DARIPEMBERONTAKAN KE INTEGRASi dalarn upaya menancapkan kontrol teritorial di Sumatra selama dan
sesudah Perang Paderi, dan juga dalam rangkapelaksanaan sistem tanam
dan banyak berternan dengan anggota-anggota tarekat di seluruh dataran paksa, Belanda mcnerapkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan tinggi Minangkabau'." ini berlaku juga bagi sekolah-sekolah kelompok menghancurkan jalur perniagaan tradisional Minangkabau yang menujU pembaharti di tahun 926/27 surau-surau tarekat tahun 1908. ke pesisir timur Sumatra dan tents menyeberangi Selat Malaka ke Penang Jaringan sekolah-sekolah ini baik yang berupa surau-surau dan Singapura. Pemerintah kolonial menghambat kegiatan-kegiatan tarekat beraliran Sufi di abad ke-19 atau perguruan Sumatra Thawalib perniagaan ini dengan memotong akses-akses saudagar-saudagar pribumi dan Diniyyah di abad ke-20 berdampingan dengan jaringan perniagaan ke pelabultan-pelabub an di pa ntai ti mur dan me mak sa mereka Minangkabau. Kenyataannya, kelangsungan hidup kebanyakan perguruan mengalihkan perniagaan ke pantai barat, terutama pelabuhan samudra swasta hanya dapat dipertahankan dengan melaksanakan kegiatan - Padang dan Pariaman, yang berada di bawah kekuasaan Belanda." kegiatan perdagangan. Dengan demikian, guru-guru dan inurid-muridnya Saudagar-saudagar Padang send iri merasa diperlakukan tidak adil dengan banyak yang berdagang, dan sebagian besar perguruan swasta tersebut kebijaksanaan Belanda yang lebili menyukai pedagang-pedagang Eropa mendapat bantuan keuangan dari komunitas perdagangan.' g Selain itu, clan Cina. saudagar-saudagar yang bepergian itu menginap di surau-surau ketika Di dunia Islam, profesi pedagang dibormati, hampir sama inelakukan perjalanan dalam wilayah Sumatra Barat send iri matimin ke kedudukannya dengan ulama; `Sebab Muhammad sebelum menjadi nahi tempat lain di luar Sumatra Barat.' 9 Berbeda dengan situasi daerah - adalah seorang pedagang'." Orang-orang muslin) Indonesia berpendapat daerah lain di Nusantara, di Sumatra Barat usahawan pada umuninya bahwa dengan di larangnya riba dalam Al Qur'an, maka perilaku adalah pribumi: ini meliputi seinua pedagang keel], dan pada akhir abad pedagang-pedagang muslim tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh ke-19, juga mencakup beberapa usahawan besar, kendati sebagian besar pedagang-pedagang kapitalis. Islam tidak setuju bila orang mernuptik pedagang hash! baini adalah orang-orang Cina." Para saudagar kekayaan dengan earn menghancurkan orang lain, dan mengajarkan Minangkabau ini menaruh banyak kekecewaan. Sepanjang abad ke-l9, apabi la seseorang menghadapi kesulitan untuk membayar utang beri dia waktu sampai sanggup membayarnya'" Kaum modernis rnenafsirkan 1 7 Young, Islamic Peasants, /din. 98. pelarangan praktek riba itu sebagai sesuatu yang bersi fat moral: Dobbin, Islamic Revivalism, hlm. 122. mencatat bahwa di surau-surau besar pada abad ke-I8 pun 'inurid-murid menggantungkan hidup pada apa yang dapal mereka jut,' di pasar pada setiap had pekan'. Pendcknya, kekejian praktek riba (sebagaimana disebut claim Al Qur'an Mengcnai hubungan antara kelompok-kelompok Islam independen dan lawn saudagar dan hadis-hadis Nab i) terletak pada keuntungan yang didapat melalui di akhir abad ke-19 lihat Young, Islamic Pei:awns, him 101-3. Para peclagang, yang pemberian pinjaman berbunga yang mengandung eksplaiiasi terhadap sedang bepergian sering kesulitan mendapatkan tempat menginap. Menai - at komentar pihak yang ekononnnycr lemah oleh pihak yang kin' don herada A.A. Navis, untuk inemaslikan akomodasi yang nyaman maka pant pedagang ini sering beristri lagi di setiap tempt yang menjadi lokasi mama bagi penuaguannya. Tenting Dengan pengertian ini, kami memandang bahwa pertanyaan tentang sulitnya akomodasi di sepanjang rate perdagangan di dacrah dataran tinggi Minangkabau, Sir Thomas Stamford Raffles Eclair menuliskannya parks awal abut! ke-19: - Soya lidak transaksi finansial apa yang lermasuk ke dalam kategori riba, pada akan berccrita banyak tentang mutu akomodasi yang kaini tantii di snit [sehuali tempat akhimya, adalah pertanyaan menyangkut [floral, yang terkait erat dengan heberapa mil dari Liman Mauls] dan di pus-pos pembayaran lain kecuali hanya mengatakan bahwa pada umumnya tempat-tempal menginap itu terdiri alas sate marl behemapa barak Young, Islamic Peasants, him. 228-29; dan Dobbin, Islamic besar yang sederhana, untuk akomodasi bagi pars pedagang asli maupun part pendatang, Revivalism, him. 218-19. Navis, "Bank Nasional", him. 72-73. Cerminan dari keaduan ini dengan sewa yang murah untuk menginap satu malam... Ketika hart hujan, semua dapat dilihat dari lokasi pasar yang sering berdekalan dengan masjid, yang 'nienunjukkan rombengan karni, yang junilahrtya lidak kurang dart tiga rates orang, siring disatukan di perlindungan simholis dari sanksi-sanksi dan sinthol-sinihol keagamaan terhadap passe, dan dalarn sate barak saja". Memoir of Sir Thomas Stamford Raffles, hlm. 345. marerapkan tatanan dais aturan yang herbeda secara kualitatif, paling tidak dalam Icori , 21 Arend Ludolf van Hassell, liarbescheijving van Midderi-Sumaira (Leiden: Brill, 1882) terhadap orang-orang yang datang ke sans'. Michael Gilsetran, Recognizing Islam: Religion him. 360-361. Dia meneatat serdapal juga sejumlair saudagar asal India selatan di Padang, and Society in the Modern Arab World (New York: Pantheon, 1982), him. 175 beberapa di antaranya berdagang langsung dengan part perani di dacrah darek (dataran Sura ii. 279-80 dalant II A N Gibb San, JAL Kramers, Shorter Encyclopaedia of Islam linggi). Lihat juga Young, Islamic Peasants, him. 114; Elizabeth E. Graves, The (Ithaca: Cornell University Press. 1953), hlm. 471 (di bawah entri Minangkabau Response to Ditch Colonial Rule in the Nineteenth Century (Ithaca: Cornell Modern Indonesia Project, 1981), Wm, 67-68. 25 24 LATAR BELAKANG DAN PECAHNYA PEMBERONTAKAN 1926/27