Tabel Perbedaan reaksi ringan dan berat pada reaksi lepra tipe 1 dan
tipe 2.
No Gejala/tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
*) Apabila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf
dikategorikan sebagai reaksi berat.
4 A. TERANGKAN PENGOBATAN LEPRA MENURUT WHO DAN
JANGKA PENDEK
Penatalaksanaan Lepra menurut WHO
Obat-obatan yang digunakan dalam World Health Organization-
Multydrug Therapy (WHO-MDT) adalah kombinasi rifampisin,
klofazimin dan dapson untuk penderita lepra tipe MB serta rifampisin
dan dapson untuk penderita lepra tipe PB. Rifampisin ini adalah obat
antilepra yang paling penting dan termasuk dalam perawatan kedua
jenis lepra. Pengobatan lepra dengan hanya satu obat antilepra akan
selalu menghasilkan mengembangan resistensi obat, pengobatan
dengan dapson atau obat antilepra lain yang digunakan sebagai
monoterapi dianggap tidak etis.
Adanya MDT adalah sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati
resistensi, memperpendek masa pengobatan, dan mempercepat
pemutusan mata rantai penularan. Untuk menyusun kombinasi obat
perlu diperhatikan efek terapeutik obat, efek samping obat,
ketersediaan obat, harga obat, dan kemungkinan penerapannya.
Prosedur pemberian MDT adalah sebagai berikut:
1) MDT untuk lepra tipe MB
Dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg
setiap bulan, klofamizin 300 mg setiap bulan dan 50 mg setiap
hari, dan dapsone 100 mg setiap hari.
Anak-anak, diberikan selama 12 bulan dengan kombinasi
rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg setiap
bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari.
2) MDT untuk lepra tipe PB
Dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi
rifampisin 600 mg setiap bulan dan dapsone 100 mg setiap
bulan.
Anak-anak diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi
rifampisin 450 mg setiap bulan dan dapsone 50 mg setiap
bulan.
Note: anak-anak dengan usia dibawah 10 tahun,
rifampisin 10 mg/kg berat badan setiap bulan,
dapsone 2 mg/kg berat badan setiap hari
klofamizin 1 mg/kg berat badan diberikan pada
pergantian hari, tergantung dosis
Untuk pengobatan timbulnya reaksi lepra adalah sebagai berikut:
1) Pengobatan reaksi reversal (tipe 1)
Pengobatan tambahan diberikan apabila disertai neuritis akut,
obat pilihan pertama adalah korikosteroid. Biasanya diberikan
prednison 40 mg/hari kemudian diturunkan perlahan. Pengobatan
harus secepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk
mengurangi terjadinya kerusakan saraf secara menndadak.
Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan.
Apabila diperlukan dapat diberikan analgetik dan sedativa.
2) Pengobatan reaksi ENL (tipe 2)
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid
antara lain prednison dengan dosis yang disesuaikan berat
ringannya reaksi, biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari.
Dosis diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali
sesuai perbaikan reaksi. Apabila diperlukan dapat ditambahkan
analgetik-antipiretik dan sedativa. Ada kemungkinan timbul
ketergantungan terhadap kortikosteroid, ENL akan timbul apabila
obat tersebut dihentikan atau diturunkan pada dosis tertentu
sehingga penderita harus mendapatkan kortikosteroid secara terus-
menerus.
Penderita lepra dengan diagnosis terlambat dan tidak
mendapat MDT mempunyai risiko tinggi terjadinya kerusakan
saraf. Selain itu, penderita dengan reaksi lepra terutama reaksi
reversal lesi kulit multipel dan dengan saraf yang membesar atau
nyeri juga memiliki risiko tersebut.
Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya
sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Keluhan yang timbul
berupa nyeri saraf atau luka yang tidak sakit, lepuh kulit atau hanya
berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya, serta adanya
kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya memasang
kancing baju, memegang benda kecil atau kesulitan berjalan.
Pencegahan kecacatan yang terbaik atau prevention of
disability (POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini lepra,
pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat, mengenali
gejala dan tanda reaksi lepra yang disertai gangguan saraf serta
memulai pengobatan dengan kortikosteroid secepatnya.
Memberikan edukasi pada pasien tentang perawatan misalnya
memakai kacamata, merawat kulit supaya tidak kering dan lainnya
apabila terdapat gangguan sensibilitas.