Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam buku Ensiklopedia Islam Jilid 3 halaman 245 dijelaskan bahwa


muamalat merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar
seseorang dengan orang lain, baik seseorang itu priabadi tertentu maupun
berbentuk badan hukum, seperti Perseroan, Firma, Yayasan, dan Negara.

Ada yang menyebut muamalat adalah hanya menyangkut permasalahan


hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain
atau antara seorang badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lain.

Oleh sebab itu makalah ini akan membahas mengenai muamalat, agar
pengertian muamalat sendiri bisa dipahami dengan jelas dan benar.

1.2 RUMUSAN MASALAH

A. Apa yang dimaksud dengan Muamalat Islam?


B.Apa asas-asas transaksi ekonomi dalam islam dan bagaimana
penerapannya?
C. Jenis-jenis Muamalat Islam ?
D. Tujuan Muamalat Islam?
E. Peranan Muamalat Islam?
F. Seberapa pentingkah Muamalat Islam itu?

1.3 TUJUAN BAHASAN

1. Tujuan Umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami Hukum Islam tentang Muamalat

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah in yaitu untuk meyelesaikan Tugas
Mata Kuliah Ekonomi Islam

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

1
Penyusunan makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
utama, dan bagian akhir. Pada bagian awal yaitu cover , kata pengantar dan daftar
isi.
Kemudian pada bagian utama penulis membagi menjadi empat bab yaitu :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari :
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
4. Sistematika Penulisan
5. Manfaat Pembahasan

Bab kedua merupakan landasan teori, bab ketiga merupakan pembahasan,


dan bab terakhir yaitu bab keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan
dari materi yang telah dibahas di bab sebelumnya.

1.5 MANFAAT PEMBAHASAN

Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Muamalat

BAB 2
LANDASAN TEORI

Secara bahasa, muamalat berasal dari kata amala, yuamilu, atau muamalat
yang bermakna perilaku terhadap orang lain karena ada hubungan kepentingan.
Menurut Fiqih, Muamalat merupakan tukar menukar barang atau sesuatu yang
member manfaat dengan cara yang ditentukan.

2
Pengertian muamalat secara luas bisa disampaikan sebagai segala ancaman
peraturan yang mengatur hubungan antar sesama manusia, antara manusia
dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan lingkungan disekitarnya.
Itu sebabnya hakikat dan konsep mengenai muamalat tidak bisa lepas dari
kehidpan manusia sebagai makhluk social yang selalu berhubungan dengan
sesame dan segala hal yang ada disekelilingnya.

Menurut Louis Maluf , muamalah adalah hukum-hukum syara yang


berkenaan dengan urusan duniawi dan kehidupan manusia yang meliputi jual
beli, perdagangan, dan lain-lain.

Menurut Al-Dimyati, muamalah adalah menghabiskan duniawi agar


menjadi sebab suksesnya ukhrawi.

Menurut Ust. Rasyid Ridho, muamalah adalah kegiatan tukar menukar


barang atau jasa dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Hudlari, muamalah adalah semua akad yang memperbolehkan


manusia untuk saling tukar manfaat.

Menurut Ahmad Ibrahim Bek, muamalah adalah peraturan tentang segala


hal yang berhubungan dengan urusan dunia dan semua hal mengenai kebendaan,
perkawinan, dan talak yang telah ditetapkan atas dasar-dasar secara umum dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat.

Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan Allah SWT yang paling
baik dipakai dalam memenuhi segala keperluan jasmaniah antara manusia
dengan manusia yang lainnya.

Semua ahli sepakat bahwa dalam melaksanakan segala macam bentuk


transaksi ekonomi , landasan agama menjadi salah satu faktor yang harus
diikutsertakan . hal tersebut jelas termuat dalam pengertian muamalah menurut
para ahli yang disampaikan di atas.
Landasan agama bisa menjadi filter agar proses transaksi bisa berjalan dengan
baik dan lancar tanpa adanya kecurangan sedikitpun. Menjalankan sebuah

3
transaksi ekonomi tidak hanya mengejar keuntungan semata, melainkan juga
berkah yang bisa dipetik dari prosesnya.

Untuk itulah , hakikat dan konsep muamalah ini bisa dijadikan salah satu
pegangan agar bisa menjalani segala proses dalam bidang perekonomian dengan
lebih baik, jujur, hasanah, dan menjauhkan pelakunya dari hal-hal yang tercela.

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 PRINSIP HUKUM MUAMALAT


Hukum muamalat islam mempunyai prinsip yang dapat dirumukan sebagai
berikut :
Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang
ditentukan lain oleh Al-quran dan Sunah Rasul.
Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur
pasaan.
Muamalat dilakukan atas pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
Muamalat dilaksanakan dengan memlihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam
kesempitan.

3.2 HUKUM ISLAM TENTANG MUAMALAT

a. Pengertian muamalat
Merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalat,

4
seperti jual beli, sewa menyewa, serta usaha perbankan dan asuransi yang
islami.

3.3 ASAS-ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM

Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha


manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam
memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang
ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerja sama dibidang
pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.

Dijelaskan bahwa setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar ( asas-asas )


yang diterapkann syara , yaitu :
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang ( pihak ) yang melakukan
transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara.
Misalnya memeperdagangkan barng haram ( Q.S Al-Maidah, 5 : 1 )
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh
tanggung jawab tidak menyimpang dari hukum syara dan adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanapa ada paksaan dair pihak
manapun ( Q.S An-Nisa 4 : 29 )
4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan
ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan,
dst. Hadits Nabi SAW menyebutkan : Nabi Muhammad SAW melarang jual
beli yang mengandung unsur penipuan ( HR Muslim )
5. Adat kebiasaan atau urf yang tidak menyimpang dari syara boleh digunakan
untuk menentukan batasan atau kriteria- kriteria dalam transaksi. Misalnya ,
dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam islam dilaksanakan, maka
tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh
mardatilah ( keridhaan Allah SWT ) akan terwujud.

3.4 PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM

1. Jual Beli
a. Pengertian, Dasar Hukum, dan Hukum Jual Beli

5
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual ( yakni
pihak yang menyerahkan/ menjual barang )dan pembeli ( sebagai
pihak yang membayar / membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia , di
dalam islam mempunyai dasar hukum dari Al-quran dan Hadits.
Ayat A;-quran yang menerangkan tentang jual beli antara lain sura
Al-Baqarah, 2:198 dan 275 serta surah An-Nisa , 4:29.

b. Rukun dan Syarat Jual Beli


Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan ketentuan dalam jual
beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara
( hukum islam ).
Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan
pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli :
1. Berakal
2. Balig
3. Berhak menggunakan hartanya
Sigat atau ucapan ijab dan kabul.
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah
kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu
berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab
( dari pihak penjual ) dan Kabul ( dari pihak pembeli ).
Syarat syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
1. Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2. Barang itu ada manfaatnya
3. Barang itu ada ditempat, atau tidak tetapi sudah tersedia
ditempat lain
4. Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah
kekuasaannya
5. Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan
pembeli dengan jelas

Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah :


1. Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas
jumlahnya
2. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu
transaksi jual beli

6
3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-
Muqayadah ( nilai tukar barang yang dijual bukan berupa
uang tetapi berupa barang ) dan tidak boleh ditukar dengan
barang haram

c. Khiyar
Ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan
jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya
ada cacat pada barang.

d. Macam-macam jual beli


1. Jul beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang
terpenuhi rukun-rukun dan syarat syaratnya
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah ( batil ) yaitu jual beli
yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual
beli tu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan ( disesuaikan
dengan ajaran islam )
Contoh : jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai
dan daging babi, jual beli air mani hewan ternak, jual beli
hewan yang masih berada dalam perut induknya ( belum
lahir ), jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan
penipuan,

3. jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid) karena sebab-sebab


misalnya merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain,
mempersulit peredaran barang, dan merugikan kepentingan
umum.
Contoh : jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama
terhadap barang vital, menjual barang yang akan digunakan
oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.

4. Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk


mempengaruhi orang lain agara mau membeli barang yang
ditawarkannya, sedangkan orang yang menawar barang
tersebut adalah teman si penjual (najsy)

7
5. Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak
membeli, walapun dengan melampaui harga pasaran.

2. Simpan Pinjam

Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam, menurut


hukum islam adalah :
a. Yang berpiutang ( yang meminjam ) dan yang berutang ( yang
meminjam ) , syaratnya sudah balig dan berakal sehat.
b. Barang ( uang ) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik
sah dari yang meminjamkan

3. IJARAH

a. Pengertian
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah atau imbalan
Definisi ijarah menurut ulama mazhab SyafiI adalah transaksi
tertentu terhadap suatu manfaat yang di tuju, bersifat mubah dan
bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar hukum ijarah
Al quran yang dijadikan sebgaia dasar hukum ijarah ialah QS Az-
ukhruf , 43: 32, Attalaq, 65: 6 dan QS Al-Qasas 28:26.
c. Macam-macam ijarah
1. Ijarah yang bersifat manfaat , seperti sewa-menyewa
2. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara
memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
Ex: tukang jahit, dsb
d. Rukun dan syarat ijarah
1. Kedua orang yang bertransaksi ( akad ) sudah baig dan berakal
sehat
2. Kedua belah pihak tsb bertransaksi dengan kerelaan ( QS An-
Nisa 4:29 )
3. Barang yang akan disewakan ( objek ijarah ) diketahui kondisi
dan manfaatnya oleh penyewa
4. Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung
dan tidak bercacat
5. Objek ijarah merupakan suatu yang dihalalkan syara

8
6. Hal yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi
penyewa
7. Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan
8. Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan
sesuatu yang bernilai harta

e. Sifat Akad/ Transaksi Ijarah


Jumhur ulama berpendapat bahwa akad / transaksi ijarah bersifat
mengikat, kecuali ada cacat , atau barang tidak bisa dimanfaatkan
f. Tanggung jawab orang yang diupah digaji Ulama Fiqih sepakat
bila objek yang dikerjakan rusak ditngan pekerja bukan karena
kelalaiannya dan tidak ada unsure kesengajaan, maka pekerja tidak
dapat dituntut ganti rugi. Penjual jasa bila melakukan suatu
kesalahan sehingga benda orang yang sedang diperbaikinya
mengalami kerusakan bukan karena kelalaian maka menurut Imam
Abu Hanifah , Zufar bin Hudaibin Qais alKufi ( wafat 158 H/775
M ), ulama Mazhab Hambali dan SyafI tidak dapat dituntut ganti
rugi.
g. Berakhirnya Akad Ijarah
Akan berakhir apabila :
1. Objek ijarah hilang/ musnah
2. Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/
transaksi ijarah

Rukun ijarah ada 4 , yaitu :


1. Orang yang berakad
2. Sewa / imbalan
3. Manfaat
4. Sigat/ ijab Kabul

3.5 KERJA SAMA EKONOMI DALAM ISLAM


A.Syirkah
1. Pengertiandan Hukum Syirkah
Secara bahasa kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian
atau lebih sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya.

9
Sedangkan menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan
tujuan memperoleh keuntungan.

Hukum syirkah sendiri adalah mubah. Alasannya, banyak sekali orang


yang telah mempraktikkan syirkah ketika Rasulullah saw diutus. Dan ternyata
beliau membiarkan transaksi tersebut terus berjalan. Dengan kata lain,
pengakuan (taqrir) Rasulullah saw terhadap tindakan tersebut merupakan dalil
syara' tentang kemubahannya.

Nabi saw telah mengizinkan orang muslim untuk bermu'amalah secara


syirkah. Hal ini sesuati dengan sabda beliau yang telah diriwayatkan Abu
Hurairah ra sebagai berikut:

Dari Abi Hurairah, dia berkata, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya


Allah Azza wa Jalla telah berfirman, Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak
yang bersyirkah selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati rekannya
yang lain. Kalau salah satunya berkhianat, maka Aku keluar dari keduanya.
(HR. Al- Baihaqi dan ad- Daruquthni).

Imam al-Bukhiri telah meriwayatkan di dalam kitab Shahihnya bahwa


Abul Minhal pernah mengatakan bahwa dia dan orang yang telah melakukan
syirkah dengannya membeli suatu barang dengan cara tunai dan kredit.
Kemudian al- Barra bin 'Azib datang menjumpai mereka. Akhirnya mereka
pun bertanya kepadanya mengenai hal tersebut. Dia pun menjawab bahwa
rekannya menjadi orang yang menjalin syirkah dengannya. Kemudian mereka
berdua bertanya kepada Nabi saw mengenai transaksi itu. Ternyata Rasulullah
saw bersabda,

Dari Utsman, yaitu bin al-Aswad, dia berkata, aku diberitahu oleh
Sulaiman bin Abi Muslim,Lantas beliau bersabda, Barang yang (diperoleh)
dengan cara tunai silakan kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) dengan

10
cara kredit, silakan kalian kembalikan. (HR. Al- Bukhari).

Mu'amalah dengan cara syirkah boleh dilakukan antara sesama muslim


ataupun antara orang Islam dengan orang non- muslim. Dengan kata lain,
seorang muslim boleh melakukan syirkah dengan orang Nashrani, Yahudi atau
orang non- muslim lainnya. Imam Muslim pernah meriwayatkan hadis dari
'Abdullah bin 'Umar sebagai berikut:

Dari Abdillah bin Umar, dari Rasulullah saw bahwa Rasulullah saw telah
menyerahkan kebun kurma kepada orang- orang Yahudi Khaibar untuk
digarap dengan modal harta mereka. Dan beliau mendapat setengah bagian
dari hasil panennya. (HR. Muslim).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum melakukan syirkah


dengan orang Yahudi, Nashrani atau orang non- muslim yang lain adalah
mubah. Hanya saja, orang muslim tidak boleh melakukan syirkah dengan
orang non- muslim untuk menjual menjual barang- barang yang haram, seperti
minuman keras, babi, dan benda haram lainnya. Karena bagaimanapun juga,
Islam tidak membenarkan jual beli barang- barang yang haram, baik secara
individu maupun secara syirkah.

2. Rukun dan Syarat Syirkah

Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu:


a. Dua belah pihak yang berakad (aqidani). Syarat orang yang melakukan
akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf
(pengelolaan harta). Sebab hak pengelolaan harta bagi orang yang tidak
memiliki kecakapan berada di bawah walinya.

b. Obyek akad yang disebut juga maqud alaihi yang mencakup pekerjaan
atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah
harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat

11
diwakilkan. Dengan demikian, keuntungan syirkah menjadi hak bersama di
antara para syarik (mitra usaha).

c. Akad atau yang disebut juga dengan istilah shighat. Adapun syarat sah akad
harus berupa tasharruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.

3. Macam- macam Syirkah

Menurut para ulama, syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu


syirkah `inan, syirkah 'abdan, syirkah wujuh, dan syirkah mufawadhah.
Sekalipun demikian, ada beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama
mengenai keabsahan jenis syirkah tersebut. Menurut ulama Malikiyah
misalnya, yang sah hanya syirkah 'inan dan syirkah `abdan. Sementara
menurut ulama Syifi'iyah maupun Zhahiriyah, yang sah hanya syirkah 'inan.

Berikut ini akan dijelaskan masing- masing jenis syirkah yang dimaksud:
a. Syirkah 'Inan

Syirkah 'inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-
masing memberi konstribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini
hukumnya boleh berdasarkan dalil sunnah dan ijma' sahabat. Contoh syirkah
'inan: A dan B sarjana teknik komputer. A dan B sepakat menjalankan bisnis
perakitan komputer dengan membuka pusat service dan penjualan komponen
komputer. Masing- masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp. 10
juta dan keduanya sama- sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam
syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan harus berupa uang. Sementara barang
seperti rumah atau mobil yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal,
kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. Keuntungan
didasarkan pada kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh masing- masing
syarik (mitra usaha) berdasarkan porsi modal. Jika masing- masing modalnya
50%, maka masing- masing menanggung kerugian sebesar 50%.

b. Syirkah Abdan

12
Syirkah abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-
masing hanya memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal
(amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis
naskah) ataupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut
syirkah 'amal. Contohnya: A dan B sama-sama nelayan dan bersepakat melaut
bersama untuk mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila memperoleh ikan
akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan
sebesar 60% dan B sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan
kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja
syirkah abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun,
disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal dan
tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya berburu anjing. Keuntungan
yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan, porsinya boleh sama atau
tidak sama di antara syarik (mitra usaha).

c. Syirkah Wujuh

Disebut syirkah wujuh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,


atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah
syirkah antara dua pihak yang sama- sama memberikan konstribusi kerja
(amal) dengan pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal). Dalam
hal ini, pihak yang memberikan kontribusi kerja adalah tokoh masyarakat.
Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam mudhdrabah sehingga
berlaku ketentuan- ketentuan mudbdrabah padanya. Namun ada juga tipe
syirkah wujuh yang melibatkan antara dua pihak atau lebih yang bersyirkah
dalam barang yang mereka beli secara kredit. Mereka membeli barang tersebut
kepada pedagang yang percaya kepada mereka sehingga tanpa harus
memberikan uang terlebih dahulu kepadanya.

Contohnya: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B


bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang secara

13
kredit. A dan B bersepakat bahwa masing- masing memiliki 50% dari barang
yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi
dua. Sementara harga pokoknya dikembalikan kepada pedagang. Syirkah
wujuh tipe kedua ini keuntungannya dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan
berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing- masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang
dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh
kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah 'abdan.

d. Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadbah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah Mufawadbah dalam
pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti
boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis
syirkahnya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika
berupa syirkah indn, atau ditanggung pemodal saja jika berupa Mufawadbah,
atau ditanggung mitra- mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan
yang dimiliki jika berupa syirkah wujuh. Contohnya: A adalah pemodal,
berkonstribusi modal kepada B dan C. Kemudian B dan C juga sepakat untuk
berkonstribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang
terjadi adalah syirkah 'abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing- masing
bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Namun ketika A
memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud
mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai
pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing- masing memberikan
konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inan
di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar
kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh
antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah

14
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada dan disebut syirkah
mufawadhah.

B. Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal (shahibul mal), sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola atau pengusaha (mudharib).

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang


dituangkan dalam kontrak, namun apabila mengalami kerugian, maka
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.

Kontrak bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan,


maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan
kontrak bagi hasilnya adalah 60 : 40, di mana pengelola mendapatkan 60 %
dari keuntungan sedang pemilik modal mendapat 40 % dari keuntungan.

Namun demikian, mudhdrabah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu


mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayadah. Mudharabah
muthalaqah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal dan pengelola
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muthlaqah adalah kebalikan
dari mudharabah muthlaqah, yakni usaha yang akan dijalankan dengan
dibatasi oleh jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

C. Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah

1.Musaqah
Menurut ulama ahli fikih, yang dimaksud dengan musaqah adalah

15
kerjasama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan
dibagi dua menurut prosentase yang ditentukan pada waktu akad.
Konsep musaqah merupakan konsep kerjasama yang saling menguntungkan
antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Sebab tidak jarang para
pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya,
sementara di pihak lain ada petani yang memiliki banyak waktu luang namun
tidak memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerjasama
musiqah, masing- masing pihak akan sama- sama mendapatkan manfaat.

2. Muzaraah dan Mukhabarah

Muzaraah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan
dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari petani.
Sementera mukhabarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara
pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari
pemilik lahan. Muzaraah memang sering kali diidentikkan dengan
mukhabarah. Namun demikian, keduanya sebenarnya memiliki sedikit
perbedaan. Apabila muzaraah, maka benihnya berasal dari petani penggarap,
sedangkan mukhabarah benihnya berasal dari pemilik lahan.
Muzaraah dan Mukhabarah merupakan bentuk kerjasama pengolahan
pertanian antara pemilik lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa
Rasulullah saw. Dalam hal ini pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan pembagian
prosentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia, khususnya di kawasan
pedesaan, kedua model penggarapan tanah itu sama- sama dipraktikkan oleh
masyarakat petani. Landasan syari'ahnya terdapat dalam hadis dan ijma'
ulama.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah menyewakan tanah kepada
penduduk Khaibar dengan perjanjian separuh hasilnya untuk pemilik tanah.

16
Hadits ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat, di antaranya Ibnu `Umar,
Ibnu 'Abbas dan Jabir bin Abdillah. Riwayat hadis inilah yang dijadikan
landasan oleh ulama yang membolehkan praktik muzaraah dan mukhabarah.
Menurut mereka, muzaraah dan mukhabarah merupakan perkara yang
baik dan juga dikerjakan oleh Rasulullah saw sampai beliau meninggal dunia.
Praktik kerjasama tersebut juga dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin sampai
mereka meninggal dunia dan setelah itu diikuti oleh generasi sesudahnya.

D. Perbankan

Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun


dana masyarakat dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem
bunga. Dengan demikian, hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu
masyarakat yang memerlukan, baik dalam menyimpan maupun
meminjamkan, balk berupa uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan
bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna jasa bank.

Bank dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu:

1. Bank Konvensional, yaitu bank yang fungsi utamanya menghimpun dana


untuk disalurkan kepada yang memerlukan, baik perorangan maupun badan
usaha, guna mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.

2. Bank Islam atau Bank Syari'ah, yaitu bank yang menjalankan operasinya
menurut syari'at Islam. Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak
ada dalam bank Islam. Bank syari'ah menggunakan beberapa cara yang bersih
dari riba, misalnya:

a. Mudharabah, yaitu kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha


dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan
prosentase sesuai perjanjian. Dalam sistem mudhdrabah, pihak bank sama
sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.

17
b. Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank dan pengusahan di mana
masing- masing sama- sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah
pihak mengelola usahanya secara bersama- sama dan menanggung untung
ruginya secara bersama- sama pula.

c. Wadiah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat


berharga. Amanah dari pihak nasabah berupa uang atau barang titipan yang
telah disebutkan di atas dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank
juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin
bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu- waktu pemiliknya memerlukan.
d. Qardhul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah
yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan
simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan ini hanya diberikan
untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut, sehingga menjadi
wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.

e. Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fikih Islam yang menggambarkan


suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli untuk
menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di
atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya
yang dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya.

Pembayaran dapat dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada


tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau
menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi dan bank
meminta tambahan harga atas harga pembeliannya. Namun demikian, pihak
bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

Kelebihan bank syari'ah dibandingkan bank konvensional terletak pada


sistem bagi hasil. Dalam bank syari'ah, pihak pemberi modal dan peminjam
menanggung bersama resiko laba ataupun rugi. Hal ini membuat kekayaan

18
tidak hanya beredar pada satu golongan, akan tetapi terjadi proses penyebaran
modal yang pada akhirnya terwujud pemerataan keuntungan. Berbeda dengan
bank konvensional yang hanya memprioritaskan penumpukan keuntungan
pada pemilik modal. Dengan demikian, akan tercipta kesenjangan antara si
kaya dan si miskin.

Bank Islam juga bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung
oleh gejolak moneter, baik dalam negeri maupun internasional. Kegiatan
operasional bank syariah tidak menggunakan bunga. Oleh karena itu bank
system ini tidak berdampak inflasi, mendorong investasi, mendorong
pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan pendapatan. Persaingan
diantara bank Islam pun tidak saling mematikan, tetapi saling menghidupi.
Bentuk persaingan antara bank Islam adalah lomba- lomba untuk lebih tinggi
dari yang lain dalam memberikan porsi bagi hasil kepada nasabah.

E. Asuransi (Takaful)

Asuransi dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya seorang muslim
yang didasarkan nilai tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya
setiap jiwa tidak memiliki daya apapun ketika menerima musibah dari Allah
swt, baik berupa kematian, kecelakaan, bencana alam maupun takdir buruk
yang lain. Untuk menghadapi berbagai musibah tersebut, ada beberapa cara
untuk menghadapinya. Pertama dengan menanggungnya sendiri. Kedua,
mengalihkan resiko ke pihak lain. Dan ketiga, mengelolanya bersama- sama.
Dalam ajaran Islam, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan
masalah kelompok walaupun musibah ini hanya menimpa individu tertentu.
Apalagi apabila musibah itu mengenai masyarakat luas seperti gempa bumi
atau banjir. Berdasarkan ajaran inilah tujuan asuransi sangat sesuai dengan
semangat ajaran tersebut.

Allah SWT swt menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, diantaranya yang
terdapat dalam Surah al-Maidah berikut ini:

19
Artinya :

Dan tolong- menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,


dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
QS. Al- Maidah/ 5: 2.

Banyak pula hadis Rasulullah saw yang memerintahkan umat Islam untuk
saling melindungi saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat
Al- Qur'an dan riwayat hadis dapat dipahami bahwa musibah ataupun resiko
kerugian akibat musibah wajib ditanggung bersama. Bukan setiap individu
menanggungnya sendirisendiri dan tidak pula dialihkan ke pihak lain. Prinsip
menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi
dari asuransi syari'ah.
Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi
konvensional, yang menggunakan prinsip transfer resiko. Seseorang
membayar sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu dia
pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi 'jual beli'
atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat perjanjian
asuransi konvensional. Sebab akad dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu
yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.

Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di


mana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin
mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Dalam konsep asuransi
syari'ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru
masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri,
maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil
kembali, kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru'
(sumbangan) yang tidak dapat diambil.

20
Setidaknya, ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat
dalam asuransi syari'ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan
yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi
pemeluk agama lain yang memandang konsep syari'ah lebih adil bagi mereka.
Karena syari'ah merupakan sebuah prinsip yang bersifat universal.

BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Semua ahli sepakat bahwa dalam melaksanakan segala macam bentuk


transaksi ekonomi , landasan agama menjadi salah satu faktor yang harus
diikutsertakan . hal tersebut jelas termuat dalam pengertian muamalah menurut
para ahli yang disampaikan di atas.

Landasan agama bisa menjadi filter agar proses transaksi bisa berjalan
dengan baik dan lancar tanpa adanya kecurangan sedikitpun. Menjalankan
sebuah transaksi ekonomi tidak hanya mengejar keuntungan semata, melainkan
juga berkah yang bisa dipetik dari prosesnya.

21
Untuk itulah , hakikat dan konsep muamalah ini bisa dijadikan salah satu
pegangan agar bisa menjalani segala proses dalam bidang perekonomian dengan
lebih baik, jujur, hasanah, dan menjauhkan pelakunya dari hal-hal yang tercela.

4.2 KRITIK DAN SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskana tentang makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan

DAFTAR PUSTAKA

http://panduanpercuma.info/agama/1387/pengertian-muamalat-dalam-islam/
http://myosaasha.blogspot.in/
http://dilihatya.com/2209/pengertian-muamalah-menurut-para-ahli
http://solikhaton.blogspot.in/2014/01/makalah-ekonomi-muamalah-
islam.html

22
23

Anda mungkin juga menyukai