Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PLASENTA PREVIA

2.1 Pengertian
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi
ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah
rahim. (Cunningham, 2006).
Plasenta Previa adalah plasenta berimplantasi, baik parsial atau total pada sekmen
bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin .(Lewellyn, 2001)
Plasenta previa plasenta yang letaknya apnormal, pada sekme uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pada jalanlahir (Mansjoer, 2001).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).

2.2 Etiologi
Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan pasti, namun bermacam-macam
teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa :
a. Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
b. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium belum
sempat tumbuh.
c. Endometrium yang cacat
Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
Pertumbuhan tumor endometrium seperti pada mioma uteri atau polip endometrium.
Gestasi ganda.
Endometriosis puerperal.
d. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup
:
a. Perdarahan (hemorrhaging).
b. Usia lebih dari 35 tahun.
c. Multiparitas.
d. Pengobatan infertilitas.
e. Multiple gestation.
f. Erythroblastosis.
g. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h. Keguguran berulang.
i. Status sosial ekonomi yang rendah.
j. Jarak antar kehamilan yang pendek.
k. Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas cesar
atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul), kehamilan ganda,
pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh pada segmen bawah
uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa, tidak selalu
benar. Memang apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar
maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya sehingga
mendekati atau menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida
yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida
yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun
kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

2.3 Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
a. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
1) Kehamilan kembar (gamelli).
2) Tumbuh kembang plasenta tipis.
b. Kurang suburnya endometrium :
1) Malnutrisi ibu hamil.
2) Melebarnya plasenta karena gamelli.
3) Bekas seksio sesarea.
4) Sering dijumpai pada grandemultipara.
c Terlambat implantasi :
1) Endometrium fundus kurang subur.
2) Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk
nidasi.

2.4 Patofisologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian
atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui
sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan
persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta
dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi
pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi kanalis
servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. Zigot yang
tertanam sangat rendah dalam kavum uteri, akan membentuk plasenta yang pada awal
mulanya sangat berdekatan dengan ostimintenum. Plaseta yang letaknya demikian akan diam
di tempatnya sehingga terjadi plasenta previa
Penurunan kepala janin yang mengakibatkan tertekannya plasenta (apabila plasenta
tumbuh di segmen bawah rahim ). Pelebaran pada segmen bawah uterus dan pembukaan
serviks akan menyebabkan bagian plasenta yang di atas atau dekat ostium akan terlepas dari
dinding uterus. Segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pada trimester III.
Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. ( Doengoes, 2000 ).

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
1. Placenta previa totalis

Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir. Pada posisi
ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko
perdarahan sangat hebat.

2. Placenta previa partialis


Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium internum pembukaan jalan lahir.
Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui
per-vaginam.
3. Placenta previa marginalis

Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi
risiko perdarahan tetap besar.

4. Low-lying placenta

(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta). Yaitu
posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa
dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hati-hati.

Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat
dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba memastikan
hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum ketika serviks
berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.

2.6 Tanda dan Gejala


Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa di antaranya adalah:
a. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang.
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding)
biasanya lebih banyak.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :


Gejala Utama :
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah
segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
Gejala Klinik :
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama
kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu
lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh
adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan
tidak jarang terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan,
sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20
kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan,
namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut.
Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta previa.
Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau
transvaginal (dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari mulut serviks)
mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari
pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound
dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa
yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang
lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu
dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi
perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna
merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun
latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan
dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan
terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan
dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.

2.7 Komplikasi
1. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim.
2. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan histerektomi
(operasi pengangkatan rahim).
3. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
4. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu).
5. Kecacatan pada bayi.

Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari


adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu dapat terjadi :
1) Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
2) Anemia karena perdarahan.
3) Plasentitis
4) Endometritis pasca persalinan
b. Pada janin dapat terjadi :
1) Persalinan premature.
2) Asfiksia berat.
2.8 Prognosis
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga
penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio
sebelumnya, kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio.
Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated
Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena
komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif
dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion (Hanafiah, 2004).

Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan


pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko
kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).

2.9 Pemeriksaaan Penunjang dan Laboratorium


a. USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat
maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik
operasi yang akan dilakukan.
b. Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
c. Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu
diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu.
d. Sinar X : Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian
tubuh janin.
e. Pengkajian vaginal : Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya
ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).
Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan
kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
f. Isotop Scanning : Atau lokasi penempatan placenta.
g. Amniocentesis : Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau
kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
2.10 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis

Episode pendarahan signifikan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien, dan biasanya
tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina,
karena akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Di rumah sakit TTV pasien
diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar, dan dilakukan close match. Kehilangan darah
yang banyak memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur
kehamilan janin, presentasi, dan posisinya.

Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi


diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan janin.
Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan
plasenta) tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat,
perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu.
Karena perdarahan ini cenderung berulang, ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan
berat mungkin mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus
kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu, kemudian pilihan melahirkan bergantung
pada apakah derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yang memiliki
derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran sampai term atau dengan
induksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan
seksio seksarae pada waktu yang ditentukan oleh pasien atau dokter, meskipun biasanya
dilakukan sebelum tanggal yang disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.

Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta


previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar Hb.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature.
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu.

Penanganan konservatif bila :


a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15
menit).

Penanganan konservatif berupa :


1) Istirahat.
2) Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
3) Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
4) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka
lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul
perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

Penanganan aktif bila :


1) Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
2) Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
3) Anak mati.

Penanganan aktif berupa :


a) Persalinan per vaginam.
b) Persalinan per abdominal.

Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni
dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Plasenta previa marginalis.
b. Plasenta previa letak rendah.
c. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala
sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan
maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila
gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak,
lakukan seksio sesar.

Penanganan (pasif)
1) Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit
tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
2) Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan belum
cukup 37 minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat ditunda
dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
3) Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan setua mungkin
supaya tidak prematur.
4) Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.

Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin


prematur tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan
suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnya bagi ibu maupun janin. Perawatan di
rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik,
penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat
merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus larutan elektrolit,
tranfusi darah, persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh
meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup jauh
dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahan utama. Arias (1988)
melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks yang dilakukan antara usia
kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh plasenta previa.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam dua
kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan lewat bedah
sesarea ada dua :
a. Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk berkontraksi
sehingga perdarahan berhenti
b. Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang
merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis serta
parsial.
b. Penatalaksanaan keperawatan

Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak
melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk,
mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak
memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara
teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau
pula BJJ dan pergerakan janin. Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan
transfusi darah bila tidak teratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia
kehamilan.Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan,
usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :

- Bila perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan
mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3 hari.

- Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas


Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan
usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila
ternyata plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus
pervaginam.

Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :


1. Seksio Cesaria (SC)
- Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun
janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan.
- Tujuan SC antara lain :
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan.
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam.
- Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri dan
segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi
placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus uteri.
- Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
- Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
- Amniotomi dan akselerasi Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, placent akan
mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum
ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
- Versi Braxton Hicks Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan
tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup.
- Traksi dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian
diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini
biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

Anda mungkin juga menyukai