PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan
bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat
dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan
adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana
kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau
sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur
berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau
fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang.
Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan
kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan
ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan
sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling
lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang
demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara
jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih
teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang
anak laki-laki.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan
1
ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam
adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4
2.2 Epidemiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral
yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya
peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam
sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000
ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. 3,5
2.3 Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan
tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang.
Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang
demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 3
2
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,
otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di
kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema
subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6
3
a. Faktor demam.
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8 oC aksila atau di atas 38,3oC
rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang tersering pada anak
disebabkan oleh infeksi dan infeksi virus merupakan penyebab terbanyak. Demam
merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang. 4 Kenaikan temperatur tubuh
berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu
tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap
kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat
sebesar 10-15%, sehingga meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. 4,9
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada
keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi sehingga menggangu fungsi normal
pompa Na+. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga
menurunkan nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan kejang. Demam
juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. 4,9
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38,9C-
39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 37C-38,9C sebanyak 11%
dan sebanyak 20% kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.
b. Faktor usia
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu:
1. Neurulasi
2. Perkembangan prosensefali
3. Proliferasi neuron
4. Migrasi neural
5. Organisasi
6. Mielinisasi.
4
Tahapan perkembangan otak intrauteri dimulai fase neurulasi sampai migrasi
neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-
tahun pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap
organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan
apabila mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi. Pada
keadaan otak belum matang (developmental window), reseptor untuk asam glutamat
sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor
kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi.
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi
sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi dan
berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.
Anak pada masa developmental window merupakan masa perkembangan otak
fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak
mengalami stimulasi berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus terjadi pada anak
antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dengan kejadian paling sering pada anak usia
18 sampai dengan 24 bulan.
c. Riwayat keluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam.
Pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan sekitar 60-80%.
5
Apabila salah satu orang tua memiliki riwayat kejang demam maka anaknya beresiko
sebesar 20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka resikonya meningkat menjadi 59-64%. Sebaliknya apabila kedua
orangtuanya tidak mempunyai riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam
hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah yaitu 27%
berbanding 7%.
d. Faktor Prenatal dan Perinatal
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai
komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan
eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Hipertensi
pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga berakibat
keterlambatan pertumbuhan intrauterin, prematuritas dan BBLR. Komplikasi persalinan
diantaranya partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia
sehingga akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah
hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,
sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai seperti demam.
e. Faktor Paskanatal
Risiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan
berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali
mengakibatkan terjadinya kejang. Di negara-negara barat penyebab yang paling umum
adalah virus Herpes simplex (tipe l) yang menyerang lobus temporalis. Selain infeksi,
ditemukan bukti bahwa cedera kepala memicu kejadian kejang demam pada anak sebesar
20,6%.
2.5 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K + dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
6
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. 7
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 7
2.6 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4
- Berlangsung singkat
7
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan
saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa
detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. 8
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara
tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-
5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang
dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi
pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis
atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan
berdiri. postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
8
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
2.8 Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-
penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi
structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk
menegakkan diagnosis ini.6,9,10
1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,
menetap atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak
disertai demam atau epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
9
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada
bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas
tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan
metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat
dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12
bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat
dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG tidak
sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan
neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
10
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan
di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan
lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan
organis di otak.3
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan
anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan
gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang
berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil
melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong
dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
2.9 Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :4,10
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5
menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering
digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg,
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
11
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
2. Pengobatan penunjang
12
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang
demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah
sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan
terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
13
1. Kejang demam 2 kali dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
3. Kejang demam 4 kali per tahun
1). Fenobarbital
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah
gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3). Fenitoin
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat
dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan
kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi
lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
2. 11 Prognosis6,11
14
1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya
baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25
s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari
kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh
seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama: Qeisya A
15
Umur: 1 tahun 4 bulan
ANAMNESIS
Keluhan utama
Demam tinggi sejak 6 jam yang lalu, tidak menggigil, tidak berkeringat
Kejang di seluruh tubuh 3 jam yang lalu, frekuensi 6 kali, lama kejang 15
menit, jarak antar kejang 10 menit, Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien
sadar diantara dua serangan kejang, ini merupakan kejang yang pertama.
Batuk, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada
Mual tidak ada, muntah tidak ada
BAK warna biasa, jumlah banyak dari biasa
BAB warna dan konsistensi biasa
Riwayat kejang demam saat bayi disangkal
Riwayat demam tinggi saat bayi disangkal
Riwayat trauma kepala tidak ada
Pasien adalah rujukan IGD RSUD Baso dengan diagnosis kerja: Kejang demam
kompleks
Adik dari ibu punya riwayat kejang seperti pasien, yaitu kejang demam saat usia 2 tahun.
Riwayat Kehamilan
16
Riwayat Makanan dan Minuman
Riwayat Imunisasi
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Sadar
Nafas : 40 x/menit
Suhu : 38,4 C
Berat Badan : 8 kg
Mulut : Mukosa bibir dan mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis,
faring tidak hiperemis, tidak ada perdarahan gusi
17
Leher : Kaku kuduk tidak ada, JVP 5-2 cmH20, tidak ada pembesaran KGB
Dada :
Paru paru : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada tidak ada
Perkusi : Sonor
Abdomen
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, Refleks fisiologis +/+ normal (bisep, trisep,
patella), refleks patologis -/- (babinski grup), tanda rangsang
meningeal (Kernig, Brudzinski I,II)
Darah
Hemoglobin : 11,4 gr/dl
Leukosit : 9.700/mm3
Trombosit : 248.000/ mm
Hematokrit : 32,1%
18
GDS : 132 mg/dl
Tatalaksana :
IVFD RL 10 gtt/menit
Luminal 30 mg (IM)
Paracetamol 4 x 100 mg
Rencana pemeriksaan :
EEG
Lumbal Pungsi
Cek elektrolit
S/
Demam ada
Kejang tidak ada
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual tidak ada, muntah tidak ada
BAK biasa
BAB belum ada
O/
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : sadar
Nadi : 108x/menit
Nafas : 44 x/menit
Suhu : 37,6 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Kulit : teraba hangat
Thoraks : retraksi tidak ada
Cor : irama teratur, bising tidak ada
Pulmo : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
19
BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berumur 1 4/12 tahun dibangsal anak
RSAM Bukittingggi sejak tanggal 26 april 2014 dengan diagnosa kejang demam
kompleks. Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan
pasien mengalami kejang saat demam tinggi, dengan frekuensi kejang sebanyak 6 kali
dalam waktu 24 jam, dan lama kejang + 15 menit. Kejang bersifat umum. Selama kejang
pasien tidak sadar dan pasien sadar diantara dua serangan kejang. Hal ini sesuai dengan
kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang
pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi.
Dari pemeriksaam fisik didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh 38,4oC. Tidak
adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab
kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Pada pasien ini
20
dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran kemungkinan
kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada
pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang.
Pemeriksaan EEG juga di anjurkan pada pasien ini untuk menyingkirkan kemungkinan
epilepsi.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infuse RL. Hal ini untuk
memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam,
tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang
lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu
diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8
jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan
pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,60C hanya
diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan
kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami
kejang demam sebanyak 6 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat
profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam
valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada
pasien untuk rutin kontrol ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3,
Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006 : 1 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
21
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-
2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British
columbia medical association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 9 Februari 2013. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
22