempat tidur sesuai mempertahankan
indikasi. suhu mendekati

32
normal.

Kolaborasi digunakan untuk
pemberian mengurangi
antipiretik demam

3 Setelah dilkukan tindakan Ajarkan dan Mempengaruhi


tanamkan konsep pasien untuk
keperawatan selama 2x 24 jam,
nutrisi sehat meningkatkan
diharapkan kebutuhan nutrisi dapat kepada pasien. nafsu makan.
terpenuhi dengan kriteria hasil :
Catat intake dan Memastikan
Fluid Balance (0601) output cairan. keseimbangan
intake dan output.
- Tekanan darah dalam rentang
normal Catat intake kalori Memastikan
dalam makanan pasien mendapat
- Keseimbangan intake dan
sehari-hari. cukup kalori untuk
output selama 24 jam menunjang
aktivitas.
Status Nutrisi (1004)
Berikan pilihan Meningkatkan
- Intake nutrisi makanan. nafsu makan
- Intake makanan dan cairan dengan
memberikan
- Bertenaga makanan yang
disukai.

Berikan makanan Menjaga asupan


berprotein tinggi, nutrisi untuk
kalori tinggi, sumber energi.
bergizi, dan
minum.

Berikan perawatan Menghilangkan


mulut sebelum ketidaknyamanan
makan. pada mulut.

33
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa,
pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda umum
inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
dinding perut bagian dalam.
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum
visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ organ abdomen dan
pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa
ada penggesekan. Organorgan digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka
tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ organ terhadap dinding
posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat
dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi

B. Saran
Semoga dengan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi rekan
mahasiswa keperawatan terutama dalam pengaplikasian intervensi keperawatan di
lapangan dengan kasus peritonitis.

34
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Inayah, Iin Skp. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2002. Diagnosa Keperawatan Nanda : Definisi dan Klasifikasi 2001-2002:
Diterjemahkan oleh Mahasiswa PSIK-B UGM Angkatan 2002.
Juanda, Edy. 1999. Penyakit Pencernaan. Bakti Mulia :Surabaya.
Suesmasto, Atiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media
Aesulapius

35
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Nn. G
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PERITONITIS

PENGAMPU MATA KULIAH : Ns. Laura M Siregar, M.Kep

OLEH :

EVAN PINTAULINA BERUTU NIM. 150206158

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2016

36

Anda mungkin juga menyukai