Anda di halaman 1dari 15

Panduan

Meminta Pendapat Lain


(Second Opinion)

RS RESTU IBU
BALIKPAPAN TAHUN 2015

RS RESTU IBU
JL. JEND. ACHMAD YANI NO.12 BALIKPAPAN
KALIMANTAN TIMUR, 76121
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............ i


Daftar isi ii
Lembar Pengesahan iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Pengertian 2
BAB II RUANG LINGKUP 3
BAB III TATA LAKSANA 6
BAB IV DOKUMENTASI 7
BAB V PENUTUP 8
RUJUKAN 9
LAMPIRAN 1 Persetujuan Permintaan Pendapat Lain
(Second Opinion) 10
LAMPIRAN 2 SPO Mendapatkan Serta Meminta Second Opinion 11
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RS RESTU IBU

NAMA KETERANGAN TANDA TANGGAL


TANGAN

Maya Ulfah, S.Kep Pembuat Dokumen

Dr. Janes Molenaar Authorized Person

Direktur RS Restu Ibu


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbedaan diagnosis dan perbedaan penatalaksanaan pengobatan dokter yang satu
berbeda dengan dokter lainnya sering terjadi di belahan dunia manapun. Di Negara
yang paling maju dalam bidang kedokteran pun, para dokter masih saja sering
melakukan overdiagnosis, overtreatment atau wrong diagnosis pada penanganan
pasiennya.

Begitu juga di Indonesia, perbedaan pendapat pada dokter dalam mengobati penderita
adalah hal yang biasa terjadi. Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan
penatalaksanaan mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan
konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu
menyangkut kerugian biaya yang besar dan ancaman nyawa maka akan harus lebih
dicermati. Sehingga, sangatlah penting untuk melakukan second opnion terhadap
dokter lain tentang permasalahan kesehatan tertentu yang belum pernah terselesaikan.

RS Restu Ibu mendukung pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan hak
meminta pendapat lain (second opinion). Agar hal tersebut dapat terlaksana
diperlukan partisipasi dari staf rumah sakit maupun pasien dalam pelaksanaan asuhan
pelayanan kesehatan demi tercapainya tujuan pemenuhan hak-hak tersebut.

B. Tujuan
1. Melindungi hak pasien terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan second
opinion atas penyakitnya baik dari dokter di lingkungsn RS Restu Ibu maupun
dokter di luar RS Restu Ibu.
2. Staf rumah sakit memahami dan mengerti tentang hak pasien untuk
mendapatkan/memperoleh serta meminta second opinion (bila perlu) atas
penyakit yang dideritanya.

C. Pengertian
1. Opini Medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli
medis terhadap suatu diagnose, terapi dan rekomendasi medis lain terhadap
penyakit seseorang.
2. Meminta Pendapat Lain (second opinion) adalah pendapat medis yang
diberikan oleh dokter lain terhadap suatu diagnose atau terapi maupun
rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat
lain bisa dikatakan sebagai upaya penemuan sudut pandang lain dari dokter kedua
setelah pasien mengunjungi atau berkonsultasi dengan dokter pertama.
Second opinion hanyalah istilah, karna dalam realitanya di lapangan, kadang
pasien bisa jadi menemui lebih dari dua dokter untuk dimintakan pendapat
medisnya. Meminta pendapat lain atau second opinion juga diatur dalam Undang-
Undang no.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, bagian empat pasal 32 poin H
tentang hak pasien menyebutkan setiap pasien memiliki hak meminta
konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun diluar rumah
sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Pentingnya second opinion untuk pasien adalah :


1. Perbedaan diagnosis dan penatalaksanaa pengobatan dokter sering terjadi di
belahan dunia manapun, termasuk di Indonesia.
2. Perbedaan pendapat dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa
terjadi, dan hal ini mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan
konsekuansi yang berbahaya dan merugikan pasien.
3. Second opinion dianjurkan bila menyangkit ancaman nyawa, kerugian biaya atau
dampak financial yang besar.

B. Permasalahan kesehatan yang memerlukan second opinion :


1. Keputusan dokter mengenai tindakan operasi, diantaranya operasi usus buntu,
operasi amandel (tonsilektomi), operasi caesar, operasi hordeolum, operasi ligasi
ductus lacrimalis (mata belekan dan berair terus) dan tindakan operasi lainnya.
2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu,
misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka
panjang, pemberian anti alergi jangka panjang dan pemberian obat-obat jangka
panjang lainnya.
3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal: baik
obat minum, antibiotik atau pemberian susu.
4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus
yang tidak seharusnya diberikan: seperti infeksi saluran nafas, diare, muntah,
demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi
virus tetapi selalu diberi antibiotik.
5. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemeriksaan laboratorium dengan biaya
sangat besar dan tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang dideritanya.
6. Keputusan dokter mengenai suatu penyakit yang berulang diderita misalnya:
penyakit tipes berulang, pada kasus ini sering terjadi overdiagnosis tidak
mengalami tifus tetapi diobati tifus karena hasil laboratorium yang menyesatkan.
7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan: biasanya dokter tersebut
menggunakan istilah gejala seperti gejala tifus, gejala demam berdarah, gejala
usus buntu dll.
8. Ketika pasien didiagnosa penyakit serius seperti kanker, maka pasien pun
biasanya diizinkan meminta pendapat lain.
9. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh
institusi kesehatan nasional atau internasional dan tidak memiliki dasar evidance
base medicine (kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran):
seperti pengobatan dan terapi bioresonansi, pemeriksaan alergi IGG4 dikirim ke
Amerika, pemeriksaan alergi melalui rambut dan terapi bandul.

C. Dalam rangka membantu pasien untuk mendapatkan Second Opinion, rumah sakit
perlu, memberikan beberapa pertimbangan kepada pasien atau keluarga sebagai
berikut :
1. Second Opinion sebaiknya didapatkan dari dokter yang sesuai kompetensinya
atau keahliannya.
2. Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan teman atau keluarga
terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangat penting untuk dijadikan
referensi. Karena pengalaman yang sama tersebut sangatlah penting dijadikan
sumber referensi.
3. Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang permasalahan kesehatan tersebut.
Jangan mencari informasi sepotong-sepotong, karena seringkali akurasinya tidak
dipertanggung jawabkan. Carilah sumber informasi yang kredibel seperti WHO,
CDC, IDI atau organisasi yang resmi lainnya.
4. Bila keadaan emergensi atau kondisi tertentu maka keputusan second opinion juga
harus dilakukan dalam waktu singkat hari itu juga.
5. Mencari second opinion terhadap dokter yang dapat menjelaskan dengan mudah,
jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Dokter yang beretika tidak akan
pernah menyalahkan keputusan dokter sebelumnya atau tidak akan pernah
menjelekkan pendapat dokter sebelumnya atau menganggap dirinya paling benar.
6. Bila melakukan second opinion sebaiknya awalnya jangan menceritakan dulu
pendapat dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter
sebelumnya, agar dokter terakhir dapat objektif dalam menangani kasusnya.
Kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan yang sebelumnya pernah
diberikan atau pemeriksaan yang telah dilakukan.
7. Bila pendapat lain dokter tersebut berbeda, maka biasanya penderita dapat
memutuskan salah satu keputusan tersebut berdasarkan argumen yang yang dapat
diterima secara logika. Dalam keadaan tertentu disarankan mengikuti advis dari
dokter yang terbukti terdapat perbaikan bermakna dalam perjalanan penyakitnya.
Bila hal itu masih membingungkan, tidak ada salahnya melakukan pendapat
ketiga. Biasanya dengan berbagi pendapat tersebut penderita akan dapat
memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit dipilih biasanya kasus
yang dihadapi adalah kasus yang sangat sulit.
8. Keputusan second opinion terhadap terapi alternatif sebaiknya tidak dilakukan
karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman tentang kasus yang
berbeda dan latar belakang ke ilmuan yang berbeda.
9. Kebenaran ilmiah di bidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas dokter
atau gelar profesor yang disandang. Tetapi berdasarkan kepakaran dan landasan
pertimbangan kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian di bidang kedokteran
(Evidance Base Medicine).
BAB III
TATA LAKSANA

Second opinion atau mencari pendapat lain yang berbeda adalah merupakan hak seorang
pasien dalam memperoleh jasa kesehatannya. Hak yang dipunyai pasien ini adalah hak
mendapatkan pendapat lain (second opinion) dari dokter lainnya yang mempunyai Surat
Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Untuk mendapatkan
pelayanan yang optimal, pasien tidak usah ragu untuk mendapatkan second opinion
tersebut. Memang biaya yang dikeluarkan akan menjadi banyak, tetapi paling tidak
bermanfaat untuk mengurangi resiko kemungkinan komplikasi atau biaya lebih besar lagi
yang akan dialaminya.

Tata laksana untuk mendapatkan second opinion, pasien dan keluarganya menghubungi
perawat atau langsung kepada dokter yang merawatnya kemudian mengemukakan
keinginannya untuk mendapatkan pendapat lain atau second opinion. Dokter yang
merawat berkewajiban menerangkan kepada pasien dan keluarganya hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mendapatkan second opinion (terdapat dalam panduan ini).
Apabila keputusan mengambil pendapat lain sudah ditetapkan, maka formulir Permintaan
Pendapat Lain (second opinion) diisi oleh pasien atau walinya dan diketahui oleh Dokter
(DPJP) serta saksi.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Brosur Hak dan Kewajiban Pasien.


2. Formulir Permintaan Pendapat Lain (second opinion).
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkan Buku Panduan Meminta Pendapat Lain (Second Opinion), maka
setiap pegawai RS Restu Ibu dapat melaksanakan prosedur tersebut dan melayani pasien
dengan baik dan memuaskan.
RUJUKAN

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit


2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Standar Akreditasi Rumah Sakit Tahun
2011.
Lampiran 1

RUMAH SAKIT RESTU IBU


Jl. Jend. Achmad Yani No.12 Balikpapan
Kalimantan Timur, 76121
Telp. (0542) 427344, 427343, 427342 (Hunting)

PERSETUJUAN PERMINTAN PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya,


Nama : . (L/P)
Tgl Lahir :
Alamat :
Diri sendiri / Suami / Isteri / Ayah / Ibu / Anak / kerabat dari pasien *) :
Nama : (L/P)
Tgl Lahir :
No. RM :
Dengan ini menyatakan dengan sadar dan sesungguhnya bahwa :
1. Telah memahami dan menerima informasi mengenai kondisi terhadap diri saya/pasien dan tindakan
penanganan awal yang telah dilakukan dari pihak rumah sakit.
2. Meminta kepada pihak rumah sakit untuk diberikan kesempatan mencari second opinion terhadap
alternative diagnosis / pengobatan diri saya / pasien ke dokter
di rumah sakit .
3. Segala sarana, biaya maupun fasilitas untuk mencari second opinion adalah tanggung jawab diri
saya / pasien / keluarga *).
4. Untuk keperluan tersebut diatas, meminjam hasil pemeriksaan penunjang kesehatan saya / pasien *)
berupa :
a.
b.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Balikpapan,
Saya yang menyatakan, Petugas,

( _____________________ ) ( ___________________ )
Nama&TTD Nama&TTD

Saksi,

( _____________________ )
Nama&TTD

Tanggal / Waktu pengembalian dokumen yang dipinjam : .


Petugas Peminjam

( ____________________ ) ( ___________________ )
Nama&TTD Nama&TTD

*) Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka wali atau seseorang yang diberi hak
untuk meyetujui tindakan terhadap pasien tersebut
Lampiran 2

MENDAPATKAN SERTA MEMINTA


SECOND OPINION
LOGO RS
No Dokumen No. Revisi Halaman
01 1/2

Tanggal Terbit Ditetapkan oleh,


Direktur RS Restu Ibu
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. _________________________

Setiap pasien RS Restu Ibu mendapatkan jaminan hak untuk memperoleh /


PENGERTIAN
mendapatkan dan meminta second opinion baik dari dokter di dalam RS
Restu Ibu maupun dari dokter luar RS Restu Ibu

1. Melindungi hak pasien terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan


second opinion atas penyakitnya baik dari dokter di lingkungsn RS
TUJUAN Restu Ibu maupun dokter di luar RS Restu Ibu.
2. Staf rumah sakit memahami dan mengerti tentang hak pasien untuk
mendapatkan/memperoleh serta meminta pendapat lain (second
opinion) (bila perlu) atas penyakit yang dideritanya.

Para pimpinan, staf, dokter dan karyawan RS Restu Ibu menjamin dan
KEBIJAKAN
melindungi hak pasien untuk dilibatkan member persetujuan atas tindakan
kedokteran yang akan dikenakan pada dirinya
(Sesuai dengan SK Direktur RS Restu Ibu No . Tentang
Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga)

1. Setiap pasien dan keluarganya dan keluarganya mendapatkan informasi


tentang hak-hak untuk mendapatkan/memperoleh serta meminta
second opinion dari dokter lain selain dokter yang merawat dia, apabila
pasien dan keluarganya tersebut menyatakan ke dokter yang
merawatnya bahwa dia membutuhkan second opinion dari dokter lain.
PROSEDUR 2. Pasien atau keluarga pasien mengisi formulir permintaan second
opinion yang disediakan oleh petugas rumah sakit.
3. Dokter yang merawat pasien tersebut harus memfasilitasi upaya pasien
dan keluarganya untuk mendapatkan second opinion dari dokter lain di
lingkungan RS Restu Ibu.
4. Apabila pasien dan keluarganya meminta untuk mendapatkan second
opinion dari dokter lain di luar lingkungan RS Restu Ibu, maka atas
rekomendasi dari dokter yang merawat (DPJP), perawat dan struktur
diatasnya berkewajiban untuk memfasilitasi pasien dan keluarga
berdasarkan rekomendasi dari dokter yang merawat pasien
tersebut..
5. Segala biaya yang ditimbulkan untuk second opinion ke dokter aatau
rumah sakit lain, menjadi tanggung jawab pasien dan keluarganya.
6. Beban pembiayaan yang ditimbulkan dalam proses mencari second
opinion dari dokter di luar lingkungan RS Restu Ibu atau rumah sakit
lain, terlebih dahulu harus dikomunikasikan kepada pasien dan
keluarga pasien.
MENDAPATKAN SERTA MEMINTA
SECOND OPINION
LOGO RS
No Dokumen No. Revisi Halaman
01 2/2

Tanggal Terbit Ditetapkan oleh,


Direktur RS Restu Ibu
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr. _________________________

UNIT TERKAIT Semua Unit yang terkait dengan pelayanan langsung kepada pasien dan
keluarganya

REFERENSI 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang


Rumah sakit
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Standar Akreditasi Rumah
Sakit Tahun 2011.

Anda mungkin juga menyukai